Waktu seperti berjalan dalam kecepatan yang
benar-benar lamban seolah segalanya terhenti pada satu titik. Titik yang
membingungkan karena membawa seluruh jawaban sekaligus kepedihan dalam hati
Changyi dan semua orang yang tak menduga adanya tragedi di hari pernikahan
agung Pangeran Mahkota.
Sebagian besar tamu
kerajaan telah memohon pamit pada Kaisar Hongwu dan berangkat kembali ke daerah
masing-masing. sebagian kecil lain masih tinggal sekedar untuk menikmati
keindahan kota Yingtian setelah terlepas dari ketegangan dan ancaman hukuman mati
akibat teracuninya Pangeran Keempat atau menunggu hal selanjutnya yang akan
terjadi pada Kasim Chen yang telah ditetapkan sebagai terhukum.
Xiao Chen telah di
penjara di ruang penjara bawah tanah dalam penjagaan tingkat tinggi dan tak
seorangpun dapat menemuinya kecuali mendapat ijin dari Kaisar. Meskipun hukuman
mati telah ditetapkan namun Kaisar Hongwu memutuskan untuk menunda pelaksanaan
hukuman setelah mendengar beberapa pendapat terutama dari Jenderal Xu Da – hal
yang membuat hati Perdana menteri Hu Weiyong menjadi kecut – serta beberapa
pendapat dari menteri lain.
Tetapi, nampaknya
penundaan pelaksanaan hukuman tidak banyak berarti sebab hingga sampai pada
waktu sekarang setelah satu hari berlalu, belum juga ditemukan satupun titik
terang yang menunjukkan adanya petunjuk tentang siapa yang merencanakan
kejahatan pada Pangeran Zhu Di. Semua petunjuk selalu mengarah dan berakhir
pada Kasim Chen sebagai orang terdekat dan terpercaya dari Pangeran Zhu Di
membuat harapan di hati Changyi semakin meredup.
Hari ini ia
memutuskan untuk pulang ke rumah setelah satu hari satu malam menunggui
Pangeran Zhu Di yang masih belum bangun dari ketidaksadarannya. Nampaknya,
sisa-sisa racun yang tidak dapat dikeluarkan melalui tenaga chi sebagian telah
mempengaruhi beberapa tempat penting dalam tubuh Pangeran Keempat sehingga
membuat sang pangeran kesayangan istana tersebut masih harus berjuang untuk
sadar kembali. Hal lain yang membuat Changyi merasa sangat sedih. Kesedihanyang
timbul karena ia tahu, selain dirinya, hanya Pangeran Zhu Di-lah yang tahu
pasti bahwa Xiao Chen tidak bersalah.
Namun, dalam
posisinya sekarang ini, Changyi benar-benar menyadari bahwa ia tak dapat
melakukan apapun untuk menolong adiknya. Bahkan, ia mengerti bahwa semakin ia
menunjukkan reaksi terhadap penangkapan Xiao Chen, maka tuduhan bahwa adiknya
telah bersalah akan semakin menguat. Terlebih lagi, selain dirinya dan Jenderal
Xu Da – juga Pangeran Zhu Di sendiri – tak ada seorangpun yang tahu bahwa
sesungguhnya Xiao Chen memiliki hubungan yang sangat erat dengannya. Selama
ini, Xiao Chen hanya dikenal sebagai bekas pelayan di rumah Jenderal Xu Da yang
dahulunya adalah pelayan kecil di rumah Changyi sebelum ditemukan dan diangkat
anak oleh Panglima Tertinggi Kerajaan Yingtian itu. Jika sekarang ia melakukan
sesuatu hal yang menyolok dan menunjukkan rahasia sebenarnya mengenai siapa
sesungguhnya Xiao Chen baginya, maka bukan saja keadaan adiknya akan menjadi
semakin buruk namun juga akan menyeret Jenderal Xu Da, dirinya sendiri dan
seluruh keluarga Xu. Dan sungguh Changyi tak ingin hal buruk terjadi pada
Jenderal Xu Da, bukan hanya semata karena rasa hutang budi dan kasih sayang
yang tumbuh kuat pada ayah angkatnya tersebut namun karena – dan terutama –
adanya sosok yang kini telah menguasai seluruh hati dan jiwanya dalam ikatan
cinta yang sangat kuat dan tak mungkin untuk dicabut kembali. Ia tak ingin hal
buruk terjadi pada Xiao Chen, namun ia lebih dan lebih lagi tak ingin hal buruk
tersebut menimpa sosok yang telah
menguasai jiwanya dalam rasa asmara tersebut.
Sepasang mata Changyi
memejam sementara bayangan wajah purnama Xu Guanjin yang jernih membayang
dengan sangat jelas dalam benaknya. Menyejukkan, mendamaikan namun sekaligus
semakin menegaskan kepedihan dalam hati Changyi saat ia menyadari bahwa kini ia
lebih memilih keselamatan Xu Guanjin di banding Xiao Chen. Alasan yang
membuatnya meraung marah dalam rasa tak berdaya sementara waktu terus berjalan
menuju detik di mana hidup Xiao Chen akan berakhir di tangan algojo Kaisar
Hongwu.
Sebulir air jernih
merembes dari balik deretan panjang bulu mata Xu Changyi sementara sinar
purnama yang lembut menari-nari dari balik dedaunan, membawa seluruh rasa sedih
yang menggelombang memenuhi ruang dada.
***********
Di dapur utama istana
Yingtian…
Kepala Dapur Jiu
Zhong menghenyakkan tubuhnya ke atas sebuah dipan setelah ia meletakkan sebuah
mangkuk keramik yang telah bersih dengan hati-hati ke atas rak kayu dan menarik
pintu penutup rak. Kaisar Hongwu dan Permaisuri Ma baru saja selesai bersantap
malam meski keadaan Pangeran Zhu Di yang belum juga sadar telah membuat kaisar
dan permaisuri kehilangan selera makan mereka sehingga dari seluruh hidangan
yang ia sajikan malam ini hanya sedikit saja yang berkurang karena disantap.
Selebihnya, semua hidangan masih utuh tak tersentuh.
Namun, bukan itu hal
sesungguhnya yang telah menyemburatkan mendung di wajah Juru Masak Jiu Zhong.
Ia telah beberapa waktu mengabdikan dirinya di dapur istana dan melayani Kaisar
Hongwu serta Permaisuri sehingga masalah selera makan yang kadang menghilang
tak terlalu merisaukannya. Ia bisa dengan mudah mengubah menu untuk
membangkitkan kembali selera makan kaisar dan permaisuri. Itu sungguh bukan
masalah yang sulit baginya. Membolik-balik
menu adalah hal yang telah digelutinya semenjak ia masih anak-anak. Memilih
bumbu, memilah bahan dan menciptakan rasa-rasa baru dalam masakan adalah hal
yang nyaris tak pernah gagal dilakukannya – sampai ia bertemu dengan Xiao Chen
dan mengerti bahwa rasa makanan memiliki jiwa dan jiwa dalam makanan itu akan
mengikat siapapun yang menikmati makanan tersebut. Hal baru dan nyata yang ia
temukan dalam dunia memasak setelah selama
puluhan tahun ia merasa tak ada lagi hal yang tak diketahuinya.
Kenyataan baru yang membuatnya merasa penasaran dengan kemampuan Xiao Chen,
merasa marah pada remaja itu atas kekalahannya dalam sayembara memasak dahulu namun sekaligus menghormati kasim berwajah
sejuk tersebut karena untuk pertama kalinya ia merasa menemukan seseorang yang
benar-benar pantas untuk bersaing dengannya. Ia sangat berharap akan memiliki
satu kesempatan, sekali lagi untuk mencoba kemampuan anak bernama Xiao Chen
itu, menuntaskan rasa penasaran dalam dirinya, membayarkan rasa kalah yang ia
rasakan sekaligus mengetahui rahasia yang membuat masakan seorang remaja
menjadi demikian berjiwa hingga mampu mengikat hati seorang Pangeran Zhu Di!.
Ia sangat menantikan
hal itu. Bertarung sekali lagi dengan Xiao Chen. hanya dirinya dan kasim remaja
itu tanpa siapapun yang lain di antara mereka. Dan Juru Masak Jiu Zhong rela
untuk menghabiskan waktunya demi menunggu saat itu tiba!.
Tetapi, kejadian di
ruang aula telah dengan demikian mudahnya memupus impiannya tersebut.
Kenyataan bahwa hidup
Kasim Chen akan segera berakhir di tangan algojo Kaisar Hongwu benar-benar
sangat memukul hati Juru Masak Jiu Zhong. Andai saja ia tak memiliki harapan
yang demikian kuat untuk sekali lagi bertarung dengan Kasim Chen, maka sungguh
ia tak akan peduli dengan nasib remaja itu.
Namun, hidup dengan
menanggung rasa penasaran, rasa kalah yang begitu menyakitkan – dan rasa sakit
itu muncul karena ia benar-benar menyadari bahwa jabatannya sebagai kepala
dapur istana yang dipegangnya saat ini sesungguhnya merupakan hak Xiao Chen dan
hal itu memberi kesan bahwa ia memiliki sebuah jabatan bukan karena ia pantas
mendapatkannya namun sekedar sebuah pemberian karena adanya rasa iba – hingga
memukul rasa harga dirinya sebagai seorang juru masak serta rasa ingin tahu
yang terus menghantuinya tentang adanya jiwa dalam rasa sebuah masakan adalah
benar-benar jalan hidup yang amat berat ia rasakannya. Bagi Juru Masak Jiu
Zhong, akan lebih baik baginya jika ia dikalahkan secara terbuka di depan
sebanyak apapun orang daripada kekalahan terselubung yang hanya dirasakannya
sendiri. Ia menang tapi kalah. Ia berada di atas namun sesungguhnya ia tak
lebih daripada seorang papa yang hidup dalam kubangan rasa iba orang yang
mengalahkannya. Hal apa lagi yang lebih menyakitkan daripada itu semua?.
Dan ia tidak ingin
menghabiskan sisa hidupnya dalam tekanan derita batin yang hanya dipendamnya
sendiri. Andai nanti saat ada kesempatan untuk bertarung sekali lagi dengan
Kasim Chen ia harus kembali mengalami kekalahan, namun ia pasti akan
menerimanya dengan kelegaan dan hati yang lapang karena kekalahan itu akan bersifat
nyata dan bukan lagi berbentuk kekalahan terselubung, kekalahan yang terbungkus
kemenangan.
Lalu sekarang,
tiba-tiba segalanya akan menjadi sirna!.
Mungkin besok, atau
lusa atau bahkan bisa saja malam ini, hidup seorang Xiao Chen akan berakhir!
Lalu ia akan seumur
hidup menanggung rasa penasaran, rasa kalah yang terbungkus kemenangan semu
serta rasa sakit hati karena keibaan yang diberikan padanya. Lebih buruk lagi,
ia akhirnya menyadari bahwa dirinya telah memiliki peran dalam peristiwa yang
terjadi di ruang aula itu. Ia telah memberikan kesaksian yang membuat Kaisar
tak bisa lagi memandang siapapun untuk disalahkan selain Kasim Chen.
Mendadak, Juru Masak
Jiu Zhong mengerti apa sesungguhnya makna yang tersirat dalam surat Perdana
Menteri Hu Weiyong padanya kemarin. Meminjam
tangan Kasim Chen untuk memasak satu hidangan bagi Pangeran Keempat. Jadi
inilah maksudnya.
Juru Masak Jiu Zhong
menggelengkan kepalanya kuat-kuat sementara rona wajahnya berubah-ubah, sesaat
memerah oleh rasa marah ketika ia menyadari bahwa sesungguhnya – sekali lagi –
ia harus berada di dalam situasi terselubung. Bahwa sesungguhnya, secara tidak
langsung dirinyalah yang telah melakukan kejahatan pada Pangeran Keempat. Ia
yang seharusnya ada di penjara bawah tanah sekarang dan menantikan hukuman
mati, bukan Kasim Chen. Dan ia sama sekali tak menyadari hal itu sampai
semuanya terjadi.
Kenapa ia demikian
bodoh?
Dan lebih buruk di
atas semuanya adalah kenyataan bahwa sesungguhnya, dirinya sendirilah yang
telah memupus harapan untuk bisa bertarung sekali lagi dengan Xiao Chen dalam
sebuah pertarungan adu memasak yang jujur dan terbuka. Harapannya hancur
bersama kematian Kasim Chen yang akan segera datang.
Dan ialah yang
menjadi penyebab kematian Kasim Chen.
Dirinya…dan bukan
orang lain!.
Ia dan kebodohannya
telah memupus harapannya sendiri dan membuatnya harus menjalani hidup dalam
penderitaan karena rasa penasaran dan rasa kalah yang tak terobati!.
Adakah hal yang lebih
buruk daripada hal itu?
Wajah Juru Masak Jiu
Zhong memucat kala menyadari kenyataan yang ada di depan matanya.
*************
Di rumah Jenderal Xu
Da…
“Jadi…Changyi tidak
bisa ikut denganku besok untuk kembali ke distrik prajurit?” tanya Jenderal
Chang Yu Chun seraya menatap Jenderal Xu Da yang duduk di seberang meja.
Jenderal Xu Da
menarik nafas panjang. Tangannya terulur meraih sebuah cawan dan mereguk isinya
hingga habis seketika. Aroma harum menguar dari arak buah yang diminum oleh
Panglima Tertinggi Kerajaan tersebut. Bukan hal yang biasa terjadi, bahwa kali
ini Jenderal Xu Da memilih arak buah yang memabukkan.
“Tidak” jawab
Jenderal Xu Da seraya meletakkan cawannya yang telah kosong kembali ke atas
meja. Kepalanya menggeleng dengan sepasang alis berkerut. “Yang Mulia telah
memintaku untuk menahan Changyi di istana dan menariknya dari distrik pelatihan
prajurit”.
Jenderal Chang Yu
Chun terkejut dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan.
“Yang Mulia
mengatakan hal itu? Kapan? Dan kenapa?” tanya Jeneral Chang Yu Chun menatap
sahabatnya.
“Kau tahu Adik Chang,
seberapa buruk suasana hati Yang Mulia sekarang ini?” Jenderal Xu Da balik
bertanya.
Jenderal Chang Yu
Chun menganggukkan kepalanya. “Ya Kakak Xu, aku tahu. Kita semua tahu. Melihat
putranya diracuni di depan mata, itu adalah hal yang paling buruk untuk dilihat
oleh orangtua manapun. Terlebih kepahitan itu menimpa putra kesayangan”.
Jenderal Xu Da
menggelengkan kepalanya beberapa kali. Sekali ia menarik nafas panjang sebelum
kemudian menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi kayu berukir yang
didudukinya. Pandangannya lurus menatap ke depan, pada raut wajah sahabatnya.
“Apakah kau percaya
bahwa Xiao Chen benar-benar meracuni Pangeran Zhu Di, Adik Chang? Kau dan
aku…kita-lah orang yang pertama kali bertemu dengan anak itu bertahun-tahun
lalu. Kau ada di sana saat itu…saat aku menemukan putraku Changyi dan anak
bernama Xiao Chen itu bersembunyi di belakang punggung Changyi, terlihat sangat
rapuh dan tidak berdaya…tapi juga sangat bersih”.
“Kakak Xu benar, anak
bernama Xiao Chen itu memang sangat bersih. Aku bisa melihat dari sinar
matanya…dan ya, tentu saja aku mengingat saat itu. Aku ingat sebab saat itu aku
juga berpikir untuk membawa mereka berdua ke rumahku jika saja Kakak Xu tidak
menghendaki keduanya” sahut Jenderal Chang Yu Chun seraya mengangguk.
Jenderal Xu Da
tertawa pelan nyaris berupa gumaman. Sekali lagi tangannya meraih ke atas meja
dan kali ini sebuah guci kecil berwarna biru indah telah dipegangnya. Dengan
gerak ringan, Sang Panglima Tertinggi Kerajaan tersebut menuang isi guci mungil
ke dalam cawan.
“Dan kau mengalah
demi aku Adik Chang” gumam Jenderal Xu Da seraya kembali meneguk arak yang baru
saja dituangnya. Kali ini hanya sedikit dan meletakkan kembali cawannya ke atas
meja.
“Aku hanya melihat
Kakak Xu sangat tertarik dengan anak-anak itu terutama Changyi. Setelah kita
menghabiskan begitu banyak hari dalam peperangan di Karakorum, hari itu adalah
pertama kalinya aku melihat wajah Kakak Xu terlihat cerah” sahut Jenderal Chang
Yu Chun tersenyum. Sebagaimana Jenderal Xu Da, jenderal yang memimpin distrik
pelatihan prajurit di wilayah timur tersebut mengangkat cawannya dan meneguk
habis arak yang tinggal separuh.
“Aku menyukai
anak-anak itu sejak pertama kali melihat mereka, meskipun perhatianku lebih
kepada Changyi. Tapi, setiap kali aku menatap anak bernama Xiao Chen itu, aku
selalu merasa seperti sedang menatap telaga yang sangat jernih. Hal itulah yang
membuatku sangat sulit percaya jika Xiao Chen akan melakukan kejahatan pada
Pangeran Zhu Di” ujar Jenderal Xu Da.
“Sepertinya…ada yang
aneh dengan apa yang sedang terjadi saat ini” gumam Jenderal Chang Yu Chun.
Pandangannya lurus menatap cawannya yang telah kosong dan nyala pelita lampu di
atas meja.
Jenderal Xu Da
mengerutkan alisnya dan menatap ke depan.
“Keanehan apa yang
kau rasakan Adik Chang?” tanya Sang Panglima Tertinggi Kerajaan.
Jenderal Chang Yu
Chun mengangkat bahunya dengan ekspresi sambil lalu.
“Ini hanya sekedar
kecurigaan pribadiku saja Kakak Xu…bisa saja aku salah…” katanya kemudian.
“Katakan padaku Adik
Chang” buru Jenderal Xu Da. “Aku ingin mendengarnya”.
“Aku hanya berpikir
bahwa ada orang yang dengan sengaja ingin melakukan hal ini…” Jenderal Chang Yu
Chun berhenti sesaat kemudian tertawa. “Tapi…kurasa itu terlalu mengada-ada
bukan? Xiao Chen itu hanya seorang anak remaja dan jabatannya hanya seorang
kasim dan juru masak khusus Pangeran Keempat. Dia bukan seseorang yang memegang
peran penting di istana sebagaimana…”
“Maksudmu…ada orang
yang dengan sengaja melakukan hal ini untuk menyingkirkan Xiao Chen?” potong
Jenderal Xu Da dengan alis berkerut.
Jenderal Chang Yu
Chun sedikit berkerut. Ekspresinya kini terlihat malu.
“Ah Kakak Xu…maafkan
aku. AKu tahu itu adalah pemiiran yang sangat bodoh. Maksudku…”
“Sebenarnya akupun
berpikir demikian Adik Chang” sahut Jenderal Xu Da sebelum Jenderal Chang Yu
Chun benar-benar menyelesaikan kalimatnya membuat sang jenderal dari distrik
pelatihan prajurit itu kini menatap sahabatnya dengan sepasang mata melebar.
“Apa? Kakak Xu
juga…menduga seperti itu? Sebagaimana aku?” tanya Jenderal Chang Yu Chun.
Jenderal Xu Da
mengangguk. “Meskipun aku masih mencari alasan mengapa hal itu dilakukan.
Mengapa orang itu, siapapun dia, ingin menyingkirkan anak bernama Xiao Chen itu
dari sisi Pangeran Keempat”.
Jenderal Chang Yu
Chun terdiam. Keningnya berkerut menandakan bahwa sang jenderal bertubuh tinggi
itu tengah memikirkan sesuatu.
“Atau mungkin
saja…anak bernama Xiao Chen itu hanyalah umpan” gumam Jenderal Xu Da
melanjutkan kalimatnya. Tangannya kembali terulur meraih cawannya kemudian
mereguk habis sisa arak di dalamnya.
“Kakak Xu…apakah
Kakak mengkhawatirkan sesuatu?” tanya Jenderal Chang Yu Chun seraya menatap
Jenderal Xu Da di depannya.
“Kenapa kau bertanya
seperti itu Adik Chang?”.
“Karena Kakak Xu
meminum banyak arak hari ini. Dan ini arak yang memabukkan. Aku sangat mengenal
Kakak jadi aku tahu Kakak pasti sedang memikirkan sesuatu” sahut Jenderal Chang
Yu Chun. Tangannya meraih cawan kosong yang baru saja diletakkan oleh Jenderal
Xu Da kemudian menariknya menjauh membuat Sang Panglima Tertinggi Kerajaan
tertawa.
“Adik Chang…kau
terlalu mengenalku. Itu akan jadi hal yang kurang bagus untukku” sahut Jenderal
Xu Da masih dengan tawanya.
“Kakak
mengkhawatirkan Changyi?” tanya Jenderal Chang Yu Chun tanpa menghiraukan
kalimat Jenderal Xu Da yang baru saja di dengarnya.
Namun sepotong
pertanyaan yang meluncur dari bibir Jenderal Chang Yu Chun seperti sebuah
sentakan yang membuat tawa Jenderal Xu Da langsung terhenti. Sang Panglima
Tertinggi Kerajaan tersebut terdiam sejenak. Sehela nafas panjang yang tertarik
dengan nada yang berat seolah telah mewakili jawaban yang belum meluncur dari
bibirnya.
“Changyi…” gumam
Jenderal Xu Da. Keningnya berkerut dalam. “Rupanya aku telah memasukkan anak
itu terlalu jauh ke dalam diriku Adik Chang”.
Jenderal Chang Yu Chun
menatap Jenderal Xu Da. Alisnya berkerut mencoba memahami jawaban yang
didengarnya.
“Dia putra Kakak Xu.
Tidakkah hal itu wajar adanya? Semua orangtua pasti mencemaskan anak mereka?”
tanya Jenderal Chang Yu Chun kemudian.
“Aku seorang prajurit
Adik Chang. Dan kita tahu bahwa tak ada hal yang boleh melebihi kecintaan kita
pada negara. Itu akan menjadi titik lemah yang membahayakan tanggungjawabku
sebagai penjaga raja dan negara” jawab Jenderal Xu Da, nyaris terdengar nada
sedih dalam suaranya. “Tapi hari ini…saat aku menatap Yang Mulia Kaisar dan
melihatnya menangis di sisi Pangeran Zhu Di…lalu aku melihat wajah putraku
sendiri, melihat mendung dan kesedihan yang hanya disimpannya sendiri,
tiba-tiba saja aku bisa memahami kemurkaan Yang Mulia. Aku memahaminya
karena…aku pasti akan merasakan hal yang sama andai saja hal ini terjadi pada
Changyi. Aku pasti juga akan sangat marah. Masalahnya adalah…aku berada pada
posisi di mana Xiao Chen adalah orang yang penting bagi putraku Changyi. Aku
sangat ingin melakukan sesuatu untuk Xiao Chen agar kesedihan di wajah putraku
bisa hilang. Tapi Yang Mulia Kaisar-pun pasti juga melakukan hal yang sama. Aku
dan Yang Mulia berdiri pada sisi berseberangan saat ini Adik Chang…maksudku,
dalam perasaan kami sebagai orangtua. Namun sebagai prajurit, aku harus berdiri
di sisi Yang Mulia Kaisar dan mendukungnya dalam setiap perintah yang
diberikannya. Apapun perintah itu, bahkan seandainya karena perintah yang
diberikan oleh Yang Mulia Kaisar tersebut akan membuatku melihat kehancuran di
wajah putraku sendiri. Apakah kau mengerti Adik Chang?”
Jenderal Chang Yu
Chun terpekur. Setiap kalimat yang diucapkan oleh bibir sahabatnya terasa
seperti sebuah tangis tanpa suara. Tangis yang hanya menggaung dalam jiwa tanpa
jalan untuk menyembul keluar dan menunjukkan maknanya. Jiwa mereka sebagai
prajurit yang mesti berdiri di garis terdepan dan menjaga negeri.
Dan sungguh…
Adakah airmata yang
lebih pedih dari lubuk jiwa?
Sunyi menyelimuti dua
jenderal besar Kerajaan Ming tersebut sementara malam merambat semakin jauh.
Nyala lampu yang memancar dari lampion berwarna merah terang memberikan sinar
redup lembut, seolah menegaskan kepedihan tanpa kata…
Dalam jiwa terjauh
sosok ayah Sang Jenderal Xu Da…
**************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar