Minggu, 19 Juni 2016

Straight - Episode 7 ( Bagian Tujuh )


 Waktu seperti berjalan dalam kecepatan yang benar-benar lamban seolah segalanya terhenti pada satu titik. Titik yang membingungkan karena membawa seluruh jawaban sekaligus kepedihan dalam hati Changyi dan semua orang yang tak menduga adanya tragedi di hari pernikahan agung Pangeran Mahkota.
Sebagian besar tamu kerajaan telah memohon pamit pada Kaisar Hongwu dan berangkat kembali ke daerah masing-masing. sebagian kecil lain masih tinggal sekedar untuk menikmati keindahan kota Yingtian setelah terlepas dari ketegangan dan ancaman hukuman mati akibat teracuninya Pangeran Keempat atau menunggu hal selanjutnya yang akan terjadi pada Kasim Chen yang telah ditetapkan sebagai terhukum. 
Xiao Chen telah di penjara di ruang penjara bawah tanah dalam penjagaan tingkat tinggi dan tak seorangpun dapat menemuinya kecuali mendapat ijin dari Kaisar. Meskipun hukuman mati telah ditetapkan namun Kaisar Hongwu memutuskan untuk menunda pelaksanaan hukuman setelah mendengar beberapa pendapat terutama dari Jenderal Xu Da – hal yang membuat hati Perdana menteri Hu Weiyong menjadi kecut – serta beberapa pendapat dari menteri lain.
Tetapi, nampaknya penundaan pelaksanaan hukuman tidak banyak berarti sebab hingga sampai pada waktu sekarang setelah satu hari berlalu, belum juga ditemukan satupun titik terang yang menunjukkan adanya petunjuk tentang siapa yang merencanakan kejahatan pada Pangeran Zhu Di. Semua petunjuk selalu mengarah dan berakhir pada Kasim Chen sebagai orang terdekat dan terpercaya dari Pangeran Zhu Di membuat harapan di hati Changyi semakin meredup.
Hari ini ia memutuskan untuk pulang ke rumah setelah satu hari satu malam menunggui Pangeran Zhu Di yang masih belum bangun dari ketidaksadarannya. Nampaknya, sisa-sisa racun yang tidak dapat dikeluarkan melalui tenaga chi sebagian telah mempengaruhi beberapa tempat penting dalam tubuh Pangeran Keempat sehingga membuat sang pangeran kesayangan istana tersebut masih harus berjuang untuk sadar kembali. Hal lain yang membuat Changyi merasa sangat sedih. Kesedihanyang timbul karena ia tahu, selain dirinya, hanya Pangeran Zhu Di-lah yang tahu pasti bahwa Xiao Chen tidak bersalah.
Namun, dalam posisinya sekarang ini, Changyi benar-benar menyadari bahwa ia tak dapat melakukan apapun untuk menolong adiknya. Bahkan, ia mengerti bahwa semakin ia menunjukkan reaksi terhadap penangkapan Xiao Chen, maka tuduhan bahwa adiknya telah bersalah akan semakin menguat. Terlebih lagi, selain dirinya dan Jenderal Xu Da – juga Pangeran Zhu Di sendiri – tak ada seorangpun yang tahu bahwa sesungguhnya Xiao Chen memiliki hubungan yang sangat erat dengannya. Selama ini, Xiao Chen hanya dikenal sebagai bekas pelayan di rumah Jenderal Xu Da yang dahulunya adalah pelayan kecil di rumah Changyi sebelum ditemukan dan diangkat anak oleh Panglima Tertinggi Kerajaan Yingtian itu. Jika sekarang ia melakukan sesuatu hal yang menyolok dan menunjukkan rahasia sebenarnya mengenai siapa sesungguhnya Xiao Chen baginya, maka bukan saja keadaan adiknya akan menjadi semakin buruk namun juga akan menyeret Jenderal Xu Da, dirinya sendiri dan seluruh keluarga Xu. Dan sungguh Changyi tak ingin hal buruk terjadi pada Jenderal Xu Da, bukan hanya semata karena rasa hutang budi dan kasih sayang yang tumbuh kuat pada ayah angkatnya tersebut namun karena – dan terutama – adanya sosok yang kini telah menguasai seluruh hati dan jiwanya dalam ikatan cinta yang sangat kuat dan tak mungkin untuk dicabut kembali. Ia tak ingin hal buruk terjadi pada Xiao Chen, namun ia lebih dan lebih lagi tak ingin hal buruk tersebut menimpa sosok yang  telah menguasai jiwanya dalam rasa asmara tersebut.
Sepasang mata Changyi memejam sementara bayangan wajah purnama Xu Guanjin yang jernih membayang dengan sangat jelas dalam benaknya. Menyejukkan, mendamaikan namun sekaligus semakin menegaskan kepedihan dalam hati Changyi saat ia menyadari bahwa kini ia lebih memilih keselamatan Xu Guanjin di banding Xiao Chen. Alasan yang membuatnya meraung marah dalam rasa tak berdaya sementara waktu terus berjalan menuju detik di mana hidup Xiao Chen akan berakhir di tangan algojo Kaisar Hongwu.
Sebulir air jernih merembes dari balik deretan panjang bulu mata Xu Changyi sementara sinar purnama yang lembut menari-nari dari balik dedaunan, membawa seluruh rasa sedih yang menggelombang memenuhi ruang dada.
***********

Di dapur utama istana Yingtian…
Kepala Dapur Jiu Zhong menghenyakkan tubuhnya ke atas sebuah dipan setelah ia meletakkan sebuah mangkuk keramik yang telah bersih dengan hati-hati ke atas rak kayu dan menarik pintu penutup rak. Kaisar Hongwu dan Permaisuri Ma baru saja selesai bersantap malam meski keadaan Pangeran Zhu Di yang belum juga sadar telah membuat kaisar dan permaisuri kehilangan selera makan mereka sehingga dari seluruh hidangan yang ia sajikan malam ini hanya sedikit saja yang berkurang karena disantap. Selebihnya, semua hidangan masih utuh tak tersentuh.
Namun, bukan itu hal sesungguhnya yang telah menyemburatkan mendung di wajah Juru Masak Jiu Zhong. Ia telah beberapa waktu mengabdikan dirinya di dapur istana dan melayani Kaisar Hongwu serta Permaisuri sehingga masalah selera makan yang kadang menghilang tak terlalu merisaukannya. Ia bisa dengan mudah mengubah menu untuk membangkitkan kembali selera makan kaisar dan permaisuri. Itu sungguh bukan masalah yang sulit  baginya. Membolik-balik menu adalah hal yang telah digelutinya semenjak ia masih anak-anak. Memilih bumbu, memilah bahan dan menciptakan rasa-rasa baru dalam masakan adalah hal yang nyaris tak pernah gagal dilakukannya – sampai ia bertemu dengan Xiao Chen dan mengerti bahwa rasa makanan memiliki jiwa dan jiwa dalam makanan itu akan mengikat siapapun yang menikmati makanan tersebut. Hal baru dan nyata yang ia temukan dalam dunia memasak setelah selama  puluhan tahun ia merasa tak ada lagi hal yang tak diketahuinya. Kenyataan baru yang membuatnya merasa penasaran dengan kemampuan Xiao Chen, merasa marah pada remaja itu atas kekalahannya dalam sayembara memasak dahulu  namun sekaligus menghormati kasim berwajah sejuk tersebut karena untuk pertama kalinya ia merasa menemukan seseorang yang benar-benar pantas untuk bersaing dengannya. Ia sangat berharap akan memiliki satu kesempatan, sekali lagi untuk mencoba kemampuan anak bernama Xiao Chen itu, menuntaskan rasa penasaran dalam dirinya, membayarkan rasa kalah yang ia rasakan sekaligus mengetahui rahasia yang membuat masakan seorang remaja menjadi demikian berjiwa hingga mampu mengikat hati seorang Pangeran Zhu Di!.
Ia sangat menantikan hal itu. Bertarung sekali lagi dengan Xiao Chen. hanya dirinya dan kasim remaja itu tanpa siapapun yang lain di antara mereka. Dan Juru Masak Jiu Zhong rela untuk menghabiskan waktunya demi menunggu saat itu tiba!.
Tetapi, kejadian di ruang aula telah dengan demikian mudahnya memupus impiannya tersebut.
Kenyataan bahwa hidup Kasim Chen akan segera berakhir di tangan algojo Kaisar Hongwu benar-benar sangat memukul hati Juru Masak Jiu Zhong. Andai saja ia tak memiliki harapan yang demikian kuat untuk sekali lagi bertarung dengan Kasim Chen, maka sungguh ia tak akan peduli dengan nasib remaja itu.
Namun, hidup dengan menanggung rasa penasaran, rasa kalah yang begitu menyakitkan – dan rasa sakit itu muncul karena ia benar-benar menyadari bahwa jabatannya sebagai kepala dapur istana yang dipegangnya saat ini sesungguhnya merupakan hak Xiao Chen dan hal itu memberi kesan bahwa ia memiliki sebuah jabatan bukan karena ia pantas mendapatkannya namun sekedar sebuah pemberian karena adanya rasa iba – hingga memukul rasa harga dirinya sebagai seorang juru masak serta rasa ingin tahu yang terus menghantuinya tentang adanya jiwa dalam rasa sebuah masakan adalah benar-benar jalan hidup yang amat berat ia rasakannya. Bagi Juru Masak Jiu Zhong, akan lebih baik baginya jika ia dikalahkan secara terbuka di depan sebanyak apapun orang daripada kekalahan terselubung yang hanya dirasakannya sendiri. Ia menang tapi kalah. Ia berada di atas namun sesungguhnya ia tak lebih daripada seorang papa yang hidup dalam kubangan rasa iba orang yang mengalahkannya. Hal apa lagi yang lebih menyakitkan daripada itu semua?.
Dan ia tidak ingin menghabiskan sisa hidupnya dalam tekanan derita batin yang hanya dipendamnya sendiri. Andai nanti saat ada kesempatan untuk bertarung sekali lagi dengan Kasim Chen ia harus kembali mengalami kekalahan, namun ia pasti akan menerimanya dengan kelegaan dan hati yang lapang karena kekalahan itu akan bersifat nyata dan bukan lagi berbentuk kekalahan terselubung, kekalahan yang terbungkus kemenangan.
Lalu sekarang, tiba-tiba segalanya akan menjadi sirna!.
Mungkin besok, atau lusa atau bahkan bisa saja malam ini, hidup seorang Xiao Chen akan berakhir!
Lalu ia akan seumur hidup menanggung rasa penasaran, rasa kalah yang terbungkus kemenangan semu serta rasa sakit hati karena keibaan yang diberikan padanya. Lebih buruk lagi, ia akhirnya menyadari bahwa dirinya telah memiliki peran dalam peristiwa yang terjadi di ruang aula itu. Ia telah memberikan kesaksian yang membuat Kaisar tak bisa lagi memandang siapapun untuk disalahkan selain Kasim Chen.
Mendadak, Juru Masak Jiu Zhong mengerti apa sesungguhnya makna yang tersirat dalam surat Perdana Menteri Hu Weiyong padanya kemarin. Meminjam tangan Kasim Chen untuk memasak satu hidangan bagi Pangeran Keempat. Jadi inilah maksudnya.
Juru Masak Jiu Zhong menggelengkan kepalanya kuat-kuat sementara rona wajahnya berubah-ubah, sesaat memerah oleh rasa marah ketika ia menyadari bahwa sesungguhnya – sekali lagi – ia harus berada di dalam situasi terselubung. Bahwa sesungguhnya, secara tidak langsung dirinyalah yang telah melakukan kejahatan pada Pangeran Keempat. Ia yang seharusnya ada di penjara bawah tanah sekarang dan menantikan hukuman mati, bukan Kasim Chen. Dan ia sama sekali tak menyadari hal itu sampai semuanya terjadi.
Kenapa ia demikian bodoh?
Dan lebih buruk di atas semuanya adalah kenyataan bahwa sesungguhnya, dirinya sendirilah yang telah memupus harapan untuk bisa bertarung sekali lagi dengan Xiao Chen dalam sebuah pertarungan adu memasak yang jujur dan terbuka. Harapannya hancur bersama kematian Kasim Chen yang akan segera datang.
Dan ialah yang menjadi penyebab kematian Kasim Chen.
Dirinya…dan bukan orang lain!.
Ia dan kebodohannya telah memupus harapannya sendiri dan membuatnya harus menjalani hidup dalam penderitaan karena rasa penasaran dan rasa kalah yang tak terobati!.
Adakah hal yang lebih buruk daripada hal itu?
Wajah Juru Masak Jiu Zhong memucat kala menyadari kenyataan yang ada di depan matanya.
*************
Di rumah Jenderal Xu Da…
“Jadi…Changyi tidak bisa ikut denganku besok untuk kembali ke distrik prajurit?” tanya Jenderal Chang Yu Chun seraya menatap Jenderal Xu Da yang duduk di seberang meja.
Jenderal Xu Da menarik nafas panjang. Tangannya terulur meraih sebuah cawan dan mereguk isinya hingga habis seketika. Aroma harum menguar dari arak buah yang diminum oleh Panglima Tertinggi Kerajaan tersebut. Bukan hal yang biasa terjadi, bahwa kali ini Jenderal Xu Da memilih arak buah yang memabukkan.
“Tidak” jawab Jenderal Xu Da seraya meletakkan cawannya yang telah kosong kembali ke atas meja. Kepalanya menggeleng dengan sepasang alis berkerut. “Yang Mulia telah memintaku untuk menahan Changyi di istana dan menariknya dari distrik pelatihan prajurit”.
Jenderal Chang Yu Chun terkejut dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan.
“Yang Mulia mengatakan hal itu? Kapan? Dan kenapa?” tanya Jeneral Chang Yu Chun menatap sahabatnya.
“Kau tahu Adik Chang, seberapa buruk suasana hati Yang Mulia sekarang ini?” Jenderal Xu Da balik bertanya.
Jenderal Chang Yu Chun menganggukkan kepalanya. “Ya Kakak Xu, aku tahu. Kita semua tahu. Melihat putranya diracuni di depan mata, itu adalah hal yang paling buruk untuk dilihat oleh orangtua manapun. Terlebih kepahitan itu menimpa putra kesayangan”.
Jenderal Xu Da menggelengkan kepalanya beberapa kali. Sekali ia menarik nafas panjang sebelum kemudian menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi kayu berukir yang didudukinya. Pandangannya lurus menatap ke depan, pada raut wajah sahabatnya.
“Apakah kau percaya bahwa Xiao Chen benar-benar meracuni Pangeran Zhu Di, Adik Chang? Kau dan aku…kita-lah orang yang pertama kali bertemu dengan anak itu bertahun-tahun lalu. Kau ada di sana saat itu…saat aku menemukan putraku Changyi dan anak bernama Xiao Chen itu bersembunyi di belakang punggung Changyi, terlihat sangat rapuh dan tidak berdaya…tapi juga sangat bersih”.
“Kakak Xu benar, anak bernama Xiao Chen itu memang sangat bersih. Aku bisa melihat dari sinar matanya…dan ya, tentu saja aku mengingat saat itu. Aku ingat sebab saat itu aku juga berpikir untuk membawa mereka berdua ke rumahku jika saja Kakak Xu tidak menghendaki keduanya” sahut Jenderal Chang Yu Chun seraya mengangguk.
Jenderal Xu Da tertawa pelan nyaris berupa gumaman. Sekali lagi tangannya meraih ke atas meja dan kali ini sebuah guci kecil berwarna biru indah telah dipegangnya. Dengan gerak ringan, Sang Panglima Tertinggi Kerajaan tersebut menuang isi guci mungil ke dalam cawan.
“Dan kau mengalah demi aku Adik Chang” gumam Jenderal Xu Da seraya kembali meneguk arak yang baru saja dituangnya. Kali ini hanya sedikit dan meletakkan kembali cawannya ke atas meja.
“Aku hanya melihat Kakak Xu sangat tertarik dengan anak-anak itu terutama Changyi. Setelah kita menghabiskan begitu banyak hari dalam peperangan di Karakorum, hari itu adalah pertama kalinya aku melihat wajah Kakak Xu terlihat cerah” sahut Jenderal Chang Yu Chun tersenyum. Sebagaimana Jenderal Xu Da, jenderal yang memimpin distrik pelatihan prajurit di wilayah timur tersebut mengangkat cawannya dan meneguk habis arak yang tinggal separuh.
“Aku menyukai anak-anak itu sejak pertama kali melihat mereka, meskipun perhatianku lebih kepada Changyi. Tapi, setiap kali aku menatap anak bernama Xiao Chen itu, aku selalu merasa seperti sedang menatap telaga yang sangat jernih. Hal itulah yang membuatku sangat sulit percaya jika Xiao Chen akan melakukan kejahatan pada Pangeran Zhu Di” ujar Jenderal Xu Da.
“Sepertinya…ada yang aneh dengan apa yang sedang terjadi saat ini” gumam Jenderal Chang Yu Chun. Pandangannya lurus menatap cawannya yang telah kosong dan nyala pelita lampu di atas meja.
Jenderal Xu Da mengerutkan alisnya dan menatap ke depan.
“Keanehan apa yang kau rasakan Adik Chang?” tanya Sang Panglima Tertinggi Kerajaan.
Jenderal Chang Yu Chun mengangkat bahunya dengan ekspresi sambil lalu.
“Ini hanya sekedar kecurigaan pribadiku saja Kakak Xu…bisa saja aku salah…” katanya kemudian.
“Katakan padaku Adik Chang” buru Jenderal Xu Da. “Aku ingin mendengarnya”.
“Aku hanya berpikir bahwa ada orang yang dengan sengaja ingin melakukan hal ini…” Jenderal Chang Yu Chun berhenti sesaat kemudian tertawa. “Tapi…kurasa itu terlalu mengada-ada bukan? Xiao Chen itu hanya seorang anak remaja dan jabatannya hanya seorang kasim dan juru masak khusus Pangeran Keempat. Dia bukan seseorang yang memegang peran penting di istana  sebagaimana…”
“Maksudmu…ada orang yang dengan sengaja melakukan hal ini untuk menyingkirkan Xiao Chen?” potong Jenderal Xu Da dengan alis berkerut.
Jenderal Chang Yu Chun sedikit berkerut. Ekspresinya kini terlihat malu.
“Ah Kakak Xu…maafkan aku. AKu tahu itu adalah pemiiran yang sangat bodoh. Maksudku…”
“Sebenarnya akupun berpikir demikian Adik Chang” sahut Jenderal Xu Da sebelum Jenderal Chang Yu Chun benar-benar menyelesaikan kalimatnya membuat sang jenderal dari distrik pelatihan prajurit itu kini menatap sahabatnya dengan sepasang mata melebar.
“Apa? Kakak Xu juga…menduga seperti itu? Sebagaimana aku?” tanya Jenderal Chang Yu Chun.
Jenderal Xu Da mengangguk. “Meskipun aku masih mencari alasan mengapa hal itu dilakukan. Mengapa orang itu, siapapun dia, ingin menyingkirkan anak bernama Xiao Chen itu dari sisi Pangeran Keempat”.
Jenderal Chang Yu Chun terdiam. Keningnya berkerut menandakan bahwa sang jenderal bertubuh tinggi itu tengah memikirkan sesuatu.
“Atau mungkin saja…anak bernama Xiao Chen itu hanyalah umpan” gumam Jenderal Xu Da melanjutkan kalimatnya. Tangannya kembali terulur meraih cawannya kemudian mereguk habis sisa arak di dalamnya.
“Kakak Xu…apakah Kakak mengkhawatirkan sesuatu?” tanya Jenderal Chang Yu Chun seraya menatap Jenderal Xu Da di depannya.
“Kenapa kau bertanya seperti itu Adik Chang?”.
“Karena Kakak Xu meminum banyak arak hari ini. Dan ini arak yang memabukkan. Aku sangat mengenal Kakak jadi aku tahu Kakak pasti sedang memikirkan sesuatu” sahut Jenderal Chang Yu Chun. Tangannya meraih cawan kosong yang baru saja diletakkan oleh Jenderal Xu Da kemudian menariknya menjauh membuat Sang Panglima Tertinggi Kerajaan tertawa.
“Adik Chang…kau terlalu mengenalku. Itu akan jadi hal yang kurang bagus untukku” sahut Jenderal Xu Da masih dengan tawanya.
“Kakak mengkhawatirkan Changyi?” tanya Jenderal Chang Yu Chun tanpa menghiraukan kalimat Jenderal Xu Da yang baru saja di dengarnya.
Namun sepotong pertanyaan yang meluncur dari bibir Jenderal Chang Yu Chun seperti sebuah sentakan yang membuat tawa Jenderal Xu Da langsung terhenti. Sang Panglima Tertinggi Kerajaan tersebut terdiam sejenak. Sehela nafas panjang yang tertarik dengan nada yang berat seolah telah mewakili jawaban yang belum meluncur dari bibirnya.
“Changyi…” gumam Jenderal Xu Da. Keningnya berkerut dalam. “Rupanya aku telah memasukkan anak itu terlalu jauh ke dalam diriku Adik Chang”.
Jenderal Chang Yu Chun menatap Jenderal Xu Da. Alisnya berkerut mencoba memahami jawaban yang didengarnya.
“Dia putra Kakak Xu. Tidakkah hal itu wajar adanya? Semua orangtua pasti mencemaskan anak mereka?” tanya Jenderal Chang Yu Chun kemudian.
“Aku seorang prajurit Adik Chang. Dan kita tahu bahwa tak ada hal yang boleh melebihi kecintaan kita pada negara. Itu akan menjadi titik lemah yang membahayakan tanggungjawabku sebagai penjaga raja dan negara” jawab Jenderal Xu Da, nyaris terdengar nada sedih dalam suaranya. “Tapi hari ini…saat aku menatap Yang Mulia Kaisar dan melihatnya menangis di sisi Pangeran Zhu Di…lalu aku melihat wajah putraku sendiri, melihat mendung dan kesedihan yang hanya disimpannya sendiri, tiba-tiba saja aku bisa memahami kemurkaan Yang Mulia. Aku memahaminya karena…aku pasti akan merasakan hal yang sama andai saja hal ini terjadi pada Changyi. Aku pasti juga akan sangat marah. Masalahnya adalah…aku berada pada posisi di mana Xiao Chen adalah orang yang penting bagi putraku Changyi. Aku sangat ingin melakukan sesuatu untuk Xiao Chen agar kesedihan di wajah putraku bisa hilang. Tapi Yang Mulia Kaisar-pun pasti juga melakukan hal yang sama. Aku dan Yang Mulia berdiri pada sisi berseberangan saat ini Adik Chang…maksudku, dalam perasaan kami sebagai orangtua. Namun sebagai prajurit, aku harus berdiri di sisi Yang Mulia Kaisar dan mendukungnya dalam setiap perintah yang diberikannya. Apapun perintah itu, bahkan seandainya karena perintah yang diberikan oleh Yang Mulia Kaisar tersebut akan membuatku melihat kehancuran di wajah putraku sendiri. Apakah kau mengerti Adik Chang?”
Jenderal Chang Yu Chun terpekur. Setiap kalimat yang diucapkan oleh bibir sahabatnya terasa seperti sebuah tangis tanpa suara. Tangis yang hanya menggaung dalam jiwa tanpa jalan untuk menyembul keluar dan menunjukkan maknanya. Jiwa mereka sebagai prajurit yang mesti berdiri di garis terdepan dan menjaga negeri.
Dan sungguh…
Adakah airmata yang lebih pedih dari lubuk jiwa?
Sunyi menyelimuti dua jenderal besar Kerajaan Ming tersebut sementara malam merambat semakin jauh. Nyala lampu yang memancar dari lampion berwarna merah terang memberikan sinar redup lembut, seolah menegaskan kepedihan tanpa kata…
Dalam jiwa terjauh sosok ayah Sang Jenderal Xu Da…
**************

Senin, 06 Juni 2016

Straight - Episode 7 ( Bagian Enam )

 Semua kepala menoleh pada sosok baru yang maju ke depan Kaisar Hongwu dan kini berlutut setelah memberikan sujud pada sang penguasa tertinggi kerajaan. Apa yang akan dilakukan oleh sosok yang sejak awal pertemuan hanya diam seolah kehilangan suaranya itu?.
Jenderal Xu Da menatap sosok baru yang telah maju ke depan Kaisar Hongwu tersebut dengan alis berkerut. Sebuah suara halus dalam hati membisikkan adanya sebuah kejutan yang akan muncul sesaat lagi. Dan kejutan itu sepertinya bukanlah hal yang baik.
Mendadak, Sang Panglima Tertinggi tersebut merasa gelisah namun ia memutuskan untuk menunggu.
“Apa yang ingin kau katakan padaku Perdana Menteri Hu Weiyong?” tanya Kaisar Hongwu seraya menatap sosok yang kini  berlutut di depannya.
Sekali lagi sosok Perdana Menteri Kerajaan Ming membungkukkan tubuhnya hingga dahinya nyaris menyentuh lantai lalu ia mulai berbicara.
“Yang Mulia…hamba yang bodoh ini mohon ampun karena turut berbicara” ucap Perdana Menteri Hu Weiyong. Sedetik kedua matanya melirik ke arah Panglima Tertinggi Kerajaan yang duduk di sisi sebelah kanannya pada jarak yang cukup jauh lalu segera mengalihkan pandangannya dengan gugup demikian ia menemukan sebuah sorot tajam yang sangat menusuk dari Jenderal Xu Da.
“Berbicaralah Perdana Menteri Hu Weiyong” sahut Kaisar Hongwu.
“Yang Mulia…menurut hamba, apa yang disampaikan oleh Panglima Tertinggi Kerajaan sangatlah benar. Untuk menemukan siapa orang yang telah dengan keji memberikan racun pada Pangeran Keempat kita tidak bisa memutuskannya tanpa melihat sisi-sisi yang paling memberikan kemungkinan adanya kejahatan ini untuk terjadi” ucap Perdana Menteri Hu Weiyong dengan suara lantang yang jelas terdengar hingga ke sudut ruang aula.
Kaisar Hongwu mengerutkan keningnya sementara sebuah detak keras mendegup di dada Jenderal Xu Da.
“Apa yang kau maksudkan Perdana Menteri? Jelaskan padaku apa yang kau maksud dengan kalimatmu itu sebab aku tidak mengerti. Apa yang kau maksud dengan ‘sisi-sisi yang paling memberikan kemungkinan kejahatan ini untuk terjadi’ dalam ucapanmu tadi?” tanya Kaisar Hongwu seraya menirukan sepenggal kalimat Perdana Menteri Hu Weiyong.
“Maksud hamba dengan ‘sisi-sisi yang paling memungkinkan kejahatan ini untuk terjadi’ adalah hal-hal yang berkaitan dengan racun dalam tubuh Pangeran Zhu Di. Melalui jalan mana racun itu bisa masuk ke dalam tubuh Pangeran Keempat, kapan kira-kira masuknya racun itu, dan siapa saja orang-orang yang berhubungan dengan Pangeran Zhu Di karena untuk bisa memasuki tubuh Pangeran, racun itu tentu membutuhkan sebuah jalan Yang Mulia, dan jalan yang paling mungkin bagi racun itu untuk masuk adalah melalui orang-orang yang paling dekat dan dipercaya oleh Pangeran Zhu Di. Demikianlah Yang Mulia…” jawab Perdana Menteri Hu Weiyong.
Alis Kaisar Hongwu semakin dalam berkerut. Namun sebuah pemahaman segera melesat memasuki benaknya.
Sementara, kalimat yang diucapkan oleh Perdana Menteri Hu Weiyong dengan nada lantang dan jelas itu telah mengundang berbagai tanggapan di antara para pejabat istana dan semua tamu kerajaan yang berkumpul dengan gelisah. Sebagian besar menemukan kebenaran dalam kalimat Sang Perdana Menteri Kerajaan Ming tersebut namun beberapa orang lain justru menjadi semakin gelisah. Adanya harapan untuk terlepas dari jeratan hukuman mati membuat beberapa orang segera memberikan dukungan pada kalimat Perdana Menteri Hu Weiyong.
“Ah…hal itu benar sekali” sahut seorang menteri bertubuh kecil. Nampaknya ia bermaksud untuk berbisik pada pejabat lain yang ada di sisinya, namun heningnya ruang aula karena ketegangan yang tercipta membuat suara bisikan sang menteri bertubuh kecil itu menjadi terdengar sangat keras di telinga semua orang.
“Kebenaran apa yang telah kau dapatkan Menteri Jin Yong?” tanya Kaisar Hongwu dengan suara tegas.
Menteri bertubuh kecil yang bernama Jin Yong terlihat sangat terkejut meski sesungguhnya Kaisar Hongwu bertanya dengan nada wajar tanpa bermaksud menegur. Segera saja, lelaki berpenampilan rapi tersebut menjatuhkan diri ke lantai.
“Ampun Yang Mulia, hamba tidak bermaksud menyela kalimat Tuan Perdana Menteri Hu Weiyong” ujar Menteri Jin Yong seraya menempelkan dahinya ke permukaan lantai.
“Hmm..sudahlah, cepat katakan kebenaran apa yang kau temukan?” tanya Kaisar Hongwu mengabaikan ketakutan Menteri Jin Yong di depannya dan mengulangi pertanyaannya.
“Yang Mulia, hamba merasa bahwa apa yang disampaikan oleh Tuan Perdana Menteri memang benar yaitu mengenai adanya jalan bagi racun itu untuk masuk ke tubuh Pangeran Zhu Di. Jalan itu pastilah dibawa oleh orang-orang yang paling dekat dengan Pangeran dan bahkan dipercaya oleh Pangeran Keempat sebab kejahatan dengan racun adalah sebuah kejahatan yang sangat besar namun juga sangat halus. Untuk bisa meracuni orang lain, kita harus membuat orang lain itu mempercayai kita dan apapun yang kita berikan pada orang tersebut sebagai perantara masuknya racun” jawab Menteri Jin Yong masih dengan menempelkan dahinya di permukaan lantai aula.
Kalimat yang sangat masuk akal. Sesungguhnya, apa yang diucapkan oleh Menteri Jin Yong adalah sebuah untaian kalimat yang muncul dari hasil penalaran yang cerdas sehingga semua orang yang hadir dalam ruang aula tersebut segera bisa memahaminya hanya dalam sekali dengar.
Namun, justru adanya kebenaran dalam kalimat itu telah membuat Changyi yang masih memangku Pangeran Zhu Di menjadi sangat terkejut dan seketika, wajah rupawan itu terangkat menatap ke arah Menteri Jin Yong sebelum kemudian pandangannya jatuh pada wajah lain yang juga tengah menatap ke arah menteri bertubuh kecil. Changyi berharap ia dapat membaca sesuatu di wajah penuh wibawa sang ayah angkat yang sangat dihormatinya namun Jenderal Xu Da seolah telah berubah menjadi sebuah hamparan air yang sangat tenang dan terbaca. Hal yang kemudian dipahami oleh Changyi setelah emndengar kalimat Perdana Menteri Hu Weiyong dan semakin dikuatkan oleh kalimat Menteri Jin Yong membuat pemuda ruawan itu menyadari adanya sebuah peristiwa yang akan segera terjadi.
Dan peristiwa itu bukanlah sebuah hal yang menyenangkan baginya, dan bahkan bagi Pangeran Zhu Di!.
Kemudian, bagaikan kilat, sebuah pemahaman lain segera mencuat dalam benar Changyi. Bahwa kejahatan dengan racun yang terjadi pada hari ini bukanlah ditujukan pada Pangeran Zhu Di. Bahwa sesungguhnya sang Pangeran Keempat hanyalah perantara untuk tujuan sesungguhnya.
Dan tujuan sesungguhnya itu adalah orang lain!.
Mulut Changyi membuka bermaksud mengucapkan sesuatu namun sebuah suara lain telah mendahuluinya.
“Dan siapakah orang yang menurut Tuan Jin Yong paling mungkin melakukan kejahatan dengan racun tersebut?” tanya Jenderal Xu Da membuat kalimat tanya yang sama di ujung lidah Changyi kembali tenggelam ke bilik dalam benaknya.
Sekali lagi Menteri Jin Yong terkejut karena tak menyangka jika Sang Panglima Tertinggi Kerajaan yang ditakutinya selain Sang kaisar sendiri tersebut akan juga menjatuhkan pertanyaan padanya. Kepala Menteri Jin Yong yang semula merunduk dalam kini terangkat dan menoleh ke arah Jenderal Xu Da. Sebuah kilat tajam membuat Menteri Jin Yong memilih untuk membelok dari arah semula yang telah terpampang dalam benaknya mengenai orang yang baginya paling masuk akal untuk disalahkan dalam kejahatan pada Pangeran Keempat.
“Tuan Jenderal Xu Da, saya tidak berani menyebut sebuah nama sebelum dilakukan penyelidikan lebih mendalam. Namun, karena yang menerima racun adalah Pangeran Zhu Di, maka bukankah semestinya kita memulai penyelidikan dari istana Pangeran Zhu Di pula? Karena di sanalah Pangeran melakukan seluruh kegiatan dalam kesehariannya termasuk di antaranya makan dan minum. Demikianlah apa yang saya pikirkan Tuan Jenderal, mohon maafkan saya bila telah salah dalam berkata” sahut Menteri Jin Yong sesaat kemudian.
Suara dengung halus menggema dalam ruang aula saat Menteri Jin Yong telah menyelesaikan kalimatnya. Dengung yang muncul dari berbagai reaksi dan tanggapan atas kalimat sederhana yang kembali mengandung kebenaran dari sisi penalaran tersebut.
Jenderal Xu Da tertegun sesaat mendengar jawaban Menteri Jin Yong. Sebuah pemahaman sesungguhnya telah pula tertanam dalam benaknya terlebih ketika sudut matanya menangkap kegelisahan di wajah Changyi. Nampaknya, kejahatan yang terjadi pada Pangeran Zhu Di ini bukanlah sebuah kejahatan sederhana melainkan telah direncanakan dengan sangat matang.
Dan tujuan di balik adanya kejahatan yang direncanakan dengan sangat matang ini bukanlah sebuah tujuan yang sederhana melainkan sesuatu yang sangat besar.
Sepasang tangan Jenderal Xu Da mengepal saat nalurinya yang telah tertempa dalam puluhan perang besar tiba-tiba membisikkan sesuatu!.
Dan sesuatu tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung akan emmpengaruhi kehidupan putra angkatnya dan bahkan kehidupannya sendiri!.
Rasa gelisah yang tersembunyi di balik ketenangan wajah penuh wibawa Jenderal Xu Da membuat sang Panglima Tertinggi Kerajaan tersebut sedikit terkejut saat tiba-tiba Kaisar Hongwu mengeluarkan suara.
“Aku memahami apa yang kau katakan Menteri Jin Yong” ujar Kaisar Hongwu. Sudut matanya sesaat melirik ke arah para tabib istana yang telah memindahkan Pangeran Zhu Di tandu dan bersiap meninggalkan ruang aula. Sesaat, nyaris selama beberapa detik, pandangan Sang Kaisar menetap pada sosok pangeran termudanya, kemudian beralih pada sosok sederhana kasim remaja yang terlihat sibuk di sisi putra bungsunya tersebut.
“Dan aku ingin penyelidikan dimulai sekarang juga” lanjut Kaisar Hongwu melanjutkan kalimatnya. “Di mulai dari Istana Pangeran Zhu Di dan berlanjut ke istana-istana yang lain termasuk ke seluruh rumah-rumah pejabat istana juga ke seluruh tempat penginapan para tamu kerajaan. Aku ingin siapapun orang yang telah memberikan racun pada putraku ditangkap dan dihukum mati secepatnya!” tegas Kaisar Hongwu memberikan perintah.
Perintah yang mengecutkan hati. Jelas terdengar nada tanpa ampun dalam kalimat Kaisar Hongwu. Beberapa orang terlihat semakin gelisah.
“Yang Mulia, ampunkan hamba” ucap Perdana Menteri Hu Weiyong seraya menjatuhkan diri di depan Kaisar Hongwu. Sudut matanya melirik ke arah rombongan tabib istana yang telah bersiap bergerak meninggalkan ruang aula dengan diiringi oleh Permaisuri Ma Xiuying. “Menurut hamba, siapa orang yang paling pantas dicurigai melakukan kejahatan yang sangat keji ini sesungguhnya sudah terlihat. Racun itu masuk melalui apapun yang dimakan dan diminum oleh Pangeran Keempat. Karena itu, kelompok pertama yang semestinya ditangkap dan diselidiki adalah kelompok juru masak di istana Pangeran Zhu Di. Sementara itu, kita tahu, bahwa Pangeran Zhu Di tidak bisa memakan dan meminum apapun yang terhidang di depannya kecuali makanan dan minuman tersebut dihidangkan oleh juru masak yang paling dipercayainya sehingga penyelidikan mengenai kejahatan yangat kejam ini seharusnya kita arahkan pada juru masak yang paling dekat dan paling dipercayai oleh Pangeran Keempat”.
“Tidak!” sebuah suara keras mendadak terdengar membuat semua orang terkejut dan menoleh ke arah asal suara. Tak terkecuali Jenderal Xu Da.
Seruan yang membuat gerakan sosok kasim remaja dan para tabib istana yang semula hendak meninggalkan ruang aula seketika terhenti saat melihat gerakan lemah tangan Pangeran Zhu Di yang memberikan satu isyarat. Permaisuri Ma Xiuying mengerutkan alis dengan ekspresi tidak mengerti melihat putra bungsunya justru memberikan isyarat untuk tinggal dalam ruang aula justru disaat keadaannya telah demikian lemah tanpa daya.
Jenderal Lan Yu yang masih berdiri menunggu perintah turut menoleh ke arah suara yang terdengar keras namun berselimut rasa gelisah tersebut dan mendadak hatinya dipenuhi oleh kecurigaan sama yang baru saja diungkapkan oleh Perdana Menteri Hu Weiyong. Kecurigaan yang mencuat saat ia melihat rasa takut dan gelisah di wajah Changyi, hal yang belum pernah ia lihat sebelumnya terkilas di wajah sempurna pemuda itu.
 “Tuan Hu…sebuah kejahatan dengan racun bisa dilakukan oleh siapa saja. Kita tidak bisa menjatuhkan kesalahan pada seseorang hanya karena orang itu berada paling dekat dan sangat dipercaya oleh Pangeran Zhu Di. Justru, orang yang paling dekat dan paling dipercaya oleh Pangeran Keempat seharusnya adalah orang yang paling tidak mungkin melakukan kejahatan. Bagaimana mungkin kita akan menjatuhkan tangan keji pada orang yang paling dekat dan kita sayangi?” seru Changyi seraya menatap ke arah Perdana Menteri Hu Weiyong. Kilat-kilat tajam berkilauan di sepasang mata indah pemuda tersebut, terlebih saat ia menangkap sebuah senyum samar di sudut Sang Perdana Menteri.
“Tapi, bagaimana cara kita tahu bahwa orang yang paling dekat dengan Pangeran Zhu Di dan paling dipercaya adalah orang yang paling menyayangi Pangeran Keempat?” sebuah suara lain terdengar. Kali ini berasal dari mulut salah satu tamu kerajaan berpakaian lebar dengan penutup kepala besar.
“Itu benar” sahut yang lain. Kali ini berasal dari seorang lelaki dengan pakaian terbuat dari anyaman serat kayu yang terlihat kuat meski kasar. Nampaknya, lelaki itu adalah seorang utusan dari wilayah pedalaman di mana sebagian besar daerah mereka berupa hutan belantara. “Masalah hati adalah hal yang snagat rahasia dan tersembunyi. Tak ada cara untuk membuktikan bahwa orang yang paling dekat dengan kita adalah orang yang paling setia dan menyayangi kita”.
Selanjutnya, beberapa suara lain turut terdengar membuat ruang aula kembali dipenuhi oleh dengung yang membingungkan. Kaisar Hongwu mengerutkan dahinya mencoba memilah suara-suara yang memenuhi ruangan sementara Jenderal Xu Da justru menatap putra angkatnya lekat-lekat. Ia tahu apa sesungguhnya yang melecut kecemasan dan ketakutan dalam diri Changyi sebab ia sendiri merasakan dugaan yang sama. Dugaan yang bermuara pada apa bentuk permainan yang tengah terjadi di depan mereka dan siapa sesungguhnya yang sedang diincar untuk dihancurkan. Satu-satunya hal yang tidak ia mengerti adalah alasan di balik seluruh rencana kejahatan yang kini tengah dimainkan oleh siapapun orang yang menjadi dalangnya.
Tetapi, melihat betapa halusnya bentuk permainan yang tengah digiring saat ini – termasuk juga keberanian yang ditunjukkan sehingga orang yang merencanakan kejahatan ini memilih suasana pesta Pangeran Mahkota dan meracuni Pangeran Zhu Di tepat di depan mata Kaisar Hongwu dan Permaisuri Ma – nampaknya orang tersebut benar-benar menginginkan kehancuran total tanpa ampun. dan hal semacam itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang benar-benar telah jauh tersesat dalam kubangan kebencian terhadap orang yang menjadi target penghancuran. Atau jika tidak, maka orang tersebut pasti memiliki sebuah tujuan yang sangat besar. Demikian besar sehingga ia tidak akan membiarkan siapapun menggagalkan rencananya karena jika sampai apapun rencana dan tujuan yang ingin dicapai tersebut gagal, maka taruhannya terlalu besar. Mungkin taruhan dari kegagalan rencana untuk mencapai tujuan tersebut merupakan kehancuran bagi orang tersebut – atau bahkan mungkin bermakna kematian baginya – sehingga ketika ada seseorang yang dikhawatirkan akan menggagalkan rencana yang telah disusunnya dengan matang, maka orang tersebut segera membuat rencana lain untuk menghancurkan siapapun orang yang dicurigainya sebelum kehancuran menghampiri dirinya sendiri!.
Namun, nampaknya membiarkan kekalutan menguasai Changyi bukanlah sebuah langkah yang tepat!.
Nampaknya, kekalutan dan kecemasan Changyi justru diharapkan oleh orang yang telahmerencanakan permainan keji ini. Jenderal Xu Da dapat merasakannya dengan sangat jelas. Demikian jelas hingga seolah dapat mencium keberadaan orang yang menjadi dalang dari kejahatan ini.
Saat ini!.
Di ruangan ini!.
“Yang Mulia…mohon ampunkan kelancangan putra hamba” ujar Jenderal Xu Da kemudian membuat suara dengung yang memenuhi aula mendadak lenyap dan kini, untuk kesekian kalinya semua orang memusatkan perhatiannya pada apapun yang hendak dikatakan oleh orang kedua di Kerajaan Ming yang sangat disegani, dihormati sekaligus ditakuti selain Kaisar Hongwu tersebut. “Ia masih terlalu muda dan belum begitu memahami maksud dari kalimat yang diucapkan oleh Menteri Jin Yong. Kedekatannya dengan Pangeran Zhu Di pastilah membuat putra hamba merasa bahwa kalimat Tuan Jin seolah menuduh dirinya”.
Changyi benar-benar terperanjat mendengar kalimat yang diucapkan Jenderal Xu Da. Sepasang matanya menatap sang ayah angkat dengan ekspresi memprotes bercampur sesal. Rupanya, Jenderal Xu Da telah salah menyangka kekhawatirannya sebagai bentuk ketakutan bahwa ia akan dituduh sebagai pelaku kejahatan padahal hal itu sama sekali tidak benar. Ia sama sekali tidak takut akan hal itu, bahkan seandainya ia harus dihukum mati sekalipun. Ia hanya mencemaskan satu hal yang lain. Hal yang bila itu terjadi maka janjinya untuk melindungi tak akan bisa ditepatinya dan bagi Changyi, tak bisa menepati janji adalah hal yang bahkan jauh lebih buruk daripada kematian!.
Kaisar Hongwu menatap sahabatnya sesaat sebelum kemudian pandangannya beralih ke arah Changyi dan menatap pemuda rupawan tersebut selama beberapa detik.
“Menteri Jin Yong…apakah orang yang kau curigai sebagai pelaku kejahatan pada putraku Zhu Di adalah putra dari Jenderal Xu Da yaitu Xu Changyi?” tanya Kaisar Hongwu kemudian saat pandangannya kembali pada Menteri Jin Yong.
Menteri Jin Yong terlihat gugup namun kepalanya segera menggeleng tegas demikian Kaisar Hongwu telah menyelesaikan kalimatnya.
“Tidak Yang Mulia…sama sekali bukan demikian maksud hamba” sahut Menteri Jin Yong seraya membungkukkan tubuhnya ke arah Jenderal Xu Da. “Yang Mulia…hamba tahu benar sedekat apa hubungan persahabatan antara Pangeran Keempat dengan Tuan Muda Xu Changyi. Selain itu, hamba juga telah mendengar secemerlang apa prestasi Tuan Muda Xu dalam bidang beladiri dan militer. Tetapi, meski Tuan Muda Xu Changyi sangat hebat dalam bidang olah keprajuritan, beladiri serta strategi perang, namun Tuan Muda Xu sama sekali tak memiliki kemampuan dalam bidang memasak. Karena itu, hamba sangat yakin bahwa pelaku kejahatan yang kejam ini pastilah bukan Tuan Muda Xu melainkan orang yang memiliki kemampuan memasak...demikianlah pemikiran hamba Yang Mulia” jawab Menteri Jin Yong.
Kaisar Hongwu terlihat mengangguk setuju. “Itu memang benar” katanya kemudian. “Aku juga berpikir bahwa Changyi tidak akan pernah mungkin melakukan hal keji pada putraku sebab aku mengenalnya dan melihatnya tumbuh bersama dengan Zhu Di”.
Senyap dalam ruangan aula. Jenderal Xu Da menatap putranya dan berharap bahwa Changyi akan dapat membaca apa yang sekarang sedang ada dalam pemikirannya. Namun, nampaknya apa yang ia harapkan tidak mudah untuk terjadi. Changyi terlihat mulai terbawa oleh arus kegelisahan dan ketakutannya.
“Perdana Menteri!” panggil Kaisar Hongwu setelah sesaat terdiam.
“Hamba Yang Mulia!” sahut Perdana Menteri Hu Weiyong seraya menjatuhkan dirinya memberi hormat.
“Aku setuju bahwa penyelidikan seharusnya dimulai dari para juru masak, dayang dan juga pelayan. Oleh karena itu, aku akan memulainya dari Kepala Dapur Istana sebab dialah yang bertanggung jawab terhadap seluruh makanan dan minuman yang terhidang di istana termasuk yang ada pada hari ini!”.
Perdana Menteri Hu Weiyong sangat terkejut. Kenapa Kaisar justru ingin memulai penyelidikan dari dapur utama dan dari kepala dapur istana?. Bukankah seharusnya, penyelidikan dimulai dari dapur istana Pangeran Keempat?. Dan hal lain yang tidak biasa adalah bahwa Kaisar bermaksud memimpin sendiri penyelidikan ini.
“Yang Mulia…hamba sangat mengenal juru masak Jiu Zhong sebab ia telah tinggal dan bekerja bersama dengan hamba selama empat tahun sebelum menjadi Kepala Dapur Istana. Hamba sangat yakin bahwa Juru Masak Jiu tidak akan melakukan hal yang bodoh dengan berbuat jahat pada Pangeran Zhu Di. Namun demikian, hamba mempersilahkan kerajaan memanggilnya untuk bersaksi” jawab Perdana Menteri Hu Weiyong masih dalam posisi menghormat pada Kaisar.
Kaisar Hongwu mengangguk dan pandangannya beralih pada Jenderal Lan Yu.
“Jenderal Lan Yu..panggil Kepala Dapur Istana sekarang!” perintah Kaisar Hongwu.
“Siap laksanakan perintah Yang Mulia!” seru Jenderal Lan Yu dengan suara tegas.
  Kembali ketegangan menyelimuti ruang aula. Changyi semakin gelisah saat hatinya membisikkan hal yang ditakutkannya akan terjadi. Pandangannya beralih pada Xiao Chen yang berada tak jauh darinya pada sisi tandu Pangeran Zhu Di sementara sang pangeran terlihat berusaha untuk menguatkan diri. Ia bisa melihat kegelisahan yang sama di wajah pucat Pangeran Keempat namun kelemahan akibat racun yang memasuki tubuh membuat sang pangeran yang cerdas itu benar-benar telah kehilangan kekuatannya.
Changyi beringsut mendekat saat ia melihat tangan lemah Pangeran Zhu Di bergerak pelan. Changyi memberikan penghormatan pada Kaisar Hongwu yang menoleh dan menatap ke arahnya. Tak ada kalimat meluncur dari bibir sang kaisar namun samar Changyi menangkap sebuah anggukan tertuju padanya.
“Adik Zhu Di…seharusnya Anda segera kembali ke kamar untuk istirahat dan meminum obat” bisik Changyi saat berada di sisi Pangeran Zhu Di.
“Kakak Xu…” Pangeran Zhu Di berusaha menggenggam tangan Changyi. “Yang mereka katakan tentang racun itu…mereka…”
“Changyi!...bawa Zhu Di ke kamarnya dan temani dia!” suara Kaisar Hongwu yang menjatuhkan perintah terdengar memotong kalimat Pangeran Zhu Di.
Changyi menatap Kaisar Hongwu dan membungkuk.
“Tidak!” bisik Pangeran Zhu Di seraya menatap ke arah ayahnya.
Meski jarak yang agak jauh membuat Kaisar Hongwu tidak dapat mendengar suara Pangeran keempat yang lemah namun gerak kepala yang menggeleng kuat dapat ditangkap oleh pandangan Kaisar.
“Yang Mulia!...Kepala Dapur Istana datang menghadap” sebuah suara terdengar membuat Kaisar Hongwu kembali beralih ke depan.
Sosok Kepala Dapur Istana yang sejak semula terus berada di sisi bagian luar ruang aula kini terlihat bersujud di hadapan Kaisar Hongwu. Semua mata kini tertuju ke arah Juru Masak Jiu Zhong termasuk pandangan Changyi, Xiao Chen dan Pangeran Zhu Di. Changyi merasakan jantungnya berdetak lebih keras membuatnya melirik ke arah Xiao Chen. Namun, apa yang kemudian ditangkapnya dari wajah yang sangat di sayanginya itu hanyalah ketenangan. Diam-diam, Changyi mengeluh dalam hati. Tangan Pangeran Keempat masih menggenggam pergelangan tangannya. Terasa dingin dan semakin erat.
“Juru Masak Jiu…kau tahu kenapa hari ini aku memanggilmu?” tanya Kaisar Hongwu dengan suara berat yang menggetarkan.
“Hamba mengerti Yang Mulia” sahut Juru Masak Jiu Zhong saat ia telah mengangkat tubuhnya.
“Jika begitu, sekarang katakan padaku apa yang kau ketahui tentang masakan dan minuman yang terhidang pada hari ini terutama yang disantap oleh putraku Zhu Di”.
“Baik Yang Mulia” jawab Juru Masak Jiu Zhong seraya kembali memberikan penghormatan. “Semua makanan dan minuman yang terhidang pada hari ini hamba pilih sejak beberapa hari sebelumnya dan bahan-bahan makanan dan minuman yang terbaik. Hamba mulai memasak untuk pernikahan Pangeran Mahkota sejak sepuluh hari yang lalu. Semuanya telah selesai pada satu hari yang lalu kecuali hidangan untuk Pangeran Zhu Di”.
“Mengapa begitu?” tanya Kaisar Hongwu. “Apakah ada bahan makanan dan minuman yang berbeda?”.
Juru Masak Jiu Zhong menggelengkan kepalanya.
“Tidak Yang Mulia” jawabnya. “Tidak ada yang berbeda dengan bahan masakan dan minuman untuk Pangeran Zhu Di, semuanya sama dengan bahan makanan dan minuman yang ada di dapur utama”.
“Jika begitu mengapa hidangan untuk Zhu Di belum selesai sementara hidangan yang lain telah selesai kau kerjakan?”.
“Karena Pangeran Zhu Di tidak menyantap hidangan dari dapur istana Yang Mulia” jawab Juru Masak Jiu Zhong menundukkan kepala. “Pangeran Zhu Di hanya menyantap hidangan yang dimasak oleh Kasim Chen. Itulah sebabnya hamba tidak bisa menyelesaikan hidangan untuk Pangeran Zhu Di”.
Kaisar Hongwu terkejut. Demikian pula halnya dengan pejabat istana dan para tamu. Hal tentang selera makan Pangeran Keempat yang hanya menyantap hidangan dari kasimnya sesungguhnya telah diketahui oleh semua orang di istana ini – kecuali para tamu kerajaan yang baru pertama datang ke Yingtian – namun, kenyataan bahwa keadaan tersebut pada hari ini justru menjadi sebuah kemungkinan adalah hal yang sangat mengejutkan. Mungkinkah Kasim Chen yang masih remaja dan terlihat polo situ mampu melakukan sebuah kejahatan yang sangat kejam?.
“Yang Mulia…bukankah sekarang jelas siapakah sebenarnya orang yang bersalah atas masuknya racun ke dalam tubuh Pangeran Zhu Di? Tak ada orang lain yang memasak makanan dan minuman selain Kasim Chen sehingga hanya kasim tersebutlah yang mesti bertanggung jawab atas kejahatan keji ini” seru Perdana Menteri Hu Weiyong saat melihat Kaisar terdiam.
“Tidak!” seru Pangeran Zhu Di dalam bisiknya. Kepalanya yang lemah kembali menggeleng kuat-kuat sementara Changyi tertegun. Rona merah dan memucat bergantian menghiasi wajahnya yang rupawan sementara Xiao Chen menatap ke arah Juru Masak Jiu Zhong. Tak terkilas apapun diwajah yang sejuk itu. Segalanya hanyalah sebuah ketenangan meski Xiao Chen menyadari bahwa kini semua mata tengah tertuju padanya. Sebagian besar dengan ekspresi marah dan menista. Di sisi yang lain, Jenderal Xu Da mengepalkan kedua telapak tangannya. Hal yang semula terpampang di dalam benaknya mulai menunjuk ke arah kenyataan.
Wajah Kaisar Hongwu terlihat memerah. Sebagian karena kemurkaan yang semakin meluap dan separuh hal lain adalah rasa terkejutnya atas kenyataan yang baru saja didengarnya. Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin? Anak benama Xiao Chen itu terlihat demikian lembut dan polos. Melihat tingkah lakunya selalu mengingatkan Kaisar Hongwu pada sosok seorang biksu. Dan kepercayaan yang telah diberikannya pada anak itu, melebihi kepercayaan yang diberikannya pada orang-orang yang lain termasuk Changyi, putra dari sahabatnya sendiri justru telah menjadi sebuah bencana bagi pangeran termuda yang paling dikasihinya.
“Yang Mulia…hamba memohon Yang Mulia untuk memanggil Kasim Chen dan menanyakan hal tentang makanan dan minuman untuk Pangeran Zhu Di. Mungkin saja ada hal lain yang tidak kita ketahui telah terjadi. Bagaimanapun…seharusnya kita tetap memberikan sebuah dugaan tidak bersalah” ucap Jenderal Xu Da.  
Namuna, kemurkaan yang telah mencapai puncaknya membuat Kaisar Hongwu seolah tertutup dari seluruh penalaran. Pandangannya tajam menusuk saat ia menoleh ke arah Xiao Chen yang berada di sisi Pangeran Zhu Di.
“Apa yang kalian tunggu?! Lekas bawa Pangeran Zhu Di kembali ke kamarnya” bentak Kaisar Hongwu seraya memandang para tabib istana.
“Tidak!...Tidak Yang Mulia…tolong dengarkan hamba…” bisik Pangeran Zhu Di seraya berusaha beringsut keluar dari tandunya. Namun, para tabib istana yang telah menjadi ketakutan segera mengangkat sang pangeran yang lemah tersebut dan mulai beranjak menuju samping aula membuat Pangeran Zhu Di memberontak dengan sisa-sisa tenanganya. Tetapi, kelemahan teramat sangat yang membelenggu membuat apapun usaha yang dilakukannya seperti sia-sia hingga akhirnya, dengan iringan sebulir airmata yang jatuh dari kelopak matanya, sang pangeran menyerah pada kelemahan yang menyeretnya menjauh dari seluruh kekacauan di ruang aula.
“Yang Mulia…Adik Chen tidak bersalah…” bisik Pangeran Zhu Di pada titik akhir kesadaran sebelum kemudian, ketenangan yang sangat dalam melingkupinya.
Sementara di ruang aula…
“Tangkap kasim itu sekarang juga dan hukum mati dia!” perintah Kaisar Hongwu yang telah tertutup oleh kemurkaan seraya menunjuk ke arah Xiao Chen.
“Baik Yang Mulia” sahut Jenderal Lan Yu cepat sementara semua pejabat dan tamu – termasuk Jenderal Xu Da – masih terperangkap dalam rasa terkejut mereka setelah mendengar perintah langsung kaisar. Selanjutnya, Jenderal bertubuh tinggih dan gagah itu berseru dengan suara yang lantang dan tegas.
“Prajurit!...tangkap Kasim Chen dan persiapkan dia untuk hukuman mati!”.
Changyi yang tertegun dalam rasa kejutnya bagaikan tersadar saat beberapa prajurit khusus datang dan meringkus Xiao Chen yang ada di sisinya. Pemuda itu seketika berdiri – terlupa bahwa ia tengah berada di hadapan Kaisar Hongwu – dengan wajah pias.
“Tidak!...kalian tidak bisa menangkap Adik Chen” seru Changyi dalam guncangan hatinya sementara ia melihat Xiao Chen telah diseret ke tengah ruang aula dan dibelenggu dengan tali-tali besar mulai batas leher hingga ke pinggang. Pemuda rupawan tersebut berusaha menggapai ke arah Xiao Chen namun sebuah tangan lain mendadak telah menghentikan gerak langkahnya. Changyi menoleh dan menatap wajah Jenderal Xu Da. Pandangannya nanar dan panik.
“Ayah…Adik Chen tidak bersalah!...Saya harus menolong Adik Chen karena dia sama sekali tidak bersalah. Saya mohon Ayah percayalah!” seru Changyi pada ayah angkatnya.
“Changyi!” tegas Jenderal Xu Da dalam bisiknya. “Ayah percaya padamu..juga kepada Xiao Chen. Tapi sekarang bukan waktu yang tepat. Pergilah pada Pangeran Zhu Di dan temani Pangeran. Kau telah mendengar perintah Yang Mulia Kaisar padamu bukan?”.
“Tapi Ayah, bagaimana dengan Adik Chen?” tanya Changyi. Suaranya kini mengikuti bisik Jenderal Xu Da.
“Serahkan Xiao Chen padaku. Sekarang pergilah pada Pangeran Zhu Di. Dengarkan Ayah” jawab Jenderal Xu Da.
Changyi menatap ke arah Xiao Chen yang semakin menjauh dan kini mulai digelandang keluar dari ruang aula hingga nyaris mencapai pintu utama di bagian depan.
“Adik Chen!” seru Changyi pada adiknya saudara sejiwanya tersebut. Ia tak lagi mempedulikan banyaknya pasang mata yang memperhatikan ke arah dirinya dan Xiao Chen. termasuk sepasang mata Kaisar Hongwu yang menyala merah dalam kemurkaan.
“Kakak!” sahut Xiao Chen seraya menoleh ke arah Changyi. Seleret senyum tersungging di bibir Xiao Chen saat menatap kakaknya. “Lindungi Pangeran!...Pangeran Zhu Di sangat membutuhkan Kakak”.
“Adik Chen!” panggil Changyi kembali.
Namun…sosok yang selalu dan akan selamanya melekat dalam hati dan jiwa Changyi tersebut telah keluar dari pintu utama dan menghilang dari pandangan membuat Xu Changyi bagaikan terlempar dalam rasa pedih tak terkira.
Rasa pedih yang menakutkan…
Seolah kepedihan itu hendak menguburnya dalam kegelapan rasa tidak berdaya.
Ketidak berdayaan yang benar-benar membelenggu dan membuat Changyi marah…
Namun, sekali lagi…sebuha tangan yang kuat telah menyeretnya pula menjauh dan menghentikan seluruh gerakannya yang ingin melompat untuk mengejar sang adik.
Tangan yang kemudian mengarahkan Changyi untuk melesat dan berlari…dengan kabut yang menghiasi sepasang mata terindah yang biasanya selalu bersinar cemerlang…
Menuju ke arah yang berseberangan dengan pintu utama.
Menuju ke istana Pangeran Zhu Di…
*************