Minggu, 24 Juli 2016

Straight - Episode 7 ( Bagian Delapan )

“Pergi kalian!...sudah kukatakan jangan ganggu aku!” teriak Putri Mingxia seraya melemparkan sebuah mangkuk ke arah beberapa dayang di depannya. Wajahnya yang jelita terlihat pias oleh airmata.
Sementara, dayang-dayang yang berdiri di depan sang putri mahkota tersebut terlihat ketakutan. Rasa takut yang berbaur dalam kecemasan melihat kekalutan dalam diri putri yang baru saja menjadi bagian dari keluarga kaisar itu semakin besar dan nampaknya semakin tak mampu lagi dikendalikan oleh kesantunan Putri Mingxia sebagai seorang calon pewaris tahta.
Namun, sebesar apapun kecemasan mereka melihat Putri Mahkota, pada kenyataannya tak ada lagi yang bisa mereka lakukan. Tidak sebab kekuasaan mereka tak lebih dari kekuatan para dayang istana.
Tetapi…mereka juga mengerti hal apa sesungguhnya yang menyebabkan kekalutan di wajah Putri Mingxia yang mestinya tengah diliputi kebahagiaan setelah kini resmi menjadi istri dari Pangeran Zhu Biao tersebut..
Lima hari berlalu sejak ditangkapnya Kasim Chen..
Pangeran Zhu Di yang masih harus melawan sisa-sisa racun dalam tubuhnya telah terbangun dari ketidaksadarannya. Kabar tersebut menghembus melalui para tabib yang merawat Sang Pangeran Keempat dan menjadi satu kabar gembira yang disambut dengan penuh kegembiraan bukan hanya oleh Kaisar Hongwu dan Permaisuri Ma namun juga seluruh keluarga kaisar, termasuk Pangeran Mahkota Zhu Biao.
Pangeran Zhu Biao yang memutuskan untuk tinggal di istana Pangeran Zhu Di, menepiskan malam pengantinnya bersama Putri Mingxia yang telah diatur oleh cenayang istana sebagai malam baik untuk mendapatkan keturunan. Dan penolakan dari Pangeran Mahkota tersebut menjadi hal lain yang hangat diperbincangkan selain sakitnya Pangeran Zhu Di. Bukan hanya karena keputusan Sang Putra Mahkota itu merupakan hal pertama yang terjadi di istana, namun juga berhembus kabar bahwa enggannya Pangeran Zhu Biao untuk menyatu dengan Putri Mingxia adalah karena kehadiran selir persembahan Pangeran Zhu Di. Rupanya, bukan hanya Kaisar Hongwu dan Putri Mingxia saja yang menangkap binar kebahagiaan di mata Pangeran Zhu Biao saat Pangeran Keempat mempersembahkan satu selir dalam tandu tertutup di ruang aula, namun juga puluhan pasang mata lain yang hadir dalam ruang aula. Hal yang segera menjadi api yang menyulut berhembusnya kabar tak sedap saat mendadak Pangeran Zhu Biao menolak malam pengantinya dengan Putri Mingxia, bahkan setelah berhari-hari kemudian sejak upacara pernikahan selesai dilakukan.
Dan sesungguhnya, hal itulah yang menyebabkan kekalutan dalam hati Putri Mingxia saat ini. Rasa cemburu yang telah mulai memercik dalam hatinya sejak ia melihat binar bahagia di kedalaman mata Pangeran Zhu Biao kini benar-benar berkobar menjadi nyala api yang menghanguskan kesadaran penalarannya sebagai seorang putri bangsawan yang semestinya menunjukkan kebesaran hati dan sopan santun. Ia, yang telah lama memendam rasa cinta pada putra tertua Kaisar Hongwu sejak masa kanak-kanak, menanti masa hingga ia memiliki kesempatan untuk berdiri di sisi sosok yang dipujanya dalam harap bercampur kecemasan, kini harus menerima kekalahan dalam sekejab mata. Oleh sosok yang bahkan belum ia lihat bagaimana wujudnya karena selir persembahan itu tertutup di dalam tandu bertirai rapat. Dalam kecamuk kecewa, cemburu dan kepedihan rasa tertolak, hati Puteri Mingxia masih pula diguncang oleh keinginan yang sangat besar untuk  mengetahui siapa adanya orang yang tersembunyi di balik tirai tandu itu.
Siapa dia?
Darimana asalnya?
Apakah ia juga seorang gadis bangsawan sebagaimana dirinya? Jika benar, apakah jabatan keluarganya? Lebih tinggi manakah dengan kedudukan ayahnya?
Lalu, apakah gadis itu berparas cantik? Apakah kecantikannya melebihi dirinya?
Jika sampai Pangeran Zhu Biao bisa demikian jatuh hati pada gadis dalam tandu itu, maka siapapun adanya ia, pastilah memiliki kecantikan yang luar biasa.
Dan adanya dugaan itu semakin mengobarkan kepedihan dan luka dalam hati Puteri Mingxia. Kepedihan yang kemudian bercampur dengan kemarahan manakala ia mengingat pada Pangeran Zhu Di yang dianggapnya sebagai penyebab semua kehancuran justru disaat ia telah berada demikian dekat dengan kebahagiaan yang lama diimpikannya.
Karena itu, adanya berita bahwa Pangeran Zhu Di telah terbangun dari tidurnya sama sekali tidak mendapat perhatian dari Sang Puteri Mahkota yang tengah patah hati tersebut dan malah justru semakin mengobarkan kebenciannya pada pangeran termuda tersebut. Lebih benci lagi saat ia mendengar bahwa Pangeran Mahkota yang tak pernah sekalipun mengunjunginya sejak hari pernikahan mereka itu, ternyata memilih untuk tinggal di istana Pangeran Zhu Di, tempat sama di mana selir persembahan dari Pangeran Keempat itu disimpan sebelum Pangeran Zhu Biao memutuskan tempat tinggal bagi selirnya.
Apa yang dilakukan oleh Pangeran Mahkota di kediaman Pangeran Zhu Di?
Benarkah apa yang didengarnya, bahwa sang selir itu teramat cantik hingga mengalahkan keindahan bunga lotus?
Lalu, jika selir yang belum sempat dilihatnya itu demikian cantik hingga setangkai bunga lotus yang tengah mekarpun terlihat buruk di sisinya, maka bisakah Pangeran Mahkota yang telah merebut hatinya sejak masa kanak-kanak itu menahan diri untuk tak mendekatinya?
Dan kemudian memberikan malam yang seharusnya menjadi miliknya?
Sementara ia menunggu-nunggu seperti seekor pungguk yang merindukan bulannya, selir itu justru telah memetik keindahan purnama yang menjadi impiannya sejak lama.
Menunggui Pangeran Zhu Di, itu adalah satu-satunya jawaban yang ia terima saat ia menanyakan perihal keberadaan Pangeran Zhu Biao pada Sang Ratu.
Bahkan Ratu Ma-pun berpihak pada selir Pangeran Mahkota! Dan Sang Ratu berpihak pada selir yang tak ia ketahui namanya itu karena sangat jelas terlihat betapa bahagia Pangeran Zhu Biao saat menerima persembahan dari adiknya. Ia sangat yakin dengan hal itu sebab hanya itu alasan yang masuk akal.
“Yang Mulia…” terdengar suara pelan penuh nada hati-hati dari balik tirai kamar. Itu suara dayang pendamping yang selalu setia mendampinginya. Dayang yang ia bawa dari rumah ayahnya dan telah merawatnya semenjak ia masih kanak-kanak.
Dan hanya dayang pendamping yang telah mulai tua itu saja yang peduli padanya saat ini.
Tak ada yang lain!.
Tidak Yang Mulia Kaisar, Yang Mulia Ratu Ma, apalagi Pangeran Zhu Biao yang ia puja puji sepenuh hati dan jiwa.
Semuanya hanya mempedulikan kesehatan Pangeran Keempat!
Semuanya hanya memikirkan keadaan Pangeran Zhu Di, pangeran termuda yang menjadi permata di hati semua orang di istana ini!.
Sementara dirinya, yang mestinya menjadi sosok yang dipuja sebagai seorang putri mahkota, hanya memiliki satu orang dayang tua!.
Betapa malang dirinya!.
Betapa kasihannya…
 Dan saat pemikiran itu merasuk ke dalam hatinya, tangis Putri Mingxia meledak menjadi jerit sedu sedan yang menggema hingga ke balik dinding kamar membuat para dayang dan prajurit yang berjaga di luar saling berpandangan dengan raut cemas.
“Yang Mulia Putri Mingxia…hamba mohon ijinkan hamba untuk masuk” suara dayang pendamping kembali terdengar, kini dengan getaran yang menandakan menghebatnya kecemasan dalam hati si dayang.
“Pergi kau!...” jerit Putri Mingxia seraya melemparkan satu vas bunga mungil yang masih bisa diraihnya ke arah tirai kamar. Terdengar suara berderak pecah ketika vas bunga dari tanah liat yang indah itu menabrak sesuatu entah apa. “Pergilah pada pangeran manja itu seperti semua orang!...aku tidak membutuhkanmu!...aku tidak membutuhkan siapapun! Tidak ada seorangpun yang peduli padaku!”.
“Tidak Yang Mulia…hamba tidak akan pergi. Lebih baik hamba mati daripada meninggalkan Yang Mulia Putri Mahkota” jawab dayang pendamping, kini dengan isak pula.
Tak terdengar suara dari Putri Mingxia selain desah isak tangis yang terus menggema berhias isak tertahan sang dayang pendamping, memberikan getaran halus pada setiap sisi dinding istana Putri Mahkota…
Getaran yang menyimpan harapan berselimut kemarahan dan rasa cemburu dari sang putri, menggeliat dan menumbuh menjadi benih-benih dendam yang menguncup dan terus menumbuh menjadi api panas membara yang menunggu saat untuk membakar mengungkapkan kesumatnya!.
**********
Pangeran Zhu Di mengulurkan mangkuk obat yang telah ia teguk habis isinya pada seorang tabib kemudian kembali merebahkan  tubuhnya. Sungguh ia sangat benci dengan keadaannya saat ini. Ia sangat ingin keluar dari kamar dan mengetahui apapun yang telah tertinggal dari pengamatannya sejak ia kehilangan kesadaran di ruang aula. Bagaimana keadaan Xiao Ai sekarang? meskipun ia telah mendapat kepastian dari Kasim Anta bahwa kakaknya telah menerima persembahan darinya, namun ia tak lagi mengetahui perkembangan yang terjadi setelah itu. Di manakah Pangeran Mahkota akan menempatkan selirnya? Ia tahu, dengan kekuatan cinta yang sangat kuat di antara kakak tertuanya dengan Xiao Ai, maka seharusnya Xiao Ai akan mendapatkan tempat yang sangat layak di istana ini.
Ia telah mendengar dari Ratu Ma Xiuying bahwa Pangeran Zhu Biao terus menungguinya selama ia terlelap dalam ketidaksadaran. Ia juga mendengar bahwa Xu Changyi terus menjaganya setiap hari, dan bahkan Yang Mulia Kaisar telah memutuskan untuk menarik sahabatnya itu dari distrik pelatihan prajurit agar bisa terus berada di dekatnya.
Dan kabar terakhir itu sungguh membuat hatinya senang.
Namun, ada satu wajah yang tak lagi ia lihat sejak ia mulai membuka mata dua hari lalu dan Pangeran Zhu Di terus memikirkannya.
Wajah yang telah sangat lekat dengannya sejak beberapa tahun ini dan menghilangnya wajah itu mendesirkan satu hal aneh yang membuat Pangeran Keempat merasa ingin melompat seketika dari pembaringannya dan berlari keluar. Andai saja tubuhnya yang lemah dan terasa sangat lemas ini tidak mengikatnya!.
“Di mana Adik Chen?” tanya Pangeran Zhu Di pada Kasim Anta saat tabib yang mengirimkan obat telah berlalu dari dalam kamar.
Kasim Anta terlihat tersentak. Sejenak suasana sunyi sementara Pangeran Zhu Di menunggu dengan kesabaran yang semakin menipis.
“Kau tidak mendengar apa yang kutanyakan?” tanya Pangeran Zhu Di kembali saat Kasim Anta tak juga mengeluarkan sepatah kata. “Di mana Adik Chen? Kenapa aku tidak pernah melihatnya sejak dua hari lalu? Bukankah seharusnya ia ada di sini dan melayaniku?”.
Kasim Anta meletakkan piring kecil berisi potongan buah pir manis ke atas meja kemudian menoleh ke arah Pangeran Keempat. Sejenak termangu sebelum kemudian kasim tua itu menebarkan senyum manis, membungkukkan tubuhnya dan perlahan berjalan mendekat ke arah pembaringan di mana Pangeran Zhu Di berada dan tengah menatapnya.
“Pangeran…buahnya telah hamba potong. Apakah Pangeran ingin menyantapnya sekarang?” tanya Kasim Anta saat telah sampai di sisi ranjang.
Pangeran Zhu Di mengerutkan alisnya yang tebal bagus.
“Jangan mengalihkan perhatianku...” sentaknya dengan suara lemah. Tenaga tubuh yang belum kembali membuat Pangeran Zhu Di merasa sangat lemah hingga sebuah bentakan keras-pun terdengar sebagai sebuah bisikan. Hanya sepasang matanya yang jernih mengeluarkan cahaya tajam berkelebat menunjukkan kemarahan membuat Kasim Anta seketika tertunduk. “Katakan saja, di mana Adik Chen!...kenapa aku tidak melihatnya sejak aku bangun? Juga…semua makanan yang kusantap, tak satupun adalah masakan Adik Chen!”.
“Pangeran…Anda masih sangat lemah…”
“Kalau begitu cepat jawab!” teriak Pangeran Zhu Di dengan suara lemah. Sepasang matanya kini membeliak penuh kemurkaan. “Aku tidak akan menjadi kuat sampai Adik Chen ada di sampingku dan merawatku!...aku tidak akan sembuh sampai Adik Chen memasak untukku!. Kau tahu itu kan?!”
Kasim Anta menghela nafas panjang dan perlahan mengangkat wajahnya, menatap pangeran termuda yang sangat dikasihinya dan kini tengah menatapnya dengan tatapan mata penuh kemurkaan.
“Pangeran…Kasim Chen saat ini tengah ada di penjara” jawab Kasim Anta dengan suara pelan nyaris berbisik.
Namun, suara bisikan halus Kasim Anta terdengar sebagai sebuah petir di telinga Pangeran Zhu Di membuat pemuda berparas tampan itu seketika tersentak dan berusaha untuk bangkit dari ranjangnya. Kasim Anta yang melihat usaha dari pangeran asuhannya segera mengulurkan tangannya menahan tubuh gagah yang lemah di atas ranjang agar tak terguling jatuh ke lantai.
“Pangeran…hamba mohon jangan bangun dulu, Anda masih sangat lemah” ujar Kasim Anta seraya memegang lengan Pangeran Zhu Di.
Pangeran Zhu Di mengibaskan lengannya dari genggaman Kasim Anta. Pandangannya menatap kasim tua di sisinya. Masih dengan kemurkaan yang menyala-nyala, meski kini berselimut tanya. Alis tebal yang menaungi sepasang mata jernih tajam semakin dalam berkerut.
“Jangan menyentuhku dan jawab saja pertanyaanku!...Kenapa Adik Chen dipenjara? Apa yang dilakukan oleh Adik Chen hingga Yang Mulia Kaisar memenjarakannya?” tanya Pangeran Zhu Di dengan nada tajam.
“Pangeran…sebenarnya…”
“Sebenarnya apa? Katakan padaku apa yang terjadi selama aku tidak sadar!” potong Pangeran Zhu Di cepat. “Terakhir kali aku melihat Adik Chen di ruang aula. Saat itu aku sangat kesakitan lalu Kakak Xu dan Adik Chen mengeluarkan racun dari dalam perutku. Setelah itu, aku mendengar suara beberapa orang bicara pada Yang Mulia…juga kepala dapur istana. Setelah itu…setelah itu…”
Kasim Anta tertunduk sementara Pangeran Keempat terlihat mengerutkan dahinya yang halus dengan ekspresi mengingat-ingat.
“Setelah itu…sebelum kegelapan menutupiku…” bisik Pangeran Zhu Di sementara ruang kenangan dalam benaknya memutar kembali peristiwa di aula saat pernikahan Pangeran Mahkota. Kasim Anta menatap Pangeran Keempat dengan ekspresi cemas membayang di wajahnya.
“Pangeran…hamba mohon…”
Pangeran Zhu Di mengangkat tangannya membuat kalimat Kasim Anta seketika terhenti. Sunyi melingkupi ruang mewah kamar Pangeran Keempat. Kesunyian yang membuat kecemasan Kasim Anta semakin keras menggema, menggedor dengan kekuatan yang meningkat cepat membuat kasim tua tersebut mulai bergerak-gerak dengan gelisah.
Hingga kemudian…mendadak Pangeran Zhu Di tersentak. Bukan hanya sebuah sentakan halus namun sebuah guncangan keras yang membuat wajah tampan pangeran termuda itu seketika memucat.
“Adik Chen!...apakah…apakah…ia ditangkap dan dipenjara karena Yang Mulia Kaisar menyalahkan Adik Chen atas masuknya racun ke dalam tubuhku? Demikiankah hal sesungguhnya yang terjadi?” tanya Pangeran Zhu Di dengan sepasang mata membelalak menatap Kasim Anta.
Kasim Anta menelan ludah. Apa yang ia takutkan kini telah terjadi. Meskipun sejak awal mula ia sudah tahu bahwa sungguh mustahil untuk menutupi hal sesungguhnya dari kecerdasan Pangeran Zhu Di, namun ia sungguh berharap agar kebenaran tentang peristiwa yang tengah terjadi ini bisa terungkap di saat pangeran yang sangat dikasihinya itu telah dalam keadaan yang lebih kuat dan sehat.
Sebab ia tahu seberat apa guncangan yang akan dialami oleh Pangeran Zhu Di jika mengetahui hal yang tengah terjadi tentang kasim muda kesayangannya.
Sebab ia tahu, sedekat apa hubungan antara Pangeran Zhu Di dengan Kasim Chen meskipun pangeran asuhannya itu tak pernah mengatakan apapun tentang hal yang dirasakannya.
Dan yang paling telak adalah…
Sebab ia tahu, sebesar apa rasa sayang dan rasa membutuhkan Pangeran Zhu Di terhadap Xiao Chen!. 
                                       *************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar