Sudut istana itu terlihat sunyi. Desah suara
angin pagi buta semakin menguatkan kelengangan tempat yang menjadi pusat
penyimpanan senjata tersebut. Cahaya temaram yang berasal dari lampu minyak di
beberapa tempat belum mampu memberikan penerangan yang cukup pada bentangan
rerumputan yang basah oleh embun malam di atas tanah. Demikian pula lampu-lampu
kertas yang tergantung di langit-langit bangunan gudang senjata yang semakin
lama cahayanya justru semakin meredup setelah memerangi kegelapan malam.
Dan di atas tanah
berselimut rumput basah yang masih gelap itulah dua sosok tubuh berselubung
jubah panjang hitam tersebut berdiri. Satu sosok bertubuh tinggi dan gagah
terlihat berdiri dengan sikap waspada memperhatikan ke sekeliling penjuru sudut
istana sementara sosok lain yang bertubuh lebih pendek berdiri dalam jarak
beberapa langkah di belakang sosok gagah yang lebih dulu tiba dan turut pula
memperhatikan kesunyian tempat di sudut istana yang jarang diambah oleh manusia
selain para prajurit tersebut.
“Tuan Muda Xu
Changyi…sepertinya, kita telah terlambat” bisik sosok bertubuh lebih pendek
pada lelaki gagah dalam balutan jubah panjang di depannya.
Changyi mengedarkan
pandangannya dan segera membenarkan perkataan lelaki di belakangnya. Terdengar
suara desah berat dari dada pemuda tersebut. Tempat ini sungguh sunyi dan sama
sekali tak terlihat tanda adanya kegiatan manusia.
Ke mana para prajurit
dan Jenderal Lan Yu? Di mana pula tubuh adiknya?. Kelengangan yang terasa
mencekam seolah membisikkan bahwa pelaksanaan hukuman yang dilakukan di tempat
ini beberapa saat lalu tak pernah terjadi.
Changyi berjalan
pelan seraya sedikit membungkukkan tubuhnya memperhatikan hamparan rumput di
bawah kakinya. Kesunyian yang ia lihat memang seperti menyembunyikan apa yang
baru saja terjadi di tempat ini, namun ia merasakan hal lain yang memberinya
keyakinan bahwa pelaksanaan hukuman mati pada satu-satunya saudara sejiwanya
telah terjadi di tempat ini.
Aroma amis darah
terasa membungkus udara di sekitar tempat ini. Changyi bisa menciumnya dengan
sangat jelas. Aroma darah itu bercampur dengan aroma lain yang terasa tajam
membuat benak Changyi membayangkan semangkuk racun kuat semakin alat untuk
membunuh saudara sejiwanya.
Dada Changyi telah
bergolak demikian keras sementara langkah kakinya bergerak lamat menapaki tiap
jengkal rerumputan di bawah kakinya mencari-cari jejak darah yang membuat
jantungnya serasa hendak meledak oleh kepedihan.
“Tuan Muda
Xu…sepertinya di sini” ujar lelaki yang
dengan setia mengikuti Changyi di belakang pemuda itu.
Changyi menoleh ke arah
lelaki yang berjalan beberapa langkah darinya.
“Paman Bohai
menemukannya?” tanya Changyi seraya bergerak mendekat.
“Benar Tuan Muda”
Perwira Bohai mengangguk seraya menunjuk hamparan rumput tepat di bawahnya.
“Lihatlah, rumput pada bagian ini terlihat rusak. Juga percikan darah di
atasnya”.
Changyi menatap ke
arah rumput yang ditunjuk oleh Perwira Bohai dan segera menemukan apa yang
dimaksud oleh prajurit setia itu. Rerumputan tepat depan kaki mereka tersebut
terlihat rusak. Cahaya samar lampu minyak yang memancar telah cukup membantu
kedua mata Changyi untuk melihat bagian rumput yang rebah dan sebagian lagi
justru tercabut dari tanah. Tampaknya, sesuatu yang berat dan sebuah kegiatan
yang melibatkan banyak orang dengan mengeluarkan tenaga yang besar telah terjadi
di tempat itu membuat kedua mata Changyi seketika berkaca-kaca.
Apa yang dapat ia
bayangkan dari keadaan rumput yang rusak itu hanyalah adiknya yang terikat di
atas tanah dalam keadaan tertelungkup dan beberapa prajurit memukulinya dengan
menggunakan potongan kayu atau besi yang keras. Ia pernah melihat hukuman
seperti itu sebelumnya. Orang yang
dianggap bersalah akan dipukul dengan kayu atau besi oleh beberapa prajurit
dalam keadaan terikat dan mulut di sumpal oleh kain sehingga tidak dapat
berteriak kesakitan. Ada yang dipukul sampai mati namun ada pula yang hanya
dipukul beberapa saat sebelum kemudian dipenggal, digantung, diseret dengan
kuda atau dijejali racun. Seringkali, keadaan penjahat yang telah lemas karena
banyaknya pukulan keras yang diterimanya membuat si penjahat itu tak lagi mampu
mengeluarkan suara meskipun kain penyumpal mulutnya telah dibuka.
Changyi berlutut saat
ia menemukan genangan kecil darah di atas rerumputan. Ujung jari telunjuk
pemuda itu terlihat bergetar saat menyentuh genangan kecil darah di atas
rumput. Seberapa parah luka yang di alami oleh adiknya sebelum racun mengakhiri
hidup saudaranya itu?.
“Tapi…ke mana mereka
membawa tubuh Adik Chen?” tanya Changyi tanpa menoleh ke arah Perwira Bohai di
belakangnya. “Mestinya tubuh Adik Chen masih ada di sini”.
“Sepertinya kita
harus mencari tahu ke mana Jenderal Lan Yu memerintahkan prajuritnya untuk
membawa tubuh Tuan Chen. Apakah Tuan Muda Xu mengijinkan saya untuk memeriksa
ke barak prajurit khusus?” jawab Perwira Bohai menawarkan.
Changyi berdiri dan
berbalik ke arah prajurit yang selalu mengikutinya kemanapun itu. Sekilas kilat
tajam terlihat di sepasang mata indah pemuda itu membuat hati Perwira Bohai
terasa berdesir. Tampaknya pemuda rupawan yang selalu terlihat bersinar dan
ceria itu kini sungguh-sungguh terluka.
“Jenderal Lan Yu…”
desis Changyi dengan suara dalam. “Paman Bohai tidak perlu melakukan hal itu.
Biar aku sendiri yang akan menemuinya”.
Perwira Bohai menatap
Changyi dengan kening berkerut. Meski wajah pemuda di depannya itu masih tetap
rupawan, namun ia dapat melihat kilatan tajam serupa petir di sepasang mata
yang biasa bening dan berbinar itu. Dan hal itu membuat Perwira Bohai merasa
cemas. Ia telah mengikuti Jenderal Xu Da demikian lama, bahkan sejak ia masih
remaja karena Jenderal Xu Da-lah yang telah menemukannya saat ia hanyalah
seorang prajurit penjaga pintu gerbang istana yang tak pernah dilihat dua kali
oleh siapapun. Karena itu, saat kemudian Jenderal Xu Da mengambil Changyi
sebagai putra angkat dan ia mendapat tugas dari sang panglima tertinggi
kerajaan itu untuk selalu mengawal Changyi terutama dalam saat-saat yang
genting hingga waktu sekarang, hingga sedikit banyak ia telah memahami pemuda
yang telah menjadi pusat perhatian semua orang terutama para gadis dan wanita
di seluruh penjuru mata angin tersebut. Apa yang dilihatnya saat ini bukanlah
sebentuk keramahan hati seorang pemuda seperti yang biasa terlihat dalam kesehariannya.
Kilatan petir di kedalaman sepasang mata pemuda itu jelas mengisyaratkan
kemarahan.
Kemarahan yang
berbalut dendam oleh kepedihan yang menggulung batin pemuda itu tanpa ampun!
Dan bukanlah hal yang
baik jika Changyi bertemu dengan Jenderal Lan Yu dalam balutan api dendam seperti itu. Terlebih
karena ia tahu seburuk apa hubungan antara Jenderal Lan Yu dengan Jenderal Xu
Da sejak Kaisar Hongwu mengangkat Jenderal Xu Da sebagai panglima tertinggi
kerajaan.
“Tuan Muda…saya kira,
menemui Jenderal Lan Yu secara langsung bukanlah hal yang baik karena saya
yakin dia tidak akan mengatakan yang sesungguhnya terlebih Jenderal Lan Yu tahu
bahwa Tuan Muda Xu adalah putra dari Jenderal Xu Da. Saya bermaksud pergi ke
barak prajurit khusus adalah karena saya tahu akan lebih mudah mendapatkan
keterangan tentang apa yang terjadi di tempat ini” ujar Perwira Bohai seraya
menatap pemuda di depannya.
Changyi menghela
nafas sesaat. Ia mengerti pada kebenaran yang ada dalam kalimat Perwira Bohai.
Adalah hal yang sulit untuk mendapatkan keterangan dari Jenderal Lan Yu
terlebih dengan buruknya hubungan antara jenderal dari Kementerian Pertahanan
itu dengan ayahnya. Kesadaran
“Saya mengenal
beberapa prajurit khusus Tuan Muda. Dan saya yakin mereka pasti bisa membantu
kita. Sekarang lebih baik kita…”
“Hei!...siapa di
sana!” sebuah suara bentakan keras menghentikan kalimat Perwira Bohai dan
mengejut kedua orang yang tengah berdiri di atas rumput bernoda darah tersebut.
Perwira Bohai menoleh
ke arah asal suara dan melihat seorang prajurit yang berdiri tegak di sudut
bangunan barak senjata. Satu tangan prajurit itu memegang sebuah obor minyak
yang diangkat tinggi-tinggi. Tampaknya prajurit itu adakah seorang prajurit
yang tengah mendapat tugas berjaga di barak senjata tersebut. Perwira Bohai
membuka mulut bersiap untuk bersuara menjawab bentakan dari prajurit jaga di
sudut bangun barak namun mendadak sebuah desiran angin bersiut sesaat. Hanya
sedetik dan pada detik selanjutnya Perwira Bohai melihat si prajurit jaga yang
membentak mereka itu telah terhimpit ke dinding barak sementara Changyi yang
masih tersembunyi di balik jubah hitamnya berdiri di depan prajurit tersebut.
Satu tangan pemuda itu mencengkeram leher si prajurit dalam bentuk cakar yang
kuat membuat si prajurit mengeluarkan suara tercekik.
“Katakan di mana
kasim yang baru saja dihukum mati di tempat ini!” desis Changyi dengan suara
tajam dan dalam.
“Ss…siapa kau?” suara
si prajurit nyaris tak terdengar karena cekikan keras di lehernya.
Pertanyaan yang fatal
karena suasana hati Changyi yang sangat buruk membuat pemuda itu tak lagi
memiliki kesabaran dan belas kasih. Hanya setengah detik setelah si prajurit
mengeluarkan suaranya, mendadak terdengar suara berderak keras saat satu tangan
Changyi yang bebas menyentakkan tangan kanan si prajurit hingga lepas dari
sambungannya. Si prajurit jaga yang malang itu berteriak setinggi langit ketika
sengatan rasa sakit luar biasa menyerang lengannya. Namun cekikan kuat di
lehernya membuat suara jeritan si prajurit teredam di ujung tenggorokan dan
hanya menyisakan seraut wajah pias serta sepasang mata yang membeliak nanar.
“Jawab saja apa yang
kutanyakan!” bentak Changyi seraya mengetatkan cekikannya.
“Tuan Muda…saya mohon
bersabarlah. Jika dia mati, akan timbul masalah baru karena barak senjata ini
adalah wilayah tugas Jenderal Lan Yu” bisik Perwira Bohai yang telah berada di
sisi Changyi. Satu tangan prajurit setia itu memegang tangan Changyi yang
tengah mencengkeram leher si prajurit jaga dengan kuat.
Namun, Changyi yang
kini berada di sisi Perwira Bohai bukan lagi pemuda rupawan yang selama ini
dikenal Perwira Bohai sebagai seorang pemuda yang cerdas dan berhati baik.
Pemuda yang kini berdiri di sisinya adalah seorang lelaki muda yang tengah
gelap oleh kedukaan dan kemarahan sehingga apapun kalimat yang diucapkan oleh
Perwira Bohai hanyalah hembusan angin yang bertiup tanpa arti. Melihat bahwa
pemuda di sisinya telah digelapkan oleh kemarahan, perwira yang setia itu
mengulurkan tangannya dan memegang dagu prajurit yang mengerut kesakitan oleh
cekikan kuat Changyi di lehernya kemudian mengarahkan wajah si prajurit yang
sial itu ke arahnya.
“Dengar!..jika kau
masih ingin hidup, jawab saja pertanyaannya!” tegas Perwira Bohai membuat si
prajurit sedikit membeliakkan sepasang matanya yang mulai memerah oleh rasa
sakit.
“Bb..baik..baik” terdengar
suara si prajurit yang kesakitan seraya berusaha menganggukkan kepalanya.
Setitik darah mulai mengalir dari mulutnya. Namun, jawaban yang diberikannya
membuat cengekeraman jemari tangan Changyi sedikit mengendur. Si prajurit
menggunakan kesempatan itu untuk memenuhi ruang dadanya yang sesak karena
nafasnya yang nyaris terputus.
“Di mana kasim yang
dihukum mati di sini?” Changyi mengulangi pertanyaannya. Suaranya masih
terdengar tajam meski nadanya telah sedikit mengendur, tak lagi berupa bentakan
seperti sebelumnya.
“It..itu…kasim itu,
Pangeran Keempat membawanya” jawab si prajurit membuat Changyi dan Perwira
Bohai terkejut. “tepat setelah kasim itu meminum racunnya, Pangeran Keempat
datang bersama dan langsung membawanya pergi”
Cengkeraman tangan Changyi pada leher si
prajurit seketika terlepas. Si prajurit yang telah terbebas menatap ke arah
Changyi dan sedikit merendahkan kepalanya berusaha mengintip wajah di balik
jubah hitam yang menutup kepala lelaki di depannya. Namun, belum lagi ia
berhasil mengenali wajah di balik jubah hitam penutup kepala itu, mendadak
sosok lelaki yang nyaris mengakhiri hidupnya di pagi buta itu telah melesat
lenyap dari hadapannya dan hanya meninggalkan suara siuran angin tajam sekilas
serta aroma harum semerbak. Kening si prajurit mengerut saat ia mencium aroma
harum yang ditinggalkan oleh sosok lelaki berbalut jubah yang semula berdiri di
depannya. Aroma harum seperti yang dihirupnya sekarang demikian halus namun tak
hilang meski si pemilik keharuman itu telah pergi. Dan keharuman yang melekat
seperti ini hanya dimiliki oleh beberapa orang saja. Alis si prajurit turut
mengerut ketika ia mencoba mengingat-ingat sosok bangsawan yang memiliki
keharuman seperti yang dihirupnya sekarang ini, namun beberapa saat kemudian,
lelaki yang sedikit kurus itu mendesah.
“Siapa dia? Aku
seperti pernah mencium wangi tubuh yang seperti ini. Tapi aku lupa siapa
orangnya” gumamnya. Sepasang matanya menatap arah di mana sosok Changyi
menghilang beberapa detik lalu.
“Sudahlah..sebaiknya
kau pergi dan lanjutkan tugasmu” ujar Perwira Bohai sedikit membentak
mengejutkan si prajurit jaga. “Dan ingat!..jangan mengatakan pada siapapun
perihal kami. Jika kau melaporkan keberadaan kami, maka kami berdua akan
kembali dan emmbunuhmu. Kau mengerti?!”.
“Up..itu..baik..baik
Tuan” jawab si prajurit jaga mengangguk takut. Kakinya surut beberapa langkah
ke belakang untuk membuat jarak dengan Perwira Bohai. Kedua mata prajurit itu
menatap Perwira Bohai yang tersembunyi di balik jubahnya sesaat kemudian
tiba-tiba tangan kanannya menunjuk ke depan. “Tuan..Tuan..suara Tuan, aku tahu!
Tuan adalah…”
“Plakk!” sebuah
tamparan keras yang tiba-tiba mendarat di pipi si prajurit jaga memutus kalimat
lelaki itu dan membuatnya terpelanting pingsan seketika.
Sunyi menyelimuti
sudut istana di sisi barak senjata sementara sosok Perwira Bohai telah lenyap
dari tempatnya. Meninggalkan tubuh prajurit jaga yang tergeletak pingsan.
*********