“Pergi
kalian!...sudah kukatakan jangan ganggu aku!” teriak Putri Mingxia seraya
melemparkan sebuah mangkuk ke arah beberapa dayang di depannya. Wajahnya yang
jelita terlihat pias oleh airmata.
Sementara,
dayang-dayang yang berdiri di depan sang putri mahkota tersebut terlihat
ketakutan. Rasa takut yang berbaur dalam kecemasan melihat kekalutan dalam diri
putri yang baru saja menjadi bagian dari keluarga kaisar itu semakin besar dan
nampaknya semakin tak mampu lagi dikendalikan oleh kesantunan Putri Mingxia
sebagai seorang calon pewaris tahta.
Namun, sebesar apapun
kecemasan mereka melihat Putri Mahkota, pada kenyataannya tak ada lagi yang
bisa mereka lakukan. Tidak sebab kekuasaan mereka tak lebih dari kekuatan para
dayang istana.
Tetapi…mereka juga
mengerti hal apa sesungguhnya yang menyebabkan kekalutan di wajah Putri Mingxia
yang mestinya tengah diliputi kebahagiaan setelah kini resmi menjadi istri dari
Pangeran Zhu Biao tersebut..
Lima hari berlalu
sejak ditangkapnya Kasim Chen..
Pangeran Zhu Di yang
masih harus melawan sisa-sisa racun dalam tubuhnya telah terbangun dari
ketidaksadarannya. Kabar tersebut menghembus melalui para tabib yang merawat
Sang Pangeran Keempat dan menjadi satu kabar gembira yang disambut dengan penuh
kegembiraan bukan hanya oleh Kaisar Hongwu dan Permaisuri Ma namun juga seluruh
keluarga kaisar, termasuk Pangeran Mahkota Zhu Biao.
Pangeran Zhu Biao
yang memutuskan untuk tinggal di istana Pangeran Zhu Di, menepiskan malam
pengantinnya bersama Putri Mingxia yang telah diatur oleh cenayang istana
sebagai malam baik untuk mendapatkan keturunan. Dan penolakan dari Pangeran
Mahkota tersebut menjadi hal lain yang hangat diperbincangkan selain sakitnya
Pangeran Zhu Di. Bukan hanya karena keputusan Sang Putra Mahkota itu merupakan
hal pertama yang terjadi di istana, namun juga berhembus kabar bahwa enggannya
Pangeran Zhu Biao untuk menyatu dengan Putri Mingxia adalah karena kehadiran
selir persembahan Pangeran Zhu Di. Rupanya, bukan hanya Kaisar Hongwu dan Putri
Mingxia saja yang menangkap binar kebahagiaan di mata Pangeran Zhu Biao saat
Pangeran Keempat mempersembahkan satu selir dalam tandu tertutup di ruang aula,
namun juga puluhan pasang mata lain yang hadir dalam ruang aula. Hal yang
segera menjadi api yang menyulut berhembusnya kabar tak sedap saat mendadak
Pangeran Zhu Biao menolak malam pengantinya dengan Putri Mingxia, bahkan
setelah berhari-hari kemudian sejak upacara pernikahan selesai dilakukan.
Dan sesungguhnya, hal
itulah yang menyebabkan kekalutan dalam hati Putri Mingxia saat ini. Rasa
cemburu yang telah mulai memercik dalam hatinya sejak ia melihat binar bahagia
di kedalaman mata Pangeran Zhu Biao kini benar-benar berkobar menjadi nyala api
yang menghanguskan kesadaran penalarannya sebagai seorang putri bangsawan yang
semestinya menunjukkan kebesaran hati dan sopan santun. Ia, yang telah lama
memendam rasa cinta pada putra tertua Kaisar Hongwu sejak masa kanak-kanak,
menanti masa hingga ia memiliki kesempatan untuk berdiri di sisi sosok yang
dipujanya dalam harap bercampur kecemasan, kini harus menerima kekalahan dalam
sekejab mata. Oleh sosok yang bahkan belum ia lihat bagaimana wujudnya karena
selir persembahan itu tertutup di dalam tandu bertirai rapat. Dalam kecamuk kecewa,
cemburu dan kepedihan rasa tertolak, hati Puteri Mingxia masih pula diguncang
oleh keinginan yang sangat besar untuk
mengetahui siapa adanya orang yang tersembunyi di balik tirai tandu itu.
Siapa dia?
Darimana asalnya?
Apakah ia juga
seorang gadis bangsawan sebagaimana dirinya? Jika benar, apakah jabatan
keluarganya? Lebih tinggi manakah dengan kedudukan ayahnya?
Lalu, apakah gadis
itu berparas cantik? Apakah kecantikannya melebihi dirinya?
Jika sampai Pangeran
Zhu Biao bisa demikian jatuh hati pada gadis dalam tandu itu, maka siapapun
adanya ia, pastilah memiliki kecantikan yang luar biasa.
Dan adanya dugaan itu
semakin mengobarkan kepedihan dan luka dalam hati Puteri Mingxia. Kepedihan
yang kemudian bercampur dengan kemarahan manakala ia mengingat pada Pangeran
Zhu Di yang dianggapnya sebagai penyebab semua kehancuran justru disaat ia
telah berada demikian dekat dengan kebahagiaan yang lama diimpikannya.
Karena itu, adanya
berita bahwa Pangeran Zhu Di telah terbangun dari tidurnya sama sekali tidak
mendapat perhatian dari Sang Puteri Mahkota yang tengah patah hati tersebut dan
malah justru semakin mengobarkan kebenciannya pada pangeran termuda tersebut.
Lebih benci lagi saat ia mendengar bahwa Pangeran Mahkota yang tak pernah
sekalipun mengunjunginya sejak hari pernikahan mereka itu, ternyata memilih
untuk tinggal di istana Pangeran Zhu Di, tempat sama di mana selir persembahan
dari Pangeran Keempat itu disimpan sebelum Pangeran Zhu Biao memutuskan tempat
tinggal bagi selirnya.
Apa yang dilakukan
oleh Pangeran Mahkota di kediaman Pangeran Zhu Di?
Benarkah apa yang
didengarnya, bahwa sang selir itu teramat cantik hingga mengalahkan keindahan
bunga lotus?
Lalu, jika selir yang
belum sempat dilihatnya itu demikian cantik hingga setangkai bunga lotus yang
tengah mekarpun terlihat buruk di sisinya, maka bisakah Pangeran Mahkota yang
telah merebut hatinya sejak masa kanak-kanak itu menahan diri untuk tak
mendekatinya?
Dan kemudian
memberikan malam yang seharusnya menjadi miliknya?
Sementara ia
menunggu-nunggu seperti seekor pungguk yang merindukan bulannya, selir itu
justru telah memetik keindahan purnama yang menjadi impiannya sejak lama.
Menunggui Pangeran
Zhu Di, itu adalah satu-satunya jawaban yang ia terima saat ia menanyakan
perihal keberadaan Pangeran Zhu Biao pada Sang Ratu.
Bahkan Ratu Ma-pun
berpihak pada selir Pangeran Mahkota! Dan Sang Ratu berpihak pada selir yang
tak ia ketahui namanya itu karena sangat jelas terlihat betapa bahagia Pangeran
Zhu Biao saat menerima persembahan dari adiknya. Ia sangat yakin dengan hal itu
sebab hanya itu alasan yang masuk akal.
“Yang Mulia…”
terdengar suara pelan penuh nada hati-hati dari balik tirai kamar. Itu suara
dayang pendamping yang selalu setia mendampinginya. Dayang yang ia bawa dari
rumah ayahnya dan telah merawatnya semenjak ia masih kanak-kanak.
Dan hanya dayang
pendamping yang telah mulai tua itu saja yang peduli padanya saat ini.
Tak ada yang lain!.
Tidak Yang Mulia
Kaisar, Yang Mulia Ratu Ma, apalagi Pangeran Zhu Biao yang ia puja puji sepenuh
hati dan jiwa.
Semuanya hanya
mempedulikan kesehatan Pangeran Keempat!
Semuanya hanya
memikirkan keadaan Pangeran Zhu Di, pangeran termuda yang menjadi permata di
hati semua orang di istana ini!.
Sementara dirinya,
yang mestinya menjadi sosok yang dipuja sebagai seorang putri mahkota, hanya
memiliki satu orang dayang tua!.
Betapa malang
dirinya!.
Betapa kasihannya…
Dan saat pemikiran itu merasuk ke dalam
hatinya, tangis Putri Mingxia meledak menjadi jerit sedu sedan yang menggema
hingga ke balik dinding kamar membuat para dayang dan prajurit yang berjaga di
luar saling berpandangan dengan raut cemas.
“Yang Mulia Putri
Mingxia…hamba mohon ijinkan hamba untuk masuk” suara dayang pendamping kembali
terdengar, kini dengan getaran yang menandakan menghebatnya kecemasan dalam
hati si dayang.
“Pergi kau!...” jerit
Putri Mingxia seraya melemparkan satu vas bunga mungil yang masih bisa
diraihnya ke arah tirai kamar. Terdengar suara berderak pecah ketika vas bunga
dari tanah liat yang indah itu menabrak sesuatu entah apa. “Pergilah pada
pangeran manja itu seperti semua orang!...aku tidak membutuhkanmu!...aku tidak
membutuhkan siapapun! Tidak ada seorangpun yang peduli padaku!”.
“Tidak Yang
Mulia…hamba tidak akan pergi. Lebih baik hamba mati daripada meninggalkan Yang
Mulia Putri Mahkota” jawab dayang pendamping, kini dengan isak pula.
Tak terdengar suara
dari Putri Mingxia selain desah isak tangis yang terus menggema berhias isak
tertahan sang dayang pendamping, memberikan getaran halus pada setiap sisi
dinding istana Putri Mahkota…
Getaran yang
menyimpan harapan berselimut kemarahan dan rasa cemburu dari sang putri, menggeliat
dan menumbuh menjadi benih-benih dendam yang menguncup dan terus menumbuh
menjadi api panas membara yang menunggu saat untuk membakar mengungkapkan
kesumatnya!.
**********
Pangeran Zhu Di
mengulurkan mangkuk obat yang telah ia teguk habis isinya pada seorang tabib
kemudian kembali merebahkan tubuhnya.
Sungguh ia sangat benci dengan keadaannya saat ini. Ia sangat ingin keluar dari
kamar dan mengetahui apapun yang telah tertinggal dari pengamatannya sejak ia kehilangan
kesadaran di ruang aula. Bagaimana keadaan Xiao Ai sekarang? meskipun ia telah
mendapat kepastian dari Kasim Anta bahwa kakaknya telah menerima persembahan
darinya, namun ia tak lagi mengetahui perkembangan yang terjadi setelah itu. Di
manakah Pangeran Mahkota akan menempatkan selirnya? Ia tahu, dengan kekuatan
cinta yang sangat kuat di antara kakak tertuanya dengan Xiao Ai, maka
seharusnya Xiao Ai akan mendapatkan tempat yang sangat layak di istana ini.
Ia telah mendengar
dari Ratu Ma Xiuying bahwa Pangeran Zhu Biao terus menungguinya selama ia
terlelap dalam ketidaksadaran. Ia juga mendengar bahwa Xu Changyi terus
menjaganya setiap hari, dan bahkan Yang Mulia Kaisar telah memutuskan untuk
menarik sahabatnya itu dari distrik pelatihan prajurit agar bisa terus berada
di dekatnya.
Dan kabar terakhir
itu sungguh membuat hatinya senang.
Namun, ada satu wajah
yang tak lagi ia lihat sejak ia mulai membuka mata dua hari lalu dan Pangeran
Zhu Di terus memikirkannya.
Wajah yang telah
sangat lekat dengannya sejak beberapa tahun ini dan menghilangnya wajah itu
mendesirkan satu hal aneh yang membuat Pangeran Keempat merasa ingin melompat
seketika dari pembaringannya dan berlari keluar. Andai saja tubuhnya yang lemah
dan terasa sangat lemas ini tidak mengikatnya!.
“Di mana Adik Chen?”
tanya Pangeran Zhu Di pada Kasim Anta saat tabib yang mengirimkan obat telah
berlalu dari dalam kamar.
Kasim Anta terlihat
tersentak. Sejenak suasana sunyi sementara Pangeran Zhu Di menunggu dengan
kesabaran yang semakin menipis.
“Kau tidak mendengar
apa yang kutanyakan?” tanya Pangeran Zhu Di kembali saat Kasim Anta tak juga
mengeluarkan sepatah kata. “Di mana Adik Chen? Kenapa aku tidak pernah
melihatnya sejak dua hari lalu? Bukankah seharusnya ia ada di sini dan
melayaniku?”.
Kasim Anta meletakkan
piring kecil berisi potongan buah pir manis ke atas meja kemudian menoleh ke
arah Pangeran Keempat. Sejenak termangu sebelum kemudian kasim tua itu
menebarkan senyum manis, membungkukkan tubuhnya dan perlahan berjalan mendekat
ke arah pembaringan di mana Pangeran Zhu Di berada dan tengah menatapnya.
“Pangeran…buahnya
telah hamba potong. Apakah Pangeran ingin menyantapnya sekarang?” tanya Kasim
Anta saat telah sampai di sisi ranjang.
Pangeran Zhu Di
mengerutkan alisnya yang tebal bagus.
“Jangan mengalihkan
perhatianku...” sentaknya dengan suara lemah. Tenaga tubuh yang belum kembali
membuat Pangeran Zhu Di merasa sangat lemah hingga sebuah bentakan keras-pun
terdengar sebagai sebuah bisikan. Hanya sepasang matanya yang jernih
mengeluarkan cahaya tajam berkelebat menunjukkan kemarahan membuat Kasim Anta
seketika tertunduk. “Katakan saja, di mana Adik Chen!...kenapa aku tidak
melihatnya sejak aku bangun? Juga…semua makanan yang kusantap, tak satupun
adalah masakan Adik Chen!”.
“Pangeran…Anda masih
sangat lemah…”
“Kalau begitu cepat
jawab!” teriak Pangeran Zhu Di dengan suara lemah. Sepasang matanya kini
membeliak penuh kemurkaan. “Aku tidak akan menjadi kuat sampai Adik Chen ada di
sampingku dan merawatku!...aku tidak akan sembuh sampai Adik Chen memasak
untukku!. Kau tahu itu kan?!”
Kasim Anta menghela
nafas panjang dan perlahan mengangkat wajahnya, menatap pangeran termuda yang
sangat dikasihinya dan kini tengah menatapnya dengan tatapan mata penuh
kemurkaan.
“Pangeran…Kasim Chen
saat ini tengah ada di penjara” jawab Kasim Anta dengan suara pelan nyaris
berbisik.
Namun, suara bisikan
halus Kasim Anta terdengar sebagai sebuah petir di telinga Pangeran Zhu Di
membuat pemuda berparas tampan itu seketika tersentak dan berusaha untuk
bangkit dari ranjangnya. Kasim Anta yang melihat usaha dari pangeran asuhannya
segera mengulurkan tangannya menahan tubuh gagah yang lemah di atas ranjang
agar tak terguling jatuh ke lantai.
“Pangeran…hamba mohon
jangan bangun dulu, Anda masih sangat lemah” ujar Kasim Anta seraya memegang
lengan Pangeran Zhu Di.
Pangeran Zhu Di
mengibaskan lengannya dari genggaman Kasim Anta. Pandangannya menatap kasim tua
di sisinya. Masih dengan kemurkaan yang menyala-nyala, meski kini berselimut
tanya. Alis tebal yang menaungi sepasang mata jernih tajam semakin dalam berkerut.
“Jangan menyentuhku
dan jawab saja pertanyaanku!...Kenapa Adik Chen dipenjara? Apa yang dilakukan
oleh Adik Chen hingga Yang Mulia Kaisar memenjarakannya?” tanya Pangeran Zhu Di
dengan nada tajam.
“Pangeran…sebenarnya…”
“Sebenarnya apa?
Katakan padaku apa yang terjadi selama aku tidak sadar!” potong Pangeran Zhu Di
cepat. “Terakhir kali aku melihat Adik Chen di ruang aula. Saat itu aku sangat
kesakitan lalu Kakak Xu dan Adik Chen mengeluarkan racun dari dalam perutku.
Setelah itu, aku mendengar suara beberapa orang bicara pada Yang Mulia…juga
kepala dapur istana. Setelah itu…setelah itu…”
Kasim Anta tertunduk
sementara Pangeran Keempat terlihat mengerutkan dahinya yang halus dengan
ekspresi mengingat-ingat.
“Setelah itu…sebelum
kegelapan menutupiku…” bisik Pangeran Zhu Di sementara ruang kenangan dalam
benaknya memutar kembali peristiwa di aula saat pernikahan Pangeran Mahkota.
Kasim Anta menatap Pangeran Keempat dengan ekspresi cemas membayang di
wajahnya.
“Pangeran…hamba
mohon…”
Pangeran Zhu Di mengangkat
tangannya membuat kalimat Kasim Anta seketika terhenti. Sunyi melingkupi ruang
mewah kamar Pangeran Keempat. Kesunyian yang membuat kecemasan Kasim Anta
semakin keras menggema, menggedor dengan kekuatan yang meningkat cepat membuat
kasim tua tersebut mulai bergerak-gerak dengan gelisah.
Hingga
kemudian…mendadak Pangeran Zhu Di tersentak. Bukan hanya sebuah sentakan halus
namun sebuah guncangan keras yang membuat wajah tampan pangeran termuda itu
seketika memucat.
“Adik
Chen!...apakah…apakah…ia ditangkap dan dipenjara karena Yang Mulia Kaisar
menyalahkan Adik Chen atas masuknya racun ke dalam tubuhku? Demikiankah hal
sesungguhnya yang terjadi?” tanya Pangeran Zhu Di dengan sepasang mata
membelalak menatap Kasim Anta.
Kasim Anta menelan
ludah. Apa yang ia takutkan kini telah terjadi. Meskipun sejak awal mula ia
sudah tahu bahwa sungguh mustahil untuk menutupi hal sesungguhnya dari
kecerdasan Pangeran Zhu Di, namun ia sungguh berharap agar kebenaran tentang
peristiwa yang tengah terjadi ini bisa terungkap di saat pangeran yang sangat
dikasihinya itu telah dalam keadaan yang lebih kuat dan sehat.
Sebab ia tahu seberat
apa guncangan yang akan dialami oleh Pangeran Zhu Di jika mengetahui hal yang
tengah terjadi tentang kasim muda kesayangannya.
Sebab ia tahu,
sedekat apa hubungan antara Pangeran Zhu Di dengan Kasim Chen meskipun pangeran
asuhannya itu tak pernah mengatakan apapun tentang hal yang dirasakannya.
Dan yang paling telak
adalah…
Sebab ia tahu,
sebesar apa rasa sayang dan rasa membutuhkan Pangeran Zhu Di terhadap Xiao
Chen!.
*************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar