Dan semenjak hari pertama pertemuan itu,
Changyi terus berlatih di depan Pangeran Zhu Di yang juga secara rutin datang
ke Taman Maple untuk bertemu dan melihat remaja dari sekolah calon prajurit
khusus yang telah menarik perhatiannya. Bahkan, setelah beberapa kali bertemu,
pada akhirnya, sang pangeran keempat itupun turut berlatih bersama dengan
Changyi sehingga keakraban di antara keduanya menjadi semakin erat.
Namun, dengan seringnya Changyi menghilang dari
arena sekolah di saat ada waktu luang pada akhirnya menimbulkan kecurigaan di
antara siswa-siswa calon prajurit khusus lainnya sehingga kemudian, pada suatu
sore, di saat Changyi tengah duduk di Taman Maple dan menunggu kedatangan
Pangeran Zhu Di, mendadak bermunculan siswa-siswa calon prajurit khusus yang
ternyata mengikuti gerak Changyi secara diam-diam. Fengyin dan keempat adiknya
terlihat turut serta di antara anak-anak remaja yang berjumlah hampir dua
puluhan tersebut. Changyi sangat terkejut dan seketika bangkit berdiri.
“Ternyata kau di sini rupanya! Pantas saja kau
menghilang setiap kali sore datang. Apa yang kau lakukan di sini? apakah kau
sedang merencanakan kecurangan di ujian final seminggu lagi?!” tanya Fengyin
dengan nada tajam.
Changyi menatap Fengyin dan saudara-saudaranya
dengan alis berkerut. Ia sungguh tidak mengerti, hal apa sebenarnya yang
membuat Fengyin membencinya. Ia sama sekali tidak pernah merasa telah melakukan
hal-hal yang salah dengan anak yang sangat berkuasa di sekolah calon prajurit
khusus itu.
“Aku tidak mengerti apa yang kau katakan” sahut
Changyi dengan nada yang tenang. “Aku tidak akan melakukan kecurangan seperti
yang selalu di lakukan oleh dua adikmu itu”.
Dingziang dan Baozhai memerah wajah mereka saat
merasa ucapan Changyi seperti sebuah sindiran yang tajam. Keduanya segera
merangsek mendekati Fengyin.
“Kakak, dia pasti sedang merencanakan kecurangan.
Kami tidak mungkin salah!...kalau tidak, bagaimana mungkin dia bisa mendapatkan
buku tentang strategi perang yang sealu di bacanya itu? Tidak semua orang bisa
mendapatkan buku seperti itu bukan?!” seru Dingziang sambil menunjuk ke arah
Changyi.
Fengyi menatap adiknya dengan alis berkerut.
“Buku strategi perang? Apa benar dia memiliki buku
seperti itu?” tanya Fengyin dengan wajah memerah. Sebagai anak angkat Jenderal
Lan Yu, ia telah beberapa kali menanyakan tentang buku strategi perang pada
ayah angkatnya, namun Jenderal Lan Yu belum pernah sekalipun memberikannya
dengan berbagai alasan. Dan kini, mendengar bahwa Changyi memiliki buku
tersebut membuat Fengyin merasa sungguh panas dan tersaingi.
“Kalau Kakak tidak percaya, geledah saja dia” sahut
Baozhai sambil menyikut lengan Fengyin dengan maksud meyakinkan.
“Benar Kakak, geledah saja dia. Buku itu pasti ada
bersamanya. Mungkin dia mencurinya dari perpustakaan istana” sambung Dingziang
penuh semangat.
Fengyin menatap Changyi tajam. Sementara
siswa-siswa lain yang menggabung dengan Fengyin bersaudara saling pandang.
Sebagian lain terlihat bingung karena sesungguhnya, hati mereka berpihak pada
Changyi, namun teramat takut untuk menentang lima bersaudara yang terlihat
sangat berkuasa di sekolah.
“Apa benar kau memiliki seperti itu? Jika benar
cepat keluarkan! Buku itu hanya diperuntukkan bagi para pangeran dan bukan
untuk pelayan pengurus kuda sepertimu” cetus Fengyin dengan nada tajam.
Sepasang matanya berkilat-kilat penuh dengki.
Changyi mengerutkan alisnya yang indah.
“Buku apa yang kalian maksud? Aku tidak pernah
mengambil buku apapun yang bukan milikku” sahut Changyi sambil menatap Fengyin.
Ia hanya menatap dengan pandangan wajah, namun di mata Fengyin yang hatinya
telah memanas, tatapan mata Changyi di rasakan sebagai sebuah sorot yang tajam
menusuk.
“Nak Kakak!...lihat dia tidak mau mengakuinya!”
teriak Baozhai sambil menunjuk Changyi. “Bukankah semua maling selalu tidak mau
mengakui perbuatannya?”
Wajah Changyi memerah sementara Fengyin terlihat
semakin terbakar mendengar jawaban Changyi dan seruan adiknya.
“Apakah kau masih tidak mau mengakuinya?” tanya
Aiguo sambil tersenyum sinis. “Aku sudah tahu bagaimana masa lalumu sebelum kau
menjadi pengurus kuda di rumah Jenderal Xu Da. Kau dan saudaramu hanyalah
pencuri beras di rumah penduduk desa. Benar begitu bukan?”
Changyi terkejut mendengar kata-kata Aiguo
demikian juga Fengyin dan semua yang ada di Taman Maple tersebut.
“Adik Aiguo, apakah itu benar?” tanya Congmin
sambil merangsek ke arah Aiguo. “Bagaimana kau bisa tahu?”
“Ya Kakak, itu memang benar. Aku mendengarnya dari
beberapa prajurit ayah angkat yang melihat sendiri saat dia dan saudaranya di
kejar oleh penduduk desa karena ketahuan mencuri beras lalu Jenderal Xu Da
menyelamatkannya dari kemarahan penduduk desa yang akan menghanyutkan mereka ke
Sungai Kuning. Itulah yang kudengar. Bahkan ayah angkat sendiri membenarkan
cerita tersebut” jawab Aiguo sambil mencibir sinis.
“Oh…ternyata kau memang hanya seorang pencuri
tengik. Jadi sudah jelas kau pasti mencuri buku yang sangat berharga itu” ucap
Dingziang dengan nada penuh kemarahan. Kepalanya kemudian berpaling pada
Fengyin. “Kakak!, lebih baik kita geledah saja dia sekarang!”.
“Itu benar!...geledah saja dia!” teriak Congmin.
Pandangannya beredar pada semua siswa calon sekolah prajurit yang telah berdiri
di belakang mereka. “Apa yang kalian tunggu? Cepat rangsek dia dan belenggu
agar dia tidak bias bergerak!”.
Fengyin membuka mulutnya siap untuk bicara namun,
belasan remaja calon prajurit khusus yang semula berdiri di belakangnya telah
menyerbu ke depan, ke arah Changyi yang seketika menjadi waspada. Pemuda
berparas rupawan itu mengambil beberapa langkah surut ke belakang. Ia sungguh
tidak ingin berkelahi dengan teman-teman satu sekolah calon prajurit karena ia
tahu, hal itu menyalahi aturan tata tertib yang pernah di sampaikan oleh guru
pengajar pada mereka. Namun kemudian, bongkahan batu taman di belakang Changyi
yang semula digunakannya untuk duduk menunggu Pangeran Zhu Di, menghalangi
langkahnya untuk terus surut ke belakang, sehingga ia tak bisa menghindar
ketika belasan anak-anak calon siswa prajurit berhasil mencapai tempatnya
berdiri dan kemudian mereka membelenggunya beramai-ramai. Changyi tahu, ia bisa
melepaskan diri dari belenggu teman-temannya tersebut. Tapi, jika ia
melakukannya, maka satu atau dua temannya pasti akan terluka sementara ia tahu,
mereka semua sesungguhnya tidak bersalah dan hanyalah terpengaruh oleh Fengyin
serta adik-adiknya atau karena dorongan rasa takut dan tidak berdaya pada
kekuasaan yang ditunjukkan oleh Fengyin bersaudara di sekolah calon prajurit
khusus. Karena itu, Changyi memilih menyerah saat teman-temannya membelenggunya
di pinggir batu.
“Nah, sekarang geledah dia!” perintah Dingziang
dengan suara keras penuh semangat.
“Apa yang kalian lakukan?!” teriak Changyi pada
akhirnya saat beberapa anak mulai mengulurkan tangannya menyentuh permukaan
bajunya membuat teman-teman Changyi tersebut seketika mengurungkan tangan
mereka dengan ekspresi takut dan serba salah. “Kalian tidak punya hak
menggeledah tubuhku!. Aku tidak mencuri apapun dari kalian atau dari
siapapun!”.
“Jangan dengarkan dia!” bantah Congmin keras.
“Cepat geledah pencuri itu!”.
Namun anak-anak yang berada di sekitar Changyi dan
memegangi tubuh serta lengan-lengan Changyi hanya diam tak bergerak. Beberapa
anak lain yang berdiri di depan Changyi justru kemudian tertunduk dengan
ekspresi bingung sekaligus takut. Apa yang mesti mereka lakukan sekarang?
mereka sangat takut pada fengyin dan empat adik-adiknya. Namun mereka juga
merasa segan pada Changyi. Sesuatu dalam mata remaja yang rupawan itu selalu
membuat mereka percaya bahwa Changyi berkata benar.
“Kenapa kalian malah diam?!” bentak Dingziang.
Sepasang matanya melotot nyaris keluar dari rongganya saat ia menatap anak-anak
yang diam terpaku di sekitar Changyi. “Apa kalian takut padanya? Pada pencuri
itu?!”
“Kenapa tidak kau saja yang menggeledah dia? Biar
kami yang memeganginya!” jawab salah satu anak yang berada tepat di sisi
Changyi. Tangannya yang memegang lengan kiri Changyi terlihat sedikit gemetar
sementara ia mencengkeram lengan Changyi kuat-kuat.
Sepasang mata Dingziang semakin melotot sementara
raut wajahnya memerah. Ia merasa sedikit malu, namun harga dirinya menolak
untuk menunjukkan rasa malu tersebut.
“Berani sekali kau menyuruhku!” bentak Dingziang
pada anak yang berada di sisi sebelah kiri Changyi dan baru saja mengucapkan
kalimatnya. Tubuh Dingziang telah bersiap untuk menerjang anak tersebut namun
sebuah tangan mencengkeram lengannya kuat-kuat membuat Dingziang tersentak dan
menoleh ke belakang.
“Kakak?! Biar aku menghajar anak yang tak tahu
sopan itu!” protes Dingziang pada Fengyin yang telah mencegahnya untuk
menyerang anak yang baru saja menyuruhnya menggeledah Changyi. “Berani sekali
dia menyuruhku! Memangnya dia pikir, siapa dia?!”.
Namun Fengyin menggelengkan kepalanya. Sepasang
matanya tajam tertuju pada Changyi yang juga tengah menatap ke arahnya.
“Jangan pedulikan si bodoh itu” tukas Fengyin pada
Dingziang. “Dia sama sekali tidak penting”.
“Tapi Kakak…?!” protes Dingziang yang merasa malu
dan tidak terima.
“Geledah pelayan tukang kuda itu. Aku ingin tahu
apakah dia benar-benar telah mengambil buku strategi perang” perintah Fengyin
tanpa mendengarkan protes dari Dingziang. Sudut matanya melirik ke arah Aiguo.
“Aiguo!...bantu Dingziang menggeledah pelayan itu!”.
“Baik Kakak!” jawab Aiguo mengangguk dan segera
melesat ke depan membuat Dingziang mau tak mau mengikuti dibelakangnya.
Changyi menatap Aiguo dengan tajam namun
sepertinya Aiguo sengaja menghindari pandangan mata Changyi yang akan membuatnya
merasa berdebar dan seolah ingin takluk. Remaja bertubuh tinggi dan sedikit
kurus itu segera mengulurkan tangannya ke arah tubuh Changyi, meraba di balik
pakaian yang dikenakan oleh Changyi dengan gerak kasar. Changyi menggertakkan
giginya menahan marah yang terasa menyengat. Ia harus bersabar demi siswa-siswa
lain yang sesungguhnya tidak bersalah dan hanya terpengaruh atau takut pada
Fengyin bersaudara. Pandangan mata Changyi justru kemudian tertuju pada
Dingziang yang hanya berdiri di belakang Aiguo. Dan sebagaimana Aiguo,
Dingziang juga memalingkan wajahnya hingga tidak bertemu mata dengan Changyi.
Hingga sesaat kemudian,
“Aku mendapatkannya!” teriak Aiguo sambil
mengacungkan sebuah buku bersampul kulit kayu yang diambilnya dari balik
pakaian Changyi di bagian pinggang. “Lihat!...inilah buku strategi perang yang
selalu dibacanya!”.
Semua mata yang melihat buku di tangan Aiguo
terbelalak. Fengyin menatap Changyi dengan raut wajah kelam membesi oleh amukan
rasa iri dan cemburu. Buku strategi perang adalah sebuah buku yang sangat
penting dalam bidang keprajuritan. Tidak semua orang bisa mempelajari buku
tersebut. Hanya para jenderal dan pangeran saja yang bisa mempelajari buku
tersebut karena buku strategi perang mengupas tentang tata perang, tata keprajuritan,
mengetahui strategi musuh, sandi-sandi rahasia dalam peperangan, ilmu
mata-mata, serta rahasia mengendalikan ribuan prajurit dalam sebuah peperangan.
Bisa dikatakan, buku tersebut merupakan nyawa di tubuh pertahanan sebuah negara
atau kerajaan. Tidak semua orang bisa mempelajari buku tersebut karena di
khawatirkan akan di salah gunakan hingga bisa memicu pemberontakan. Ingat kata
pepatah “Jangan beritahu tikus jalan menuju keju agar jebakan tidak perlu
digunakan” bukan? Seperti itu pula dalam tata perang dan keprajuritan. Bidak
catur hanya di beri ilmu tentang bidak,
jangan diberi ilmu tentang hal lain agar bidak tersebut tidak mengambil jalan
yang bukan jalurnya. Karena itu akan merusak tata aturan dan menimbulkan
masalah dalam jalannya pemerintahan di dunia catur. Demikianlah.
Lalu, jika dirinya yang anak angkat seorang
jenderal besar seperti Jenderal Lan Yu saja tidak diijinkan untuk mempelajari
buku tentang strategi perang, kenapa seorang pelayan pengurus kuda justru bisa
memiliki buku tersebut dan mempelajarinya? Dada Fengyin serasa hendak meledak
karena rasa amarah yang meluap-luap. Serta merta, kakinya melangkah cepat ke
arah Aiguo dan merebut buku yang di acungkan oleh adiknya tersebut. Sesaat
tangannya membuka lembar demi lembar buku di tangannya dengan gerakan kasar
sementara nafasnya memburu karena luapan rasa marah bercampur iri. Hingga
kemudian, pandangannya beralih pada Changyi dan menatap remaja di depannya itu
dengan sepasang mata yang terlihat seolah hendak menelan Changyi bulat-bulat.
Tangannya mengangkat buku di depan muka Changyi.
“Katakan padaku, darimana kau dapat buku ini?”
tanya Fengyin dengan suara mendesis tajam. “Ini bukan buku yang diedarkan
secara umum. Jadi kau tidak mungkin menemukan buku seperti ini di rumah penyair
manapun. Bahkan di rumah para menteripun belum tentu di temukan buku seperti
ini. Buku ini hanya untuk para jenderal tinggi dan para pangeran. Katakan!
Darimana kau dapatkan buku ini!”
Changyi mendengus. Hatinya mulai terasa panas
namun dicobanya untuk mengendalikan kemarahannya.
“Aku mendapatkannya dari guruku” jawab Changyi
dengan nada tenang. “Buku itu milik guruku dan diberikan padaku saat aku masuk
ke sekolah calon prajurit khusus ini”.
“Guru? Pelayan pengurus kuda punya guru? Memangnya
siapa yang mau jadi guru seorang pelayan?!” teriak Dingziang yang disambut tawa
dari semua siswa yang memenuhi Taman Maple. Baozhai dan Congmin yang telah
mendekat turut tertawa terbahak-bahak bahkan dengan suara yang paling keras
dari yang lain. Hanya Fengyin saja yang tidak tertawa. Sepasang matanya masih
terus menatap Changyi dengan sorot persaingan sekaligus rasa tidak rela.
“Buku yang hanya milik para jenderal dan pangeran
bisa sampai di tangan guru dari seorang pelayan. Menurut kalian semua, siapa
guru dari pelayan tukan kuda ini? ha?!” sambung Baozhai tak kalah keras yang
segera di sambut tawa yang semakin membahana.
“Mungkin saja, ibunya merayu seorang jenderal
disuatu malam lalu saat sang jenderal tidur pulas, ibu pelayan ini mengambil
buku yang sangat penting itu. Darimana datangnya pencuri kalau bukan dari ibu
yang pencuri juga?!” teriak Congmin keras membuat tawa para siswa semakin
sambung menyambung tiada henti.
Namun, gema suara tawa yang susul menyusul sangat
keras itu seperti hilang dari pendengaran Changyi. Yang terdengar di telinga
remaja berwajah elok rupawan itu hanyalah badai petir yang sangat memekakkan
dan seketika menghancurkan segenap kesabaran dalam dadanya saat ia mendengar
ucapan Congmin tentang ibunya. Sesaat terbayang wajah seorang wanita yang telah
melahirkannya, membesarkannya dengan penuh rasa kasih sayang bahkan di
detik-detik terakhir hidup wanita yang luar biasa cantik yang pernah di lihat
Changyi tersebut karena serangan wabah penyakit yang melanda desa. Wanita yang
sedikitpun tak hilang pesonanya meski nyawanya telah berada di ujung tanduk,
yang masih sempat memasak dan menyiapkan pakaiannya dan juga pakaian Chen
sebagai bekal ia lari mengungsi bersama dengan Chen setelah orangtua Chen lebih
dulu meninggal dan kemudian ayahnya menyusul hanya tujuh hari kemudian. Ingatan
tentang ibunya membuat kedua mata Changyi yang indah cemerlang seketika
digenangi selaput jernih. Rasa pedih yang tak juga menghilang meski
bertahun-tahun telah berlalu setelah kepergian ibunya tersebut, di tambah penghinaan
Congmin yang sangat merendahkan martabat seorang wanita membuat wajah Changyi
seketika memerah. Merah oleh amarah yang meledak hingga ke ubun-ubun.
Gigi-giginya gemeletuk sementara sepasang matanya menatap Congmin dengan penuh
kemurkaan.
“Cepat minta maaf!” desis Changyi dengan nada
dalam. “Dan aku akan mengampuni nyawamu”.
Namun kata-kata Changyi yang penuh ancaman
tersebut justru di sambut dengan gematawayang keras dari Dingziang, Baozhai,
Aiguo, Congmin dan sebagian siswa calon prajurit. Hanya sebagian siswa calon
prajurit khusus yang merasakan getar di dada mereka mendengar suara Changyi
yang berubah dalam dan dingin.
“Hahahaha….dia mengancam kita!...” teriak Baozhai.
“Lihat dia mengancam kita! Memangnya apa yang bisa dilakukan seorang pelayan anak
seorang pelayan juga? Anaknya pelayan pengurus kuda, ibunya pelayan penghibur
jenderal…hahahahaha!”.
“Hahahaha….!” Suara tawa mengakak menyambut ucapan
Baozhai.
“Aku akan menghancurkan kalian semua!!!” teriak
Changyi penuh kemurkaan.
“Hahahahaha….dia mau menghancurkan kita!” ejek
Aiguo sambil mencibirkan bibirnya yang tebal ke depan hingga sejauh tiga senti.
Changyi tak lagi menyahut. Kini tubuhnya mulai
bergerak. Kedua lengannya mengibas kuat-kuat berusaha melepaskan diri dari
cengkeraman siswa-siswa calon prajurit yang memeganginya. Beberapa siswa
terlihat terpental, namun siswa lain segera kembali merangsek ke depan.
Sementara suara tawa masih terus berkumandang.
Namun kemudian…
“Diam kalian semuaaaa!” suara Fengyin terdengar
menggelegar membuat suara tawa yang memenuhi Taman Maple seketika lenyap dan
suasana menjadi sunyi. “Lepaskan dia!”
Dingziang dan siswa-siswa lain terkejut mendengar
ucapan Fengyin. Aiguo menatap kakaknya dengan alis berkerut nyaris menyatu.
“Tapi Kakak…kenapa dilepaskan? Bukankah lebih baik
jika dia kita bawa dan kita laporkan pada guru pengajar agar dia mendapatkan
hukuman seberat-beratnya?” tanya Aiguo.
Fengyin mendengus keras.
“Lepaskan dia! Apa kalian sudah tuli?!” bentak
Fengyin membuat siswa-siswa yang masih memegangi lengan-lenganChangyi seketika
melepaskan tangan mereka dan bergerak mundur beberapa langkah ke belakang.
Changyi yang telah terlepas segera bergerak menuju
ke arah Congmin namun langkahnya terhenti karena Fengyin segera menghadangnya.
Sesaat kedua remaja yang sebaya tersebut saling berpandangan dengan sengit.
Fengyin menatap Changyi dengan sorot penuh rasa persaingan yang sengit
sementara Changyi menatap Fengyin dengan kemarahan karena salah satu anak
angkat Jenderal Lan Yu telah menghalangi langkahnya untuk menghajar Congmin
yang telah melontarkan penghinaan pada ibunya.
“Minggir kau!” bisik Changyi dengan nada sedingin
es. “Aku harus merobek mulut adikmu yang telah menghina ibuku”.
Fengyin tersenyum mengejek.
“Kau pikir aku akan membiarkanmu menghajar adikku?”
katanya kemudian.
“Dan itu artinya aku harus menghajarmu lebih dulu”
cetus Changyi cepat.
Fengyin mengangguk, masih dengan senyuman penuh
ejekan di bibirnya. “Cobalah…aku ingin melihat sejauh mana kau telah
mempelajari buku strategi perang ini”.
Changyi tak bersuara lagi. Hal selanjutnya yang
terlihat kemudian adalah tubuhnya yang mendadak telah bergerak cepat ke arah
Fengyin. Semua siswa termasuk Fengyin sendiri terkejut karena Changyi sama
sekali tak memasang kuda-kuda, namun serangannya seketika datang dengan sangat
cepat diiringi suara deru angin yang menandai kuatnya tenaga dalam serangan
tersebut. Fengyin tak memiliki pilihan karena ia tak sempat mempersiapkan
dirinya dalam kuda-kuda yang kokoh sehingga yang dapat dilakukannya kemudian
adalah menangkis sambil bergerak mundur ke belakang. Suara berdetak keras
terdengar saat serangan yang datang bersama kaki kanan Changyi berbenturan dengan
kedua lengan Fengyin yang mengakis serangan tersebut. Changyi sedikitpun tak
terpengaruh dengan benturan keras yang diterimanya.
Namun tidak dengan Fengyin.
Tubuhnya terpental beberapa tombak ke belakang dan
jatuh terjengkang dengan keras di atas tanah taman yang tidak berumput. Remaja
berkulit putih itu terlihat sangat terkejut. Sekejab wajahnya terlihat lebih
putih dari warna kulitnya yang sudah putih sebelum kemudian, rona merah
merambah dan menguasai raut mukanya oleh rasa malu ketika ia menyadari berpuluh-puluh
pasang mata, termasuk mata adik-adiknya yang menyaksikan tubuhnya terpental dan
jatuh terjengkang.
Sementara beberapa siswa yang menyaksikan jatuhnya
Fengyin menjadi gelisah dan mulai berbisik-bisik. Lalu, dengan mengendap-endap,
dua siswa menggeser langkahnya dan meninggalkan Taman Maple, menuju ke sekolah
calon prajurit dengan maksud untuk melapor pada guru pengajar tanpa mengetahui
bahwa hari itu seorang jenderal besar tengah mengunjungi sekolah calon prajurit
khusus yang berada di bawah kewenangan Kementerian Pertahanan.
Di lain tempat, Fengyintelah kembali bersiap. Rasa
malu karena terjatuh di depan adik-adiknya membuat fengyin segera mengeluarkan
seluruh kekuatannya.
Maka, dengan sekali hentak, Fengyin segera bangkit
berdiri. Gerakannya gesit melompat dan kemudian mendarat dengan sepasang kaki
menjejak tanah di bawahnya dengan keras. Debu tanah taman segera mengepul dari
retakan tanah yang pecah akibat hentakan kaki Fengyin. Sejenak, sepasang
matanya menatap Changyi dengan sorot tajam penuh selidik. Kuda-kudanya kokoh
terpasang di atas dua kakinya sementara dua tangannya mengepal dengan kekuatan
penuh, satu tangan berada di depan tangan yang lain. Satu pintu membuka dan
satu pintu menutup. Satu tangan membuka serangan dan satu tangan yang lain
menutup serangan. Changyi tahu model kuda-kuda seperti itu yang akan menyerang
sekaligus menutup jalan dari bagi datangnya serangan. Seperti prajurit di medan
perang yang berlari sambil membawa tombak di tangan kanan dan perisai di tangan
kiri. Tombak untuk menyerang sedangkan perisai untuk menutup tubuh dari
datangnya serangan. Namun, perisai tersebut dapat seketika berubah menjadi
serangan tak terduga yang sulit untuk dielakkan.
Fangyin menyipitkan matanya saat ia melihat
Changyi yang berdiri dengan tenang. Sama sekali tak terlihat bentuk kuda-kuda
yang menyolok dari remaja didepannya tersebut. Sepasang kaki Changyi berdiri
dalam posisi yang wajar dengan dua tangan terletak di kedua sisi tubuh.
Kesepuluh jemarinyapun terurai dan tidak membentuk kepalan sebagaimana jemari
Fengyin. Satu-satunya perbedaan yang terlihat dalam diri Changyi hanya sorot
matanya yang terlihat begitu tajam seolah hendak menembus hingga batas ruang di
kepala Fengyin dan membaca seluruh rencana gerak yang akan dilakukannya membuat
Fengyin tiba-tiba merasa gugup. Tetapi, adakah waktu untuk merasakan kegugupan
itu sementara puluhan pasang mata tengah tertuju pada mereka berdua sekarang?
Karena itu, Fengyin segera melompat ke arah
Changyi dengan serangan balasan yang datang bagaikan air bah. Kedua tangannya
yang membentuk kepalan terlihat seperti dua buah palu besi yang sangat kuat,
terayun keras ke seluruh bagian tubuh Changyi terutama titik vital yang rawan. Sekilas
terlihat seolah-olah Changyi pasti akan segera tersungkur oleh amukan Fengyin
yang membanjir.
Namun, Changyi hilang bentuk. Tubuhnya seolah
telah berubah menjadi bayangan yang bergerak dengan sangat cepat di segala arah
hingga serangan Fengyin selalu mengenai tempat yang kosong. Bahkan kemudian,
setelah sepeminuman teh berlalu, Fengyin masih belum juga berhasil menyentuh
ujung rambut Changyi. Tubuh remaja yang semakin cemerlang di usianya yang
keempat belas tahun itu seperti membelah menjadi banyak membuat Fengyi merasa
bingung karena dimanapun ia menyerang, selalu mengenai tempat kosong.
Hingga kemudian, mendadak sebuah serangan dari
Changyi menyusup, menyelinap di antara serangan pukulan tangan Fengyin yang
datang bagaikan bah. Namun, serangan yang menyusup itu segera mengakhiri gerak
tubuh Fengyin yang tiba-tiba saja telah terbanting kembali ke tanah dalam
posisi miring setengah menelungkup dan satu tangan yang tertekuk melewati keala
dan terkunci dalam jepitan tangan Changyi yang mencengkeram bagaikan capit
besi. Fengyin mengaduh sebab pangkal lengannya yang tertekuk terasa sangat
sakit sementara tangannya yang lain tertindih oleh tubuhnya sendiri. Posisinya
benar-benar tidak menguntungkan dan sama sekali tak memungkinkannya untuk
menyerang hingga ia hanya bisa melihat dengan ekor matanya saat pukulan tangan
kanan Changyi yang bebas terayun dengan deras menuju ke pelipisnya. Sedetik
lagi pukulan yang sekuat tenaga karena di landasi oleh rasa marah akibat hinaan
Congmin pada ibu Changyi itu akan mendarat di pelipis Fengyin dan
menghancurkannya.
Namun…
“Hentikan!!!” sebuah suara yang keras mengguntur
terdengar mengguncang seluruh area taman di susul sebuah tendangan telak
mendarat di sisi tubuh Changyi sebelah kanan membuat remaja itu seketika
terpental jauh dari atas tubuh Fengyin dan jatuh bergulingan di tanah. Changyi
meringis menahan sakit sementara sisi kanan tubuhnya bagaikan baru saja di
hantam oleh batu seukuran bukit. Ia terbatuk-batuk dan merasakan aliran hangat
yang merembes dari mulutnya dengan rasa sedikit asin. Changyi meludahkan cairan
yang merembes tersebut dan terkejut saat melihat darah merah segar yang kental
di atas tanah. Kepalanya terangkat dan meski pandangannya sedikit
berkunang-kunang, namun Changyi masih dapat melihat dengan jelas, sosok tubuh
tinggi tegap dan besar berdiri di sisi Fengyin yang telah dibantu berdiri oleh
beberapa prajurit. Siswa-siswa calon sekolah khusus terlihat telah berdiri
merapat di satu sudut dengan kepala semuanya tertunduk takut. Congmin,
Dingziang, Baozhai dan Aiguo telah berdiri di sisi Fengyin dengan sinar mata
memancarkan sorot kemenangan. Beberapa guru pengajar di sekolah calon prajurit
khusus terlihat juga di belakang sosok tinggi besar yang garang tersebut. Salah
satu dari guru pengajar kemudian terlihat berjalan pelan mendekati Changyi dan
membantu remaja tersebut untuk berdiri.
“Ada apa ini?!” teriak sosok tinggi besar
tersebut. Wajahnya yang sebenarnya tampan terlihat garang dengan sepasang mata
yang menyorot sangar. “Kenapa kalian berkelahi?”.
Changyi tidak tahu, pertanyaan itu ditujukan pada
siapa. Namun, dilihat dari arah tatapan mata yang menghunjam dari sosok tinggi
besar di depannya itu, nampak jelas bahwa arah pertanyaan adalah dirinya.
“Dia menghina ibu saya Tuan” jawab Changyi sambil
menunjuk Congmin.
“Bohong!” jerit Congmin membela diri. Pandangannya
berpindah-pindah dari Changyi ke wajah lelaki tinggi besar yang berada dua langkah
darinya tersebut. “Ayah angkat!...dia berbohong! Dia adalah pencuri dan telah
mengambil Buku Strategi Perang. Lihatlah!...itu dia buku yang diambil darinya
dan sekarang dipegang oleh Kakak Fengyin!”.
Changyi terkejut mendengar Conngmin menyebut
lelaki bertubuh tinggi besar itu dengan sebutan ‘Ayah angkat’. Jika begitu,
bukankah itu berarti lelaki tinggi besar yang telah menendangnya dengan keras
itu tersebut adalah Jenderal Lan Yu?, orang yang memegang kekuasaan tertinggi
di tubuh Kementerian Pertahanan?. Sepasang mata Changyi menatap ke arah
Jenderal Lan Yu tanpa berkedip.
Sementara Jenderal Lan Yu sendiri terlihat
terkejut saat mendengar ucapan Congmin. Pandangannya sesaat menatap Congmin
sebelum kemudian menoleh ke arah Fengyin.
“Benar begitu?” tanya Jenderal Lan Yu pada Fengyin
yang berdiri di sisinya.
Fengyin mengangguk. “Benar Ayah”.
“Kalau begitu, tunjukkan padaku buku yang kau
ambil darinya itu” ucap Jenderal Lan Yu selanjutnya.
Fengyin terlihat ragu. Sebenarnya, ia sangat
menginginkan buku itu dan ia tahu, jika ia memberikannya pada ayah angkatnya,
maka buku itu akan segera hilang darinya karena Jenderal Lan Yu pasti akan
menyimpannya sendiri. Bukankah ia sebelumnya telah berkali-kali meminta untuk
mempelajari buku tersebut namun sang ayah angkat selalu menolaknya?
Tapi, jika ia menolak untuk memberikan buku itu,
maka sama saja ia telah membangun masalahnya sendiri. Bukankah ia bisa sampai
di istana ini, hidup serba berkecukupan dan dihormati orang karena Jenderal lan
Yu mengangkatnya sebagai anak?. Ia tak bisa melupakan hal itu. Tidak sampai
kapanpun. Karena itu, meski dengan berat hati, akhirnya tangan Fengyin merogoh
ke balik bajunya dan mengeluarkan buku
yang dirampas dari Changyi kemudian menyodorkan buku tersebut pada ayah
angkatnya.
“Inilah bukunya Ayah” ucap Fengyin pada Jenderal
Lan Yu yang segera mengambil buku tersebut dan membukanya lembar demi lembar.
Berbeda dengan fengyin yang membuka lembar demi
lembar buku dengan kasar, Jenderal Lan Yu membuka lembar-lembar Buku Strategi
Perang di tangannya dengan sangat hati-hati dan penuh hormat. Meneliti setiap
bagiannya sementara sesekali, pandangannya beralih dan menatap ke arah Changyi
sesaat sebelum kemudian kembali ke lembar buku di tangannya. Beberapa prajurit
yang ikut bersama Jenderal Lan Yu serta guru-guru pengajar di sekolah calon
prajurit khusus terlihat diam menunggu. Demikian pula para siswa calon prajurit
khusus sehingga suasana di Taman Maple menjadi sunyi.
Hingga sesaat kemudian, mendadak alis Jenderal Lan
Yu berkerut dalam saat ia menatap satu baris huruf kecil di bagian bawah pada
halaman terakhir buku. Dadanya berdebar dan mendadak, seleret rasa sakit hati
yang nyaris telah terlupakan kembali muncul memenuhi jantungnya. Rasa tersisihkan
dan terbuang setelah ia berjuang begitu keras untuk membangun Kerajaan Ming. Sepasang
mata Jenderal Lan Yu menatap sebaris huruf yang kecil dan rapi itu. Terlalu mengenali
bentuk huruf yang sama dengan huruf dalam surat-surat perintah yang diterimanya
dari Sang Panglima Tertinggi. Dua huruf
yang segera mengubah pandangannya terhadap remaja berparas rupawan di depannya.
Dua huruf yang menggemakan sebuah nama yan akan selalu membuat jantungnya
berdegup dalam rasa tidak terima. ‘Xu Da’
Jenderal Lan Yu segera menutup buku yang di
pegangnya dan kini, sepasang matanya tajam menatap ke arah Changyi.
“Darimana kau dapatkan buku ini?” tanya Jenderal
Lan Yu seolah mengutip pertanyaan Fengyin.
“Saya mendapatkannya dari guru saya Jenderal”
jawab Changyi, yang meski ia sangat marah pada Congmin atas penghinaan pada
ibunya, namun ia tak bisa untuk tidak menghormati seorang jenderal besar
seperti Jenderal Lan Yu.
“Siapa nama gurumu?” tanya Jenderal Lan Yu lagi.
“Guru saya adalah Biksu Tua di Kuil Bulan Merah,
Jenderal” jawab Changyi sambil menatap Jenderal Lan Yu dan melihat wajah yang
terlihat berpikir itu.
Jenderal Lan Yu berkerut. Ia tidak mengenal Biksu
Tua. Dan ia belum pernah sekalipun mendengan Jenderal Xu Da menyebut-nyebut
nama Biksu Tua maupun Kuil Bulan Merah. Lalu, darimana seorang biksu tua dari
sebuah kuil yang tidak terkenal bisa memiliki sebuah buku yang sangat penting
dan jelas-jelas merupakan buku pegangan milik Jenderal Xu Da?.
Kepala Jenderal Lan Yu berpaling pada satu guru
pengajar yang berdiri di belakangnya dan menatapnya dengan tajam membuat lelaki
berusia separuh baya yang merupakan salah satu sarjana terbaik di Kerajaan Ming
tersebut menjadi gugup.
“Katakan padaku, bagaimana anak itu bisa masuk ke
sekolah calon prajurit khusus?” tanya Jenderal Lan Yu pada sang guru yang gugup
dan takut.
“Ah..ya Jenderal, anak itu masuk karena Jenderal
Xu Da membawanya pada hari terakhir pendaftaran” jawab sang guru sambil
membungkuk hormat.
Kerut di dahi Jenderal Lan Yu semakin dalam.
“Bagaimana Jenderal Xu Da bisa mengenal anak itu? Apa
hubungan anak itu dengan Jenderal Xu Da?” tanya Jenderal Lan Yu kemudian.
Sang guru terlihat lebih gugup dan tubuhnya
membungkuk semakin dalam.
“Itu…anak itu adalah…dia….” Terbata-bata ucapan
sang guru membuat Jenderal Lan Yu menjadi tak sabar.
“Dia adalah pelayan pengurus kuda di rumah Jenderal
Xu Da ayah” sahut Baozhai memotong kalimat sang guru. “Menurut para prajurit
yang ikut dalam peperangan di Dadu dua tahun lalu, Jenderal Xu Da mengambilnya
dari sebuah desa setelah ia dan saudaranya ketahuan mencuri beras dan para
penduduk desa mengejarnya untuk menghanyutkan mereka ke Sungai Kuning. Jenderal
Xu Da lalu membawanya pulang dan menjadikannya sebagai pelayan yang bertugas
mengurusi kuda-kudanya”.
Jenderal Lan Yu terkejut mendengar penjelasan dari
Baozhai dan sepasang matanya menatap ke arah Changyi. Meneliti sosok yang telah
tumbuh menjadi remaja itu dengan teliti sementara ingatannya melesat pada
peristiwa dua tahun lalu, saat pasukan mereka melewati sebuah desa dan terhenti
karena bertemu dengan penduduk desa yang tengah mengejar pencuri beras. Ia yang
saat itu berada di bagian belakang barisan sebagai penutup sama sekali tak
melihat sosok pencuri yang telah menghentikan sebuah barisan ribuan prajurit. Namun,
dari para prajurit yang diperintahkannya untuk melihat ke depan dan melihat apa
yang terjadi, ia tahu hal sesungguhnya yang tengah terjadi di depan.
“Jadi, kau adalah salah satu dari dua anak yang
dua tahun lalu menerobos barisan prajurit karena para penduduk desa mengejar
kalian?” tanya Jenderal Lan Yu kemudian.
Changyi menelan ludah. Bagaimanapun, peristiwa itu
adalah sebuah kenangan pahit yang menyedihkan baginya. Namun, apa gunanya
berbohong jika kenyataannya memang demikian? Karena itu, Changyi kemudian
mengangguk.
“Benar Jenderal” jawab Changyi yang disusul oleh
suara tawa tertahan dari Baozhai, Congmin, Dingziang dan Aiguo.
Jenderal Lan Yu menarik nafas sementara ia terus
menatap ke arah Changyi. Sepasang mata anak itu lurus menatap ke arahnya. Tanpa
takut, namun juga tanpa niat untuk bersikap tidak sopan. Jenderal Lan Yu
merasakan dengan sangat jelas sebuah kekuatan yang memaksanya untuk tunduk dan
takluk saat ia bersirobok mata dengan remaja di depannya membuat hati sang
jenderal berdesir. Mendadak, ia seperti bisa membaca arah langkah Jenderal Xu
Da yang menjadi saingannya dan hatinya langsung memberontak.
“Ketika kau masuk ke sekolah ini, apakah kau sudah
diberitahu tentang peraturan di sini?” tanya Jenderal Lan Yu pada Changyi
kemudian.
Changyi mengangguk.
“Saya tahu Jenderal” jawabnya masih dengan penuh
kesopanan.
“Kalau kau tahu, lalu kenapa kau berkelahi? Kenapa
kau mempelajari buku yang bukan untukmu? Itu adalah kesalahan besar dan kau harus
mempertanggungjawabkannya” ujar Jenderal Lan Yu tajam.
Changyi terkejut. Ia tak menyangka bahwa dirinya
yang justru akan disalahkan karena perkelahiannya dengan Fengyin.
“Tapi Jenderal, Congmin telah menghina ibu saya
dan dia….
“Sebagai calon prajurit khusus, kalian seharusnya
bisa mengendalikan diri dan tidak mudah terpancing oleh kata-kata hinaan maupun
caci maki. Tapi kau, hanya karena sedikit kata hinaan telah terpancing dan
membuat keributan bahkan berkelahi dengan temanmu sendiri dan itu adalah
kesalahan besar yang tidak bisa di maafkan” potong Jenderal Lan Yu dengan
cepat.
Changyi menatap Jenderal Lan Yu dengan sepasang
mata terbelalak. Mulutnya membuka siap untuk membela diri, namun Jenderal Lan
Yu telah berpaling pada prajurit yang berdiri di belakangnya.
“Prajurit!....tangkap dia dan masukkan ke dalam
penjara khusus. Kurung dia di sana sampai ada keputusan hukuman untuknya
sementara aku akan melaporkan hal ini pada Yang Mulia Kaisar!” perintah
Jenderal Lan Yu sambil membalikkan badannya dan mulai melangkah pergi di iringi
oleh Fengyin yang menatap Changyi dengan sorot penuh kemenangan, Baozhai yang
mencibirkan bibir tebalnya, Dingziang yang tertawa dengan raut penuh ejekan
serta Congmin dan Aiguo yang menjulurkan lidah mereka dengan penuh kekanakan.
Siswa-siswa lain mengikuti sementara beberapa mata
menatap Changyi dengan penuh rasa iba. Guru-guru pengajar sesaat menatap
Changyi dengan kerut penuh rasa sesal namun kemudian turut pula melangkah pergi
meninggalkan Changyi dan dua orang prajurit yang segera memegang kedua
lengannya dengan kuat dan mengikatnya di belakang punggung begitu perintah dari
Jenderal Lan Yu datang.
Changyi merasakan tubuhnya mendingin. Hatinya berteriak
dengan keras seperti tak percaya, namun ikatan tali yang sangat kuat pada
lengan-lengannya membuatnya terhempas pada kenyataan yang kini ada di depan
mata. Maka, ketika dua prajurit yang menangkapnya mendorong tubuhnya dan
menggelandangnya untuk melangkah pergi, Changyi hanya bisa menurut dengan langkah
kaki terasa kebas oleh ribuan rasa yang berkecamuk dalam hatinya.
Dan Taman Maple kembali sunyi. Hanya daun-daun
maple yang bergoyang tertiup angin menjelang malam yang akan segera datang. Suara
gemericik air di sungai kecil buatan yang menyimpan segala rahasia.
Rahasia sesosok tubuh mungil di atas tembok yang
mendekam diam dan menyaksikan seluruh peristiwa di Taman Maple tersebut tanpa
diketahui oleh siapapun termasuk Jenderal Lan Yu. Sosok kecil tampan dengan
mahkota pangeran mungil yang menggemaskan, cerdas sekaligus nakal. Sosok yang
menatap dengan pandangan mata berkilat-kilat marah saat ia melihat Changyi di
gelandang dengan tali-tali yang mengikat lengan dan tubuhnya.
Sosok sang pangeran keempat yang datang untuk
melihat latihan Changyi sebagaimana biasanya sekaligus kemudian melatih
kemampuan beladirinya sendiri di bawah bimbingan Changyi yang dikaguminya.
Sosok Pangeran Zhu Di, yang segera melompat turun
dari atas tembok begitu dua prajurit yang membawa Changyi telah pergi, dan
berlari dengan cepat menuju istana.
Bukan istana pangeran dimana Kasim Anta menunggunya
dengan raut wajah pucat dan keringat bercucuran karena takut.
Melainkan istana Kaisar Ming Tai Zhu.
*************