“Biarkan Jenderalku
masuk!” jawab Kaisar Ming Tai Zhu tegas. Sebuah kalimat perintah yang sederhana
namun terasa panas di telinga Jenderal Lan Yu yang duduk tak jauh dari rumah
panggung tempat Sang Kaisar berada. Sebutan “Jenderalku” dalam kalimat Sang
Kaisar seolah semakin menunjukkan betapa dekat hubungan Panglima Tertinggi Kerajaan
tersebut dengan Kaisar Ming Tai Zhu. Dan hal itulah yang terasa mendesirkan
hati Jenderal Lan Yu. Sungguh berbeda dengan Jenderal Chang Yu Chun yang
seketika terlihat lega dan gembira setelah melihat kedatangan Jenderal Xu Da.
Kasim Liu membungkukkan tubuhnya lalu pergi ke arah prajurit
penjaga yang berdiri menunggu. Sejenak terlihat sang kasim berbisik pada si
prajurit yang segera berlalu pergi.
Semua mata menatap ke arah gerbang taman, menunggu. Sebagian
dengan debar yang aneh, seolah sebuah wibawa yang sangat kuat sedang merambat
menuju tempat arena sayembara. Itu bukan
wibawa seorang raja, bukan pula kharisma seorang biksu sebagai hasil puluhan
tahun berdiam dalam ruang pemujaan untuk memuja Thian Yang Maha Kuasa. Tapi
sebuah kharisma yang datang dari kejujuran jiwa, keutuhan hati yang tak pernah
berpaling dari jalan lurus dan janji suci untuk mengabdikan hidup, bukan pada
raja melainkan pada negara, pada ibu bumi yang telah memberikan kehidupan sejak
tetes pertama wujud manusia hingga wujud keabadian dan bahkan saat kelahiran
kembali sesudah keabadian. Kharisma yang segera mengambil alih seluruh wibawa
sang raja yang duduk di atas panggung, membuat seluruh mata menanti baik dengan
suka cita maupun dengan iri hati dan dengki. Pada kharisma yang terasah melalui
kekejaman perang demi perang yang dimenangkan sang sosok yang kemudian terlihat
melenggang masuk ke dalam taman di belakang dapur istana, diiringi oleh seorang
remaja berwajah serupawan mentari pagi di empat musim serta remaja lain
berwajah teduh dan tenang yang terlihat berjalan sambil menundukkan kepala.
“Paman Xu Da!...Kakak Xu….Adik Chen!...Kalian datang!” seru
Pangeran Zhu Di nyaris tanpa sadar membuat ketiga kakaknya sesaat menoleh ke
arah adik kecil mereka dengan wajah menunjukkan keheranan ketika menemukan
binar bahagia luar biasa yang tak pernah mereka lihat selama proses sayembara
berlangsung hingga saat Panglima Tertinggi dan putra angkatnya datang. Pangeran
Zhu Biao segera memalingkan wajahnya dan pandangan matanya menatap Panglima
Teringgi Jenderal Xu Da, putra angkatnya yang sangat terkenal di seluruh
penjuru mata angin karena wajah dan penampilannya yang serupawan malaikat, Xu
Changyi serta seorang remaja lain yang ia tak mengenalnya.
“Hormat hamba pada Yang Mulia Kaisar Ming, semoga Yang Mulia
Kaisar selalu dalam kesehatan dan panjang umur” seru Jenderal Xu Da sambil
menjatuhkan dirinya berlutut di depan Kaisar Ming Tai Zhu diiringi oleh Changyi
dan Chen.
Kaisar Ming Tai Zhu bertepuk tangan sekali dan tertawa
gembira. Lalu sepasang tangannya bergerak sebagai isyarat agar Sang Panglima
Tertinggi kerajaan yang tengah berlutut di depannya segera bangun.
“Kakak Xu Da….bangunlah…ayo bangunlah. Aku sudah sangat
menantikan kedatanganmu. Sayang sekali Kakak Xu Da sedikit terlambat sehingga
sayembara ini sudah hampir selesai” sahut Kaisar Ming Tai Zhu sambil melambai
agar Jenderal Xu Da bangkit dari posisi berlututnya.
Sepasang tangan Jenderal Lan Yu mengepal saat mendengar kalimat
Sang Kaisar pada Jenderal Xu Da. “Kakak Xu Da?” sejak kapan Kaisar menganggap
Panglima Tertinggi sebagai saudara tua? cetus Jenderal Lan Yu dengan hati
semakin memanas. Sepasang matanya melirik ke arah Jenderal Xu Da, Changyi dan
satu remaja lain yang tengah berlutut di depan Kaisar dengan sudut mata memancarkan
kilat tajam. Bayangan kegembiraan di wajah Pangeran Zhu Di yang begitu kentara
terus tercetak dalam benak Jenderal Lan Yu. Sudah nyata terjawab, bahwa sang
pangeran keempat itu memang menunggu kedatangan Jenderal Xu Da. Dan tentu saja
Changyi. Meskipun remaja itu sama sekali tak memiliki bakat memasak. Mungkin
saja, kedatangan Jenderal Xu Da dan Xu Changyi telah cukup sebagai penghibur
bagi pangeran kecil yang tengah kehilangan rasa lidahnya tersebut.
Kenyataannya, Jenderal Xu Da tak akan mengikutkan pelayan dari rumahnya untuk
mengikuti sayembara. Tak ada sosok pelayan yang datang bersama dengan Sang
Panglima Tertinggi tersebut selain anak angkatnya dan……
Mendadak Jenderal Lan Yu tersentak saat ia mulai bisa meraba
sesuatu. Pandangannya kini terpusat pada remaja kecil bertubuh kurus yang
berlutut selangkah di belakang Changyi. Remaja berkulit putih dengan rambut yang
diikat kuat menjadi satu di belakang kepala. Dan seolah masih belum cukup,
remaja yang terus menunduk itu masih mengikat kepalanya menggunakan sehelai
kain yang menutupi nyaris separuh kepala dan dahinya. Penampilannya begitu
polos dan teduh, mengingatkan Jenderal Lan Yu pada sosok-sosok biksu yang hanya
hidup untuk memuja Thian, Dewa dari seluruh dewa. Siapakah anak itu?
Apakah…apakah remaja kecil kurus yang terihat rapuh itulah sesungguhnya, orang
yang ditunggu-tunggu oleh Sang Pangeran Keempat? Tapi kenapa? Kenapa Pangeran
Zhu Di harus menunggunya? Apakah anak itu adalah pelayan dari rumah Jenderal Xu
Da? Namun, jika benar anak itu adalah pelayan yang bertugas sebagai juru masak,
tidakkan ia masih terlalu muda?
Sudut bibir Jenderal Lan Yu tertarik ke samping menyunggingkan
senyum sinis saat ia mengetahui satu hal.
Bahkan seandainya, anak remaja kecil itu benar-benar juru
masak di rumah Jenderal Xu Da, namun semuanya sudah terlambat karena sayembara
sudah selesai dan pemenangnya sudah dipilih. Jadi, ia tak perlu mencemaskan
kemungkinan kemenangan bagi Panglima Tertinggi dalam sayembara memasak yang
pada intinya digunakan sebagai usaha untuk mengobati sakit dari Pangeran
Keempat, namun kemudian justru digunakan sebagai jalan untuk mendekati keluarga
Kaisar.
“Mohon ampun atas keterlambatan hamba Yang Mulia. Beberapa
kawanan dari mata-mata melakukan perlawanan dan kami mengejar mereka hingga
jauh melintasi wilayah gurun pasir” jawab Jenderal Xu Da masih dalam posisi
berlututnya.
Sang Kaisar menganggukkan kepalanya.
“Ya, aku sudah mendengar tentang hal itu. Utusan pendahulu
dari Kakak Xu Da telah melaporkan semuanya termasuk perihal tujuh orang
prajurit yang gugur. Aku tahu pasti berat untuk kehilangan prajurit yang telah
lama mengikutimu dalam banyak peperangan termasuk saat perluasan wilayah kita
di Karakorum. Dan untuk hal itu, aku sungguh sangat bersedih. Aku telah
mengirim utusan untuk memberikan santunan bagi keluarga tujuh prajurit yang
gugur dalam perlawanan dengan kelompok mata-mata di gurun tersebut. Serta, aku
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk masuk dalam keprajuritan bagi
anak lelaki serta menjadi dayang istana bagi anak-anak perempuan dari ketujuh
prajurit yang gugur setelah pengabdian mereka padaku yang begitu lama” ucap
Kaisar Ming Tai Zhu.
Jenderal Xu Da membungkukkan tubuhnya semakin dalam.
“Terima kasih atas kebaikan hati Yang Mulia Kaisar. Semoga
Yang Mulia Kaisar selalu dalam kejayaan di langit dan di bumi” sahut Jenderal
Xu Da.
“Semoga kejayaan selalu bersama Yang Mulia Kaisar di langit
dan di bumi” ulang Xu Changyi dan Chen serempak sambil membungkukkan tubuh
mereka sebagaimana Jenderal Xu Da.
Kaisar Ming Tai Zhu mengangguk-angguk dan terlihat puas
dengan penghormatan dan pemujaan yang diterimanya dari Jenderal Xu Da. Sepasang
matanya berbinar menatap Panglima Tertingginya dan kemudian beralih pada Changyi,
sebelum kemudian, pandangannya tertuju pada sosok remaja kecil di belakang
Changyi yang turut berlutut dan memujanya. Alis Sang Kaisar sedikit berkerut.
“Kakak Xu Da, bangunlah” ulang Kaisar Ming Tai Zhu membuat
Jenderal Xu Da segera bangkit dari posisinya yang berlutut di depan rumah
panggung. Kini, Sang Panglima Tertinggi tersebut berdiri dalam sosoknya yang
gagah di depan Kaisar Ming Tai Zhu sementara Changyi dan Chen masih tetap dalam
posisi berlututnya. Lalu, mendadak jari telunjuk Kaisar Ming Tai Zhu menunjuk
ke arah Chen yang berlutut selangkah di belakang Changyi. “Kakak Xu Da,
siapakah anak itu? Kenapa ia bisa datang bersama dengan Kakak?”.
Sebuah pertanyaan yang wajar namun Jenderal Xu Da segera
mengerti bahwa di balik pertanyaan itu terselip sebuah teguran. Kaisar Ming
pernah mengungkapkan kekecewaan hatinya setelah melihat tingginya loyalitas
anak-anak angkat Jenderal Lan Yu pada ayah angkat mereka yang bahkan melebihi
loyalitas pada Sang Kaisar sebagai pemimpin negeri. Dan kekecewaan itu diungkapkan
dengan larangan tak tertulis untuk mengambil anak angkat.
Lalu kini, Kaisar menanyakan tentang anak remaja yang turut
datang bersamanya dalam sayembara ini selain Changyi yang telah dikenal oleh
banyak orang sebagai putra angkatnya.
Jenderal Xu Da mengurai senyumnya, namun tak segera menjawab
pertanyaan dari Kaisar Ming Tai Zhu. Kepalanya sedikit terteleng ke samping
dengan sudut mata melirik ke arah Changyi dan Chen yang masih berlutut di depan
Kaisar.
“Kakak Xu Da….siapa anak itu? Apakah ia adalah anak angkat
Kakak Xu Da juga sebagaimana Xu Changyi? Kalau begitu, tidakkah seharusnya
Kakak mengenalkannya pada semua orang?” ulang Kaisar Ming Tai Zhu, masih dengan
senyum gembiranya.
Jenderal Xu Da terlihat ragu sementara semua orang menjadi
hening dan menunggu jawaban dari Sang Panglima Tertinggi. Pertanyaan Kaisar
Ming tentang siapa adanya remaja lain yang datang bersama dengan Jenderal Xu Da
dan Xu Changyi dengan sendirinya membuat perhatian semua orang tertuju pada
Chen. Beberapa di antara para pejabat terlihat mulai berbisik-bisik. Di atas
panggung, Pangeran Zhu Di yang sangat gembira dengan kedatangan Jenderal Xu Da,
Changyi dan Chen, mulai memahami hal yang membuat Jenderal Xu Da tak segera
menjawab pertanyaan dari Kaisar saat ia melihat keraguan yang memancar dari
wajah Sang Jenderal serta sepasang tangan Changyi yang tampak mengepal erat di
atas dua pahanya. Rasa bersalah segera mengalir memenuhi dada Pangeran Keempat
membuat senyum gembiranya berbalut semburat rasa sedih.
Lan Fengyin yang duduk di belakang ayah angkatnya terlihat
berkerut saat ia memperhatikan Chen. Lalu, perlahan tubuhnya mencondong ke arah
ayahnya.
“Ayah, bukankah dahulu, sebelum Changyi menjadi anak angkat
Jenderal Xu Da, ia adalah pelayan di rumah Keluarga Xu? Dan jika tidak salah
ingat, saya mendengar bahwa saat itu, Changyi menjadi pelayan pengurus kuda
bersama dengan saudaranya yang lebih kecil. Juga, saya ingat, prajurit yang
dahulu ikut dalam peperangan di Kota Dadu/Shuntian (sekarang Beijing)
mengatakan bahwa anak yang diselamatkan oleh Jenderal Xu Da dari kemarahan
penduduk yang akan menghanyutkan mereka ke Sungai Kuning karena mencuri beras ada dua orang. Lalu, jika kemudian, Changyi
diangkat menjadi anak oleh Jenderal Xu Da, lantas kemanakah anak yang satunya?
Tidakkah anak yang sekarang bersama dengan Changyi dan Jenderal Xu Da itulah
anak yang dulu dibawa pulang oleh Jenderal Xu Da bersama dengan Changyi dan
dipekerjakan sebagai pelayan pengurus kuda bersama-sama dengan Changyi sebelum
akhirnya Changyi menjadi bagian dari Keluarga Xu?” bisik Lan Fengyin di telinga
ayahnya.
Jenderal Lan Yu mendengarkan pendapat dari putra angkatnya
dengan seksama sebelum kemudian kepalanya mengangguk-angguk. Penalarannya
membenarkan apa yang dikatakan oleh Fengyin karena ia-pun dapat menangkap
penjelasan yang sangat masuk akal dalam kalimat anak angkatnya tersebut. Jika
dulu, anak yang diselamatkan oleh Jenderal Xu Da ada dua orang, lalu kenapa
hanya Changyi yang diangkat sebagai anak? Kemanakah anak yang satunya?
Tetapi, jika anak yang sekarang datang bersama dengan
Jenderal Xu Da dan Changyi memang benar adalah anak lain yang dulu di bawa oleh
Jenderal Xu Da, lantas alasan apa yang mendasari keputusan Sang Panglima
Tertinggi untuk memunculkan anak itu sekarang dan bukan disaat yang bersamaan
dengan kemunculan Changyi sebagai bagian dari keluarga Xu dahulu?. Alis
Jenderal Lan Yu berkerut semakin dalam dan untuk pertama kalinya, mendadak ia
menoleh dan memperhatikan ke arah Jenderal Chang Yu Chun yang duduk beberapa
langkah darinya. Benaknya kemudian segera membersitkan sebuah keyakinan dalam
hati bahwa Jenderal Chang Yu Chun mengenali anak remaja yang sekarang datang
bersama dengan Jenderal Xu Da dan Changyi tersebut. Ia bisa mengenalinya dari
raut wajah Jenderal Chang Yu Chun yang terlihat cerah dan gembira.
Sementara itu, Jenderal Xu Da terlihat menghela nafas sesaat.
Pandangannya kini terarah ke arah Kaisar Ming Tai Zhu.
“Yang Mulia, anak ini, yang datang bersama dengan hamba dan
putra hamba adalah….” kalimat Jenderal Xu Da terputus saat sudut matanya
menangkap gerakan pelan yang berasal dari dua tangan Changyi yang mengepal
semakin erat hingga urat-urat biru bersembulan di punggung dua tangannya yang
halus dan cemerlang. Lalu, mendadak, Sang Panglima Tertinggi membalikkan
tubuhnya ke arah Changyi. “Xu Changyi?” panggil Jenderal Xu Da kemudian.
Changyi terkejut dan seketika mendongakkan wajahnya menatap
ayah angkatnya yang tengah menatapnya dengan tajam.
“Ya Ayah?” jawab Changyi. Debur jantungnya serasa lebih
keras dari deru gelombang samudera di belahan selatan bumi.
“Yang Mulia Kaisar bertanya padaku tentang temanmu. Bukankah
seharusnya kau yang menjelaskannya sendiri pada Yang Mulia tentang temanmu
ini?” tanya Jenderal Xu Da sambil menatap lurus ke dalam mata Changyi.
Sesungguhnya, Jenderal Xu Da tengah mengukur kekuatan hati
Changyi saat ini. Ia sangat tahu, sekuat apa kecintaan Changyi pada Chen dan
demikian pula sebaliknya. Saat tadi pagi-pagi ia tiba dirumah dan mendapati
Chen ada di dapur bersama para pelayan, ia telah merasakan adanya tekanan berat
yang menghimpit batin putra angkatnya. Dan ketika kemudian Changyi menceritakan
hal yang sesungguhnya tengah terjadi, maka ia segera tahu bahwa hal pelik yang
sangat memedihkan terutama bagi Changyi nampaknya tak dapat lagi dihindari.
Karena itu, saat Kaisar Ming Tai Zhu bertanya tentang Chen, maka Jenderal Xu
Da, untuk beberapa saat merasakan kebimbangan. Ia bukan orang yang senang
berbohong. Kejujuran telah menjadi jalan hidupnya hingga kini. Namun, saat ini,
untuk berkata jujur, ia merasa seperti hendak meremas hati Changyi, yang
bagaimanapun, meski hanya anak angkat, namun telah mengikat hatinya dalam rasa
kasih sayang seorang ayah. Oleh karena itu, saat sudut matanya menangkap
gerakan tangan Changyi yang mengepal erat seolah isyarat bahwa remaja tersebut
sedang berusaha menguatkan hatinya, maka dengan sendirinya kalimatnya terhenti.
Sungguh ia tidak suka jika Changyi menjadi rapuh karena perasaannya. Dan, bagi
Jenderal Xu Da, hal tersebut adalah sebuah kelemahan bagi Changyi, bukan sebagai
manusia melainkan sebagai seorang prajurit. Sebab seorang prajurit harus dan
akan menghadapi situasi yang bagaimanapun dalam setiap peperangan yang
menantinya. Seringkali, situasi yang harus dihadapi oleh seorang prajurit
adalah keadaan di mana ia tak memiliki banyak pilihan untuk berpaling dari
keadaan yang paling menyedihkan ataupun menyakitkan hati. Itulah sebabnya,
Jenderal Xu Da kemudian melempar pertanyaan dari Kaisar Ming Tai Zhu pada putra
angkatnya tersebut dan membiarkan Changyi agar menghadapi, bahkan situasi
paling sulit dan sedih yang memang harus diterimanya.
Changyi mengalihkan pandangan matanya dari wajah ayah angkat
yang sangat dihormatinya dan kini, remaja tersebut menatap Kaisar Ming Tai Zhu
yang masih duduk menanti jawaban dengan tenang di tempatnya. Sesaat, terlihat
leher Changyi bergerak ketika remaja tersebut menelan ludahnya sebelum
kemudian, ia mulai berbicara.
“Yang Mulia, dia ini adalah…..” Changyi merasa lehernya
bagaikan tercekik saat ia harus mengatakan tentang posisi Chen dalam Keluarga
Xu membuat kalimatnya terputus.
Jenderal Xu Da yang berdiri dengan wajah sedikit menunduk
memejamkan matanya sesaat, sementara Pangeran Zhu Di menatap dengan gelisah
bercampur rasa bersalah.
“Siapa dia Changyi? Apakah dia adalah temanmu?” tanya Kaisar
Ming kini ditujukan pada Changyi secara langsung.
Suara bisik-bisik di area taman belakang dapur istana
semakin kencang. Jenderal Lan Yu menatap Changyi dan Chen dengan sepasang mata
menyipit. Terlebih saat Changyi tidak segera menjawab pertanyaan dari Kaisar.
“Yang Mulia, ijinkan hamba yang buruk ini untuk
memperkenalkan diri” mendadak sebuah suara mengejutkan semua orang, tak
terkecuali Changyi dan Jenderal Xu Da sendiri.
Changyi menoleh ke arah asal suara di belakangnya dan
sepasang matanya menatap Chen dengan semburat sedih yang tersamar dibalik
kerupawanan wajahnya.
“Adik Chen?” bisik bibir Changyi selembut angin.
“Baiklah…perkenalkan dirimu anak muda” sahut Kaisar Ming Tai
Zhu sambil menunjuk ke arah Chen dengan jari telunjuknya.
Chen menangkupkan kedua tangannya di depan dada sambil
membungkukkan tubuhnya ke arah Kaisar. Itu adalah salam penghormatan khas biksu
di kuil. Ketika kemudian remaja bertubuh kecil kurus itu menegakkan tubuhnya
kembali, terlihat senyum cerah di wajahnya yang teduh dan polos.
“Yang Mulia, nama hamba adalah Chen. Marga hamba adalah
Xiao. Sesungguhnya, hamba adalah pelayan dari Tuan Muda Xu Changyi dan tugas
hamba adalah melayani Tuan Muda terutama memasak untuknya” sahut Chen dengan
suara yang jernih, tenang dan lantang.
Namun, jawaban tersebut terasakan sebagai sebuah petir yang
menyambar di kepala Changyi membuat remaja berparas malaikat yang berlutut
selangkah di depan Chen tersebut tertunduk untuk menyembunyikan sepasang
matanya yang memerah dan tubuh yang bergetar.
Pangeran Zhu Di menggigit bibirnya dengan rasa bersalah yang
semakin menghebat.
“Oh…jadi kau adalah pelayan dari Xu Changyi? Lalu, kenapa
aku tidak pernah melihatmu sebelumnya? Apakah kau baru saja menjadi pelayan
bagi Tuanmu itu?” tanya Kaisar Ming Tai Zhu kemudian.
Changyi merasakan dadanya bagaikan terhimpit oleh sebongkah
batu saat mendengar sebutan ‘Tuanmu’ yang diucapkan oleh Kaisar Ming untuk
menyebut dirinya bagi Chen. Ia, menjadi Tuan bagi Chen, satu-satunya keluarga
sehati yang sungguh-sungguh keluarga baginya. Apakah dunia sedang
mempermainkannya sekarang?.
“Tidak Yang Mulia. Hamba menjadi pelayan bagi Tuan Muda
Changyi sejak dulu, jauh sebelum Tuan Muda bertemu dengan Tuan Jenderal Xu Da
dan menjadi bagian dari Keluarga Xu karena orangtua hamba adalah juga pelayan
dari orangtua Tuan Muda Changyi. Setelah orangtua kami meninggal karena wabah,
hamba terus mengikuti Tuan Muda kemanapun pergi hingga kemudian, karena Tuan
Muda menjadi bagian dari Keluarga Xu, maka hamba-pun bekerja sebagai pelayan di
rumah Tuan Jenderal Xu Da” jawab Chen, lagi-lagi dengan suaranya yang jernih.
“Tidak! Itu tidak benar! Kenapa kau mengatakan hal itu Adik
Chen?! Kau bukan pelayanku! Kau adalah adikku. Selamanya adikku!!’ jerit hati
Changyi memberontak. Sudut matanya melirik ke arah Chen dengan sorot pedih
bercampur marah. Semburat merah yang semula samar kini telah menjadi jelas di
kedua matanya yang bening.
Suara bisik-bisik di area taman belakang dapur istana
semakin jelas terdengar. Lan Fengyin terlihat bingung setelah mendengar
penjelasan yang meluncur dari mulut Chen. Hal sama juga terlihat di wajah
Jenderal Lan Yu. Jadi, anak bernama Xiao Chen itu sebenarnya adalah pelayan
dari Changyi sebagaimana orangtuanya adalah pelayan di rumah orangtua kandung
Changyi sebelum menjadi bagian dari Keluarga Xu?. Sungguh tak disangka. Dalam
benak Jenderal Lan Yu dan para pejabat istana lainnya terbayang bagaimana
kehidupan Changyi yang sesungguhnya sebelum ditemukan oleh Jenderal Xu Da dan
akhirnya menjadi putra angkat dari Sang Panglima Tertinggi tersebut. Mungkin,
orangtua Changyi dulunya adalah saudagar atau petani kaya hingga wabah
menghancurkan desa tempat tinggal mereka dan melemparkan si tuan muda kecil
dalam keluarga yang malang tersebut menjadi pencuri beras bersama si pelayan
kecilnya juga. Alis Jenderal Lan Yu berkerut. Jika dilihat dari wajah dan
penampilan Changyi, bahkan sebelum akhirnya Jenderal Xu Da mengambilnya sebagai
anak angkat, memang sangatlah pantas jika anak itu menjadi seorang tuan muda
dalam sebuah keluarga yang kaya. Wajahnya yang sangat rupawan dan mempesona
serta postur tubuhnya yang tinggi dan gagah dengan kulit yang bersih cemerlang
meskipun sedikit lebih gelap jika dibandingkan dengan rata-rata warna kulit
masyarakat Tiongkok yang putih pucat seolah telah menjadi bukti kehidupannya
yang mapan dalam sebuah keluarga yang kaya jauh sebelum wabah datang menghancurkan
segalanya.
Kaisar Ming Tai Zhu bergumam dengan suara tak jelas saat
mendengar penjelasan dari Chen sebelum kemudian pandangannya beralih ke arah
Jenderal Xu Da.
“Kakak Xu Da, benarkan apa yang dikatakan oleh anak bernama
Xiao Chen itu?” tanya Kaisar Ming Tai Zhu.
Jenderal Xu Da mengangguk dengan gerak yang tegas sebelum
kemudian menjawab.
“Itu memang benar Yang Mulia. Anak ini adalah pelayan dari
putra hamba Xu Changyi sejak sebelum hamba membawa Changyi pulang ke rumah
hamba. Keduanya sangat akrab sebab Changyi telah mengenal Chen sejak masih
kanak-kanak, sehingga hamba tidak bisa memisahkan mereka dan hal itu menjadi
alasan mengapa hamba mempekerjakan Chen sebagai pelayan di rumah hamba” jawab
Jenderal Xu Da membuat jantung Changyi bagaikan diremas semakin kuat.
Di tempat lain, Pangeran Zhu Di menatap Changyi dengan sorot
penuh sesal dan sedih namun juga kekaguman yang sangat kentara saat menatap
Chen yang justru terlihat begitu tenang dan jernih.
“Hmm…baiklah jika begitu. Hanya saja, aku sangat terbiasa
melihat Changyi pergi kemanapun sendiri tanpa ada pelayan yang mengikutinya
sehingga hari ini, saat aku melihat ia datang menghadap padaku dengan diikuti
oleh pelayannya, hal itu menjadi satu hal yang baru bagiku” sahut Kaisar Ming
Tai Zhu sambil tersenyum.
“Yang Mulia, sebenarnya, hamba datang menghadap yang Mulia
Kaisar pada hari ini bukanlah untuk mengikuti Tuan Muda Changyi melainkan untuk
mencoba mengikuti sayembara yang diadakan pada hari ini. Tentu saja jika Yang
Mulia Kaisar mengijinkan hamba” ujar Chen tiba-tiba menyahuti kalimat Sang
Kaisar membuat semua orang terkejut, tak terkecuali Kaisar Ming Tai Zhu,
Jenderal Xu Da dan bahkan Changyi sendiri.
Suara berdengung yang berasal dari bisik-bisik semua orang
yang ada di area taman semakin keras saat mereka mendengar ucapan Chen.
Beberapa pejabat kemudian justru tertawa mendengar permohonan Chen yang
jelas-jelas datang terlambat disaat sayembara telah selesai.
Kembali, Changyi melirik ke arah Chen. Sedikit kerut
mewarnai dahinya yang halus dan indah. Sejak malam sebelumnya, Chen terus
menerus mengeluhkan ketakutannya mengikuti sayembara yang diadakan oleh Kaisar.
Lalu kini, mendadak Chen menjadi begitu berani bahkan segera menyahuti kalimat
Kaisar Ming walau tanpa diminta. Meskipun berbicara pada raja sebelum diminta
merupakan salah satu perbuatan yang tidak sopan dan bisa membuat Kaisar marah,
namun tak urung, rasa bangga dan haru menyerbu dan mengerubuti batin Changyi
pada saudara sehatinya itu.
Jenderal Xu Da mengangkat wajahnya saat mendengar kalimat
Sang Kaisar dan jawaban tiba-tiba yang diberikan oleh Chen.
“Yang Mulia, Chen bekerja di rumah hamba sebagai pelayan dan
tugas sehari-harinya adalah memasak di dapur. Karena itu, saat tadi hamba
mendengar perihal adanya sayembara yang diadakan oleh Yang Mulia Kaisar demi
untuk menyembuhkan Yang Mulia Pangeran Keempat, maka hamba bergegas membawa
pelayan hamba menghadap pada Yang Mulia untuk mengikuti sayembara tersebut
sebagai bukti dari pengabdian hamba dan keluarga hamba pada Yang Mulia Kaisar
Ming Tai Zhu” sahut Jenderal Xu Da dengan suara tegas seolah sedang menguatkan
jawaban yang diucapkan oleh Chen.
Kaisar Ming Tai Zhu mengerutkan alisnya mendengar ucapan
Chen yang semakin dikuatkan dengan kalimat Jenderal Xu Da. Sejenak, Sang Kaisar
yang agung itu merasa bingung.
“Kakak Xu Da, aku sangat mengerti pada apa yang menjadi
permintaanmu. Tapi, sebagaimana yang kau lihat sendiri, sayembara sudah
berakhir dan putraku Pangeran Zhu Di telah memilih pemenang yaitu Juru Masak
Jiu Zhong dari rumah Perdana Menteri Hu Weiyong. Jika aku membuka kembali
sayembara yang telah berakhir, maka itu sama saja aku telah menggugurkan
pemenang yang sudah terpilih dan itu bukanlah sifatku” ucap Kaisar Ming Tai Zhu
yang disambut senyum dan wajah cerah dari Perdana Menteri Hu Weiyong.
Jenderal Xu Da menunduk sejenak mencoba untuk memilih kata
yang tepat. Sudut matanya melirik ke arah Changyi dan Chen yang masih berlutut
menunggu.
“Yang Mulia, hamba sangat menyadari keterlambatan hamba.
Namun, sesuai dengan apa yang sempat hamba dengar sebelum hamba melangkah masuk
ke dalam taman ini, Yang Mulia Kaisar belum menyelesaikan kalimat yang hendak
diucapkan. Karena itulah, hamba memberanikan diri mengajukan permohonan agar
pelayan hamba yang kecil ini bisa mengikuti sayembara sekedar sebagai bentuk
pengabdian hamba dan keluarga hamba pada Yang Mulia Kaisar” sahut Jenderal Xu
Da sejenak kemudian.
Sang Kaisar terlihat merenungi kalimat demi kalimat yang
diucapkan oleh Sang Panglima Tertinggi-nya. Nampaknya, apa yang dikatakan oleh
Jenderal Xu Da memang masuk akal. Ia belum sempat menyelesaikan kalimatnya untuk mengukuhkan Juru Masak Jiu Zhong
sebagai Kepala Dapur Istana karena prajurit penjaga pintu telah masuk dan
melaporkan kedatangan dari Sang Panglima Tertinggi yang baru saja tiba setelah kepergiannya
untuk melihat mata-mata Mongol yang tertangkap serta pengejaran terhadap
kelompok mata-mata yang bergabung dengan perampok di gurun pasir. Karena itu,
sebenarnya, sebagai Kaisar ia memang belum menutup sayembara.
“Yang Muliaaa…!” seru sebuah suara lain membuat Kaisar Ming
Tai Zhu mengangkat kepalanya dan menatap ke arah asal suara. Itu suara Perdana
Menteri Hu Weiyong.
“Ada apa Perdana Menteri?” tanya Kaisar Ming Tai Zhu dengan
alis berkerut.
Jenderal Xu Da, meski tanpa menoleh telah bisa menebak suara
siapakah yang berseru tersebut. Dan menilik dari nada yang sedikit keras dengan
ujung-ujung suara yang bergetar, nampaknya Sang Perdana Menteri sedang berusaha
untuk mempertahankan kemenangan juru masaknya dalam sayembara ini meski
Jenderal Xu Da merasa sangat yakin bahwa alasan dibalik kekukuhan Perdana
Menteri untuk mempertahankan kemenangan Juru Masak Jiu Zhong bukanlah demi
kesehatan Sang Pangeran Keempat. Diam-diam, Jenderal Xu Da menggeram dalam hati
meskipun sosoknya yang tinggi dan gagah masih berdiri dalam ketenangan yang
penuh kharisma.
“Mohon ampun Yang Mulia. Bukankah sabda seorang raja adalah
titah yang harus dipatuhi oleh siapapun? Ucapan seorang raja bukanlah ludah
yang bisa dijilat kembali. Sayembara ini, berdasarkan pilihan dari Yang Mulia
Pangeran Zhu Di, telah menetapkan juru masak hamba sebagai pemenang. Jika,
sayembara dibuka kembali, maka hal itu akan sama halnya dengan membatalkan apa
yang telah dipilih oleh Yang Mulia Pangeran Zhu Di. Tidakkah hal tersebut akan
menodai kehormatan Keluarga Kerajaan, Yang Mulia? Hamba mohon untuk
dipertimbangkan kembali” ucap Perdana Menteri Hu Weiyong yang segera disambut
oleh seruan kecil dan bisik-bisik yang ramai. Tak jauh dari rumah panggung,
Juru Masak Jiu Zhong terlihat menunduk, masih dalam posisi berlututnya setelah
bangun dari sujud yang dilakukannya pada Sang Pangeran Keempat.
Di tengah arena sayembara, puluhan juru masak yang telah
dikalahkan oleh Juru Masak Jiu Zhong turut saling berbisik. Bahkan beberapa
dari mereka mulai berbicara dengan suara yang keras. Sebagian terlihat
mendukung kemenangan Juru Masak Jiu Zhong, terlebih saat melihat bahwa pelayan
yang dibawa oleh Jenderal Xu Da hanyalah seorang remaja kecil bertubuh kurus.
“Apakah anak itu benar-benar bisa memasak?” bisik seorang
juru masak bertubuh gemuk gempal pada juru masak lain di sisinya yang bertubuh
tinggi kurus.
Juru masak bertubuh tinggi kurus mengangguk setuju.
Pandangannya tertuju pada sosok Chen sementara kepalanya meneleng ke arah juru
masak bertubuh gempal yang membisikinya.
“Kau benar saudara Li Xiang. Anak itu terlihat sangat rapuh.
Kulihat ia lebih pantas menjadi seorang biksu muda daripada seorang juru masak.
Jangan-jangan ia bahkan tidak bisa memasak beras dalam jumlah banyak dengan
kedua tangannya yang sangat kecil dan kurus itu” ujar si juru masak bertubuh
tinggi kurus pada juru masak gempal yang dipanggilnya dengan nama Li Xiang.
Sudut bibirnya menyeringai membentuk sebuah senyuman mengejek.
Alis Juru Masak Li Xiang berkerut sementara kepalanya
menggeleng.
“Aku tidak berani meremehkan anak itu saudara Wang” jawab
Juru Masak Li Xiang.
Juru Masak Wang yang bertubuh tinggi kurus menoleh ke arah
Juru Masak Li Xiang. Ekspresi heran tercetak di keningnya yang lebar.
“Tapi tadi kau mengatakan, kau tidak yakin pada kemampuan
memasak anak itu” protes Juru Masak Wang setelah mendengar jawaban Juru Masak
Li Xiang.
Juru Masak Li Xiang mengangguk.
“Itu memang benar Saudara Wang” ujarnya sambil mendekatkan
kepalanya ke telinga juru masak bertubuh tinggi kurus di sisinya. “Tapi, hal
yang membuatku tidak berani meremehkan anak itu adalah keyakinan Jenderal Xu Da
membawanya untuk mengikuti sayembara ini. Jika Jenderal Xu Da sampai membawa
anak itu untuk mengikuti sayembara, maka hal itu pasti dilakukan atas dasar
keyakinan yang sangat kuat. Aku sudah lama bekerja untuk Tuan Jenderal Chang Yu
Chun dan Tuan Jenderal Chang berkali-kali mengatakan padaku bahwa hal yang
sangat hebat dari Jenderal Xu Da sangatlah banyak. Namun, dari banyak hal yang
hebat itu, ada satu yang sangat mengagumkan, yaitu insting Jenderal Xu Da yang
selalu tepat. Bukan hanya saat memimpin peperangan, tapi bahkan juga dalam
menilai bakat orang. Karena itulah, prajurit-prajurit yang dipilih oleh
Jenderal Xu Da selalu merupakan prajurit pilihan yang sangat tangguh dan berani
mati. Buktinya, semua kemenangan-kemenangan negeri kita dibawa oleh Jenderal Xu
Da dan prajuritnya bukan?”
Juru Masak Wang mendengarkan dengan seksama penjelasan dari
juru masak gempal di sampingnya sebelum kemudian mengangguk saat ia dapat
memahami kebenaran dalam kata-kata juru masak dari rumah Jenderal Chang Yu Chun
di sampingnya. Siapakah manusia di seluruh penjuru angin yang berani meremehkan
kekuatan seorang Jenderal Xu Da?. Kesadaran yang kemudian datang justru
menimbulkan debar aneh di dada Juru Masak Wang saat ia kembali melemparkan
pandang matanya ke arah sosok kecil Chen di belakang Jenderal Xu Da yang
berdiri dalam posturnya yang gagah menjulang.
Sementara itu, ucapan Perdana Menteri Hu Weiyong rupanya
telah menyulut berbagai macam reaksi di kalangan pejabat. Sebagaimana para juru
masak yang satu bagian mendukung kemenangan Juru Masak Jiu Zhong, sebagian
lainnya mendukung dibukanya kembali sayembara bagi pelayan kecil dari rumah
Jenderal Xu Da, para pejabat-pun turut terbagi menjadi beberapa kubu. Kubu yang
jelas mendukung pendapat dari Perdana Menteri Hu Weiyong, terdiri dari beberapa
menteri yang bergaul dekat dengan sang perdana menteri termasuk didalamnya
adalah Jenderal Lan Yu. Kubu lain yang lebih besar terdiri dari menteri-menteri
yang mendukung Jenderal Xu Da termasuk di dalamnya adalah Jenderal Chang Yu
Chun serta kubu terakhir yang merupakan kelompok kecil dari pejabat yang
memilih untuk tidak berpihak pada siapapun dan lebih memilih duduk dengan
tenang sambil memperhatikan hal selanjutnya yang akan terjadi.
Wajah Jenderal Xu Da telah menjadi merah saat ia mendengar
kata-kata dalam kalimat yang diucapkan oleh Perdana Menteri Hu Weiyong. Namun
ia masih berdiri diam sambil menunggu. Saat ini bukanlah bagiannya untuk
membela diri karena pada kenyataannya, ia memang telah datang terlambat membawa
Chen untuk mengikuti sayembara ini.
“Yang Mulia..mohon ijinkan hamba untuk bicara” mendadak
sebuah suara bening lain menyeru membuat semua bisik yang berdengung segera
lenyap dan semua mata menatap ke arah asal suara, termasuk Permaisuri Ma
Xiuying, tiga pangeran dan Kaisar Ming Tai Zhu.
Changyi, untuk pertama kalinya mengangkat wajahnya dan
menatap ke arah panggung, pada Pangeran Zhu Di yang telah bangkit dari posisi
duduknya dan kini telah berlutut ke arah Sang Kaisar.
Kaisar Ming Tai Zhu mengangguk ke arah putranya.
“Bicaralah Zhu Di” sahut Kaisar Ming Tai Zhu sambil menatap
putranya.
Pangeran Zhu Di membungkukkan tubuhnya ke arah Kaisar
sebelum mulai bicara.
“Terima kasih Yang Mulia. Hamba hanya ingin mengingatkan
perjanjian yang telah dibuat diantara Yang Mulia dan hamba kemarin siang saat
Yang Mulia mengatakan pada hamba tentang sayembara memasak pada hari ini” jawab
Pangeran Zhu Di kemudian. Sesaat, pandang mata pangeran yang tampan itu beralih
ke arah Jenderal Xu Da, Chen dan kemudian, sepasang matanya berhenti di
kedalaman mata Changyi yang juga tengah menatapnya. Merasakan betapa hebat
gemuruh kepedihan yang tengah ditahan oleh sang sahabat yang kini berlutut di
depan rumah panggung, di bawah terik matahari yang membuat wajah rupawan itu
memerah dengan beberapa butir keringat menitik di keningnya yang indah.
“Yang Mulia telah berjanji mengijinkan seluruh juru masak
dari semua rumah menteri dan pejabat untuk juga mengikuti sayembara ini dengan
adil. Karena itu, seharusnya, Yang Mulia tetap mengijinkan juru masak dari
rumah Paman Xu Da untuk mengikuti sayembara ini. Hamba berharap Yang Mulia
memenuhi janji pada hamba. Hal itu karena hamba ingin memberikan kesempatan
yang adil pada semua orang” lanjut Pangeran Zhu Di saat kembali menatap Kaisar
Ming Tai Zhu.
Kaisar Ming Tai Zhu mengerutkan dahinya mendengar kalimat
yang diucapkan oleh Pangeran Zhu Di. Memang benar ia telah berjanji untuk
mengijinkan semua juru masak dari seluruh rumah pejabat istana untuk mengikuti
sayembara. Dan sesungguhnya, dalam hatipun ia sangat ingin mengijinkan pelayan
kecil dari rumah Jenderal Xu Da tersebut untuk mengikuti sayembara. Bukan
semata karena ia ingin berbuat adil, namun juga karena rasa hatinya yang sangat
dekat pada Sang panglima Tertinggi. Tetapi, di sisi lain, ia juga tak dapat
menepiskan begitu saja pendapat dari Perdana Menteri Hu Weiyong. Ada kebenaran
dalam kalimat Perdana Menteri Kerajaan tersebut, terutama tentang menjaga
kehormatan dan nama baik keluarga kaisar. Jika ia membuka kembali sayembara
memasak setelah pemenangnya dipilih, tidakkah hal itu berarti ia telah menjilat
ludahnya kembali?.
“Ampuni hamba yang lancang ini Yang Mulia” suara lain
terdengar. Kali ini dari seorang berpakaian menteri yang mewah dan duduk tak
jauh dari Perdana Menteri Hu Weiyong. Ia adalah Pejabat Chen Ning yang
merupakan salah satu dari para pejabat tinggi di tubuh enam kementerian yang
dibentuk oleh Kaisar Ming Tai Zhu. Pejabat Chen Ning merupakan salah satu dari
pejabat yang dekat dengan Perdana Menteri Hu Weiyong. “Menurut pendapat hamba,
tidaklah sepatutnya jika sayembara yang telah diputuskan siapa pemenangnya
dibuka kembali. Hal itu akan sama halnya menodai kehormatan Yang Mulia Kaisar
sebagai raja yang menjadi panutan seluruh rakyat”.
“Tetapi Tuan Chen Ning” suara lain menyahut membuat semua
mata beralih pada suara baru yang muncul. “Bukankah memberikan keadilan bagi
semua orang juga merupakan bagian dari kehormatan Yang Mulia Kaisar sebagai
raja? Kita tidak bisa meminta kepada Yang Mulia Kaisar untuk menutup kesempatan
bagi semua orang secara adil karena hal itu juga akan menodai kehormatan Yang
Mulia Kaisar sebagai pelindung seluruh rakyat”
Wajah Pejabat Chen Ning terlihat memerah, demikian juga
dengan wajah Perdana Menteri Hu Weiyong. Sudut mata Perdana Menteri Hu Weiyong
melirik tajam ke arah pejabat yang telah mementahkan kalimat dari Pejabat Chen
Ning. Ia sangat mengenali pejabat tersebut. Ia adalah Pejabat Tang He. Siapapun
tahu, betapa kuat persahabatan di antara Pejabat Tang He dengan Jenderal Xu Da.
Namun, sungguh mengherankan karena Pejabat Tang He selama ini dikenal sebagai
pejabat yang tak banyak bicara dan
selalu mencari jalan aman – tidak pernah mengkritik Kaisar ataupun mementahkan
pendapat dari Kaisar bahkan meskipun jelas-jelas Kaisar Ming Tai Zhu berada
dalam posisi yang lemah pendapatnya – itu kini berani berbicara di depan orang
banyak. Apakah hal itu karena rasa persahabatan dengan Jenderal Xu Da atau
merupakan salah satu bentuk loyalitas
pada Kaisar?
“Yang Mulia, mungkin saja apa yang disampaikan oleh Pejabat
Chen Ning dan Pejabat Tang He kesemuanya memiliki nilai kebenaran. Namun, hamba
melihat bahwa sayembara ini sesungguhnya memiliki tujuan, yaitu mencari
siapakah juru masak yang bisa membuat selera makan Yang Mulia Pangeran Zhu Di
kembali. Jika sayembara kali ini bertujuan untuk mencari juru masak manakah
yang pantas untuk menjadi Kepala Dapur Istana, maka jika sayembara ini ditutup,
hal itu sudah sepantasnya karena pemenang telah dipilih. Namun, jika kita kembali
pada tujuan awal dari sayembara ini, maka selayaknya kita memberikan kesempatan
pada siapapun juru masak yang ingin mencoba untuk mengembalikan selera makan
Yang Mulia Pangeran Keempat” sahut sebuah suara lain.
Tanpa menoleh, Jenderal Xu Da segera tahu bahwa itu adalah
suara Pejabat Liau Yongzhong. Sudut bibir jenderal Xu Da mengulum sebuah senyum
mendengar pendapat dari Pejabat Liau Yongzhong tersebut. Ia tidak terlalu dekat
dengan pejabat itu, namun ia tahu, bahwa Pejabat Liau seringkali memiliki cara
pandang yang lebih baik dan lunak. Meskipun tentu saja, karena ia lebih banyak
berada di lapangan dan medan perang, maka ia tak tahu banyak tentang isi hati
dari Pejabat Liau.
“Tidakkah itu terlalu menyita waktu? Lagipula, ia hanya
seorang anak. Apakah memberi kesempatan pada seorang anak yang mungkin belum memiliki
kemampuan yang baik akan sepadan dengan banyaknya waktu yang tersita untuk
menunggui anak itu memasak sesuatu yang belum tentu bisa dimakan oleh Yang
Mulia Pangeran Zhu Di?” sebuah suara yang berat dan tegas terdengar menimpali
pendapat Pejabat Liau membuat Changyi seketika menoleh ke arah asal suara dan
menatap Jenderal Lan Yu dengan sorot mata berkilat mengisyaratkan kemarahan.
Chen melirik ke arah Changyi dan menggelengkan kepalanya.
Sebuah senyum terukir di bibirnya. Changyi menarik nafas panjang saat ia
menangkap isyarat yang disorotkan oleh Chen melalui sepasang matanya.
Sementara, ucapan Jenderal Lan Yu bagaimanapun telah mengubah rona wajah
Jenderal Xu Da membuat Sang Panglima Tertinggi tersebut mengertakkan rahangnya.
Di tempat lain, Pangeran Zhu Di menatap ke arah Jenderal Lan
Yu dengan tatapan marah, hal yang dengan jelas dapat ditangkap oleh Pangeran
Zhu Biao membuat Pangeran Mahkota itu berkerut dan untuk pertama kalinya, ia
mulai memandang ke arah Chen. Benaknya menimbang-nimbang semua pendapat dan
usulan para pejabat yang di dengarnya serta mengaitkannya dengan ekspresi marah
yang terlihat diwajah adiknya tersebut. Ia dapat melihat adanya nilai kebenaran
dalam pendapat yang dilontarkan oleh Jenderal Lan Yu, lalu, kenapa Pangeran Zhu
Di terlihat marah pada Jenderal Besar dari Kementerian Pertahanan tersebut? Tak
ada hal yang bisa dijadikan sebagai alasan bagi Pangeran Keempat untuk marah
pada Jenderal Lan Yu. Kecuali jika adiknya itu menjadi marah karena ucapan
Jenderal Lan Yu yang bernada meremehkan pelayan kecil bernama Chen dari rumah
Keluarga Xu. Tapi kenapa? Kenapa harus marah? Apakah pangeran kecil itu
mengetahui sesuatu yang tidak diketahui orang lain?
“Yang Mulia, apa yang disampaikan oleh Jenderal Lan Yu
sangat benar. Memberikan waktu pada pelayan kecil yang mungkin saja pengalaman
memasaknya belum banyak hanya akan membuang waktu dari banyak pejabat di sini.
Bukan maksud hamba meremehkan kemampuan anak itu, melainkan hamba hanya ingin
mengingatkan betapa beratnya tanggungjawab dari para pejabat yang telah hadir
di sini untuk membantu Yang Mulia Kaisar menata negara. Hamba sangat berharap
agar sayembara ini diakhiri sekarang saja karena masih banyak yang harus
dilakukan untuk rakyat di luar sana” ucap Pangeran Zhu Biao tiba-tiba membuat
semua orang kembali terkejut. Terlebih lagi Pangeran Zhu Di. Pangeran Mahkota
sangat jarang mengungkapkan pendapatnya mengenai sebuah urusan di istana dan
lebih banyak berdiam ataupun menghindar terlebih bila Kaisar Ming Tai Zhu mulai
menunjukkan sikap kerasnya dalam memerintah para pejabat dan seluruh penghuni
istana. Bilapun Pangeran Zhu Biao berbicara pada Kaisar, selalu berupa
protes-protes keras yang diungkapkan karena Sang Putra Mahkota tidak pernah
menyetujui sikap-sikap ayahnya yang dianggapnya terlalu kejam dalam memberikan
hukuman maupun menerapkan sebuah aturan. Kemudian, akhir dari protes yang
dilakukan oleh Pangeran Zhu Biao pada Kaisar akan berakhir dengan pertengkaran
hebat di antara keduanya dan selalu, setelah pertengkaran itu, Sang Putra
Mahkota akan menghilang dari istana untuk beberapa hari dan memilih membaur
dengan rakyat banyak.
Semua orang di istana, termasuk Pangeran Zhu Di sendiri
telah mengetahui tentang ketidakcocokan antara Kaisar Ming Tai Zhu dengan putra
mahkota. Sebagai Pangeran Keempat yang lebih muda, Pangeran Zhu Di selalu
mengambil sikap untuk tidak ikut campur dalam ketidakcocokan diantara ayah dan
kakaknya. Namun, untuk kali ini, kalimat yang diucapkan oleh Pangeran Pertama
itu sungguh terasa menyengat dalam pendengaran Pangeran Zhu Di membuat sang
pangeran kecil yang masih berlutut di
depan Kaisar itu menatap kakaknya dengan ekspresi sakit hati bercampur marah.
“Kakak Zhu Biao…” desis Pangeran Zhu Di dengan suara
berbisik yang disahuti Putra Mahkota dengan sebuah lirikan tajam tanpa kata.
“Menurutmu begitu? Kenapa kau mengingatkan tentang
tanggungjawab para pejabat sementara kau sendiri sering lupa pada tanggungjawab
yang diberikan oleh rakyat padamu?” tanya Kaisar Ming Tai Zhu menanggapi
kalimat putra mahkota.
Wajah putra mahkota terlihat memerah mendengar kalimat yang
diucapkan oleh Kaisar. Semburat kemarahan mulai meletik dalam hatinya. Satu hal
yang dengan jelas terasa adalah nada bicara Kaisar yang dirasakannya selalu
ketus dan tajam padanya. Sungguh berbeda dengan saat ayahnya itu berbicara
dengan Si Pangeran Kecil Zhu Di yang selalu diwarnai nada bangga dan bahkan
penuh kelembutan. Bagaimanapun, sebagai seorang anak, meskipun ia telah
memasuki usia dewasa, namun tak urung perbedaan sikap sang ayah tersebut telah
menimbulkan rasa tidak nyaman dalam hatinya, terutama di saat ia harus
berkumpul bersama di mana Kaisar dan Pangeran Zhu Di berada di dekatnya dalam
waktu bersamaan seperti sekarang. Tetapi, jika ia memasuki kehidupan dengan
tata cara seperti yang dikehendaki oleh Kaisar Ming Tai Zhu, maka itupun sangat
sulit baginya. Begitu banyak hal di istana ini yang tidak sejalan dengan
pemikiran dan rasa hatinya hingga membuatnya sering menghilang hanya untuk
mencari tempat di mana ia bisa merasa bebas. Karena itu, apakah menunjukkan
kemarahan pada saat ini adalah saat yang tepat? Ada begitu banyak pejabat, juru
masak, prajurit dan bahkan Ratu Ma Xiuying, ibunya sendiri yang tengah
menatapnya dengan raut cemas.
Pangeran Zhu Biao tidak menjawab kalimat Kaisar dan hanya
menatap sang ayah dengan sepasang mata yang tajam menghias wajah memerah.
Namun, tetap saja, hal itu telah semakin mencemaskan hati Sang Ratu.
“Kenapa kau diam Zhu Biao? Jawab aku” ulang Sang Kaisar
sambil membalas tatapan tajam putra mahkota. Suasana yang semula dipenuhi suara
dengung berbisik kini sunyi saat semua orang merasakan ketegangan di antara
ayah dan anak di atas panggung.
“Yang Mulia” hingga suara lembut dan halus Ratu Ma Xiuying
terdengar mengalun sejuk dan merdu membuat pandangan Sang Kaisar beralih ke
arah permaisurinya. “Kenapa tidak kita biarkan Pangeran Zhu Di yang menentukan
apakah pelayan dari rumah Jenderal Xu Da mengikuti sayembara atau tidak?
Bukankah sayembara ini diadakan untuk Pangeran Zhu Di? Hamba merasa sudah cukup
adil bila Pangeran Zhu Di diberikan hak untuk menentukan seseorang boleh
mengikuti sayembara atau tidak. Pertentangan pendapat dari semua orang hanya
akan membuat semakin banyak waktu yang terbuang, sehingga seperti yang
dikatakan oleh Pangeran Zhu Biao, akan banyak tanggungjawab yang tidak bisa
dijalankan”.
Suara yang sangat sejuk itu mengalir bagaikan sihir yang
membuat semua orang terdiam. Siapakah yang dapat melawan kelembutan Sang Ratu
Ma Xiuying? Bahkan seorang Kaisar Ming Tai Zhu yang sangat keras dan tak segan
bersikap kejam dalam menghukum siapapun yang bersalah pun selalu takluk di
depan Sang Ratu yang sangat cantik dan cerdas tersebut. Pangeran Zhu Di
tersenyum dan menatap ibunya dengan pandangan penuh cinta. Sementara Kaisar
Ming Tai Zhu terlihat menimbang-nimbang.
Di bawah rumah panggung, beberapa menteri terlihat menatap
ke arah Permaisuri Ma Xiuying dengan sorot tak setuju. Terutama Perdana Menteri
Hu Weiyong.
“Baiklah…” sahut Kaisar Ming Tai Zhu kemudian. Tatapannya
kini beralih ke arah Pangeran Keempat. “Zhu Di, apa keputusanmu? Apakah kau mengijinkan
anak itu untuk mengikuti sayembara ataukah sayembara dicukupkan saat ini
saja?”.
Pangeran Zhu Di membungkukkan tubuhnya ke arah Kaisar Ming
Tai Zhu.
“Yang Mulia, hamba mengijinkan anak itu untuk mengikuti sayembara.
Hamba memberikan kesempatan padanya untuk memasak dan hamba akan menilai
masakannya dengan adil sama seperti juru masak-juru masak yang lain” jawab
Pangeran Zhu Di dengan nada yang tegas.
“Baiklah” sambut Kaisar Ming Tai Zhu mengangguk.
Pandangannya kemudian tertuju pada Jenderal Xu Da yang masih berdiri tegap di
depan rumah panggung. “Kakak Xu Da, putraku Pangeran Zhu Di mengijinkan pelayan
bernama Chen itu untuk memasak”.
Jenderal Xu Da menghela nafas lega dan segera membungkukkan
tubuhnya yang tinggi dan gagah dalam-dalam diikuti oleh Changyi dan Chen.
“Terima kasih atas kemurahan hati Yang Mulia Kaisar dan
Pangeran Zhu Di” jawab Jenderal Xu Da dalam penghormatannya.
“Semoga kesehatan, panjang umur dan kejayaan selalu
menyertai Yang Mulia Kaisar dan Pangeran Zhu Di!” seru Changyi dan Chen menyambung
kalimat Jenderal Xu Da.
“Yang Mulia, jika keputusan Yang Mulia dan pangeran Zhu Di
demikian adanya, kami tentu akan sangat menghormati dan menerimanya. Namun,
bagaimanakah dengan pemenangnya nanti? Meskipun pelayan dari rumah Panglima
Tertinggi masih anak-anak, namun bukan tidak mungkin ia bisa memasak makanan
yang menimbulkan selera bagi Pangeran Keempat. Lalu, jika demikian, apakah
sayembara ini akan mengambil dua pemenang? Sangat tidak mungkin jika jabatan
Kepala Dapur Istana di pegang oleh dua orang” ucap Perdana Menteri Hu Weiyong
sambil membungkuk ke arah Kaisar. Suaranya terdengar sedikit bergetar.
“Kau benar Perdana Menteri” jawab Kaisar Ming Tai Zhu sambil
mengangguk sebelum kemudian pandangannya kembali pada Pangeran Zhu Di. “Kau
dengar apa yang ditanyakan oleh Perdana Menteri Hu Weiyong? Nah…karena kau
telah memutuskan memberi kesempatan pada pelayan bernama Chen untuk mengikuti
sayembara, seharusnya kau juga memiliki jawaban atas pertanyaan dari Perdana Menteri
Hu Weiyong”.
Pangeran Zhu Di menatap Changyi dan Chen sejenak. Betapa
ingin ia bertanya atau bicara dengan Changyi dan Chen saat ini. Namun, keadaan
yang ada sekarang sangatlah tidak memungkinkan baginya. Ia dapat meraba, bahwa
sesungguhnya hal yang dicemaskan oleh Perdana Menteri hanyalah kedudukan sebagai
Kepala Dapur Istana yang menjadi hadiah dari Kaisar. Perdana Menteri Hu Weiyong
sama sekali tidak peduli dengan selera makannya yang hilang. Bahkan mungkin,
pejabat menteri paling tinggi itu sama sekali tidak memikirkan alasan diadakannya
sayembara di taman belakang dapur istana hari ini. Ia bisa saja menggugurkan
Juru Masak Jiu Zhong sebagai pemenang dan Pejabat Kepala Dapur Istana yang baru
untuk menggantikan Kepala Dapur Istana lama yang telah lanjut usia, namun, jika
ia melakukan hal itu, maka ia akan menghadapi masalah lain. Bisakah Chen
menjadi Kepala Dapur Istana? Mungkin saja bisa tapi tidak sekarang. Tidak
disaat usianya masih begitu muda sebaya dirinya. Lagipula, yang ia butuhkan
sesungguhnya hanyalah juru masak yang bisa membuatnya makan. Seorang juru masak
yang akan memasak khusus untuknya. Bukan seorang Kepala Dapur Istana.
“Ya Yang Mulia” jawab Pangeran Zhu Di kemudian saat ia
kembali pada Kaisar Ming Tai Zhu. “Karena hamba telah memilih Paman Juru Masak
Jiu Zhong dari rumah Paman Perdana Menteri Hu Weiyong, maka hamba tidak akan
membatalkannya meskipun Juru Masak Chen dari rumah Paman Jenderal Xu Da juga
mampu memasak hidangan yang membuat selera makan hamba kembali. Jabatan sebagai
Kepala Dapur Istana yang telah dijanjikan kepada Paman Juru Masak jiu Zhong
sebagai pemenang pertama tidak akan gugur. Jika kemudian, ada pemenang lain
setelah Paman Jiu Zhong, maka hamba akan memberikan hadiah tersendiri baginya
sebagai ungkapan terima kasih hamba secara pribadi. Hamba mohon Yang Mulia
berkenan pada permintaan hamba ini”.
Arena sayembara di taman belakang istana kembali berdengung
oleh suara bisik-bisik setelah semua orang mendengar jawaban Pangeran Zhu Di.
Untuk pertama kalinya sejak memasuki arena taman, sudut bibir Changyi tertarik
menyunggingkan seulas senyum yang sangat indah. Apa yang dikatakan oleh
Pangeran Keempat benar-benar seperti yang diharapkannya. Ia sungguh tak
menginginkan Chen menjadi Kepala Dapur Istana. Bukan karena jabatan sebagai
Kepala Dapur Istana akan menempatkan Chen pada posisi yang penting di kalangan
istana, utamanya di dalam keluarga Kaisar, namun lebih karena pemahaman Changyi
akan keadaan istana yang tak semuanya lurus. Begitu banyak intrik, persaingan
dan perselisihan di dalam istana dan Changyi tak ingin Chen terlibat dalam
situasi yang sangat tidak nyaman dan berbahaya tersebut.
Di sisi lain, Perdana Menteri Hu Weiyong terlihat lega
setelah mendengar jawaban Pangeran Keempat. Demikian pula beberapa pejabat lain
yang sepihak dengan Perdana Menteri Hu Weiyong. Hal yang sangat bertentangan
dengan ekspresi Jenderal Lan Yu yang justru terlihat mengeruh. Jika Pangeran Zhu
Di tidak menggugurkan kemenangan Juru Masak Jiu Zhong namun juga tetap
membiarkan anak bernama Chen itu untuk memasak, maka hal tersebut semakin
menguatkan dugaan hatinya bahwa sang pangeran kecil yang sangat cerdas dan
banyak akal itu sungguh-sungguh merencanakan sesuatu. Atau menyembunyikan
sesuatu.
“Baiklah Zhu Di, jika itu keinginanmu. Namun, hadiah apakah
yang akan kau berikan pada anak itu jika ia bisa mengembalikan selera makanmu
yang hilang?” tanya Kaisar Ming Tai Zhu.
Pangeran Zhu Di tersenyum.
“Hamba tidak dapat mengatakannya sekarang Yang Mulia.
Biarlah Juru Masak Chen memasak lebih dulu dan bila ternyata ia memang
benar-benar berhasil menyembuhkan hamba, maka barulah hamba akan mengatakan
hadiah yang hamba sediakan” jawab sang pangeran kecil.
Kaisar Ming Tai Zhu mengangguk sebelum kemudian berpaling ke
arah Kasim Liu yang telah kembali di sisinya.
“Katakan kepada Juru Masak Jiu agar kembali ditempatnya.
Hadiah yang kujanjikan akan tetap menjadi miliknya” perintah Kaisar Ming Tai
Zhu pada kasimnya.
Kasim Liu membungkukkan tubuhnya dan berjalan ke arah Juru
Masak Jiu Zhong yang masih berlutut di sisi rumah panggung sementara Kaisar
Ming Tai Zhu kembali pada Sang Panglima Tertinggi Jenderal Xu Da.
“Kakak Xu Da dan Xu Changyi…duduklah di tempat yang telah
disediakan untuk kalian dan biarkan aku bicara pada semua orang” perintah
Kaisar pada Jenderal Xu Da yang segera membungkukkan tubuhnya dalam-dalam.
“Baik Yang Mulia” jawab Jenderal Xu Da.
Hanya butuh dua detik bagi Jenderal Xu Da untuk duduk di
tempat yang telah disediakan untuknya, tepat di sisi rumah panggung yang paling
dekat dengan Kaisar Ming. Changyi bangkit dari posisi berlututnya setelah
membungkuk pada Sang Kaisar sebelum kemudian melangkah ke arah Jenderal Xu Da
dan duduk tepat di belakangnya. Sepasang mata Changyi menatap ke arah Chen yang
kini berlutut sendirian di tengah area yang lapang di depan rumah panggung.
Rasa pedih yang sejak awal telah mengumpul di dalam hatinya, kini menggulung
semakin hebat saat ia memandang sosok kecil Chen yang berlutut sendirian di
bawah terik matahari karena area terbuka itu lepas dari naungan pepohonan maple
yang menaungi bagian lain taman belakang dapur istana tersebut. Ia telah
berjanji untuk melindungi Chen dalam keadaan apapun. Namun, ternyata mewujudkan
janjinya itu bukanlah hal yang mudah. Lihat saja sekarang. Ia bahkan tidak
memiliki daya apapun untuk mengubah kenyataan bahwa Chen, saudaranya, telah
berposisi sebagai pelayannya. Dan sebentar lagi, saat adiknya itu selesai
memasak, maka kedudukan sebagai pelayan itu akan dikukuhkan di depan semua
pejabat dan Kaisar Ming Tai Zhu. Lalu, setelah itu, segalanya akan berubah.
Rasa persaudaraan yang sangat erat di antara mereka hanya akan tinggal sebuah
rasa di dalam hati. Ia tak akan bisa memeluk dan berbicara dengan Chen dengan
bebas seperti dulu karena dimanapun mereka berada, ia akan dikenal sebagai Tuan
Muda Xu dari keluarga Jenderal Xu Da sementara Chen akan dikenal sebagai
pelayannya. Orang yang akan duduk di bawahnya, membungkukkan tubuh ke arahnya
dan melayani seluruh kebutuhannya. Bahkan, ia tidak akan pernah lagi mendengar
mulut mungil Chen memanggilnya dengan sebutan ‘Kakak’ sebagaimana biasanya.
Segera setelah sayembara ini selesai, Chen akan harus memanggilnya ‘Tuan Muda’
dalam keseharian.
Changyi menengadahkan wajahnya yang rupawan ke langit. Kedua
matanya memejam erat, berharap agar airmata yang begitu berat menggantung tak
akan turun dan membuat semua orang tahu gemuruh kepedihan yang sekarang tengah
mengguncangnya. Mengapa Thian menjadikan takdir seperti ini? Sungguh, apa yang
kini harus dihadapi oleh dirinya dan Chen seperti sebuah lelucon yang sangat tidak
lucu. Changyi ingin berteriak dalam marah dan sedihnya yang memuncak, bertanya
pada Sang Penguasa Langit dan Bumi. Mengapa mereka harus menjalani takdir yang
begitu menyedihkan? Kenapa?
“Sebagaimana permintaan dari Permaisuri Ma Xiuying yang
mengingatkanku bahwa sayembara ini diadakan untuk menyembuhkan sakit putraku
Pangeran Zhu Di, sehingga keputusan apakah sayembara ditutup ataukah dibuka
untuk pelayan dari rumah Jenderal Xu Da ada di tangan putraku Pangeran Zhu Di.
Kemudian, sebagaimana yang kalian semua dengar bahwa putraku Pangeran Zhu Di telah
memutuskan memberikan kesempatan pada Pelayan Chen untuk memasak dengan janji
jika Pelayan Chen bisa mengembalikan selera makan Pangeran Zhu Di yang hilang,
maka putraku Pangeran Zhu Di sendiri yang akan memberikan hadiahnya sedangkan
pemenang sayembara ini tetap diberikan kepada Juru Masak Jiu Zhong dari rumah
Perdana Menteri Hu Weiyong. Aku ingin apa yang diputuskan oleh putraku Pangeran
Zhu Di akan dihormati sebagai keputusanku serta sebagai wujud pengabdian kalian
padaku” sabda Kaisar Ming Tai Zhu dengan suara keras penuh wibawa.
Seluruh pejabat, menteri dan jenderal bangkit dari duduk
mereka dan membungkuk ke arah Kaisar Ming Tai Zhu begitu Sang Kaisar telah
selesai berbicara. Demikian pula semua pelayan, juru masak dan prajurit yang
ada di area taman belakang dapur tersebut.
“Kami akan selalu melaksanakan perintah Yang Mulia Kaisar.
Semoga Kaisar selalu dalam kejayaan, kesehatan dan umur panjang” ucap Perdana
Menteri memimpin seluruh pejabat kerajaan menjawab perintah Sang Kaisar.
“Jayalah selalu Yang Mulia Kaisar Ming Tai Zhu!!” sahut semua
orang membentuk sebuah gaung yang serempak dan takluk.
Kaisar Ming berpaling ke arah Chen yang berlutut di tengah
taman di depan rumah panggung.
“Nah, Pelayan Chen!” panggil Kaisar Ming Tai Zhu pada Chen
membuat remaja itu segera membungkukkan tubuhnya dalam-dalam pada Kaisar. “Kau
telah mendapat kesempatan dari putraku Pangeran Zhu Di untuk mengikuti
sayembara. Karena itu kuperintahkan padamu untuk mulai memasak sekarang!”.
Chen menjatuhkan kepalanya ke lantai taman yang terbuat dari
lempengan batu hitam berkilat sebagai penghormatan pada Kaisar dan Pangeran Zhu
Di.
“Terima kasih kepada Yang Mulia Kaisar dan Yang Mulia
Pangeran Zhu Di atas kesempatan yang diberikan pada hamba untuk mengikuti
sayembara ini. Lalu, hamba akan melaksanakan perintah Yang Mulia Kaisar
sekarang” sahut Chen saat bangun dari sujudnya.
Kasim Liu berjalan ke arah Chen dan membawa remaja kecil itu
ke meja kosong yang tersisa dan belum
digunakan oleh juru masak lain sehingga semua bahan makanan yang ada di atas
meja kayu tersebut masih lengkap. Semua mata, termasuk dua pasang mata jernih
dan bening milik Pangeran Zhu Di dan Changyi tertuju pada gerak Chen, si remaja
kecil yang mulai dengan cepat memilah dan memilih di antara bahan-bahan yang
ada di atas meja.
Sementara, seluruh juru masak, termasuk Juru Masak Jiu Zhong
memperhatikan Chen dengan seksama. Beberapa di antara mereka terlihat begitu
tegang.
Sekali lagi, suasana di area taman belakang dapur istana
menjadi tenang. Semua orang menunggu apa yang akan ditampilkan oleh remaja
kecil yang terlihat rapuh dalam usahanya untuk mengikuti sayembara dan
menyembuhkan sakit Pangeran keempat.
************