Selasa, 17 Maret 2015

Straight - Episode 2 ( Bagian Enam )


 Sebagaimana perintah hukuman yang diberikan oleh Jenderal Xu Da, Changyi dan Chen mendapat tugas sebagai perawat kuda hitam sang jenderal. Kedua anak tersebut menempati satu kamar di barak khusus pelayan di bagian belakang rumah Jenderal Xu Da yang besar. Banyak pelayan dan juru masak yang segera menjadi jatuh hati pada dua anak berwajah cemerlang tersebut, terutama karena secara ajaib, kuda Jenderal Xu Da yang terkenal galak dan pilih-pilih pada orang-orang yang mengurusnya, menjadi sangat takluk pada kedua anak tersebut, dan terutama pada Changyi. Kecemasan bahwa kuda hitam yang telah melewati banyak peperangan bersama sang jenderal itu akan menyakiti Changyi dan Chen segera pupus saat melihat betapa kuda yang terlihat seperti hewan raksasa di depan dua anak bertubuh kecil dan kurus di sisinya itu begitu menurut bahkan ketika Changyi mengangkat satu demi satu kakinya saat memandikan binatang yang sangat terkenal sebagaimana tuannya tersebut. Pada akhirnya, Changyi-lah yang menjadi perawat kuda Jenderal Xu Da sementara Chen lebih memilih berada di dapur dan membantu juru masak menyiapkan makanan untuk keluarga Jenderal Xu Da serta seluruh penghuni rumah.
Segalanya terlihat sangat menyenangkan setelah kehadiran Changyi dan Chen di rumah Jenderal Xu Da. Seolah keduanya, dan terutama Changyi, telah menjadi sinar yang terang dan membawa kegembiraan. Sifat Changyi dan ceria dan cerdas membuat semua orang sangat cepat menjadi dekat dengan anak berparas elok dan bercahaya tersebut. Jenderal Xu Da sendiri terlihat puas saat melihat Changyi dapat menjinakkan kudanya dan kemudian menjadi sangat akrab dengan kuda kesayangannya tersebut. Perlahan namun pasti, Changyi mulai menempati posisi khusus di hati sang jenderal besar tersebut.
Namun, ternyata tidak semua orang dalam rumah besar itu memiliki perhatian serta rasa suka pada Changyi dan Chen.
Nyonya Xu Da, istri dari Jenderal Xu Da mulai menunjukkan rasa tidak sukanya pada dua anak yang di bawa pulang oleh suaminya. Sebenarnya, rasa tidak suka itu telah muncul sejak pertama kali ia melihat dua anak itu turun dari atas kuda Tamtama Bohai saat kepulangan Jenderal Xu Da dari peperangan di Kota Dadu. Namun, sebagai seorang wanita yang lembut dan terpelajar, sang nyonya yang cantik itu berhasil menyembunyikan rasa tidak sukanya rapat-rapat dan lebih memilih menikmati kepulangan suaminya dari medan perang. Namun, setelah waktu berjalan selama tiga bulan sejak Changyi dan Chen tinggal di rumah Jenderal Xu Da, sang nyonya mulai tak mampu lagi menutupi perasaannya. Terlebih saat ia melihat betapa Jenderal Xu Da semakin lama semakin dekat dengan anak bernama Changyi. Dan rasa tidak suka itu mulai terungkap pada Changyi dan Chen saat jenderal Xu Da tidak berada di rumah. Sikap dan perlakuan yang dengan jelas menunjukan rasa tidak suka itu membuat Changyi dan Chen menjadi sangat sedih. Meski Changyi dapat menyembunyikan kesedihannya di balik sifat periangnya, namun tidak bagi Chen yang mulai sering menangis. Seluruh pelayan dan juru masak yang melihat betapa kasar perlakuan nyonya mereka, bagaimanapun juga merasa sedih karena mereka telah sangat menyukai Changyi dan Chen. Tetapi, mereka semua hanyalah pelayan di rumah besar tersebut, dan sama sekali tak memiliki daya apapun untuk melawan nyonya rumah yang sebenarnya sangat  baik itu. Perubahan suasana yang semula riang dan gembira menjadi tegang saat Jenderal Xu Da tidak berada di rumah pada akhirnya mulai terasakan oleh sang jenderal. Namun, Jenderal Xu Da belum mengambil tindakan apapun sebab Nyonya Xu sendiri belum mengatakan apapun tentang tindakannya yang sangat kasar pada dua anak yang dibawanya tersebut. Jenderal Xu Da yang sangat mengetahui karakter istrinya mengerti bahwa wanita yang telah mendampinginya dalam waktu yang lama tersebut akan mengungkapkan rasa hatinya.
Dan perkiraan Jenderal Xu Da segera menjadi kenyataan.
“Haruskan dua anak itu tinggal di rumah kita?” tanya Nyonya Xu sambil menuangkan arak beras ke dalam cangkir Jenderal Xu Da yang tengah menikmati makan malamnya.
Jenderal Xu Da berhenti mengunyah makanan dalam mulutnya. Sudut matanya melirik ke arah istrinya sekilas sebelum kemudian kembali mengunyah makan malamnya.
“Bukankah menolong mereka tidak harus dengan membawa mereka pulang ke rumah? Anda (panggilan hormat Nyonya Xu pada suaminya, sama seperti Panjenengan – Bahasa Jawa – atau Dangsin/Tangsin – Bahasa Korea ^_^) bisa menempatkan mereka di rumah penampungan dan mencarikan mereka pekerjaan yang sesuai. Atau mencarikan untuk mereka orangtua asuh. Dengan kekuasaan Anda saat ini, pasti akan banyak orang yang bersedia merawat mereka. Benar bukan?” lanjut Nyonya Xu saat suaminya tidak menyahuti kata-katanya.
Jenderal Xu Da meletakkan sumpit dan mangkuknya yang telah kosong lalu mengangkat cangkir berisi arak beras dan menghirup arak tersebut. Selanjutnya, cangkir arak yang telah kosong tersebut di letakkan kembali ke atas  meja. Gerakannya agak sedikit keras menyebabkan suara yang mirip gebrakan pada meja kayu di depannya membuat Nyonya Xu menjadi sangat terkejut dan menatap suaminya dengan sedikit nanar. Benarkan suaminya telah marah padanya? Hanya karena dua anak asing yang baru saja datang ke rumah mereka?
“Suamiku? Anda marah padaku?” tanya Nyonya Xu dengan suara bergetar menunjukkan hatinya yang mulai terluka.
Jenderal Xu Da berpaling menatap istrinya. Meski sesungguhnya, dalam hati ia memang merasa marah, namun mengingat betapa wanita di hadapannya itu telah banyak mendampinginya dalam berbagai keadaan kehidupan hingga saat ini, maka Jenderal Xu Da berusaha keras untuk tidak menunjukkan kemarahannya dalam eskpresi wajah. Karena itu, saat menatap Nyonya Xu, wajah sang jenderal kesayangan Kaisar Min Tai Zu tersebut terlihat tetap tenang tanpa riak gejolak.
“Kenapa kau tidak menyukai mereka?” tanya Jenderal Xu Da kemudian. “Apakah mereka telah melakukan hal-hal yang tidak baik di rumah ini? mencuri atau merusak benda-benda di sini?”.
Nyonya Xu tertunduk. Meski Jenderal Xu Da mengucapkan kalimatnya dengan nada wajar namun ia dapat merasakan kemarahan suaminya. Tatapan mata Jenderal Xu Da yang sesungguhnya biasa dan wajar terasakan seperti sebuah tatapan tajam yang menusuk dan menyelidik.
Perlahan, kepala Nyonya Xu menggeleng. Gerakannya lemah dan terlihat tak berdaya.
“Aku tidak tahu” jawabnya dengan nada lirih. “ Sungguh aku sendiri tidak tahu mengapa aku tidak suka pada mereka. Aku tahu mereka adalah anak-anak yang baik. Juga mereka memiliki wajah dan penampilan yang sangat indah. Terutama anak yang bernama Changyi itu. Dia terlihat seperti matahari kecil. Tapi suamiku, entah kenapa, rasa hatiku sangat tidak enak setiap kali aku melihat mereka. Terutama saat aku melihat Changyi. Aku merasa seolah-olah ia akan menjadi masalah bagi keluarga kita suatu hari nanti”.
Jenderal Xu Da menggelengkan kepalanya mendengar jawaban istrinya. “Menurutku kau terlalu banyak berpikir. Masalah apa yang akan ditimbulkan oleh Changyi? Dia sangat baik, sopan, cerdas dan periang. Kau lihat sendiri, bahkan kudaku pun takluk padanya. Menurutku, dia adalah anak yangat istimewa dan memiliki bakat-bakat besar dalam dirinya. Jangan memikirkan hal-hal yang belum terjadi karena kau tak pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari”.
Nyonya Xu mengangkat wajahnya dan menatap suaminya. Sepasang alisnya yang melengkung indah berkerut dalam.
“Tapi suamiku…aku tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Aku tidak bermaksud untuk memikirkan hal-hal yang belum terjadi tapi…”
“Sudahlah!” sentak Jenderal Xu Da. Kali ini dengan nada tegas dan sedikit keras membuat kalimat Nyonya Xu terpotong dan wanita cantik itu tersentak.
“Suamiku? Anda membentakku? Karena anak-anak itu?” Nyonya Xu bertanya dengan gumpalan rasa luka dan sakit dalam hatinya.
“Aku tidak ingin bertengkar denganmu hanya karena hal-hal yang tidak masuk akal. Aku ingin mereka tinggal di rumah ini dan kuminta padamu, ubah sikap-sikapmu yang kasar pada mereka saat aku tidak ada. Ini perintah!” jawab Jenderal Xu Da sambil berdiri dan beranjak pergi dari hadapan istrinya.
Nyonya Xu masih duduk di tempatnya. Tak ada jawaban keluar dari mulutnya yang mungil merah. Namun pandangannya menatap punggung Jenderal Xu Da yang telah melangkah menuju ke pintu, membuka pintu dengan gerakan sedikit kasar lalu melangkah keluar tanpa sedikitpun menoleh lagi ke belakang. Jenderal Xu da adalah seorang panglima perang besar yang belum pernah kalah dalam semua pertempuran yang di jalaninya. Sikapnya sangat tegas penuh wibawa dan kokoh saat berada di lapangan memimpin ribuan prajurit. Namun, sebagai seorang suami, Jenderal Xu da adalah seorang lelaki yang penyayang dan baik hati. Sangatlah jarang, atau bisa dikatakan hampir tidak pernah Jenderal Xu Da mengucapkan kata-kata kasar pada istri dan anak-anaknya di rumah.  Tapi kini, untuk kali pertama setelah sekian lama, sang jenderal yang baik hati itu mendadak membentaknya dan bersikap kasar padanya. Dan semua itu hanyalah karena dua orang anak asing yang tak diketahui asal-usulnya yang di bawa pulang oleh Jenderal Xu Da sejak tiga bulan yang lalu. Ia, yang telah mendampingi suaminya tersebut selama ini, menempuh keadaan-keadaan yang terkadang sangat sulit dan pahit, tiba-tiba seolah menjadi tak berarti di depan seorang Jenderal Xu Da. Nyonya Xu mengangkat tangan kanannya yang mungil untuk mengelus dadanya sendiri saat mendadak, sebuah rasa kalah yang sangat menyakitkan muncul dan mendekapnya dengan sangat kuat. Ia, yang seorang nyonya jenderal besar telah di kalahkan oleh dua anak asing yang baru saja bertemu dengan suaminya.
Perlahan, sepasang sungai bening mengalir di pipi Nyonya Xu, mengiringi bahunya yang berguncang pelan, terisak dalam kesendiriannya di kamar yang kini sunyi, tanpa sosok suami yang sesungguhnya sangat dihormati dan dipujanya.
****************

 Changyi duduk bersandar pada dinding kamar di atas tempat tidur yang menjadi ranjangnya bersama dengan Chen. Malam sudah mulai larut namun, kedua anak itu masih belum bisa memejamkan mata. Sebenarnya, Changyi sudah mengantuk, namun ia tahu bahwa dengan suara isak tangis Chen di sisinya, serta wajah yang terus menyiratkan kesedihan seperti yang dilihatnya sekarang, adalah mustahil bagi Changyi untuk bisa terlelap betapapun kedua matanya sudah terasa sangat berat. Karena itu, Changyi memilih duduk dengan menyandarkan punggungnya pada dinding kamar yang sejuk. Hari ini, pekerjaannya sedikit berat. Setelah mengurusi kuda Jenderal Xu Da, ia harus membersihkan kandang hewan yang luar biasa tersebut. Mengosongkan bekas-bekas kotoran kuda, menyapu sisa-sisa jerami hingga mencuci tempat minum sang kuda. Karena itu, saat ini Changyi merasa tubuhnya letih sekali sebab ia mengerjakan perkerjaannya sendirian sejak Chen diambil alih oleh juru masak untuk membantu pekerjaan di dapur. Kedua mata Changyi menatap ke arah Chen yang duduk sambil memeluk lutut di depannya. Airmata masih terus mengalir di pipi anak itu membuat Changyi bagaimanapun merasa dadanya sesak.
“Sudahlah Adik Chen….jangan menangis lagi” ujar Changyi sambil menyentuh lengan Chen dengan lembut.
Chen mengusap pipinya yang basah. Wajahnya terangkat dan menatap Changyi.
“Kakak, apakah benar kita tinggal di sini? Apakah tidak lebih baik kita kembali ke desa saja? Kakak lihat sendiri bagaimana sikap Nyonya Jenderal, ia sungguh-sungguh tidak menyukai kita. Bahkan, semakin lama sikapnya pada kita semakin keras. Hari ini, ia melarang kita untuk makan, kemarin ia menyuruh kita untuk melakukan pekerjaan semua orang, dua hari yang lalu, ia memukul Kakak keras sekali. Apakah seharusnya kita tinggal di sini?” rajuk Chen.
Changyi menghela nafas. Ia bisa mengerti bahwa Chen pasti tidak akan betah untuk tinggal di tempat di mana keberadaan mereka sangat tidak di inginkan. Chen memiliki perasaan yang sangat halus. Meski terkadang, ia merasa jengkel dengan sifat yang sangat perasa tersebut, namun di sisi lain, Changyi sungguh-sungguh mengagumi anak yang sudak seperti adiknya sendiri itu. Chen bisa membaca hati dan pikiran orang dengan sangat tepat. Hal yang seringkali membuat Changyi sangat heran.
“Adik Chen…kalau kita kembali ke desa, lalu kita akan tinggal di mana? Rumah kita sudah hancur. Kalau kita kembali ke desa yang dulu kita singgahi sebelum bertemu dengan Tuan Jenderal, maka itu lebih tidak mungkin. Kita sudah melakukan hal buruk di sana” jawab Changyi dengan suara pelan. Sebagian karena kantuknya, dan sebagian lagi karena kesabaran yang sudah terlatih untuk menghadapi Chen di saat anak itu sedangg di belenggu oleh kepekaan hatinya.
“Jadi, kalau kita tidak bisa pulang ke desa kita, kita tidak bisa pulang ke desa yang dulu tempat kita mencuri beras, lalu apakah kita harus tinggal di sini? tidak bisakah kita pergi dari sini lalu mencari tempat lain? Kita bisa mencari pekerjaan di luar sana” sahut Chen dengan suara tak sabar.
“Tidakkah kau lihat niat baik Jenderal saat membawa kita ke rumah ini? Jenderal sudah membebaskan kita dari orang-orang desa yang marah. Di sini, kita tak perlu mencuri beras untuk bisa makan. Kita juga punya kamar yang bagus untuk  tidur. Kita memiliki teman-teman paman pelayan dan paman juru masak yang sangat baik pada kita. Hari ini, biarpun Nyonya Jenderal tidak mengijinkan kita makan, tapi paman juru masak menyisihkan makanan untuk kita sehingga kita tidak kelaparan. Adik Chen, bersabarlah sebentar. Jangan memikirkan sikap dari Nyonya Jenderal pada kita. Aku yakin, jika kita sabar, pasti akan ada jalan yang sangat bagus untuk kita. Percayalah padaku” bujuk Changyi dengan nada lembut.
Chen beringsut mendekat pada Changyi dan duduk di sisi kakaknya itu. Tubuhnya kini juga bersandar di dinding kamar.
“Aku selalu percaya pada Kakak. Aku hanya takut” jawab Chen dengan nada berbisik.
“Jangan takut Adik Chen. Bukankah ada aku? Aku akan selalu melindungimu. Apapun yang terjadi, aku akan selalu melindungimu selama aku masih hidup. Ingat terus janjiku ini” sahut Changyi dengan suara tegas.
Chen masih terisak sesekali namun, mendengar kata-kata Changyi, hatinya terasa sedikit lebih tenang. Selalu seperti biasanya, setia kali mereka berada dalam sebuah kesulitan, ia memiliki kepercayaan bahwa Changyi akan bisa menyelesaikan masalah itu dengan baik.
“Kau percaya padaku kan Adik Chen?” ulang Changyi saat Chen tak juga menjawab pertanyaannya.
Perlahan Chen mengangguk.
“Aku percaya pada Kakak” sahut Chen.
Changyi mengangguk dengan gerakan mantap dan tegas. Tangannya kemudian terulur dan merangkul bahu Chen.
“Semua akan berjalan dengan baik. Kau hanya harus sedikit bersabar. Lalu, semua nanti akan menjadi hal yang baik untuk kita berdua. Untuk saat ini, lebih baik kita segera tidur karena besok pagi ada pekerjaan yang menunggu dan harus kita selesaikan” bisik Changyi.
Chen tak menjawab, namun tubuhnya segera merosot ke atas ranjang di ikuti oleh Changyi yang merebahkan tubuhnya di sisi Chen. Changyi segera terlelap oleh kantuk yang memang sudah menyerang namun Chen, untuk sesaat masih terus terjaga. Sesekali, anak itu menghela nafas panjang dan mengusap matanya yang masih basah. Hingga kemudian, saat malam mulai merambat ke pagi berikutnya, anak bertubuh kurus dan kecil itu akhirnya terlelap dalam tidur yang gelisah.
**************
 Perintah dari Jenderal Xu Da untuk memberikan sikap baik pada Changyi dan Chen sungguh-sungguh dilaksanakan oleh Nyonya Xu. Sejak malam ia menerima perintah langsung dari suaminya, sikapnya segera berubah. Changyi dan Chen tak lagi mendapatkan perlakuan kasar ataupun pekerjaan-pekerjaan tambahan sebagaimana sebelumnya. Demikian pula dalam hal makanan. Changyi merasa gembira dengan perubahan nyata yang sangat terasa tersebut. Namun, tidak demikian halnya dengan Chen yang justru menjadi semakin gelisah dan Changyi benar-benar tidak mengerti dengan hal tersebut. Terlebih kini, Chen takmau mengatakan alasan dari kegelisahan hatinya menanggapi perubahan sikap dari Nyonya Xu.
Namun, sesungguhnya perubahan sikap Nyonya Xu memang bukanlah perubahan yang wajar. Dalam pukulan rasa kalah yang menyakitkan hatinya, wanita tersebut mengungkapkannya dalam bentuk sikap tak peduli pada Jenderal Xu Da. Hal yang kemudian sangat terasa bagi sang jenderal saat ia tak mendapati istrinya menemani saat makan malam tiba, saat Jenderal berjalan di taman pada pagi hari sebelum keberangkatannya ke istana dan banyak kegiatan lain yang dalam kebiasaan, selalu di temani oleh Nyonya Xu. Wanita berparas cantik dan lembut itu lebih banyak menyibukkan diri mengurus putri-putrinya serta tak lagi banyak bicara.
Perubahan yang sangat nyata tersebut sungguh sangat mengganggu Jenderal Xu Da sehingga membuat konsentrasinya menjadi goyah saat ia tengah memimpin para prajurit dan bahkan saat berada di depan Kaisar Ming Tai Zhu. Bagaiamanapun, Nyonya Xu adalah wanita yang telah mendampinginya begitu lama. Wanita itu sudah sangat mengerti tentang dirinya lebih dari siapapun juga hingga Jenderal Xu Da tak pernah harus mengatakan hal yang diinginkannya melainkan Nyonya Xu selalu memahaminya lebih dulu. Meskipun Jenderal Xu Da masih saja tak mengerti dengan alasan yang diungkapkan oleh Nyonya Xu perihal rasa tidak sukanya pada dua anak yang dibawanya, namun dalam hati Jenderal Xu Da merasa bahwa ia juga tidak bisa menepiskan apa yang menjadi ganjalan hati istrinya. Sebab, Nyonya Xu bukanlah seorang wanita yang mudah untuk merasa tidak suka pada sesuatu  atau seseorang melainkan pasti ada alasan yang kuat di baliknya.
Karena itu, satu bulan sejak perubahan besar dalam sikap Nyonya Xu, Jenderal Xu Da memutuskan untuk mengambil satu tindakan yang di yakininya sebagai sebuah jalan tengah yang adil. Maka, pada suatu pagi yang cerah di awal musim semi, terlihat datang dua orang pendeta biksu ke rumah Jenderal Xu Da dengan di antar oleh Tamtama Bohai. Kedua biksu yang diterima oleh Jenderal Xu Da dengan penuh semangat dan ketiganya berbicara dalam ruang yang tertutup. Hingga kemudian, Tamtama Bohai mendapat perintah untuk memanggil Changyi dan Chen agar menghadap kepada Jenderal Xu Da.
Changyi dan Chen duduk berdampingan di sisi dua orang biksu yang telah lebih dulu datang. Kedua anak tersebut telah memberi hormat pada Jenderal Xu Da sebelum kemudian memberi hormat pada dua orang biksu yang terlihat sangat teduh dan ramah. Jenderal Xu Da menatap dua anak yang ada di depannya sejenak sebelum mulai berbicara.
“Aku memanggil kalian berdua pada hari ini karena aku memiliki perintah untuk kalian kerjakan dengan sebaik-baiknya” kata Jenderal Xu da mengawali kalimatnya.
Changyi dan Chen mendengarkan dengan seksama.
“Apakah kalian berdua sanggup untuk menjalankan perintah yang akan kuberikan?” tanya Jenderal Xu Da.
“Ya Jenderal! Kami akan berusaha melaksanakan perintah Jenderal sebaik-baiknya!” jawab Changyi dan Chen nyaris bersamaan.
Jenderal Xu Da mengangguk. Terlihat kilat senang di matanya yang tajam.
“Bagus!...sekarang, aku telah memanggil dua pendeta biksu ke mari. Mereka berdua adalah dua biksu dari Kuil Bulan Merah yang terletak di sebelah selatan Kota Yingtian. Aku telah memberi perintah pada mereka untuk membawa kalian ke Kuil Bulan Merah dan mengajari kalian membaca, menulis dan olah  beladiri. Karena itu, aku memerintahkan pada kalian untuk mengikuti kedua biksu ini ke Kuil Bulan Merah, belajar dengan baik dan jaga sikap-sikap kalian. Aku akan menengok kalian setiap kali aku memiliki waktu karena itu jangan pernah berusaha untuk membohongiku. Apakah kalian sanggup?” tanya Jenderal Xu Da dengan nada tegas dan sepasang mata yang berkilat tajam. Jelas terlihat otoritas yang tak sudi di bantah dalam nada bicara sang jenderal besar tersebut.
Namun, di luar dugaan, perintah yang diucapkan dengan nada tegas dan tak boleh di bantah itu justru disambut gembira oleh Changyi yang segera bersujud di depan Jenderal Xu Da sementara Chen menyusul bersujud beberapa saat kemudian.
“Benarkah Jenderal? …..tentu saja! Tentu saja kami akan melaksanakan perintah Jenderal dengan sebaik-baiknya. Terima kasih Jenderal…terima kasih!” sahut Changyi dengan penuh semangat. Terlihat kedua matanya yang sangat indah dan bening di penuhi oleh cahaya kegembiraan hingga membuat wajahnya yang telah elok rupawan menjadi semakin menawan.
Jenderal Xu Da menatap Changyi dengan hati senang. Senang melihat semangat belajar dalam diri anak tersebut yang menggebu-gebu. Senang melihat cahaya cemerlang di mata dan wajah Changyi yang menunjukkan kecerdasan dan keinginan besar untuk menguasai suatu kemampuan dan ketrampilan. Hal yang berbeda terlihat pada Chen yang tampak tenang meski sebuah senyum terukir dibibirnya. Tak terlihat binar gembira yang menggebu-gebu sebagaimana halnya dengan Changyi. Cahaya yang memancar dari wajah anak bertubuh kecil itu terlihat lebih lembut dan tenang. Dan hal itu sedikit membuat Jenderal Xu Da bertanya-tanya dalam hatinya.
“Apakah kau sanggup untuk belajar dengan baik di Kuil Bulan Merah bersama dengan kakakmu?” tanya Jenderal Xu Da tiba-tiba pada Chen.
Chen tergagap. Meski telah empat bulan ia tinggal di rumah Jenderal Xu Da, namun tetap saja, ia selalu tergagap setiap kali jenderal besar yang sangat ditakuti itu memanggil namanya atau menanyakan sesuatu padanya.
“Saya sanggup Jenderal. Saya akan belajar dengan sebaik-baiknya bersama dengan Kakak Changyi” jawab Chen sambil bersujud untuk kedua kalinya. “Terima kasih Jenderal”.
Jenderal Xu Da bergumam pelan mendengar jawaban dari Chen. Tak ada kata-kata lebih lanjut dari bibirnya. Kemudian, pandangannya beralih pada dua biksu yang duduk tenang dan menunggu.
“Guru” panggil Jenderal Xu Da pada dua biksu di depannya.
“Hamba Jenderal” jawab kedua biksu bersamaan dengan suara lembut.
“Bawalah mereka sekarang dan didiklah sebaik-baiknya. Jika mereka melawan para guru di kuil, maka laporkanlah kepada saya dan saya yang akan menghukum mereka berdua. Tamtama Bohai akan mengantar sampai di Kuil Bulan Merah” kata Jenderal Xu Da kemudian.
“Baik Jenderal” jawab dua biksu sambil membungkuk memberi hormat.
Dan selanjutnya, Changyi dan Chen segera meninggalkan rumah besar Jenderal Xu Da setelah membereskan barang-barang mereka yang tak banyak. Beberapa potong pakaian bersih pemberian Jenderal Xu Da serta sedikit barang milik mereka sendiri sebelum ditemukan oleh sang jenderal besar tersebut. Para pelayan dan juru masak terlihat sedih dengan kepergian dua anak yang telah akrab dengan mereka. Namun tidak demikian dengan Nyonya Xu yang jelas terlihat begitu bahagia. Bahkan, pada hari itu juga, sikapnya telah kembali hangat dan lembut pada Jenderal Xu Da. Sebuah meja persembahan di sajikan oleh Nyonya Xu yang cantik jelita pada malam yang sangat membahagiakan baginya setelah empat bulan dalam rasa sesak yang tak dimengerti bahkan oleh dirinya sendiri.
Dan bagaimanapun, sang jenderal besar merasa gembira dengan kelembutan Nyonya Xu yang telah kembali hingga malam itu, api cinta di antara keduanya kembali berkobar dalam keheningan malam yang tenang.
Meski, ada satu sisi di dalam hati sang jenderal yang terasa kosong, karena turut pergi bersama dua anak berparas cemerlang yang sesungguhnya telah mencuri tempat di hatinya.
Terutama Changyi.
***************

Dan waktu berjalan sedemikian cepat sejak hari Changyi dan Chen di bawa ke Kuil Bulan Merah. Jenderal Xu Da kembali di sibukkan dengan pengejaran para pemberontak, ekspansi dan perluasan wilayah serta menata keamanan dalam negeri.
Pemerintahan Kaisar Ming Tai Zhu sedikit demi sedikit mulai berkembang menuju ke arah kemakmuran seiring degan keamanan negara yang semakin baik. Masyarakat yang mulai terbebas dari rasa takut dapat menerima segala bentuk perbaikan dalam tata aturan yang diterapkan oleh Sang Kaisar dengan gembira.
Dalam setahun setelah kenaikannya ke atas tahta, Kaisar Ming Tai Zhu segera melakukan perombakan dan pembaharuan terhadap sistem aturan pemerintahan lama yang diterapkan oelh Dinasti Yuan. Pembaharuan di sistem pemerintahan Kaisar Ming Tai Zhu antara lain menghilangkan jabatan Perdana Menteri dan membentuk enam kementerian yang menangani operasional pemerintahannya. Keenam kementerian tersebut adalah Kementerian Aparat Negara ( Li Bu ), Kementerian Keuangan ( Hu Bu ), Kementerian Tata Krama atau Ritual, Kementerian Pertahanan ( Bing Bu ), Kementerian Hukum ( Xing Bu ) dan Kementerian Pekerjaan Umum ( Gong Bu ).
Kaisar Ming Tai Zhu atau Kaisar Hongwu mengendalikan sendiri keenam kementerian yang melakukan operasional pemerintahannya, karena itu, dengan kata lain, setiap masalah yang sulit akan di putuskan berdasarkan kebijakan Kaisar Hongwu sendiri sebagai pucuk pimpinan negara sehingga Kaisar Hongwu memiliki kekuasaan penuh terhadap setiap kebijakan penting dalam pemerintahan. Setiap orang yang telah banyak berjasa dalam masa peperangan mendapat tempat dalam enam kementerian yang di bentuk oleh Kaisar Hongwu tersebut.
Kecuali Jenderal Xu Da.
Setelah selama beberapa waktu terus menerus menjadi teka-teki tentang siapakah orang yang akan di tunjuk sebagai panglima besar yang memegang kekuasaan tertinggi angkatan perang Dinasti Ming, pada akhirnya, Kaisar Hongwu menunjuk Jenderal Xu Da sebagai orang kedua dalam gerak roda pemerintahannya. Dengan demikian, kekuasaan Jenderal Xu Da dalam angkatan perang menjadi sangat mutlak setelah kewenangan Kaisar Hongwu sendiri. Dan hal ini segera menimbulkan perpecahan di antara Jenderal Xu Da dan Jenderal Lan Yu yang sesungguhnya sangat menginginkan untuk menjabat sebagai panglima besar.
Dalam pembentukan enam kementerian, Jenderal Lan Yu di masukkan ke dalam Kementerian Pertahanan bersama dengan Jenderal Chang Yu Chun, sehingga dengan sendirinya, seluruh prajurit di bawah pimpinan Jenderal Lan Yu masuk di bawah kewenangan Kementerian Pertahanan. Jenderal Chang Yu Chun yang sesungguhnya lebih dekat kepada Jenderal Xu Da menjadi sangat sulit untuk bergerak karena dalam Kementerian Pertahanan, ia banyak mendapatkan tekanan dari Jenderal Lan Yu yang memendam rasa tidak puas dengan pembagian jabatan dari Kaisar Hongwu. Beberapa kali, Jenderal Chang Yu Chun mengungkapkan kesulitannya di tubuh Kementerian Pertahanan pada Jenderal Xu Da namun, sang panglima besar selalu memintanya untuk bersabar hingga saat yang tepat karena masa pembentukan enam kementerian baru saja selesai demikian pula dengan penunjukan tokoh-tokoh yang mengisi seluruh jabatan dalam enam kementerian sehingga suasana masih sangat panas oleh perasaan-perasaan tidak puas yang pasti muncul di sana-sini. Dengan keadaan yang masih sangat sensitive bagi siapapun seperti saat ini, sangat tidak memungkinkan untuk mencabut Jenderal Chang Yu Chun dari tubuh Kementerian Pertahanan karena pasti akan menimbulkan gejolak yang lebih memanas, terutama dalam diri Jenderal Lan Yu yang telah merasa tersisih setelah Kaisar Hongwu menunjuk Jenderal Xu Da sebagai panglima besarnya.
Oleh karena itu, hingga suasana menjadi lebih tenang, Jenderal Xu Da meminta kepada sahabatnya untuk lebih banyak diam, tidak terlalu melibatkan diri dalam pengambilan keputusan-keputusan penting di tubuh Kementerian Pertahanan dan berkonsentrasi dalam pelatihan para prajurit di lapangan. Bahkan kemudian, melalui usaha melobi yang dilakukan oleh Jenderal Xu Da, Jenderal Chang Yu Chun akhirnya di tempatkan di distrik pelatihan prajurit wilayah timur yang paling memungkinkan untuk datang dalam waktu cepat bilamana ancaman dari Bangsa Mongol di derah perbatasan utara kembali muncul. Meskipun harus berpisah dengan Jenderal Xu Da, namun Jenderal Chang Yu Chun merasa sangat lega karena tidak harus terlibat dengan Jenderal Lan Yu yang semakin hari semakin menampakkan rasa tidak puasnya pada kebijakan Kaisar Hongwu.
Sementara itu, dalam masa pembentukan pemerintahan yang stabil oleh Kaisar Hongwu, sebagai seorang Panglima Besar, Jenderal Xu Da memiliki tugas dan kesibukan yang sangat padat sehingga nyaris menyita seluruh waktunya. Namun, pada saat jeda tertentu, sang jenderal besar itu terus teringat pada dua anak kecil yang dititipkannya di Kuil Bulan Merah hampir dua tahun yang lalu. Bagaimana keadaan dua anak berparas cemerlang itu sekarang? Ia telah berjanji pada mereka untuk datang menengok bila ada kelonggaran waktu. Namun, ternyata, kesibukan yang terus menerus terjadi pada masa-masa awal pemerintahan Kaisar Hongwu sungguh-sungguh menyita seluruh hari yang ada sehingga tak tersisa satu haripun dimana Jenderal Xu Da bisa datang ke Kuil Bulan Merah untuk menengok dua anak yang dititipkannya di sana.  
Hingga kemudian, pada tahun kedua setelah Kaisar Hongwu berkuasa, tepatnya pada tahun 1370, Jenderal Xu Da memiliki satu hari di mana ia mendapat kebebasan dari kesibukannya sebagai seorang Jenderal dan Panglima Besar. Waktu yang diberikan oleh Kaisar Hongwu sebagai hari istirahatnya setelah Jenderal Xu Da mengeluhkan punggungnya yang terasa sakit pada bekas luka yang didapatnya pada masa perang terdahulu juga karena Panglima Besar Dinasti Ming tersebut akan segera berangkat untuk menggempur kekuatan Mongolia di ibukota Karakorum sebagai bagian dari ekspedisi untuk menyatukan seluruh daratan Tiongkok di bawah bendera Dinasti Ming.
Jenderal Xu Da memutuskan menggunakan waktu istirahatnya untuk pergi ke Kuil Bulan Merah dan menengok dua anak yang dua tahun lalu di titipkannya pada para biksu di sana. Perjalanan yang hanya di temani oleh Tamtama Bohai dilakukan pada pagi buta untuk menghindari pengamatan Kaisar Hongwu. Kuda hitam Jenderal Xu Da melesat membelah pagi buta yang masih gelap menuju ke sisi selatan Kota Yingtian di mana Kuil Bulan Merah terletak. Tamtama Bohai mengikuti dengan kuda coklatnya yang tertinggal agak jauh di belakang.
Letak Kuil Bulan Merah yang tidak terlalu jauh dari pusat kota Yingtian membuat perjalanan terasa cepat hingga tepat ketika sinar matahari mulai terasa menyengat kulit, Jenderal Xu Da telah melompat turun di depan pintu gerbang kuil yang telah dikenalnya. Beberapa biksu terlihat telah berdiri di depan gerbang untuk menyambut seolah mereka telah mengetahui bahwa pada hari itu, sang Panglima Besar Dinasti Ming akan datang untuk menengok anak-anak yang dititipkannya.
Jenderal Xu Da tersenyum. Ia tidak perlu merasa heran bahwa kedatangannya telah diketahui meski ia sama sekali tak mengirim utusan pendahulu sebelum kedatangannya ke kuil ini. Biksu Tua, yang menjadi kepala biksu di Kuil Bulan Merah ini adalah seorang yang memiliki ilmu tak terukur. Satu-satunya orang yang dapat membuat dirinya merasa jerih dan takut setelah tak ada lagi yang ditakutinya di dunia ini sebagai seorang Xu Da, sebagai Jenderal dan sebagai Panglima Besar Dinasti Ming.
***************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar