Selasa, 12 Mei 2015

Straight - Episode 4 ( Bagian Lima )

 “Biarkan Jenderalku masuk!” jawab Kaisar Ming Tai Zhu tegas. Sebuah kalimat perintah yang sederhana namun terasa panas di telinga Jenderal Lan Yu yang duduk tak jauh dari rumah panggung tempat Sang Kaisar berada. Sebutan “Jenderalku” dalam kalimat Sang Kaisar seolah semakin menunjukkan betapa dekat hubungan Panglima Tertinggi Kerajaan tersebut dengan Kaisar Ming Tai Zhu. Dan hal itulah yang terasa mendesirkan hati Jenderal Lan Yu. Sungguh berbeda dengan Jenderal Chang Yu Chun yang seketika terlihat lega dan gembira setelah melihat kedatangan Jenderal Xu Da.
Kasim Liu membungkukkan tubuhnya lalu pergi ke arah prajurit penjaga yang berdiri menunggu. Sejenak terlihat sang kasim berbisik pada si prajurit yang segera berlalu pergi.
Semua mata menatap ke arah gerbang taman, menunggu. Sebagian dengan debar yang aneh, seolah sebuah wibawa yang sangat kuat sedang merambat menuju tempat arena  sayembara. Itu bukan wibawa seorang raja, bukan pula kharisma seorang biksu sebagai hasil puluhan tahun berdiam dalam ruang pemujaan untuk memuja Thian Yang Maha Kuasa. Tapi sebuah kharisma yang datang dari kejujuran jiwa, keutuhan hati yang tak pernah berpaling dari jalan lurus dan janji suci untuk mengabdikan hidup, bukan pada raja melainkan pada negara, pada ibu bumi yang telah memberikan kehidupan sejak tetes pertama wujud manusia hingga wujud keabadian dan bahkan saat kelahiran kembali sesudah keabadian. Kharisma yang segera mengambil alih seluruh wibawa sang raja yang duduk di atas panggung, membuat seluruh mata menanti baik dengan suka cita maupun dengan iri hati dan dengki. Pada kharisma yang terasah melalui kekejaman perang demi perang yang dimenangkan sang sosok yang kemudian terlihat melenggang masuk ke dalam taman di belakang dapur istana, diiringi oleh seorang remaja berwajah serupawan mentari pagi di empat musim serta remaja lain berwajah teduh dan tenang yang terlihat berjalan sambil menundukkan kepala.
“Paman Xu Da!...Kakak Xu….Adik Chen!...Kalian datang!” seru Pangeran Zhu Di nyaris tanpa sadar membuat ketiga kakaknya sesaat menoleh ke arah adik kecil mereka dengan wajah menunjukkan keheranan ketika menemukan binar bahagia luar biasa yang tak pernah mereka lihat selama proses sayembara berlangsung hingga saat Panglima Tertinggi dan putra angkatnya datang. Pangeran Zhu Biao segera memalingkan wajahnya dan pandangan matanya menatap Panglima Teringgi Jenderal Xu Da, putra angkatnya yang sangat terkenal di seluruh penjuru mata angin karena wajah dan penampilannya yang serupawan malaikat, Xu Changyi serta seorang remaja lain yang ia tak mengenalnya.
“Hormat hamba pada Yang Mulia Kaisar Ming, semoga Yang Mulia Kaisar selalu dalam kesehatan dan panjang umur” seru Jenderal Xu Da sambil menjatuhkan dirinya berlutut di depan Kaisar Ming Tai Zhu diiringi oleh Changyi dan Chen.
Kaisar Ming Tai Zhu bertepuk tangan sekali dan tertawa gembira. Lalu sepasang tangannya bergerak sebagai isyarat agar Sang Panglima Tertinggi kerajaan yang tengah berlutut di depannya segera bangun.
“Kakak Xu Da….bangunlah…ayo bangunlah. Aku sudah sangat menantikan kedatanganmu. Sayang sekali Kakak Xu Da sedikit terlambat sehingga sayembara ini sudah hampir selesai” sahut Kaisar Ming Tai Zhu sambil melambai agar Jenderal Xu Da bangkit dari posisi berlututnya.
Sepasang tangan Jenderal Lan Yu mengepal saat mendengar kalimat Sang Kaisar pada Jenderal Xu Da. “Kakak Xu Da?” sejak kapan Kaisar menganggap Panglima Tertinggi sebagai saudara tua? cetus Jenderal Lan Yu dengan hati semakin memanas. Sepasang matanya melirik ke arah Jenderal Xu Da, Changyi dan satu remaja lain yang tengah berlutut di depan Kaisar dengan sudut mata memancarkan kilat tajam. Bayangan kegembiraan di wajah Pangeran Zhu Di yang begitu kentara terus tercetak dalam benak Jenderal Lan Yu. Sudah nyata terjawab, bahwa sang pangeran keempat itu memang menunggu kedatangan Jenderal Xu Da. Dan tentu saja Changyi. Meskipun remaja itu sama sekali tak memiliki bakat memasak. Mungkin saja, kedatangan Jenderal Xu Da dan Xu Changyi telah cukup sebagai penghibur bagi pangeran kecil yang tengah kehilangan rasa lidahnya tersebut. Kenyataannya, Jenderal Xu Da tak akan mengikutkan pelayan dari rumahnya untuk mengikuti sayembara. Tak ada sosok pelayan yang datang bersama dengan Sang Panglima Tertinggi tersebut selain anak angkatnya dan……
Mendadak Jenderal Lan Yu tersentak saat ia mulai bisa meraba sesuatu. Pandangannya kini terpusat pada remaja kecil bertubuh kurus yang berlutut selangkah di belakang Changyi. Remaja berkulit putih dengan rambut yang diikat kuat menjadi satu di belakang kepala. Dan seolah masih belum cukup, remaja yang terus menunduk itu masih mengikat kepalanya menggunakan sehelai kain yang menutupi nyaris separuh kepala dan dahinya. Penampilannya begitu polos dan teduh, mengingatkan Jenderal Lan Yu pada sosok-sosok biksu yang hanya hidup untuk memuja Thian, Dewa dari seluruh dewa. Siapakah anak itu? Apakah…apakah remaja kecil kurus yang terihat rapuh itulah sesungguhnya, orang yang ditunggu-tunggu oleh Sang Pangeran Keempat? Tapi kenapa? Kenapa Pangeran Zhu Di harus menunggunya? Apakah anak itu adalah pelayan dari rumah Jenderal Xu Da? Namun, jika benar anak itu adalah pelayan yang bertugas sebagai juru masak, tidakkan ia masih terlalu muda?
Sudut bibir Jenderal Lan Yu tertarik ke samping menyunggingkan senyum sinis saat ia mengetahui satu hal.
Bahkan seandainya, anak remaja kecil itu benar-benar juru masak di rumah Jenderal Xu Da, namun semuanya sudah terlambat karena sayembara sudah selesai dan pemenangnya sudah dipilih. Jadi, ia tak perlu mencemaskan kemungkinan kemenangan bagi Panglima Tertinggi dalam sayembara memasak yang pada intinya digunakan sebagai usaha untuk mengobati sakit dari Pangeran Keempat, namun kemudian justru digunakan sebagai jalan untuk mendekati keluarga Kaisar.
“Mohon ampun atas keterlambatan hamba Yang Mulia. Beberapa kawanan dari mata-mata melakukan perlawanan dan kami mengejar mereka hingga jauh melintasi wilayah gurun pasir” jawab Jenderal Xu Da masih dalam posisi berlututnya.
Sang Kaisar menganggukkan kepalanya.
“Ya, aku sudah mendengar tentang hal itu. Utusan pendahulu dari Kakak Xu Da telah melaporkan semuanya termasuk perihal tujuh orang prajurit yang gugur. Aku tahu pasti berat untuk kehilangan prajurit yang telah lama mengikutimu dalam banyak peperangan termasuk saat perluasan wilayah kita di Karakorum. Dan untuk hal itu, aku sungguh sangat bersedih. Aku telah mengirim utusan untuk memberikan santunan bagi keluarga tujuh prajurit yang gugur dalam perlawanan dengan kelompok mata-mata di gurun tersebut. Serta, aku memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk masuk dalam keprajuritan bagi anak lelaki serta menjadi dayang istana bagi anak-anak perempuan dari ketujuh prajurit yang gugur setelah pengabdian mereka padaku yang begitu lama” ucap Kaisar Ming Tai Zhu.
Jenderal Xu Da membungkukkan tubuhnya semakin dalam.
“Terima kasih atas kebaikan hati Yang Mulia Kaisar. Semoga Yang Mulia Kaisar selalu dalam kejayaan di langit dan di bumi” sahut Jenderal Xu Da.
“Semoga kejayaan selalu bersama Yang Mulia Kaisar di langit dan di bumi” ulang Xu Changyi dan Chen serempak sambil membungkukkan tubuh mereka sebagaimana Jenderal Xu Da.
Kaisar Ming Tai Zhu mengangguk-angguk dan terlihat puas dengan penghormatan dan pemujaan yang diterimanya dari Jenderal Xu Da. Sepasang matanya berbinar menatap Panglima Tertingginya dan kemudian beralih pada Changyi, sebelum kemudian, pandangannya tertuju pada sosok remaja kecil di belakang Changyi yang turut berlutut dan memujanya. Alis Sang Kaisar sedikit berkerut.
“Kakak Xu Da, bangunlah” ulang Kaisar Ming Tai Zhu membuat Jenderal Xu Da segera bangkit dari posisinya yang berlutut di depan rumah panggung. Kini, Sang Panglima Tertinggi tersebut berdiri dalam sosoknya yang gagah di depan Kaisar Ming Tai Zhu sementara Changyi dan Chen masih tetap dalam posisi berlututnya. Lalu, mendadak jari telunjuk Kaisar Ming Tai Zhu menunjuk ke arah Chen yang berlutut selangkah di belakang Changyi. “Kakak Xu Da, siapakah anak itu? Kenapa ia bisa datang bersama dengan Kakak?”.
Sebuah pertanyaan yang wajar namun Jenderal Xu Da segera mengerti bahwa di balik pertanyaan itu terselip sebuah teguran. Kaisar Ming pernah mengungkapkan kekecewaan hatinya setelah melihat tingginya loyalitas anak-anak angkat Jenderal Lan Yu pada ayah angkat mereka yang bahkan melebihi loyalitas pada Sang Kaisar sebagai pemimpin negeri. Dan kekecewaan itu diungkapkan dengan larangan tak tertulis untuk mengambil anak angkat.
Lalu kini, Kaisar menanyakan tentang anak remaja yang turut datang bersamanya dalam sayembara ini selain Changyi yang telah dikenal oleh banyak orang sebagai putra angkatnya.
Jenderal Xu Da mengurai senyumnya, namun tak segera menjawab pertanyaan dari Kaisar Ming Tai Zhu. Kepalanya sedikit terteleng ke samping dengan sudut mata melirik ke arah Changyi dan Chen yang masih berlutut di depan Kaisar.
“Kakak Xu Da….siapa anak itu? Apakah ia adalah anak angkat Kakak Xu Da juga sebagaimana Xu Changyi? Kalau begitu, tidakkah seharusnya Kakak mengenalkannya pada semua orang?” ulang Kaisar Ming Tai Zhu, masih dengan senyum gembiranya.
Jenderal Xu Da terlihat ragu sementara semua orang menjadi hening dan menunggu jawaban dari Sang Panglima Tertinggi. Pertanyaan Kaisar Ming tentang siapa adanya remaja lain yang datang bersama dengan Jenderal Xu Da dan Xu Changyi dengan sendirinya membuat perhatian semua orang tertuju pada Chen. Beberapa di antara para pejabat terlihat mulai berbisik-bisik. Di atas panggung, Pangeran Zhu Di yang sangat gembira dengan kedatangan Jenderal Xu Da, Changyi dan Chen, mulai memahami hal yang membuat Jenderal Xu Da tak segera menjawab pertanyaan dari Kaisar saat ia melihat keraguan yang memancar dari wajah Sang Jenderal serta sepasang tangan Changyi yang tampak mengepal erat di atas dua pahanya. Rasa bersalah segera mengalir memenuhi dada Pangeran Keempat membuat senyum gembiranya berbalut semburat rasa sedih.
Lan Fengyin yang duduk di belakang ayah angkatnya terlihat berkerut saat ia memperhatikan Chen. Lalu, perlahan tubuhnya mencondong ke arah ayahnya.
“Ayah, bukankah dahulu, sebelum Changyi menjadi anak angkat Jenderal Xu Da, ia adalah pelayan di rumah Keluarga Xu? Dan jika tidak salah ingat, saya mendengar bahwa saat itu, Changyi menjadi pelayan pengurus kuda bersama dengan saudaranya yang lebih kecil. Juga, saya ingat, prajurit yang dahulu ikut dalam peperangan di Kota Dadu/Shuntian (sekarang Beijing) mengatakan bahwa anak yang diselamatkan oleh Jenderal Xu Da dari kemarahan penduduk yang akan menghanyutkan mereka ke Sungai Kuning karena mencuri beras  ada dua orang. Lalu, jika kemudian, Changyi diangkat menjadi anak oleh Jenderal Xu Da, lantas kemanakah anak yang satunya? Tidakkah anak yang sekarang bersama dengan Changyi dan Jenderal Xu Da itulah anak yang dulu dibawa pulang oleh Jenderal Xu Da bersama dengan Changyi dan dipekerjakan sebagai pelayan pengurus kuda bersama-sama dengan Changyi sebelum akhirnya Changyi menjadi bagian dari Keluarga Xu?” bisik Lan Fengyin di telinga ayahnya.
Jenderal Lan Yu mendengarkan pendapat dari putra angkatnya dengan seksama sebelum kemudian kepalanya mengangguk-angguk. Penalarannya membenarkan apa yang dikatakan oleh Fengyin karena ia-pun dapat menangkap penjelasan yang sangat masuk akal dalam kalimat anak angkatnya tersebut. Jika dulu, anak yang diselamatkan oleh Jenderal Xu Da ada dua orang, lalu kenapa hanya Changyi yang diangkat sebagai anak? Kemanakah anak yang satunya?
Tetapi, jika anak yang sekarang datang bersama dengan Jenderal Xu Da dan Changyi memang benar adalah anak lain yang dulu di bawa oleh Jenderal Xu Da, lantas alasan apa yang mendasari keputusan Sang Panglima Tertinggi untuk memunculkan anak itu sekarang dan bukan disaat yang bersamaan dengan kemunculan Changyi sebagai bagian dari keluarga Xu dahulu?. Alis Jenderal Lan Yu berkerut semakin dalam dan untuk pertama kalinya, mendadak ia menoleh dan memperhatikan ke arah Jenderal Chang Yu Chun yang duduk beberapa langkah darinya. Benaknya kemudian segera membersitkan sebuah keyakinan dalam hati bahwa Jenderal Chang Yu Chun mengenali anak remaja yang sekarang datang bersama dengan Jenderal Xu Da dan Changyi tersebut. Ia bisa mengenalinya dari raut wajah Jenderal Chang Yu Chun yang terlihat cerah dan gembira.
Sementara itu, Jenderal Xu Da terlihat menghela nafas sesaat. Pandangannya kini terarah ke arah Kaisar Ming Tai Zhu.
“Yang Mulia, anak ini, yang datang bersama dengan hamba dan putra hamba adalah….” kalimat Jenderal Xu Da terputus saat sudut matanya menangkap gerakan pelan yang berasal dari dua tangan Changyi yang mengepal semakin erat hingga urat-urat biru bersembulan di punggung dua tangannya yang halus dan cemerlang. Lalu, mendadak, Sang Panglima Tertinggi membalikkan tubuhnya ke arah Changyi. “Xu Changyi?” panggil Jenderal Xu Da kemudian.
Changyi terkejut dan seketika mendongakkan wajahnya menatap ayah angkatnya yang tengah menatapnya dengan tajam.
“Ya Ayah?” jawab Changyi. Debur jantungnya serasa lebih keras dari deru gelombang samudera di belahan selatan bumi.
“Yang Mulia Kaisar bertanya padaku tentang temanmu. Bukankah seharusnya kau yang menjelaskannya sendiri pada Yang Mulia tentang temanmu ini?” tanya Jenderal Xu Da sambil menatap lurus ke dalam mata Changyi.
Sesungguhnya, Jenderal Xu Da tengah mengukur kekuatan hati Changyi saat ini. Ia sangat tahu, sekuat apa kecintaan Changyi pada Chen dan demikian pula sebaliknya. Saat tadi pagi-pagi ia tiba dirumah dan mendapati Chen ada di dapur bersama para pelayan, ia telah merasakan adanya tekanan berat yang menghimpit batin putra angkatnya. Dan ketika kemudian Changyi menceritakan hal yang sesungguhnya tengah terjadi, maka ia segera tahu bahwa hal pelik yang sangat memedihkan terutama bagi Changyi nampaknya tak dapat lagi dihindari. Karena itu, saat Kaisar Ming Tai Zhu bertanya tentang Chen, maka Jenderal Xu Da, untuk beberapa saat merasakan kebimbangan. Ia bukan orang yang senang berbohong. Kejujuran telah menjadi jalan hidupnya hingga kini. Namun, saat ini, untuk berkata jujur, ia merasa seperti hendak meremas hati Changyi, yang bagaimanapun, meski hanya anak angkat, namun telah mengikat hatinya dalam rasa kasih sayang seorang ayah. Oleh karena itu, saat sudut matanya menangkap gerakan tangan Changyi yang mengepal erat seolah isyarat bahwa remaja tersebut sedang berusaha menguatkan hatinya, maka dengan sendirinya kalimatnya terhenti. Sungguh ia tidak suka jika Changyi menjadi rapuh karena perasaannya. Dan, bagi Jenderal Xu Da, hal tersebut adalah sebuah kelemahan bagi Changyi, bukan sebagai manusia melainkan sebagai seorang prajurit. Sebab seorang prajurit harus dan akan menghadapi situasi yang bagaimanapun dalam setiap peperangan yang menantinya. Seringkali, situasi yang harus dihadapi oleh seorang prajurit adalah keadaan di mana ia tak memiliki banyak pilihan untuk berpaling dari keadaan yang paling menyedihkan ataupun menyakitkan hati. Itulah sebabnya, Jenderal Xu Da kemudian melempar pertanyaan dari Kaisar Ming Tai Zhu pada putra angkatnya tersebut dan membiarkan Changyi agar menghadapi, bahkan situasi paling sulit dan sedih yang memang harus diterimanya.
Changyi mengalihkan pandangan matanya dari wajah ayah angkat yang sangat dihormatinya dan kini, remaja tersebut menatap Kaisar Ming Tai Zhu yang masih duduk menanti jawaban dengan tenang di tempatnya. Sesaat, terlihat leher Changyi bergerak ketika remaja tersebut menelan ludahnya sebelum kemudian, ia mulai berbicara.
“Yang Mulia, dia ini adalah…..” Changyi merasa lehernya bagaikan tercekik saat ia harus mengatakan tentang posisi Chen dalam Keluarga Xu membuat kalimatnya terputus.
Jenderal Xu Da yang berdiri dengan wajah sedikit menunduk memejamkan matanya sesaat, sementara Pangeran Zhu Di menatap dengan gelisah bercampur rasa bersalah.
“Siapa dia Changyi? Apakah dia adalah temanmu?” tanya Kaisar Ming kini ditujukan pada Changyi secara langsung.
Suara bisik-bisik di area taman belakang dapur istana semakin kencang. Jenderal Lan Yu menatap Changyi dan Chen dengan sepasang mata menyipit. Terlebih saat Changyi tidak segera menjawab pertanyaan dari Kaisar.
“Yang Mulia, ijinkan hamba yang buruk ini untuk memperkenalkan diri” mendadak sebuah suara mengejutkan semua orang, tak terkecuali Changyi dan Jenderal Xu Da sendiri.
Changyi menoleh ke arah asal suara di belakangnya dan sepasang matanya menatap Chen dengan semburat sedih yang tersamar dibalik kerupawanan wajahnya.
“Adik Chen?” bisik bibir Changyi selembut angin.
“Baiklah…perkenalkan dirimu anak muda” sahut Kaisar Ming Tai Zhu sambil menunjuk ke arah Chen dengan jari telunjuknya.
Chen menangkupkan kedua tangannya di depan dada sambil membungkukkan tubuhnya ke arah Kaisar. Itu adalah salam penghormatan khas biksu di kuil. Ketika kemudian remaja bertubuh kecil kurus itu menegakkan tubuhnya kembali, terlihat senyum cerah di wajahnya yang teduh dan polos.
“Yang Mulia, nama hamba adalah Chen. Marga hamba adalah Xiao. Sesungguhnya, hamba adalah pelayan dari Tuan Muda Xu Changyi dan tugas hamba adalah melayani Tuan Muda terutama memasak untuknya” sahut Chen dengan suara yang jernih, tenang dan lantang.
Namun, jawaban tersebut terasakan sebagai sebuah petir yang menyambar di kepala Changyi membuat remaja berparas malaikat yang berlutut selangkah di depan Chen tersebut tertunduk untuk menyembunyikan sepasang matanya yang memerah dan tubuh yang bergetar.
Pangeran Zhu Di menggigit bibirnya dengan rasa bersalah yang semakin menghebat.
“Oh…jadi kau adalah pelayan dari Xu Changyi? Lalu, kenapa aku tidak pernah melihatmu sebelumnya? Apakah kau baru saja menjadi pelayan bagi Tuanmu itu?” tanya Kaisar Ming Tai Zhu kemudian.
Changyi merasakan dadanya bagaikan terhimpit oleh sebongkah batu saat mendengar sebutan ‘Tuanmu’ yang diucapkan oleh Kaisar Ming untuk menyebut dirinya bagi Chen. Ia, menjadi Tuan bagi Chen, satu-satunya keluarga sehati yang sungguh-sungguh keluarga baginya. Apakah dunia sedang mempermainkannya sekarang?.
“Tidak Yang Mulia. Hamba menjadi pelayan bagi Tuan Muda Changyi sejak dulu, jauh sebelum Tuan Muda bertemu dengan Tuan Jenderal Xu Da dan menjadi bagian dari Keluarga Xu karena orangtua hamba adalah juga pelayan dari orangtua Tuan Muda Changyi. Setelah orangtua kami meninggal karena wabah, hamba terus mengikuti Tuan Muda kemanapun pergi hingga kemudian, karena Tuan Muda menjadi bagian dari Keluarga Xu, maka hamba-pun bekerja sebagai pelayan di rumah Tuan Jenderal Xu Da” jawab Chen, lagi-lagi dengan suaranya yang jernih.
“Tidak! Itu tidak benar! Kenapa kau mengatakan hal itu Adik Chen?! Kau bukan pelayanku! Kau adalah adikku. Selamanya adikku!!’ jerit hati Changyi memberontak. Sudut matanya melirik ke arah Chen dengan sorot pedih bercampur marah. Semburat merah yang semula samar kini telah menjadi jelas di kedua matanya yang bening.
Suara bisik-bisik di area taman belakang dapur istana semakin jelas terdengar. Lan Fengyin terlihat bingung setelah mendengar penjelasan yang meluncur dari mulut Chen. Hal sama juga terlihat di wajah Jenderal Lan Yu. Jadi, anak bernama Xiao Chen itu sebenarnya adalah pelayan dari Changyi sebagaimana orangtuanya adalah pelayan di rumah orangtua kandung Changyi sebelum menjadi bagian dari Keluarga Xu?. Sungguh tak disangka. Dalam benak Jenderal Lan Yu dan para pejabat istana lainnya terbayang bagaimana kehidupan Changyi yang sesungguhnya sebelum ditemukan oleh Jenderal Xu Da dan akhirnya menjadi putra angkat dari Sang Panglima Tertinggi tersebut. Mungkin, orangtua Changyi dulunya adalah saudagar atau petani kaya hingga wabah menghancurkan desa tempat tinggal mereka dan melemparkan si tuan muda kecil dalam keluarga yang malang tersebut menjadi pencuri beras bersama si pelayan kecilnya juga. Alis Jenderal Lan Yu berkerut. Jika dilihat dari wajah dan penampilan Changyi, bahkan sebelum akhirnya Jenderal Xu Da mengambilnya sebagai anak angkat, memang sangatlah pantas jika anak itu menjadi seorang tuan muda dalam sebuah keluarga yang kaya. Wajahnya yang sangat rupawan dan mempesona serta postur tubuhnya yang tinggi dan gagah dengan kulit yang bersih cemerlang meskipun sedikit lebih gelap jika dibandingkan dengan rata-rata warna kulit masyarakat Tiongkok yang putih pucat seolah telah menjadi bukti kehidupannya yang mapan dalam sebuah keluarga yang kaya jauh sebelum wabah datang menghancurkan segalanya.
Kaisar Ming Tai Zhu bergumam dengan suara tak jelas saat mendengar penjelasan dari Chen sebelum kemudian pandangannya beralih ke arah Jenderal Xu Da.
“Kakak Xu Da, benarkan apa yang dikatakan oleh anak bernama Xiao Chen itu?” tanya Kaisar Ming Tai Zhu.
Jenderal Xu Da mengangguk dengan gerak yang tegas sebelum kemudian menjawab.
“Itu memang benar Yang Mulia. Anak ini adalah pelayan dari putra hamba Xu Changyi sejak sebelum hamba membawa Changyi pulang ke rumah hamba. Keduanya sangat akrab sebab Changyi telah mengenal Chen sejak masih kanak-kanak, sehingga hamba tidak bisa memisahkan mereka dan hal itu menjadi alasan mengapa hamba mempekerjakan Chen sebagai pelayan di rumah hamba” jawab Jenderal Xu Da membuat jantung Changyi bagaikan diremas semakin kuat.
Di tempat lain, Pangeran Zhu Di menatap Changyi dengan sorot penuh sesal dan sedih namun juga kekaguman yang sangat kentara saat menatap Chen yang justru terlihat begitu tenang dan jernih.
“Hmm…baiklah jika begitu. Hanya saja, aku sangat terbiasa melihat Changyi pergi kemanapun sendiri tanpa ada pelayan yang mengikutinya sehingga hari ini, saat aku melihat ia datang menghadap padaku dengan diikuti oleh pelayannya, hal itu menjadi satu hal yang baru bagiku” sahut Kaisar Ming Tai Zhu sambil tersenyum.
“Yang Mulia, sebenarnya, hamba datang menghadap yang Mulia Kaisar pada hari ini bukanlah untuk mengikuti Tuan Muda Changyi melainkan untuk mencoba mengikuti sayembara yang diadakan pada hari ini. Tentu saja jika Yang Mulia Kaisar mengijinkan hamba” ujar Chen tiba-tiba menyahuti kalimat Sang Kaisar membuat semua orang terkejut, tak terkecuali Kaisar Ming Tai Zhu, Jenderal Xu Da dan bahkan Changyi sendiri.
Suara berdengung yang berasal dari bisik-bisik semua orang yang ada di area taman semakin keras saat mereka mendengar ucapan Chen. Beberapa pejabat kemudian justru tertawa mendengar permohonan Chen yang jelas-jelas datang terlambat disaat sayembara telah selesai.
Kembali, Changyi melirik ke arah Chen. Sedikit kerut mewarnai dahinya yang halus dan indah. Sejak malam sebelumnya, Chen terus menerus mengeluhkan ketakutannya mengikuti sayembara yang diadakan oleh Kaisar. Lalu kini, mendadak Chen menjadi begitu berani bahkan segera menyahuti kalimat Kaisar Ming walau tanpa diminta. Meskipun berbicara pada raja sebelum diminta merupakan salah satu perbuatan yang tidak sopan dan bisa membuat Kaisar marah, namun tak urung, rasa bangga dan haru menyerbu dan mengerubuti batin Changyi pada saudara sehatinya itu.
Jenderal Xu Da mengangkat wajahnya saat mendengar kalimat Sang Kaisar dan jawaban tiba-tiba yang diberikan oleh Chen.
“Yang Mulia, Chen bekerja di rumah hamba sebagai pelayan dan tugas sehari-harinya adalah memasak di dapur. Karena itu, saat tadi hamba mendengar perihal adanya sayembara yang diadakan oleh Yang Mulia Kaisar demi untuk menyembuhkan Yang Mulia Pangeran Keempat, maka hamba bergegas membawa pelayan hamba menghadap pada Yang Mulia untuk mengikuti sayembara tersebut sebagai bukti dari pengabdian hamba dan keluarga hamba pada Yang Mulia Kaisar Ming Tai Zhu” sahut Jenderal Xu Da dengan suara tegas seolah sedang menguatkan jawaban yang diucapkan oleh Chen.
Kaisar Ming Tai Zhu mengerutkan alisnya mendengar ucapan Chen yang semakin dikuatkan dengan kalimat Jenderal Xu Da. Sejenak, Sang Kaisar yang agung itu merasa bingung.
“Kakak Xu Da, aku sangat mengerti pada apa yang menjadi permintaanmu. Tapi, sebagaimana yang kau lihat sendiri, sayembara sudah berakhir dan putraku Pangeran Zhu Di telah memilih pemenang yaitu Juru Masak Jiu Zhong dari rumah Perdana Menteri Hu Weiyong. Jika aku membuka kembali sayembara yang telah berakhir, maka itu sama saja aku telah menggugurkan pemenang yang sudah terpilih dan itu bukanlah sifatku” ucap Kaisar Ming Tai Zhu yang disambut senyum dan wajah cerah dari Perdana Menteri Hu Weiyong.
Jenderal Xu Da menunduk sejenak mencoba untuk memilih kata yang tepat. Sudut matanya melirik ke arah Changyi dan Chen yang masih berlutut menunggu.
“Yang Mulia, hamba sangat menyadari keterlambatan hamba. Namun, sesuai dengan apa yang sempat hamba dengar sebelum hamba melangkah masuk ke dalam taman ini, Yang Mulia Kaisar belum menyelesaikan kalimat yang hendak diucapkan. Karena itulah, hamba memberanikan diri mengajukan permohonan agar pelayan hamba yang kecil ini bisa mengikuti sayembara sekedar sebagai bentuk pengabdian hamba dan keluarga hamba pada Yang Mulia Kaisar” sahut Jenderal Xu Da sejenak kemudian.
Sang Kaisar terlihat merenungi kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh Sang Panglima Tertinggi-nya. Nampaknya, apa yang dikatakan oleh Jenderal Xu Da memang masuk akal. Ia belum sempat menyelesaikan kalimatnya  untuk mengukuhkan Juru Masak Jiu Zhong sebagai Kepala Dapur Istana karena prajurit penjaga pintu telah masuk dan melaporkan kedatangan dari Sang Panglima Tertinggi yang baru saja tiba setelah kepergiannya untuk melihat mata-mata Mongol yang tertangkap serta pengejaran terhadap kelompok mata-mata yang bergabung dengan perampok di gurun pasir. Karena itu, sebenarnya, sebagai Kaisar ia memang belum menutup sayembara.
“Yang Muliaaa…!” seru sebuah suara lain membuat Kaisar Ming Tai Zhu mengangkat kepalanya dan menatap ke arah asal suara. Itu suara Perdana Menteri Hu Weiyong.
“Ada apa Perdana Menteri?” tanya Kaisar Ming Tai Zhu dengan alis berkerut.
Jenderal Xu Da, meski tanpa menoleh telah bisa menebak suara siapakah yang berseru tersebut. Dan menilik dari nada yang sedikit keras dengan ujung-ujung suara yang bergetar, nampaknya Sang Perdana Menteri sedang berusaha untuk mempertahankan kemenangan juru masaknya dalam sayembara ini meski Jenderal Xu Da merasa sangat yakin bahwa alasan dibalik kekukuhan Perdana Menteri untuk mempertahankan kemenangan Juru Masak Jiu Zhong bukanlah demi kesehatan Sang Pangeran Keempat. Diam-diam, Jenderal Xu Da menggeram dalam hati meskipun sosoknya yang tinggi dan gagah masih berdiri dalam ketenangan yang penuh kharisma.
“Mohon ampun Yang Mulia. Bukankah sabda seorang raja adalah titah yang harus dipatuhi oleh siapapun? Ucapan seorang raja bukanlah ludah yang bisa dijilat kembali. Sayembara ini, berdasarkan pilihan dari Yang Mulia Pangeran Zhu Di, telah menetapkan juru masak hamba sebagai pemenang. Jika, sayembara dibuka kembali, maka hal itu akan sama halnya dengan membatalkan apa yang telah dipilih oleh Yang Mulia Pangeran Zhu Di. Tidakkah hal tersebut akan menodai kehormatan Keluarga Kerajaan, Yang Mulia? Hamba mohon untuk dipertimbangkan kembali” ucap Perdana Menteri Hu Weiyong yang segera disambut oleh seruan kecil dan bisik-bisik yang ramai. Tak jauh dari rumah panggung, Juru Masak Jiu Zhong terlihat menunduk, masih dalam posisi berlututnya setelah bangun dari sujud yang dilakukannya pada Sang Pangeran Keempat.
Di tengah arena sayembara, puluhan juru masak yang telah dikalahkan oleh Juru Masak Jiu Zhong turut saling berbisik. Bahkan beberapa dari mereka mulai berbicara dengan suara yang keras. Sebagian terlihat mendukung kemenangan Juru Masak Jiu Zhong, terlebih saat melihat bahwa pelayan yang dibawa oleh Jenderal Xu Da hanyalah seorang remaja kecil bertubuh kurus.
“Apakah anak itu benar-benar bisa memasak?” bisik seorang juru masak bertubuh gemuk gempal pada juru masak lain di sisinya yang bertubuh tinggi kurus.
Juru masak bertubuh tinggi kurus mengangguk setuju. Pandangannya tertuju pada sosok Chen sementara kepalanya meneleng ke arah juru masak bertubuh gempal yang membisikinya.
“Kau benar saudara Li Xiang. Anak itu terlihat sangat rapuh. Kulihat ia lebih pantas menjadi seorang biksu muda daripada seorang juru masak. Jangan-jangan ia bahkan tidak bisa memasak beras dalam jumlah banyak dengan kedua tangannya yang sangat kecil dan kurus itu” ujar si juru masak bertubuh tinggi kurus pada juru masak gempal yang dipanggilnya dengan nama Li Xiang. Sudut bibirnya menyeringai membentuk sebuah senyuman mengejek.
Alis Juru Masak Li Xiang berkerut sementara kepalanya menggeleng.
“Aku tidak berani meremehkan anak itu saudara Wang” jawab Juru Masak Li Xiang.
Juru Masak Wang yang bertubuh tinggi kurus menoleh ke arah Juru Masak Li Xiang. Ekspresi heran tercetak di keningnya yang lebar.
“Tapi tadi kau mengatakan, kau tidak yakin pada kemampuan memasak anak itu” protes Juru Masak Wang setelah mendengar jawaban Juru Masak Li Xiang.
Juru Masak Li Xiang mengangguk.
“Itu memang benar Saudara Wang” ujarnya sambil mendekatkan kepalanya ke telinga juru masak bertubuh tinggi kurus di sisinya. “Tapi, hal yang membuatku tidak berani meremehkan anak itu adalah keyakinan Jenderal Xu Da membawanya untuk mengikuti sayembara ini. Jika Jenderal Xu Da sampai membawa anak itu untuk mengikuti sayembara, maka hal itu pasti dilakukan atas dasar keyakinan yang sangat kuat. Aku sudah lama bekerja untuk Tuan Jenderal Chang Yu Chun dan Tuan Jenderal Chang berkali-kali mengatakan padaku bahwa hal yang sangat hebat dari Jenderal Xu Da sangatlah banyak. Namun, dari banyak hal yang hebat itu, ada satu yang sangat mengagumkan, yaitu insting Jenderal Xu Da yang selalu tepat. Bukan hanya saat memimpin peperangan, tapi bahkan juga dalam menilai bakat orang. Karena itulah, prajurit-prajurit yang dipilih oleh Jenderal Xu Da selalu merupakan prajurit pilihan yang sangat tangguh dan berani mati. Buktinya, semua kemenangan-kemenangan negeri kita dibawa oleh Jenderal Xu Da dan prajuritnya bukan?”
Juru Masak Wang mendengarkan dengan seksama penjelasan dari juru masak gempal di sampingnya sebelum kemudian mengangguk saat ia dapat memahami kebenaran dalam kata-kata juru masak dari rumah Jenderal Chang Yu Chun di sampingnya. Siapakah manusia di seluruh penjuru angin yang berani meremehkan kekuatan seorang Jenderal Xu Da?. Kesadaran yang kemudian datang justru menimbulkan debar aneh di dada Juru Masak Wang saat ia kembali melemparkan pandang matanya ke arah sosok kecil Chen di belakang Jenderal Xu Da yang berdiri dalam posturnya yang gagah menjulang.
Sementara itu, ucapan Perdana Menteri Hu Weiyong rupanya telah menyulut berbagai macam reaksi di kalangan pejabat. Sebagaimana para juru masak yang satu bagian mendukung kemenangan Juru Masak Jiu Zhong, sebagian lainnya mendukung dibukanya kembali sayembara bagi pelayan kecil dari rumah Jenderal Xu Da, para pejabat-pun turut terbagi menjadi beberapa kubu. Kubu yang jelas mendukung pendapat dari Perdana Menteri Hu Weiyong, terdiri dari beberapa menteri yang bergaul dekat dengan sang perdana menteri termasuk didalamnya adalah Jenderal Lan Yu. Kubu lain yang lebih besar terdiri dari menteri-menteri yang mendukung Jenderal Xu Da termasuk di dalamnya adalah Jenderal Chang Yu Chun serta kubu terakhir yang merupakan kelompok kecil dari pejabat yang memilih untuk tidak berpihak pada siapapun dan lebih memilih duduk dengan tenang sambil memperhatikan hal selanjutnya yang akan terjadi.
Wajah Jenderal Xu Da telah menjadi merah saat ia mendengar kata-kata dalam kalimat yang diucapkan oleh Perdana Menteri Hu Weiyong. Namun ia masih berdiri diam sambil menunggu. Saat ini bukanlah bagiannya untuk membela diri karena pada kenyataannya, ia memang telah datang terlambat membawa Chen untuk mengikuti sayembara ini.
“Yang Mulia..mohon ijinkan hamba untuk bicara” mendadak sebuah suara bening lain menyeru membuat semua bisik yang berdengung segera lenyap dan semua mata menatap ke arah asal suara, termasuk Permaisuri Ma Xiuying, tiga pangeran dan Kaisar Ming Tai Zhu.
Changyi, untuk pertama kalinya mengangkat wajahnya dan menatap ke arah panggung, pada Pangeran Zhu Di yang telah bangkit dari posisi duduknya dan kini telah berlutut ke arah Sang Kaisar.
Kaisar Ming Tai Zhu mengangguk ke arah putranya.
“Bicaralah Zhu Di” sahut Kaisar Ming Tai Zhu sambil menatap putranya.
Pangeran Zhu Di membungkukkan tubuhnya ke arah Kaisar sebelum mulai bicara.
“Terima kasih Yang Mulia. Hamba hanya ingin mengingatkan perjanjian yang telah dibuat diantara Yang Mulia dan hamba kemarin siang saat Yang Mulia mengatakan pada hamba tentang sayembara memasak pada hari ini” jawab Pangeran Zhu Di kemudian. Sesaat, pandang mata pangeran yang tampan itu beralih ke arah Jenderal Xu Da, Chen dan kemudian, sepasang matanya berhenti di kedalaman mata Changyi yang juga tengah menatapnya. Merasakan betapa hebat gemuruh kepedihan yang tengah ditahan oleh sang sahabat yang kini berlutut di depan rumah panggung, di bawah terik matahari yang membuat wajah rupawan itu memerah dengan beberapa butir keringat menitik di keningnya yang indah.
“Yang Mulia telah berjanji mengijinkan seluruh juru masak dari semua rumah menteri dan pejabat untuk juga mengikuti sayembara ini dengan adil. Karena itu, seharusnya, Yang Mulia tetap mengijinkan juru masak dari rumah Paman Xu Da untuk mengikuti sayembara ini. Hamba berharap Yang Mulia memenuhi janji pada hamba. Hal itu karena hamba ingin memberikan kesempatan yang adil pada semua orang” lanjut Pangeran Zhu Di saat kembali menatap Kaisar Ming Tai Zhu.
Kaisar Ming Tai Zhu mengerutkan dahinya mendengar kalimat yang diucapkan oleh Pangeran Zhu Di. Memang benar ia telah berjanji untuk mengijinkan semua juru masak dari seluruh rumah pejabat istana untuk mengikuti sayembara. Dan sesungguhnya, dalam hatipun ia sangat ingin mengijinkan pelayan kecil dari rumah Jenderal Xu Da tersebut untuk mengikuti sayembara. Bukan semata karena ia ingin berbuat adil, namun juga karena rasa hatinya yang sangat dekat pada Sang panglima Tertinggi. Tetapi, di sisi lain, ia juga tak dapat menepiskan begitu saja pendapat dari Perdana Menteri Hu Weiyong. Ada kebenaran dalam kalimat Perdana Menteri Kerajaan tersebut, terutama tentang menjaga kehormatan dan nama baik keluarga kaisar. Jika ia membuka kembali sayembara memasak setelah pemenangnya dipilih, tidakkah hal itu berarti ia telah menjilat ludahnya kembali?.
“Ampuni hamba yang lancang ini Yang Mulia” suara lain terdengar. Kali ini dari seorang berpakaian menteri yang mewah dan duduk tak jauh dari Perdana Menteri Hu Weiyong. Ia adalah Pejabat Chen Ning yang merupakan salah satu dari para pejabat tinggi di tubuh enam kementerian yang dibentuk oleh Kaisar Ming Tai Zhu. Pejabat Chen Ning merupakan salah satu dari pejabat yang dekat dengan Perdana Menteri Hu Weiyong. “Menurut pendapat hamba, tidaklah sepatutnya jika sayembara yang telah diputuskan siapa pemenangnya dibuka kembali. Hal itu akan sama halnya menodai kehormatan Yang Mulia Kaisar sebagai raja yang menjadi panutan seluruh rakyat”.
“Tetapi Tuan Chen Ning” suara lain menyahut membuat semua mata beralih pada suara baru yang muncul. “Bukankah memberikan keadilan bagi semua orang juga merupakan bagian dari kehormatan Yang Mulia Kaisar sebagai raja? Kita tidak bisa meminta kepada Yang Mulia Kaisar untuk menutup kesempatan bagi semua orang secara adil karena hal itu juga akan menodai kehormatan Yang Mulia Kaisar sebagai pelindung seluruh rakyat”
Wajah Pejabat Chen Ning terlihat memerah, demikian juga dengan wajah Perdana Menteri Hu Weiyong. Sudut mata Perdana Menteri Hu Weiyong melirik tajam ke arah pejabat yang telah mementahkan kalimat dari Pejabat Chen Ning. Ia sangat mengenali pejabat tersebut. Ia adalah Pejabat Tang He. Siapapun tahu, betapa kuat persahabatan di antara Pejabat Tang He dengan Jenderal Xu Da. Namun, sungguh mengherankan karena Pejabat Tang He selama ini dikenal sebagai pejabat yang tak  banyak bicara dan selalu mencari jalan aman – tidak pernah mengkritik Kaisar ataupun mementahkan pendapat dari Kaisar bahkan meskipun jelas-jelas Kaisar Ming Tai Zhu berada dalam posisi yang lemah pendapatnya – itu kini berani berbicara di depan orang banyak. Apakah hal itu karena rasa persahabatan dengan Jenderal Xu Da atau merupakan salah satu bentuk loyalitas  pada Kaisar?    
“Yang Mulia, mungkin saja apa yang disampaikan oleh Pejabat Chen Ning dan Pejabat Tang He kesemuanya memiliki nilai kebenaran. Namun, hamba melihat bahwa sayembara ini sesungguhnya memiliki tujuan, yaitu mencari siapakah juru masak yang bisa membuat selera makan Yang Mulia Pangeran Zhu Di kembali. Jika sayembara kali ini bertujuan untuk mencari juru masak manakah yang pantas untuk menjadi Kepala Dapur Istana, maka jika sayembara ini ditutup, hal itu sudah sepantasnya karena pemenang telah dipilih. Namun, jika kita kembali pada tujuan awal dari sayembara ini, maka selayaknya kita memberikan kesempatan pada siapapun juru masak yang ingin mencoba untuk mengembalikan selera makan Yang Mulia Pangeran Keempat” sahut sebuah suara lain.
Tanpa menoleh, Jenderal Xu Da segera tahu bahwa itu adalah suara Pejabat Liau Yongzhong. Sudut bibir jenderal Xu Da mengulum sebuah senyum mendengar pendapat dari Pejabat Liau Yongzhong tersebut. Ia tidak terlalu dekat dengan pejabat itu, namun ia tahu, bahwa Pejabat Liau seringkali memiliki cara pandang yang lebih baik dan lunak. Meskipun tentu saja, karena ia lebih banyak berada di lapangan dan medan perang, maka ia tak tahu banyak tentang isi hati dari Pejabat Liau.
“Tidakkah itu terlalu menyita waktu? Lagipula, ia hanya seorang anak. Apakah memberi kesempatan pada seorang anak yang mungkin belum memiliki kemampuan yang baik akan sepadan dengan banyaknya waktu yang tersita untuk menunggui anak itu memasak sesuatu yang belum tentu bisa dimakan oleh Yang Mulia Pangeran Zhu Di?” sebuah suara yang berat dan tegas terdengar menimpali pendapat Pejabat Liau membuat Changyi seketika menoleh ke arah asal suara dan menatap Jenderal Lan Yu dengan sorot mata berkilat mengisyaratkan kemarahan.
Chen melirik ke arah Changyi dan menggelengkan kepalanya. Sebuah senyum terukir di bibirnya. Changyi menarik nafas panjang saat ia menangkap isyarat yang disorotkan oleh Chen melalui sepasang matanya. Sementara, ucapan Jenderal Lan Yu bagaimanapun telah mengubah rona wajah Jenderal Xu Da membuat Sang Panglima Tertinggi tersebut mengertakkan rahangnya.
Di tempat lain, Pangeran Zhu Di menatap ke arah Jenderal Lan Yu dengan tatapan marah, hal yang dengan jelas dapat ditangkap oleh Pangeran Zhu Biao membuat Pangeran Mahkota itu berkerut dan untuk pertama kalinya, ia mulai memandang ke arah Chen. Benaknya menimbang-nimbang semua pendapat dan usulan para pejabat yang di dengarnya serta mengaitkannya dengan ekspresi marah yang terlihat diwajah adiknya tersebut. Ia dapat melihat adanya nilai kebenaran dalam pendapat yang dilontarkan oleh Jenderal Lan Yu, lalu, kenapa Pangeran Zhu Di terlihat marah pada Jenderal Besar dari Kementerian Pertahanan tersebut? Tak ada hal yang bisa dijadikan sebagai alasan bagi Pangeran Keempat untuk marah pada Jenderal Lan Yu. Kecuali jika adiknya itu menjadi marah karena ucapan Jenderal Lan Yu yang bernada meremehkan pelayan kecil bernama Chen dari rumah Keluarga Xu. Tapi kenapa? Kenapa harus marah? Apakah pangeran kecil itu mengetahui sesuatu yang tidak diketahui orang lain?
“Yang Mulia, apa yang disampaikan oleh Jenderal Lan Yu sangat benar. Memberikan waktu pada pelayan kecil yang mungkin saja pengalaman memasaknya belum banyak hanya akan membuang waktu dari banyak pejabat di sini. Bukan maksud hamba meremehkan kemampuan anak itu, melainkan hamba hanya ingin mengingatkan betapa beratnya tanggungjawab dari para pejabat yang telah hadir di sini untuk membantu Yang Mulia Kaisar menata negara. Hamba sangat berharap agar sayembara ini diakhiri sekarang saja karena masih banyak yang harus dilakukan untuk rakyat di luar sana” ucap Pangeran Zhu Biao tiba-tiba membuat semua orang kembali terkejut. Terlebih lagi Pangeran Zhu Di. Pangeran Mahkota sangat jarang mengungkapkan pendapatnya mengenai sebuah urusan di istana dan lebih banyak berdiam ataupun menghindar terlebih bila Kaisar Ming Tai Zhu mulai menunjukkan sikap kerasnya dalam memerintah para pejabat dan seluruh penghuni istana. Bilapun Pangeran Zhu Biao berbicara pada Kaisar, selalu berupa protes-protes keras yang diungkapkan karena Sang Putra Mahkota tidak pernah menyetujui sikap-sikap ayahnya yang dianggapnya terlalu kejam dalam memberikan hukuman maupun menerapkan sebuah aturan. Kemudian, akhir dari protes yang dilakukan oleh Pangeran Zhu Biao pada Kaisar akan berakhir dengan pertengkaran hebat di antara keduanya dan selalu, setelah pertengkaran itu, Sang Putra Mahkota akan menghilang dari istana untuk beberapa hari dan memilih membaur dengan rakyat banyak.
Semua orang di istana, termasuk Pangeran Zhu Di sendiri telah mengetahui tentang ketidakcocokan antara Kaisar Ming Tai Zhu dengan putra mahkota. Sebagai Pangeran Keempat yang lebih muda, Pangeran Zhu Di selalu mengambil sikap untuk tidak ikut campur dalam ketidakcocokan diantara ayah dan kakaknya. Namun, untuk kali ini, kalimat yang diucapkan oleh Pangeran Pertama itu sungguh terasa menyengat dalam pendengaran Pangeran Zhu Di membuat sang pangeran kecil  yang masih berlutut di depan Kaisar itu menatap kakaknya dengan ekspresi sakit hati bercampur marah.
“Kakak Zhu Biao…” desis Pangeran Zhu Di dengan suara berbisik yang disahuti Putra Mahkota dengan sebuah lirikan tajam tanpa kata.
“Menurutmu begitu? Kenapa kau mengingatkan tentang tanggungjawab para pejabat sementara kau sendiri sering lupa pada tanggungjawab yang diberikan oleh rakyat padamu?” tanya Kaisar Ming Tai Zhu menanggapi kalimat putra mahkota.
Wajah putra mahkota terlihat memerah mendengar kalimat yang diucapkan oleh Kaisar. Semburat kemarahan mulai meletik dalam hatinya. Satu hal yang dengan jelas terasa adalah nada bicara Kaisar yang dirasakannya selalu ketus dan tajam padanya. Sungguh berbeda dengan saat ayahnya itu berbicara dengan Si Pangeran Kecil Zhu Di yang selalu diwarnai nada bangga dan bahkan penuh kelembutan. Bagaimanapun, sebagai seorang anak, meskipun ia telah memasuki usia dewasa, namun tak urung perbedaan sikap sang ayah tersebut telah menimbulkan rasa tidak nyaman dalam hatinya, terutama di saat ia harus berkumpul bersama di mana Kaisar dan Pangeran Zhu Di berada di dekatnya dalam waktu bersamaan seperti sekarang. Tetapi, jika ia memasuki kehidupan dengan tata cara seperti yang dikehendaki oleh Kaisar Ming Tai Zhu, maka itupun sangat sulit baginya. Begitu banyak hal di istana ini yang tidak sejalan dengan pemikiran dan rasa hatinya hingga membuatnya sering menghilang hanya untuk mencari tempat di mana ia bisa merasa bebas. Karena itu, apakah menunjukkan kemarahan pada saat ini adalah saat yang tepat? Ada begitu banyak pejabat, juru masak, prajurit dan bahkan Ratu Ma Xiuying, ibunya sendiri yang tengah menatapnya dengan raut cemas.
Pangeran Zhu Biao tidak menjawab kalimat Kaisar dan hanya menatap sang ayah dengan sepasang mata yang tajam menghias wajah memerah. Namun, tetap saja, hal itu telah semakin mencemaskan hati Sang Ratu.
“Kenapa kau diam Zhu Biao? Jawab aku” ulang Sang Kaisar sambil membalas tatapan tajam putra mahkota. Suasana yang semula dipenuhi suara dengung berbisik kini sunyi saat semua orang merasakan ketegangan di antara ayah dan anak di atas panggung.
“Yang Mulia” hingga suara lembut dan halus Ratu Ma Xiuying terdengar mengalun sejuk dan merdu membuat pandangan Sang Kaisar beralih ke arah permaisurinya. “Kenapa tidak kita biarkan Pangeran Zhu Di yang menentukan apakah pelayan dari rumah Jenderal Xu Da mengikuti sayembara atau tidak? Bukankah sayembara ini diadakan untuk Pangeran Zhu Di? Hamba merasa sudah cukup adil bila Pangeran Zhu Di diberikan hak untuk menentukan seseorang boleh mengikuti sayembara atau tidak. Pertentangan pendapat dari semua orang hanya akan membuat semakin banyak waktu yang terbuang, sehingga seperti yang dikatakan oleh Pangeran Zhu Biao, akan banyak tanggungjawab yang tidak bisa dijalankan”.
Suara yang sangat sejuk itu mengalir bagaikan sihir yang membuat semua orang terdiam. Siapakah yang dapat melawan kelembutan Sang Ratu Ma Xiuying? Bahkan seorang Kaisar Ming Tai Zhu yang sangat keras dan tak segan bersikap kejam dalam menghukum siapapun yang bersalah pun selalu takluk di depan Sang Ratu yang sangat cantik dan cerdas tersebut. Pangeran Zhu Di tersenyum dan menatap ibunya dengan pandangan penuh cinta. Sementara Kaisar Ming Tai Zhu terlihat menimbang-nimbang.
Di bawah rumah panggung, beberapa menteri terlihat menatap ke arah Permaisuri Ma Xiuying dengan sorot tak setuju. Terutama Perdana Menteri Hu Weiyong.
“Baiklah…” sahut Kaisar Ming Tai Zhu kemudian. Tatapannya kini beralih ke arah Pangeran Keempat. “Zhu Di, apa keputusanmu? Apakah kau mengijinkan anak itu untuk mengikuti sayembara ataukah sayembara dicukupkan saat ini saja?”.
Pangeran Zhu Di membungkukkan tubuhnya ke arah Kaisar Ming Tai Zhu.
“Yang Mulia, hamba mengijinkan anak itu untuk mengikuti sayembara. Hamba memberikan kesempatan padanya untuk memasak dan hamba akan menilai masakannya dengan adil sama seperti juru masak-juru masak yang lain” jawab Pangeran Zhu Di dengan nada yang tegas.
“Baiklah” sambut Kaisar Ming Tai Zhu mengangguk. Pandangannya kemudian tertuju pada Jenderal Xu Da yang masih berdiri tegap di depan rumah panggung. “Kakak Xu Da, putraku Pangeran Zhu Di mengijinkan pelayan bernama Chen itu untuk memasak”.
Jenderal Xu Da menghela nafas lega dan segera membungkukkan tubuhnya yang tinggi dan gagah dalam-dalam diikuti oleh Changyi dan Chen.
“Terima kasih atas kemurahan hati Yang Mulia Kaisar dan Pangeran Zhu Di” jawab Jenderal Xu Da dalam penghormatannya.
“Semoga kesehatan, panjang umur dan kejayaan selalu menyertai Yang Mulia Kaisar dan Pangeran Zhu Di!” seru Changyi dan Chen menyambung kalimat Jenderal Xu Da.
“Yang Mulia, jika keputusan Yang Mulia dan pangeran Zhu Di demikian adanya, kami tentu akan sangat menghormati dan menerimanya. Namun, bagaimanakah dengan pemenangnya nanti? Meskipun pelayan dari rumah Panglima Tertinggi masih anak-anak, namun bukan tidak mungkin ia bisa memasak makanan yang menimbulkan selera bagi Pangeran Keempat. Lalu, jika demikian, apakah sayembara ini akan mengambil dua pemenang? Sangat tidak mungkin jika jabatan Kepala Dapur Istana di pegang oleh dua orang” ucap Perdana Menteri Hu Weiyong sambil membungkuk ke arah Kaisar. Suaranya terdengar sedikit bergetar.
“Kau benar Perdana Menteri” jawab Kaisar Ming Tai Zhu sambil mengangguk sebelum kemudian pandangannya kembali pada Pangeran Zhu Di. “Kau dengar apa yang ditanyakan oleh Perdana Menteri Hu Weiyong? Nah…karena kau telah memutuskan memberi kesempatan pada pelayan bernama Chen untuk mengikuti sayembara, seharusnya kau juga memiliki jawaban atas pertanyaan dari Perdana Menteri Hu Weiyong”.
Pangeran Zhu Di menatap Changyi dan Chen sejenak. Betapa ingin ia bertanya atau bicara dengan Changyi dan Chen saat ini. Namun, keadaan yang ada sekarang sangatlah tidak memungkinkan baginya. Ia dapat meraba, bahwa sesungguhnya hal yang dicemaskan oleh Perdana Menteri hanyalah kedudukan sebagai Kepala Dapur Istana yang menjadi hadiah dari Kaisar. Perdana Menteri Hu Weiyong sama sekali tidak peduli dengan selera makannya yang hilang. Bahkan mungkin, pejabat menteri paling tinggi itu sama sekali tidak memikirkan alasan diadakannya sayembara di taman belakang dapur istana hari ini. Ia bisa saja menggugurkan Juru Masak Jiu Zhong sebagai pemenang dan Pejabat Kepala Dapur Istana yang baru untuk menggantikan Kepala Dapur Istana lama yang telah lanjut usia, namun, jika ia melakukan hal itu, maka ia akan menghadapi masalah lain. Bisakah Chen menjadi Kepala Dapur Istana? Mungkin saja bisa tapi tidak sekarang. Tidak disaat usianya masih begitu muda sebaya dirinya. Lagipula, yang ia butuhkan sesungguhnya hanyalah juru masak yang bisa membuatnya makan. Seorang juru masak yang akan memasak khusus untuknya. Bukan seorang Kepala Dapur Istana.
“Ya Yang Mulia” jawab Pangeran Zhu Di kemudian saat ia kembali pada Kaisar Ming Tai Zhu. “Karena hamba telah memilih Paman Juru Masak Jiu Zhong dari rumah Paman Perdana Menteri Hu Weiyong, maka hamba tidak akan membatalkannya meskipun Juru Masak Chen dari rumah Paman Jenderal Xu Da juga mampu memasak hidangan yang membuat selera makan hamba kembali. Jabatan sebagai Kepala Dapur Istana yang telah dijanjikan kepada Paman Juru Masak jiu Zhong sebagai pemenang pertama tidak akan gugur. Jika kemudian, ada pemenang lain setelah Paman Jiu Zhong, maka hamba akan memberikan hadiah tersendiri baginya sebagai ungkapan terima kasih hamba secara pribadi. Hamba mohon Yang Mulia berkenan pada permintaan hamba ini”.
Arena sayembara di taman belakang istana kembali berdengung oleh suara bisik-bisik setelah semua orang mendengar jawaban Pangeran Zhu Di. Untuk pertama kalinya sejak memasuki arena taman, sudut bibir Changyi tertarik menyunggingkan seulas senyum yang sangat indah. Apa yang dikatakan oleh Pangeran Keempat benar-benar seperti yang diharapkannya. Ia sungguh tak menginginkan Chen menjadi Kepala Dapur Istana. Bukan karena jabatan sebagai Kepala Dapur Istana akan menempatkan Chen pada posisi yang penting di kalangan istana, utamanya di dalam keluarga Kaisar, namun lebih karena pemahaman Changyi akan keadaan istana yang tak semuanya lurus. Begitu banyak intrik, persaingan dan perselisihan di dalam istana dan Changyi tak ingin Chen terlibat dalam situasi yang sangat tidak nyaman dan berbahaya tersebut.
Di sisi lain, Perdana Menteri Hu Weiyong terlihat lega setelah mendengar jawaban Pangeran Keempat. Demikian pula beberapa pejabat lain yang sepihak dengan Perdana Menteri Hu Weiyong. Hal yang sangat bertentangan dengan ekspresi Jenderal Lan Yu yang justru terlihat mengeruh. Jika Pangeran Zhu Di tidak menggugurkan kemenangan Juru Masak Jiu Zhong namun juga tetap membiarkan anak bernama Chen itu untuk memasak, maka hal tersebut semakin menguatkan dugaan hatinya bahwa sang pangeran kecil yang sangat cerdas dan banyak akal itu sungguh-sungguh merencanakan sesuatu. Atau menyembunyikan sesuatu.
“Baiklah Zhu Di, jika itu keinginanmu. Namun, hadiah apakah yang akan kau berikan pada anak itu jika ia bisa mengembalikan selera makanmu yang hilang?” tanya Kaisar Ming Tai Zhu.
Pangeran Zhu Di tersenyum.
“Hamba tidak dapat mengatakannya sekarang Yang Mulia. Biarlah Juru Masak Chen memasak lebih dulu dan bila ternyata ia memang benar-benar berhasil menyembuhkan hamba, maka barulah hamba akan mengatakan hadiah yang hamba sediakan” jawab sang pangeran kecil.
Kaisar Ming Tai Zhu mengangguk sebelum kemudian berpaling ke arah Kasim Liu yang telah kembali di sisinya.
“Katakan kepada Juru Masak Jiu agar kembali ditempatnya. Hadiah yang kujanjikan akan tetap menjadi miliknya” perintah Kaisar Ming Tai Zhu pada kasimnya.
Kasim Liu membungkukkan tubuhnya dan berjalan ke arah Juru Masak Jiu Zhong yang masih berlutut di sisi rumah panggung sementara Kaisar Ming Tai Zhu kembali pada Sang Panglima Tertinggi Jenderal Xu Da.
“Kakak Xu Da dan Xu Changyi…duduklah di tempat yang telah disediakan untuk kalian dan biarkan aku bicara pada semua orang” perintah Kaisar pada Jenderal Xu Da yang segera membungkukkan tubuhnya dalam-dalam.
“Baik Yang Mulia” jawab Jenderal Xu Da.
Hanya butuh dua detik bagi Jenderal Xu Da untuk duduk di tempat yang telah disediakan untuknya, tepat di sisi rumah panggung yang paling dekat dengan Kaisar Ming. Changyi bangkit dari posisi berlututnya setelah membungkuk pada Sang Kaisar sebelum kemudian melangkah ke arah Jenderal Xu Da dan duduk tepat di belakangnya. Sepasang mata Changyi menatap ke arah Chen yang kini berlutut sendirian di tengah area yang lapang di depan rumah panggung. Rasa pedih yang sejak awal telah mengumpul di dalam hatinya, kini menggulung semakin hebat saat ia memandang sosok kecil Chen yang berlutut sendirian di bawah terik matahari karena area terbuka itu lepas dari naungan pepohonan maple yang menaungi bagian lain taman belakang dapur istana tersebut. Ia telah berjanji untuk melindungi Chen dalam keadaan apapun. Namun, ternyata mewujudkan janjinya itu bukanlah hal yang mudah. Lihat saja sekarang. Ia bahkan tidak memiliki daya apapun untuk mengubah kenyataan bahwa Chen, saudaranya, telah berposisi sebagai pelayannya. Dan sebentar lagi, saat adiknya itu selesai memasak, maka kedudukan sebagai pelayan itu akan dikukuhkan di depan semua pejabat dan Kaisar Ming Tai Zhu. Lalu, setelah itu, segalanya akan berubah. Rasa persaudaraan yang sangat erat di antara mereka hanya akan tinggal sebuah rasa di dalam hati. Ia tak akan bisa memeluk dan berbicara dengan Chen dengan bebas seperti dulu karena dimanapun mereka berada, ia akan dikenal sebagai Tuan Muda Xu dari keluarga Jenderal Xu Da sementara Chen akan dikenal sebagai pelayannya. Orang yang akan duduk di bawahnya, membungkukkan tubuh ke arahnya dan melayani seluruh kebutuhannya. Bahkan, ia tidak akan pernah lagi mendengar mulut mungil Chen memanggilnya dengan sebutan ‘Kakak’ sebagaimana biasanya. Segera setelah sayembara ini selesai, Chen akan harus memanggilnya ‘Tuan Muda’ dalam keseharian.
Changyi menengadahkan wajahnya yang rupawan ke langit. Kedua matanya memejam erat, berharap agar airmata yang begitu berat menggantung tak akan turun dan membuat semua orang tahu gemuruh kepedihan yang sekarang tengah mengguncangnya. Mengapa Thian menjadikan takdir seperti ini? Sungguh, apa yang kini harus dihadapi oleh dirinya dan Chen seperti sebuah lelucon yang sangat tidak lucu. Changyi ingin berteriak dalam marah dan sedihnya yang memuncak, bertanya pada Sang Penguasa Langit dan Bumi. Mengapa mereka harus menjalani takdir yang begitu menyedihkan? Kenapa?
“Sebagaimana permintaan dari Permaisuri Ma Xiuying yang mengingatkanku bahwa sayembara ini diadakan untuk menyembuhkan sakit putraku Pangeran Zhu Di, sehingga keputusan apakah sayembara ditutup ataukah dibuka untuk pelayan dari rumah Jenderal Xu Da ada di tangan putraku Pangeran Zhu Di. Kemudian, sebagaimana yang kalian semua dengar bahwa putraku Pangeran Zhu Di telah memutuskan memberikan kesempatan pada Pelayan Chen untuk memasak dengan janji jika Pelayan Chen bisa mengembalikan selera makan Pangeran Zhu Di yang hilang, maka putraku Pangeran Zhu Di sendiri yang akan memberikan hadiahnya sedangkan pemenang sayembara ini tetap diberikan kepada Juru Masak Jiu Zhong dari rumah Perdana Menteri Hu Weiyong. Aku ingin apa yang diputuskan oleh putraku Pangeran Zhu Di akan dihormati sebagai keputusanku serta sebagai wujud pengabdian kalian padaku” sabda Kaisar Ming Tai Zhu dengan suara keras penuh wibawa.
Seluruh pejabat, menteri dan jenderal bangkit dari duduk mereka dan membungkuk ke arah Kaisar Ming Tai Zhu begitu Sang Kaisar telah selesai berbicara. Demikian pula semua pelayan, juru masak dan prajurit yang ada di area taman belakang dapur tersebut.
“Kami akan selalu melaksanakan perintah Yang Mulia Kaisar. Semoga Kaisar selalu dalam kejayaan, kesehatan dan umur panjang” ucap Perdana Menteri memimpin seluruh pejabat kerajaan menjawab perintah Sang Kaisar.
“Jayalah selalu Yang Mulia Kaisar Ming Tai Zhu!!” sahut semua orang membentuk sebuah gaung yang serempak dan takluk.
Kaisar Ming berpaling ke arah Chen yang berlutut di tengah taman di depan rumah panggung.
“Nah, Pelayan Chen!” panggil Kaisar Ming Tai Zhu pada Chen membuat remaja itu segera membungkukkan tubuhnya dalam-dalam pada Kaisar. “Kau telah mendapat kesempatan dari putraku Pangeran Zhu Di untuk mengikuti sayembara. Karena itu kuperintahkan padamu untuk mulai memasak sekarang!”.
Chen menjatuhkan kepalanya ke lantai taman yang terbuat dari lempengan batu hitam berkilat sebagai penghormatan pada Kaisar dan Pangeran Zhu Di.
“Terima kasih kepada Yang Mulia Kaisar dan Yang Mulia Pangeran Zhu Di atas kesempatan yang diberikan pada hamba untuk mengikuti sayembara ini. Lalu, hamba akan melaksanakan perintah Yang Mulia Kaisar sekarang” sahut Chen saat bangun dari sujudnya.
Kasim Liu berjalan ke arah Chen dan membawa remaja kecil itu ke meja kosong yang tersisa dan  belum digunakan oleh juru masak lain sehingga semua bahan makanan yang ada di atas meja kayu tersebut masih lengkap. Semua mata, termasuk dua pasang mata jernih dan bening milik Pangeran Zhu Di dan Changyi tertuju pada gerak Chen, si remaja kecil yang mulai dengan cepat memilah dan memilih di antara bahan-bahan yang ada di atas meja.
Sementara, seluruh juru masak, termasuk Juru Masak Jiu Zhong memperhatikan Chen dengan seksama. Beberapa di antara mereka terlihat begitu tegang.
Sekali lagi, suasana di area taman belakang dapur istana menjadi tenang. Semua orang menunggu apa yang akan ditampilkan oleh remaja kecil yang terlihat rapuh dalam usahanya untuk mengikuti sayembara dan menyembuhkan sakit Pangeran keempat.
************