Sebagaimana
perintah hukuman yang diberikan oleh Jenderal Xu Da, Changyi dan Chen mendapat
tugas sebagai perawat kuda hitam sang jenderal. Kedua anak tersebut menempati
satu kamar di barak khusus pelayan di bagian belakang rumah Jenderal Xu Da yang
besar. Banyak pelayan dan juru masak yang segera menjadi jatuh hati pada dua
anak berwajah cemerlang tersebut, terutama karena secara ajaib, kuda Jenderal
Xu Da yang terkenal galak dan pilih-pilih pada orang-orang yang mengurusnya,
menjadi sangat takluk pada kedua anak tersebut, dan terutama pada Changyi.
Kecemasan bahwa kuda hitam yang telah melewati banyak peperangan bersama sang
jenderal itu akan menyakiti Changyi dan Chen segera pupus saat melihat betapa
kuda yang terlihat seperti hewan raksasa di depan dua anak bertubuh kecil dan
kurus di sisinya itu begitu menurut bahkan ketika Changyi mengangkat satu demi
satu kakinya saat memandikan binatang yang sangat terkenal sebagaimana tuannya
tersebut. Pada akhirnya, Changyi-lah yang menjadi perawat kuda Jenderal Xu Da
sementara Chen lebih memilih berada di dapur dan membantu juru masak menyiapkan
makanan untuk keluarga Jenderal Xu Da serta seluruh penghuni rumah.
Segalanya terlihat sangat menyenangkan setelah
kehadiran Changyi dan Chen di rumah Jenderal Xu Da. Seolah keduanya, dan
terutama Changyi, telah menjadi sinar yang terang dan membawa kegembiraan.
Sifat Changyi dan ceria dan cerdas membuat semua orang sangat cepat menjadi
dekat dengan anak berparas elok dan bercahaya tersebut. Jenderal Xu Da sendiri
terlihat puas saat melihat Changyi dapat menjinakkan kudanya dan kemudian
menjadi sangat akrab dengan kuda kesayangannya tersebut. Perlahan namun pasti,
Changyi mulai menempati posisi khusus di hati sang jenderal besar tersebut.
Namun, ternyata tidak semua orang dalam rumah
besar itu memiliki perhatian serta rasa suka pada Changyi dan Chen.
Nyonya Xu Da, istri dari Jenderal Xu Da mulai
menunjukkan rasa tidak sukanya pada dua anak yang di bawa pulang oleh suaminya.
Sebenarnya, rasa tidak suka itu telah muncul sejak pertama kali ia melihat dua
anak itu turun dari atas kuda Tamtama Bohai saat kepulangan Jenderal Xu Da dari
peperangan di Kota Dadu. Namun, sebagai seorang wanita yang lembut dan terpelajar,
sang nyonya yang cantik itu berhasil menyembunyikan rasa tidak sukanya
rapat-rapat dan lebih memilih menikmati kepulangan suaminya dari medan perang.
Namun, setelah waktu berjalan selama tiga bulan sejak Changyi dan Chen tinggal
di rumah Jenderal Xu Da, sang nyonya mulai tak mampu lagi menutupi perasaannya.
Terlebih saat ia melihat betapa Jenderal Xu Da semakin lama semakin dekat
dengan anak bernama Changyi. Dan rasa tidak suka itu mulai terungkap pada
Changyi dan Chen saat jenderal Xu Da tidak berada di rumah. Sikap dan perlakuan
yang dengan jelas menunjukan rasa tidak suka itu membuat Changyi dan Chen
menjadi sangat sedih. Meski Changyi dapat menyembunyikan kesedihannya di balik
sifat periangnya, namun tidak bagi Chen yang mulai sering menangis. Seluruh
pelayan dan juru masak yang melihat betapa kasar perlakuan nyonya mereka,
bagaimanapun juga merasa sedih karena mereka telah sangat menyukai Changyi dan
Chen. Tetapi, mereka semua hanyalah pelayan di rumah besar tersebut, dan sama
sekali tak memiliki daya apapun untuk melawan nyonya rumah yang sebenarnya
sangat baik itu. Perubahan suasana yang
semula riang dan gembira menjadi tegang saat Jenderal Xu Da tidak berada di
rumah pada akhirnya mulai terasakan oleh sang jenderal. Namun, Jenderal Xu Da
belum mengambil tindakan apapun sebab Nyonya Xu sendiri belum mengatakan apapun
tentang tindakannya yang sangat kasar pada dua anak yang dibawanya tersebut. Jenderal
Xu Da yang sangat mengetahui karakter istrinya mengerti bahwa wanita yang telah
mendampinginya dalam waktu yang lama tersebut akan mengungkapkan rasa hatinya.
Dan perkiraan Jenderal Xu Da segera menjadi
kenyataan.
“Haruskan dua anak itu tinggal di rumah kita?”
tanya Nyonya Xu sambil menuangkan arak beras ke dalam cangkir Jenderal Xu Da
yang tengah menikmati makan malamnya.
Jenderal Xu Da berhenti mengunyah makanan dalam
mulutnya. Sudut matanya melirik ke arah istrinya sekilas sebelum kemudian
kembali mengunyah makan malamnya.
“Bukankah menolong mereka tidak harus dengan
membawa mereka pulang ke rumah? Anda (panggilan hormat Nyonya Xu pada suaminya,
sama seperti Panjenengan – Bahasa Jawa – atau Dangsin/Tangsin – Bahasa Korea
^_^) bisa menempatkan mereka di rumah penampungan dan mencarikan mereka
pekerjaan yang sesuai. Atau mencarikan untuk mereka orangtua asuh. Dengan
kekuasaan Anda saat ini, pasti akan banyak orang yang bersedia merawat mereka.
Benar bukan?” lanjut Nyonya Xu saat suaminya tidak menyahuti kata-katanya.
Jenderal Xu Da meletakkan sumpit dan mangkuknya
yang telah kosong lalu mengangkat cangkir berisi arak beras dan menghirup arak
tersebut. Selanjutnya, cangkir arak yang telah kosong tersebut di letakkan
kembali ke atas meja. Gerakannya agak
sedikit keras menyebabkan suara yang mirip gebrakan pada meja kayu di depannya
membuat Nyonya Xu menjadi sangat terkejut dan menatap suaminya dengan sedikit
nanar. Benarkan suaminya telah marah padanya? Hanya karena dua anak asing yang
baru saja datang ke rumah mereka?
“Suamiku? Anda marah padaku?” tanya Nyonya Xu
dengan suara bergetar menunjukkan hatinya yang mulai terluka.
Jenderal Xu Da berpaling menatap istrinya. Meski
sesungguhnya, dalam hati ia memang merasa marah, namun mengingat betapa wanita
di hadapannya itu telah banyak mendampinginya dalam berbagai keadaan kehidupan
hingga saat ini, maka Jenderal Xu Da berusaha keras untuk tidak menunjukkan
kemarahannya dalam eskpresi wajah. Karena itu, saat menatap Nyonya Xu, wajah
sang jenderal kesayangan Kaisar Min Tai Zu tersebut terlihat tetap tenang tanpa
riak gejolak.
“Kenapa kau tidak menyukai mereka?” tanya Jenderal
Xu Da kemudian. “Apakah mereka telah melakukan hal-hal yang tidak baik di rumah
ini? mencuri atau merusak benda-benda di sini?”.
Nyonya Xu tertunduk. Meski Jenderal Xu Da
mengucapkan kalimatnya dengan nada wajar namun ia dapat merasakan kemarahan
suaminya. Tatapan mata Jenderal Xu Da yang sesungguhnya biasa dan wajar
terasakan seperti sebuah tatapan tajam yang menusuk dan menyelidik.
Perlahan, kepala Nyonya Xu menggeleng. Gerakannya
lemah dan terlihat tak berdaya.
“Aku tidak tahu” jawabnya dengan nada lirih. “
Sungguh aku sendiri tidak tahu mengapa aku tidak suka pada mereka. Aku tahu
mereka adalah anak-anak yang baik. Juga mereka memiliki wajah dan penampilan
yang sangat indah. Terutama anak yang bernama Changyi itu. Dia terlihat seperti
matahari kecil. Tapi suamiku, entah kenapa, rasa hatiku sangat tidak enak
setiap kali aku melihat mereka. Terutama saat aku melihat Changyi. Aku merasa
seolah-olah ia akan menjadi masalah bagi keluarga kita suatu hari nanti”.
Jenderal Xu Da menggelengkan kepalanya mendengar
jawaban istrinya. “Menurutku kau terlalu banyak berpikir. Masalah apa yang akan
ditimbulkan oleh Changyi? Dia sangat baik, sopan, cerdas dan periang. Kau lihat
sendiri, bahkan kudaku pun takluk padanya. Menurutku, dia adalah anak yangat
istimewa dan memiliki bakat-bakat besar dalam dirinya. Jangan memikirkan
hal-hal yang belum terjadi karena kau tak pernah tahu apa yang akan terjadi
esok hari”.
Nyonya Xu mengangkat wajahnya dan menatap
suaminya. Sepasang alisnya yang melengkung indah berkerut dalam.
“Tapi suamiku…aku tidak pernah merasakan hal
seperti ini sebelumnya. Aku tidak bermaksud untuk memikirkan hal-hal yang belum
terjadi tapi…”
“Sudahlah!” sentak Jenderal Xu Da. Kali ini dengan
nada tegas dan sedikit keras membuat kalimat Nyonya Xu terpotong dan wanita
cantik itu tersentak.
“Suamiku? Anda membentakku? Karena anak-anak itu?”
Nyonya Xu bertanya dengan gumpalan rasa luka dan sakit dalam hatinya.
“Aku tidak ingin bertengkar denganmu hanya karena
hal-hal yang tidak masuk akal. Aku ingin mereka tinggal di rumah ini dan
kuminta padamu, ubah sikap-sikapmu yang kasar pada mereka saat aku tidak ada.
Ini perintah!” jawab Jenderal Xu Da sambil berdiri dan beranjak pergi dari
hadapan istrinya.
Nyonya Xu masih duduk di tempatnya. Tak ada
jawaban keluar dari mulutnya yang mungil merah. Namun pandangannya menatap
punggung Jenderal Xu Da yang telah melangkah menuju ke pintu, membuka pintu
dengan gerakan sedikit kasar lalu melangkah keluar tanpa sedikitpun menoleh
lagi ke belakang. Jenderal Xu da adalah seorang panglima perang besar yang
belum pernah kalah dalam semua pertempuran yang di jalaninya. Sikapnya sangat
tegas penuh wibawa dan kokoh saat berada di lapangan memimpin ribuan prajurit.
Namun, sebagai seorang suami, Jenderal Xu da adalah seorang lelaki yang
penyayang dan baik hati. Sangatlah jarang, atau bisa dikatakan hampir tidak
pernah Jenderal Xu Da mengucapkan kata-kata kasar pada istri dan anak-anaknya
di rumah. Tapi kini, untuk kali pertama
setelah sekian lama, sang jenderal yang baik hati itu mendadak membentaknya dan
bersikap kasar padanya. Dan semua itu hanyalah karena dua orang anak asing yang
tak diketahui asal-usulnya yang di bawa pulang oleh Jenderal Xu Da sejak tiga
bulan yang lalu. Ia, yang telah mendampingi suaminya tersebut selama ini, menempuh
keadaan-keadaan yang terkadang sangat sulit dan pahit, tiba-tiba seolah menjadi
tak berarti di depan seorang Jenderal Xu Da. Nyonya Xu mengangkat tangan
kanannya yang mungil untuk mengelus dadanya sendiri saat mendadak, sebuah rasa
kalah yang sangat menyakitkan muncul dan mendekapnya dengan sangat kuat. Ia,
yang seorang nyonya jenderal besar telah di kalahkan oleh dua anak asing yang
baru saja bertemu dengan suaminya.
Perlahan, sepasang sungai bening mengalir di pipi
Nyonya Xu, mengiringi bahunya yang berguncang pelan, terisak dalam
kesendiriannya di kamar yang kini sunyi, tanpa sosok suami yang sesungguhnya
sangat dihormati dan dipujanya.
****************
Changyi
duduk bersandar pada dinding kamar di atas tempat tidur yang menjadi ranjangnya
bersama dengan Chen. Malam sudah mulai larut namun, kedua anak itu masih belum
bisa memejamkan mata. Sebenarnya, Changyi sudah mengantuk, namun ia tahu bahwa
dengan suara isak tangis Chen di sisinya, serta wajah yang terus menyiratkan
kesedihan seperti yang dilihatnya sekarang, adalah mustahil bagi Changyi untuk
bisa terlelap betapapun kedua matanya sudah terasa sangat berat. Karena itu,
Changyi memilih duduk dengan menyandarkan punggungnya pada dinding kamar yang
sejuk. Hari ini, pekerjaannya sedikit berat. Setelah mengurusi kuda Jenderal Xu
Da, ia harus membersihkan kandang hewan yang luar biasa tersebut. Mengosongkan
bekas-bekas kotoran kuda, menyapu sisa-sisa jerami hingga mencuci tempat minum
sang kuda. Karena itu, saat ini Changyi merasa tubuhnya letih sekali sebab ia
mengerjakan perkerjaannya sendirian sejak Chen diambil alih oleh juru masak
untuk membantu pekerjaan di dapur. Kedua mata Changyi menatap ke arah Chen yang
duduk sambil memeluk lutut di depannya. Airmata masih terus mengalir di pipi
anak itu membuat Changyi bagaimanapun merasa dadanya sesak.
“Sudahlah Adik Chen….jangan menangis lagi” ujar
Changyi sambil menyentuh lengan Chen dengan lembut.
Chen mengusap pipinya yang basah. Wajahnya
terangkat dan menatap Changyi.
“Kakak, apakah benar kita tinggal di sini? Apakah
tidak lebih baik kita kembali ke desa saja? Kakak lihat sendiri bagaimana sikap
Nyonya Jenderal, ia sungguh-sungguh tidak menyukai kita. Bahkan, semakin lama
sikapnya pada kita semakin keras. Hari ini, ia melarang kita untuk makan,
kemarin ia menyuruh kita untuk melakukan pekerjaan semua orang, dua hari yang
lalu, ia memukul Kakak keras sekali. Apakah seharusnya kita tinggal di sini?”
rajuk Chen.
Changyi menghela nafas. Ia bisa mengerti bahwa
Chen pasti tidak akan betah untuk tinggal di tempat di mana keberadaan mereka
sangat tidak di inginkan. Chen memiliki perasaan yang sangat halus. Meski
terkadang, ia merasa jengkel dengan sifat yang sangat perasa tersebut, namun di
sisi lain, Changyi sungguh-sungguh mengagumi anak yang sudak seperti adiknya
sendiri itu. Chen bisa membaca hati dan pikiran orang dengan sangat tepat. Hal
yang seringkali membuat Changyi sangat heran.
“Adik Chen…kalau kita kembali ke desa, lalu kita
akan tinggal di mana? Rumah kita sudah hancur. Kalau kita kembali ke desa yang
dulu kita singgahi sebelum bertemu dengan Tuan Jenderal, maka itu lebih tidak
mungkin. Kita sudah melakukan hal buruk di sana” jawab Changyi dengan suara
pelan. Sebagian karena kantuknya, dan sebagian lagi karena kesabaran yang sudah
terlatih untuk menghadapi Chen di saat anak itu sedangg di belenggu oleh
kepekaan hatinya.
“Jadi, kalau kita tidak bisa pulang ke desa kita,
kita tidak bisa pulang ke desa yang dulu tempat kita mencuri beras, lalu apakah
kita harus tinggal di sini? tidak bisakah kita pergi dari sini lalu mencari
tempat lain? Kita bisa mencari pekerjaan di luar sana” sahut Chen dengan suara
tak sabar.
“Tidakkah kau lihat niat baik Jenderal saat
membawa kita ke rumah ini? Jenderal sudah membebaskan kita dari orang-orang
desa yang marah. Di sini, kita tak perlu mencuri beras untuk bisa makan. Kita
juga punya kamar yang bagus untuk tidur.
Kita memiliki teman-teman paman pelayan dan paman juru masak yang sangat baik
pada kita. Hari ini, biarpun Nyonya Jenderal tidak mengijinkan kita makan, tapi
paman juru masak menyisihkan makanan untuk kita sehingga kita tidak kelaparan.
Adik Chen, bersabarlah sebentar. Jangan memikirkan sikap dari Nyonya Jenderal
pada kita. Aku yakin, jika kita sabar, pasti akan ada jalan yang sangat bagus
untuk kita. Percayalah padaku” bujuk Changyi dengan nada lembut.
Chen beringsut mendekat pada Changyi dan duduk di
sisi kakaknya itu. Tubuhnya kini juga bersandar di dinding kamar.
“Aku selalu percaya pada Kakak. Aku hanya takut”
jawab Chen dengan nada berbisik.
“Jangan takut Adik Chen. Bukankah ada aku? Aku
akan selalu melindungimu. Apapun yang terjadi, aku akan selalu melindungimu
selama aku masih hidup. Ingat terus janjiku ini” sahut Changyi dengan suara
tegas.
Chen masih terisak sesekali namun, mendengar
kata-kata Changyi, hatinya terasa sedikit lebih tenang. Selalu seperti
biasanya, setia kali mereka berada dalam sebuah kesulitan, ia memiliki
kepercayaan bahwa Changyi akan bisa menyelesaikan masalah itu dengan baik.
“Kau percaya padaku kan Adik Chen?” ulang Changyi
saat Chen tak juga menjawab pertanyaannya.
Perlahan Chen mengangguk.
“Aku percaya pada Kakak” sahut Chen.
Changyi mengangguk dengan gerakan mantap dan
tegas. Tangannya kemudian terulur dan merangkul bahu Chen.
“Semua akan berjalan dengan baik. Kau hanya harus
sedikit bersabar. Lalu, semua nanti akan menjadi hal yang baik untuk kita
berdua. Untuk saat ini, lebih baik kita segera tidur karena besok pagi ada
pekerjaan yang menunggu dan harus kita selesaikan” bisik Changyi.
Chen tak menjawab, namun tubuhnya segera merosot
ke atas ranjang di ikuti oleh Changyi yang merebahkan tubuhnya di sisi Chen.
Changyi segera terlelap oleh kantuk yang memang sudah menyerang namun Chen,
untuk sesaat masih terus terjaga. Sesekali, anak itu menghela nafas panjang dan
mengusap matanya yang masih basah. Hingga kemudian, saat malam mulai merambat
ke pagi berikutnya, anak bertubuh kurus dan kecil itu akhirnya terlelap dalam
tidur yang gelisah.
**************
Perintah
dari Jenderal Xu Da untuk memberikan sikap baik pada Changyi dan Chen sungguh-sungguh
dilaksanakan oleh Nyonya Xu. Sejak malam ia menerima perintah langsung dari
suaminya, sikapnya segera berubah. Changyi dan Chen tak lagi mendapatkan
perlakuan kasar ataupun pekerjaan-pekerjaan tambahan sebagaimana sebelumnya.
Demikian pula dalam hal makanan. Changyi merasa gembira dengan perubahan nyata
yang sangat terasa tersebut. Namun, tidak demikian halnya dengan Chen yang
justru menjadi semakin gelisah dan Changyi benar-benar tidak mengerti dengan
hal tersebut. Terlebih kini, Chen takmau mengatakan alasan dari kegelisahan
hatinya menanggapi perubahan sikap dari Nyonya Xu.
Namun, sesungguhnya perubahan sikap Nyonya Xu
memang bukanlah perubahan yang wajar. Dalam pukulan rasa kalah yang menyakitkan
hatinya, wanita tersebut mengungkapkannya dalam bentuk sikap tak peduli pada
Jenderal Xu Da. Hal yang kemudian sangat terasa bagi sang jenderal saat ia tak
mendapati istrinya menemani saat makan malam tiba, saat Jenderal berjalan di
taman pada pagi hari sebelum keberangkatannya ke istana dan banyak kegiatan
lain yang dalam kebiasaan, selalu di temani oleh Nyonya Xu. Wanita berparas
cantik dan lembut itu lebih banyak menyibukkan diri mengurus putri-putrinya
serta tak lagi banyak bicara.
Perubahan yang sangat nyata tersebut sungguh
sangat mengganggu Jenderal Xu Da sehingga membuat konsentrasinya menjadi goyah
saat ia tengah memimpin para prajurit dan bahkan saat berada di depan Kaisar
Ming Tai Zhu. Bagaiamanapun, Nyonya Xu adalah wanita yang telah mendampinginya
begitu lama. Wanita itu sudah sangat mengerti tentang dirinya lebih dari
siapapun juga hingga Jenderal Xu Da tak pernah harus mengatakan hal yang
diinginkannya melainkan Nyonya Xu selalu memahaminya lebih dulu. Meskipun
Jenderal Xu Da masih saja tak mengerti dengan alasan yang diungkapkan oleh Nyonya
Xu perihal rasa tidak sukanya pada dua anak yang dibawanya, namun dalam hati
Jenderal Xu Da merasa bahwa ia juga tidak bisa menepiskan apa yang menjadi
ganjalan hati istrinya. Sebab, Nyonya Xu bukanlah seorang wanita yang mudah
untuk merasa tidak suka pada sesuatu
atau seseorang melainkan pasti ada alasan yang kuat di baliknya.
Karena itu, satu bulan sejak perubahan besar dalam
sikap Nyonya Xu, Jenderal Xu Da memutuskan untuk mengambil satu tindakan yang
di yakininya sebagai sebuah jalan tengah yang adil. Maka, pada suatu pagi yang
cerah di awal musim semi, terlihat datang dua orang pendeta biksu ke rumah
Jenderal Xu Da dengan di antar oleh Tamtama Bohai. Kedua biksu yang diterima
oleh Jenderal Xu Da dengan penuh semangat dan ketiganya berbicara dalam ruang
yang tertutup. Hingga kemudian, Tamtama Bohai mendapat perintah untuk memanggil
Changyi dan Chen agar menghadap kepada Jenderal Xu Da.
Changyi dan Chen duduk berdampingan di sisi dua
orang biksu yang telah lebih dulu datang. Kedua anak tersebut telah memberi
hormat pada Jenderal Xu Da sebelum kemudian memberi hormat pada dua orang biksu
yang terlihat sangat teduh dan ramah. Jenderal Xu Da menatap dua anak yang ada
di depannya sejenak sebelum mulai berbicara.
“Aku memanggil kalian berdua pada hari ini karena
aku memiliki perintah untuk kalian kerjakan dengan sebaik-baiknya” kata
Jenderal Xu da mengawali kalimatnya.
Changyi dan Chen mendengarkan dengan seksama.
“Apakah kalian berdua sanggup untuk menjalankan
perintah yang akan kuberikan?” tanya Jenderal Xu Da.
“Ya Jenderal! Kami akan berusaha melaksanakan
perintah Jenderal sebaik-baiknya!” jawab Changyi dan Chen nyaris bersamaan.
Jenderal Xu Da mengangguk. Terlihat kilat senang
di matanya yang tajam.
“Bagus!...sekarang, aku telah memanggil dua
pendeta biksu ke mari. Mereka berdua adalah dua biksu dari Kuil Bulan Merah
yang terletak di sebelah selatan Kota Yingtian. Aku telah memberi perintah pada
mereka untuk membawa kalian ke Kuil Bulan Merah dan mengajari kalian membaca,
menulis dan olah beladiri. Karena itu,
aku memerintahkan pada kalian untuk mengikuti kedua biksu ini ke Kuil Bulan
Merah, belajar dengan baik dan jaga sikap-sikap kalian. Aku akan menengok
kalian setiap kali aku memiliki waktu karena itu jangan pernah berusaha untuk
membohongiku. Apakah kalian sanggup?” tanya Jenderal Xu Da dengan nada tegas
dan sepasang mata yang berkilat tajam. Jelas terlihat otoritas yang tak sudi di
bantah dalam nada bicara sang jenderal besar tersebut.
Namun, di luar dugaan, perintah yang diucapkan
dengan nada tegas dan tak boleh di bantah itu justru disambut gembira oleh
Changyi yang segera bersujud di depan Jenderal Xu Da sementara Chen menyusul
bersujud beberapa saat kemudian.
“Benarkah Jenderal? …..tentu saja! Tentu saja kami
akan melaksanakan perintah Jenderal dengan sebaik-baiknya. Terima kasih
Jenderal…terima kasih!” sahut Changyi dengan penuh semangat. Terlihat kedua
matanya yang sangat indah dan bening di penuhi oleh cahaya kegembiraan hingga
membuat wajahnya yang telah elok rupawan menjadi semakin menawan.
Jenderal Xu Da menatap Changyi dengan hati senang.
Senang melihat semangat belajar dalam diri anak tersebut yang menggebu-gebu.
Senang melihat cahaya cemerlang di mata dan wajah Changyi yang menunjukkan
kecerdasan dan keinginan besar untuk menguasai suatu kemampuan dan ketrampilan.
Hal yang berbeda terlihat pada Chen yang tampak tenang meski sebuah senyum
terukir dibibirnya. Tak terlihat binar gembira yang menggebu-gebu sebagaimana
halnya dengan Changyi. Cahaya yang memancar dari wajah anak bertubuh kecil itu
terlihat lebih lembut dan tenang. Dan hal itu sedikit membuat Jenderal Xu Da
bertanya-tanya dalam hatinya.
“Apakah kau sanggup untuk belajar dengan baik di
Kuil Bulan Merah bersama dengan kakakmu?” tanya Jenderal Xu Da tiba-tiba pada
Chen.
Chen tergagap. Meski telah empat bulan ia tinggal
di rumah Jenderal Xu Da, namun tetap saja, ia selalu tergagap setiap kali
jenderal besar yang sangat ditakuti itu memanggil namanya atau menanyakan
sesuatu padanya.
“Saya sanggup Jenderal. Saya akan belajar dengan
sebaik-baiknya bersama dengan Kakak Changyi” jawab Chen sambil bersujud untuk kedua
kalinya. “Terima kasih Jenderal”.
Jenderal Xu Da bergumam pelan mendengar jawaban
dari Chen. Tak ada kata-kata lebih lanjut dari bibirnya. Kemudian, pandangannya
beralih pada dua biksu yang duduk tenang dan menunggu.
“Guru” panggil Jenderal Xu Da pada dua biksu di
depannya.
“Hamba Jenderal” jawab kedua biksu bersamaan
dengan suara lembut.
“Bawalah mereka sekarang dan didiklah
sebaik-baiknya. Jika mereka melawan para guru di kuil, maka laporkanlah kepada
saya dan saya yang akan menghukum mereka berdua. Tamtama Bohai akan mengantar
sampai di Kuil Bulan Merah” kata Jenderal Xu Da kemudian.
“Baik Jenderal” jawab dua biksu sambil membungkuk
memberi hormat.
Dan selanjutnya, Changyi dan Chen segera
meninggalkan rumah besar Jenderal Xu Da setelah membereskan barang-barang
mereka yang tak banyak. Beberapa potong pakaian bersih pemberian Jenderal Xu Da
serta sedikit barang milik mereka sendiri sebelum ditemukan oleh sang jenderal
besar tersebut. Para pelayan dan juru masak terlihat sedih dengan kepergian dua
anak yang telah akrab dengan mereka. Namun tidak demikian dengan Nyonya Xu yang
jelas terlihat begitu bahagia. Bahkan, pada hari itu juga, sikapnya telah
kembali hangat dan lembut pada Jenderal Xu Da. Sebuah meja persembahan di
sajikan oleh Nyonya Xu yang cantik jelita pada malam yang sangat membahagiakan
baginya setelah empat bulan dalam rasa sesak yang tak dimengerti bahkan oleh
dirinya sendiri.
Dan bagaimanapun, sang jenderal besar merasa
gembira dengan kelembutan Nyonya Xu yang telah kembali hingga malam itu, api
cinta di antara keduanya kembali berkobar dalam keheningan malam yang tenang.
Meski, ada satu sisi di dalam hati sang jenderal
yang terasa kosong, karena turut pergi bersama dua anak berparas cemerlang yang
sesungguhnya telah mencuri tempat di hatinya.
Terutama Changyi.
***************
Dan waktu berjalan sedemikian cepat sejak hari
Changyi dan Chen di bawa ke Kuil Bulan Merah. Jenderal Xu Da kembali di
sibukkan dengan pengejaran para pemberontak, ekspansi dan perluasan wilayah
serta menata keamanan dalam negeri.
Pemerintahan Kaisar Ming Tai Zhu sedikit demi
sedikit mulai berkembang menuju ke arah kemakmuran seiring degan keamanan
negara yang semakin baik. Masyarakat yang mulai terbebas dari rasa takut dapat
menerima segala bentuk perbaikan dalam tata aturan yang diterapkan oleh Sang
Kaisar dengan gembira.
Dalam setahun setelah kenaikannya ke atas tahta,
Kaisar Ming Tai Zhu segera melakukan perombakan dan pembaharuan terhadap sistem
aturan pemerintahan lama yang diterapkan oelh Dinasti Yuan. Pembaharuan di
sistem pemerintahan Kaisar Ming Tai Zhu antara lain menghilangkan jabatan
Perdana Menteri dan membentuk enam kementerian yang menangani operasional
pemerintahannya. Keenam kementerian tersebut adalah Kementerian Aparat Negara (
Li Bu ), Kementerian Keuangan ( Hu Bu ), Kementerian Tata Krama atau Ritual,
Kementerian Pertahanan ( Bing Bu ), Kementerian Hukum ( Xing Bu ) dan
Kementerian Pekerjaan Umum ( Gong Bu ).
Kaisar Ming Tai Zhu atau Kaisar Hongwu
mengendalikan sendiri keenam kementerian yang melakukan operasional
pemerintahannya, karena itu, dengan kata lain, setiap masalah yang sulit akan
di putuskan berdasarkan kebijakan Kaisar Hongwu sendiri sebagai pucuk pimpinan
negara sehingga Kaisar Hongwu memiliki kekuasaan penuh terhadap setiap
kebijakan penting dalam pemerintahan. Setiap orang yang telah banyak berjasa
dalam masa peperangan mendapat tempat dalam enam kementerian yang di bentuk
oleh Kaisar Hongwu tersebut.
Kecuali Jenderal Xu Da.
Setelah selama beberapa waktu terus menerus
menjadi teka-teki tentang siapakah orang yang akan di tunjuk sebagai panglima
besar yang memegang kekuasaan tertinggi angkatan perang Dinasti Ming, pada
akhirnya, Kaisar Hongwu menunjuk Jenderal Xu Da sebagai orang kedua dalam gerak
roda pemerintahannya. Dengan demikian, kekuasaan Jenderal Xu Da dalam angkatan
perang menjadi sangat mutlak setelah kewenangan Kaisar Hongwu sendiri. Dan hal
ini segera menimbulkan perpecahan di antara Jenderal Xu Da dan Jenderal Lan Yu
yang sesungguhnya sangat menginginkan untuk menjabat sebagai panglima besar.
Dalam pembentukan enam kementerian, Jenderal Lan
Yu di masukkan ke dalam Kementerian Pertahanan bersama dengan Jenderal Chang Yu
Chun, sehingga dengan sendirinya, seluruh prajurit di bawah pimpinan Jenderal
Lan Yu masuk di bawah kewenangan Kementerian Pertahanan. Jenderal Chang Yu Chun
yang sesungguhnya lebih dekat kepada Jenderal Xu Da menjadi sangat sulit untuk
bergerak karena dalam Kementerian Pertahanan, ia banyak mendapatkan tekanan
dari Jenderal Lan Yu yang memendam rasa tidak puas dengan pembagian jabatan
dari Kaisar Hongwu. Beberapa kali, Jenderal Chang Yu Chun mengungkapkan
kesulitannya di tubuh Kementerian Pertahanan pada Jenderal Xu Da namun, sang
panglima besar selalu memintanya untuk bersabar hingga saat yang tepat karena
masa pembentukan enam kementerian baru saja selesai demikian pula dengan
penunjukan tokoh-tokoh yang mengisi seluruh jabatan dalam enam kementerian sehingga
suasana masih sangat panas oleh perasaan-perasaan tidak puas yang pasti muncul
di sana-sini. Dengan keadaan yang masih sangat sensitive bagi siapapun seperti
saat ini, sangat tidak memungkinkan untuk mencabut Jenderal Chang Yu Chun dari
tubuh Kementerian Pertahanan karena pasti akan menimbulkan gejolak yang lebih
memanas, terutama dalam diri Jenderal Lan Yu yang telah merasa tersisih setelah
Kaisar Hongwu menunjuk Jenderal Xu Da sebagai panglima besarnya.
Oleh karena itu, hingga suasana menjadi lebih
tenang, Jenderal Xu Da meminta kepada sahabatnya untuk lebih banyak diam, tidak
terlalu melibatkan diri dalam pengambilan keputusan-keputusan penting di tubuh
Kementerian Pertahanan dan berkonsentrasi dalam pelatihan para prajurit di
lapangan. Bahkan kemudian, melalui usaha melobi yang dilakukan oleh Jenderal Xu
Da, Jenderal Chang Yu Chun akhirnya di tempatkan di distrik pelatihan prajurit
wilayah timur yang paling memungkinkan untuk datang dalam waktu cepat bilamana
ancaman dari Bangsa Mongol di derah perbatasan utara kembali muncul. Meskipun
harus berpisah dengan Jenderal Xu Da, namun Jenderal Chang Yu Chun merasa
sangat lega karena tidak harus terlibat dengan Jenderal Lan Yu yang semakin
hari semakin menampakkan rasa tidak puasnya pada kebijakan Kaisar Hongwu.
Sementara itu, dalam masa pembentukan pemerintahan
yang stabil oleh Kaisar Hongwu, sebagai seorang Panglima Besar, Jenderal Xu Da
memiliki tugas dan kesibukan yang sangat padat sehingga nyaris menyita seluruh
waktunya. Namun, pada saat jeda tertentu, sang jenderal besar itu terus teringat
pada dua anak kecil yang dititipkannya di Kuil Bulan Merah hampir dua tahun
yang lalu. Bagaimana keadaan dua anak berparas cemerlang itu sekarang? Ia telah
berjanji pada mereka untuk datang menengok bila ada kelonggaran waktu. Namun,
ternyata, kesibukan yang terus menerus terjadi pada masa-masa awal pemerintahan
Kaisar Hongwu sungguh-sungguh menyita seluruh hari yang ada sehingga tak
tersisa satu haripun dimana Jenderal Xu Da bisa datang ke Kuil Bulan Merah
untuk menengok dua anak yang dititipkannya di sana.
Hingga kemudian, pada tahun kedua setelah Kaisar
Hongwu berkuasa, tepatnya pada tahun 1370, Jenderal Xu Da memiliki satu hari di
mana ia mendapat kebebasan dari kesibukannya sebagai seorang Jenderal dan
Panglima Besar. Waktu yang diberikan oleh Kaisar Hongwu sebagai hari
istirahatnya setelah Jenderal Xu Da mengeluhkan punggungnya yang terasa sakit
pada bekas luka yang didapatnya pada masa perang terdahulu juga karena Panglima
Besar Dinasti Ming tersebut akan segera berangkat untuk menggempur kekuatan
Mongolia di ibukota Karakorum sebagai bagian dari ekspedisi untuk menyatukan
seluruh daratan Tiongkok di bawah bendera Dinasti Ming.
Jenderal Xu Da memutuskan menggunakan waktu
istirahatnya untuk pergi ke Kuil Bulan Merah dan menengok dua anak yang dua tahun
lalu di titipkannya pada para biksu di sana. Perjalanan yang hanya di temani
oleh Tamtama Bohai dilakukan pada pagi buta untuk menghindari pengamatan Kaisar
Hongwu. Kuda hitam Jenderal Xu Da melesat membelah pagi buta yang masih gelap
menuju ke sisi selatan Kota Yingtian di mana Kuil Bulan Merah terletak. Tamtama
Bohai mengikuti dengan kuda coklatnya yang tertinggal agak jauh di belakang.
Letak Kuil Bulan Merah yang tidak terlalu jauh
dari pusat kota Yingtian membuat perjalanan terasa cepat hingga tepat ketika
sinar matahari mulai terasa menyengat kulit, Jenderal Xu Da telah melompat
turun di depan pintu gerbang kuil yang telah dikenalnya. Beberapa biksu
terlihat telah berdiri di depan gerbang untuk menyambut seolah mereka telah
mengetahui bahwa pada hari itu, sang Panglima Besar Dinasti Ming akan datang
untuk menengok anak-anak yang dititipkannya.
Jenderal Xu Da tersenyum. Ia tidak perlu merasa
heran bahwa kedatangannya telah diketahui meski ia sama sekali tak mengirim
utusan pendahulu sebelum kedatangannya ke kuil ini. Biksu Tua, yang menjadi
kepala biksu di Kuil Bulan Merah ini adalah seorang yang memiliki ilmu tak
terukur. Satu-satunya orang yang dapat membuat dirinya merasa jerih dan takut
setelah tak ada lagi yang ditakutinya di dunia ini sebagai seorang Xu Da,
sebagai Jenderal dan sebagai Panglima Besar Dinasti Ming.
***************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar