Sementara itu, jauh di Ibu Kota Yingtian…
Di istana pangeran,
suasana terlihat lengang. Para prajurit yang berjaga terlihat waspada dalam
diam sementara para pelayan dan dayang berlalu lalang tanpa banyak bicara.
Keadaan yang sunyi seolah mengisyaratkan sebuah kesedihan yang tengah menaungi
bangunan paling dikenal selain istana kaisar tersebut.
Di dalam kamarnya,
Pangeran Zhu Di duduk di belakang meja. Buah dan aneka kue di depannya nyaris
tak tersentuh oleh jemari tangan sang pangeran yang semakin terlihat tampan di
usia remajanya tersebut. Sebuah kerut menghiasi alisnya yang tebal bagus.
Sesaat pandanganya mengarah pada sesosok remaja lain yang berdiri tak jauh
darinya. Seorang kasim remaja yang nampak patuh, menanti dalam sikap tenang dan
wajah yang teduh.
“Aku sungguh tidak
mengerti dengan Kakak Zhu Biao. Beberapa hari yang lalu, ia terlihat sehat dan
tiba-tiba, sekarang ia jatuh sakit. Lebih buruk lagi, para tabib tidak bisa
menemukan penyakitnya selain mengatakan bahwa tubuh Kakak Zhu Biao melemah
seolah daya hidupnya telah menyusut” gumam Pangeran Zhu Di pelan seolah
kalimatnya ditujukan pada dirinya sendiri.
Sang kasim remaja
diam tertunduk. Tak terdengar sahutan dari mulutnya.
“Kau dengar apa yang
kukatakan Adik Chen?” tanya Pangeran Keempat saat suasana tetap sunyi.
Perlahan sang kasim
mengangguk.
“Ya Pangeran, hamba
mendengarkan setiap kata Pangeran” sahut sang kasim dengan suara yang lembut.
Pangeran Zhu Di
menarik nafas panjang sementara pandangannya beralih ke arah pintu. Tubuhnya
sedikit bergerak dari kursi yang didudukinya membuat kursi kayu yang indah
tersebut berderit halus.
“Menurutmu Adik Chen,
mengapa Kakak Zhu Biao bisa sakit justru disaat ia hendak menikah?. Benar, aku
tahu bahwa selama ini Kakak Zhu Biao seringkali jatuh sakit. Namun, sebelumnya,
setiapkali sakit, para tabib selalu bisa menemukan penyakitnya, selalu jika
bukan karena Kakak Zhu Biao kelelahan pasti sakit pencernaannya yang kambuh
karena Kakak Zhu Biao memakan makanan di luar istana yang belum tentu bersih
dan baik untuk kesehatan. Saat ini, sakitnya Kakak Pertama sungguh aneh karena
setiap tabib yang memeriksa semuanya tidak menemukan penyakit sesungguhnya yang
dialami Kakak Zhu Biao. Aku tidak suka melihat ibu ratu terus bersedih seperti
itu. Bahkan sekarang ibu ratu-pun ikut menjadi sakit. Mungkin karena terlalu
memikirkan kesehatan Kakak Zhu Biao” tutur Pangeran Zhu Di sambil memandang
Kasim Chen di depannya.
Xiao Chen membungkuk
di hadapan Pangeran Keempat yang kini menjadi asuhannya. Cahaya lentera di
beberapa sudut kamar membias di kulit wajah Xiao Chen yang putih bersih.
“Pangeran, menurut
hamba, penyakit yang diderita oleh Pangeran Mahkota mungkin timbul karena tidak
ada keseimbangan antara hati dan pemikiran, antara keinginan dan keharusan yang
mesti dijalani sehingga ketidakselarasan itu telah menguras energi hidup
Pangeran Zhu Biao dan melemahkan tubuhnya” jawab Chen dengan nada hati-hati.
Pangeran Zhu Di
menyipitkan sepasang matanya, membuat ekspresi pangeran remaja yang tampan itu
terkesan berbahaya.
“Tidak ada
keseimbangan antara hati dan pemikiran? Apa maksudmu Adik Chen? Dan mengapa hal
itu bisa membuat Kakak Pertama sakit?” tanya Pangeran Zhu Di. Kali ini, meski
pertanyaannya ditujukan pada kasim kesayangannya, namun sepasang mata Pangeran
keempat yang menyipit tajam justru terlempar ke luar, pada jendela di ujung
kamar yang menembus pada area taman luas.
“Maksud hamba,
seorang manusia diciptakan oleh Thian dengan hukum keselarasan antara tubuh dan
jiwa. Tubuh dan jiwa merupakan satu jalinan tali yang mestinya saling
menguatkan dan menghidupi. Seseorang yang jiwanya sakit, maka meski tubuhnya
terlihat sehat namun sesungguhnya tubuh itu juga sakit. Demikian juga seseorang
yang tubuhnya sakit, jika tidak segera disembuhkan penyakitnya maka akan
mempengaruhi kesehatan jiwanya. Sedangkan jiwa seseorang dijalin oleh
keselarasan antara irama hati dan pikiran orang tersebut. Jika hati dan pikiran
tidak selaras, maka akan menimbulkan pertentangan di dalam jiwa orang itu
sendiri di mana pertentangan tersebut akan menguras banyak sekali energi tubuh dari
orang tersebut. Akibatnya, tubuh akan menjadi lemah karena energi hidupnya
terkuras. Kemudian, jika seseorang telah melemah energi hidupnya, maka ia akan
terlihat sakit karena kelemahannya itu. Demikianlah Pangeran” jelas Xiao Chen
pada pangeran tampan di depannya.
“Jadi maksudmu…apa
itu berarti sesungguhnya Kakak Zhu Biao tidak sakit Adik Chen?” tanya Pangeran
Zhu Di, kali pandangannya tepat ke wajah teduh kasim di depannya.
“Benar
Pangeran…menurut hamba, sesungguhnya Pangeran Mahkota tidaklah sakit melainkan
hanya energi hidupnya saja yang terkuras sehingga melemahkan tubuh kasarnya.
Dan itu terjadi karena mungkin Pangeran Mahkota saat ini sedang mengalami
pertentangan antara hati dan pikiran yang tidak selaras” sahut Chen.
Pangeran Zhu Di
mengangguk-angguk. Satu jari tangan kanannya terulur dan mengusap ujung
alisnya.
“Aku mengerti Adik
Chen. Aku sungguh mengerti jika kau mengatakan bahwa Kakak Zhu Biao tidak
memiliki keselarasan antara hati dan pikirannya. Aku bisa melihat betapa Kakak
Pertama tidak menyukai kehidupan di dalam istana. Meskipun aku tidak mengerti
kenapa Kakak Pertama sangat tidak menyukainya, namun aku bisa memahami bahwa
setiap orang memiliki keinginan masing-masing tentang bagaimana ia ingin
menjalani hidup. Hanya saja, bagi Kakak Zhu Biao, keadaannya sebagai Pangeran
Mahkota membuatnya tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya dengan mudah,
termasuk bagaimana cara yang diinginkannya untuk menjalani kehidupannya” desah
Pangeran Zhu Di.
“Nampaknya memang
demikian Pangeran” Xiao Chen mengangguk setuju. Memang seperti itu pulalah hal
yang dilihatnya selama ia menjadi kasim dan juru masak khusus Pangeran Keempat.
Kehidupan yang dijalaninya di istana membuat Xiao Chen mulai bisa membaca
suasana yang terjadi di sekitarnya, terutama di dalam keluarga Kaisar Ming Tai
Zhu. Dan salah satunya adalah mengenai putra mahkota yang sangat sering
menghilang hanya untuk hidup membaur dengan rakyat banyak di luar tembok
istana, di mana hal itu pula yang menjadi sebab pertentangan antara Sang
Pangeran Pertama dengan Kaisar Ming. Sudah bukan rahasia lagi bahwa Pangeran
Zhu Biao sangat sering bertengkar dengan ayahnya dan setiap pertengkaran itu
akan selalu diakhiri oleh tindakan otoritas Kaisar Ming terhadap putra
tertuanya, atau justru menghilangnya Sang Pangeran dari istana.
“Energi hidup
manusia…baru kali inilah aku mendengar hal itu Adik Chen” masih bergumam
Pangeran Zhu Di bangkit dari kursinya lalu berjalan pelan menuju jendela jauh
di ujung kamar kemudian berdiri pada tepinya, menatap kolam penuh Ikan Koi
Merah yang berenang dengan begitu tenang, diseling Bunga Teratai berbagai warna
yang tengah mekar sempurna. “Bagaimana sesuatu yang tak terlihat bisa begitu
mempengaruhi kehidupan seseorang?”
“Energi hidup…kita
menyebutnya ‘Chi’…ia mengalir dalam diri kita Pangeran, menghantarkan daya
hidup, mengatur segala gerak jiwa dan menyambungkannya dengan tubuh kasar
manusia. Chi ada sebagai bentuk karunia Thian pada setiap bayi yang lahir dan
setiap Chi yang ada dalam diri manusia adalah suci dan bersih. Manusia itulah
yang harus menjaganya selama kehidupannya di dunia. Menjaga dari segala hal
yang dapat merusak energi hidup tersebut agar selalu terjadi keselarasan antara
jiwa dan tubuh sehingga dengan begitu, manusia tersebut juga akan menjadi sehat
dan panjang umur. Jiwa dan tubuh yang selaras juga akan membawa keselarasan
dengan alam karena manusia sesungguhnya merupakan ibu dari alam. Banyak orang
seringkali mengatakan bahwa manusia merupakan bagian dari alam padahal
sesungguhnya alam-lah yang merupakan bagian dari manusia karena segala sesuatu
dari alam sesungguhnya menggambarkan keselarasan antara jiwa dan tubuh manusia,
energi hidup manusia. Jika keselarasan dalam diri manusia telah rusak, maka
pada saat itu keselarasan di alam juga akan turut rusak. Hal itu adalah pasti
Pangeran, kita tidak bisa mencegahnya” tutur Xiao Chen yang telah berdiri
beberapa langkah di belakang Pangeran Zhu Di.
“Lalu, mengapa
manusia justru sering merusak energi hidupnya sendiri Adik Chen?” Pangeran Zhu
Di berpaling ke belakang dan menatap kasimnya. “Seperti Kakak Zhu Biao”.
“Pangeran, manusia
seringkali tidak menyadari bahwa ia telah merusak energi hidupnya. Hal itu
karena manusia lebih mudah mengikuti tuntutan nafsu dalam dirinya. Saat manusia
lahir ke dunia, selain ‘Chi’, Thian juga memberikan hal-hal lain pada manusia
sebagai bekal untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Hal-hal tersebut adalah
nafsu, akal dan hati. Ketiga hal itu semula diberikan oleh Thian dengan maksud
yang baik karena Thian selalu memberikan yang terbaik pada manusia. Nafsu
diberikan pada manusia agar manusia memiliki keinginan dan semangat dalam
menjalani kehidupannya. Adanya nafsu membuat manusia memiliki cita-cita dan
impian untuk diraih, sedangkan cita-cita dan impian membuat manusia memiliki
semangat dalam menjalani hari-harinya di dunia, memberi warna pada dunia ini
dan seluruh semesta alam. Akal diberikan oleh Thian agar manusia bisa menalar
jalan yang akan diambilnya dalam menjalani hidup, agar manusia bisa mengatasi
kesulitan dan masalah yang dihadapinya, serta agar manusia bisa mempelajari
ilmu-ilmu yang diberikan oleh Thian pada manusia melalui alam sekitar,
benda-benda, peristiwa bahkan melalui mimpi. Hati diberikan oleh Thian untuk
membedakan manusia dengan makhluk hidup lain seperti binatang dan tumbuhan,
agar manusia bisa merasa, menimbang dan sebagai tali yang menghubungkan manusia
dengan manusia lainnya, dengan makhluk hidup lain, dengan alam semesta dan yang
paling akhir serta paling penting adalah sebagai penghubung antara manusia
dengan Thian sendiri. Hati diberikan untuk menjadi pengendali bagi nafsu, dan
menyeimbangkan akal manusia sehingga setiap langkahnya tidak akan keluar dari
jalur keharmonisan dengan alam dan makhluk hidup lainnya. Tetapi Pangeran,
seringkali manusia hanya menuruti nafsu dalam diri dan melupakan keberadaan
imbang rasa dengan sesama dan lingkungannya. Akalnya ada tapi digunakan untuk
meraih keinginan nafsu-nafsunya sehingga ia tidak bisa melihat nilai kebenaran
di sekitarnya, dan bahkan hatinya sendiri menjadi buram karena tak lagi
didengar dan dirasa. Seorang manusia yang membiarkan dirinya dihanyutkan oleh
kebencian, iri dengki, keserakahan, nafsu ingin memiliki segala yang
menyenangkan diri tanpa mempedulikan adanya hak orang lain dalam diri dan
kehidupannya, maka energi hidup atau ‘Chi’-nya akan rusak dengan cepat dan pada
saat itu, tubuh kasarnya akan melemah dan sakit. Pada awalnya, orang itu tidak
akan merasakan adanya perubahan pada kesehatannya. Namun semakin lama kekuatan
tubuhnya akan menghilang hingga pada titik tertentu, tubuh kasar orang tersebut
tidak akan dapat lagi menanggung besarnya nafsu yang ada di dalam dirinya
karena semakin besar nafsu seseorang, maka semakin besar pula energi yang akan
dikuras untuk ‘menghidupi’ nafsu tersebut” tutur Xiao Chen sambil menatap
punggung Pangeran Zhu Di yang kembali memandang ke arah kolam. Menatap geliat
Ikan Koi Merah di balik daun-daun teratai yang lebar dan hijau.
“Itu artinya,
satu-satunya jalan bagi Kakak Zhu Biao untuk sembuh hanyalah berdamai dengan
dirinya sendiri” cetus Pangeran Keempat sambil berbalik dan kini berdiri
berhadapan dengan kasimnya. “Tapi, itu pasti sangat sulit bagi Kakak Pertama.
Aku sangat tahu wataknya yang keras. Kau tahu itu Adik Chen. Satu hal yang membuatku
sangat sedih adalah karena Kakak Zhu Biao tidak pernah mencoba untuk mengerti
sedikit saja hal yang diinginkan oleh Yang Mulia Kaisar, dan Yang Mulia Kaisar
sendiri selalu ingin memaksakan kehendaknya pada Kakak Zhu Biao tanpa berusaha
untuk mengerti perasaan dan keinginan hati Kakak Pertama. Lebih buruk lagi,
karena hatinya sudah terlalu sering kecewa membuat Kakak Zhu Biao menjadi
seorang yang mudah curiga pada siapapun termasuk pada saudaranya sendiri. Aku
sangat ingin bicara dengannya tapi Kakak Zhu Biao tidak pernah memberiku kesempatan
karena ia selalu menganggapku sebagai aku hanya anak kecil kesayangan Yang
Mulia Kaisar. Dan hal itu semakin memperparah rasa tersisih dalam dirinya.
Andai saja Kakak Zhu Biao tahu, betapa besarnya Yang Mulia Kaisar mengasihinya
dan meletakkan begitu banyak harapan padanya”.
Xiao Chen mengangguk
mengerti. Memang demikianlah keadaan yang terjadi di antara Pangeran Zhu Biao
dengan Kaisar Ming Tai Zhu. Keduanya seolah tak pernah bisa saling menyatu
dalam satu kata yang sama membuat suasana di antara keduanya selalu panas dan
penuh kemarahan.
“Memang tidak mudah
untuk berdamai dengan diri sendiri Pangeran, karena peperangan paling sulit
bagi manusia sesungguhnya adalah peperangan dengan nafsu-nafsunya sendirinya.
Jangankan untuk hal yang besar, hal yang sepele seperti makanan saja bisa
membuat seorang manusia jatuh sakit jika tidak bisa mengendalikan
keinginan-keinginan selera makannya” sahut Kasim Chen kemudian.
Sepasang mata
Pangeran Zhu Di membesar sesaat kemudian tubuhnya melangkah ke arah meja di
mana berbagai kue dan buah telah tersaji dalam tatanan yang indah.
“Kau menyindirku Adik
Chen?” ujar Sang Pangeran saat melewati bahu kasimnya.
Xiao Chen tersenyum
geli, namun segera mengikuti Pangeran Keempat lalu membungkuk penuh hormat.
“Tentu saja tidak Pangeran.
Hamba tidak akan pernah berani. Jika sampai hamba melakukannya maka hamba
pantas untuk mati” sahut Chen, masih dengan senyum dikulum.
Pangeran Zhu Di
menghempaskan tubuhnya ke atas kursi dan mulai menggigit Buah Pear di
tangannya. Hal yang hanya akan dilakukan oleh sang pangeran di hadapan kasim
kesayangannya karena, ketika ia telah berhadapan dengan tata aturan sopan
santun di istana dan keluarga raja, maka memakan buah dengan cara menggigit
langsung tanpa dipotong lebih dulu adalah cara makan yang sangat tidak sopan.
Terlebih bagi seorang pangeran!.
“Aku sungguh
merindukan Kakak Xu” ujar Pangeran Zhu Di tiba-tiba membuat senyum di wajah
Chen lenyap. Sebuah kilat berkelebat di sepasang mata teduh kasim remaja
tersebut. “Aku memiliki banyak saudara yang lebih tua dariku di istana ini,
tapi orang yang benar-benar menjadi kakakku hanyalah Kakak Xu. Aku sangat ingin
bicara dengan Kakak Xu Changyi saat ini, terlebih saat suasana di dalam istana
menjadi sangat nyaman seperti sekarang. Ibu Ratu sakit dan demikian pula dengan
Kakak Zhu Biao. Yang Mulia Kaisar belum menengok Kakak Zhu Biao dan hanya
menanyakan kabar Kakak Pertama dari para tabib dan kasim. Sementara persiapan
pernikahan Kakak Pertama semakin dekat. Bisakah Kakak Zhu Biao menjalani
pernikahannya dengan tubuh yang lemah dan sakit seperti itu? Aku sangat takut
jika keadaan ini akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang berhati jahat dan
ingin menjatuhkan wibawa Yang Mulia Kaisar. Aku tahu meskipun aku tidak bisa
menunjuk satu persatu, tapi di antara para menteri dan pejabat istana ada
orang-orang yang jahat dan licik. Mereka hanya menunggu kesempatan untuk
menjatuhkan Yang Mulia Kaisar begitu mereka mendapatkan kesempatan”.
Xiao Chen tertunduk.
Apa yang bisa ia katakan jika hal itu menyangkut nama yang selalu dirindukannya
siang dan malam, lebih dari siapapun?. Adakah selain Thian, yang mengerti
betapa ia sangat merindukan kakaknya, satu-satunya keluarga yang dimilikinya?
Bahwa ia selalu bertanya setiap malam bilakah ia akan bisa melihat sosok kakak
yang sangat dikasihinya, disayanginya itu dan mendengar suaranya yang selalu
ceria dan penuh semangat seperti dulu?.
“Adik Chen…megapa
Kakak Xu tidak membalas suratku? Aku telah mengirimkan tiga surat untuknya,
tapi Kakak Xu tidak membalasnya, tidak satupun. Aku cemas memikirkan apa yang
terjadi dengan Kakak Xu Changyi di distrik Pelatihan Prajurit saat ini. Paman
Xu da selalu mengatakan padaku bahwa Kakak Xu baik-baik saja tapi aku sangat
tahu bahwa Kakak Xu baik-baik saja dari Kakak Xu sendiri” ujar Pangeran Zhu Di
dengan nada yang terdengar murung membuat Xiao Chen mengangkat wajahnya dan
menatap pangeran di depannya. Sebuah rasa iba menyusup dalam batin Chen saat
menemukan gurat kesedihan yang jujur di mata bening Pangeran Keempat.
“Menurut hamba, Kakak
Changyi tidak membalas surat pangeran karena kakak ingin mengatakan langsung
pada Pangeran saat bertemu” sahut Xiao Chen kemudian.
Pangeran Zhu Di
menatap Chen. Sepasang alisnya terangkat naik. Ada binar harapan di kedalaman
matanya.
“Menurutmu begitu
Adik Chen? Jika begitu, itu artinya Kakak Xu akan datang menemuiku bukan? Itu
artinya Kakak Xu akan pulang ke istana? Benarkah seperti itu? Bagaimana kau
bisa tahu bahwa Kakak Xu akan memberiku jawaban langsung atas surat-suratku itu
Adik Chen?” berondong Pangeran Zhu Di kemudian.
Xiao Chen tersenyum
dan mengangguk.
“Saya yakin begitu
Pangeran. Saya tahu karena Kakak Changyi bukanlah orang yang senang berbicara
melalui surat. Kakak Changyi sejak dulu adalah orang yang lugas. Ia akan
mengatakan apa yang ingin dikatakannya secara langsung pada orang yang
bersangkutan dan tidak akan melewatkannya melalui orang lain kecuali bila Kakak
Changyi benar-benar tidak bisa melakukannya sendiri karena suatu hal, misalnya
karena sakit sedangkan hal yang ingin disampaikannya sangatlah penting, maka
barulah Kakak Changyi akan menggunakan tulisan atau seseorang untuk
menyampaikan kata-katanya. Namun, hal semacam itu sangatlah jarang terjadi
Pangeran karena seingat hamba, Kakak Changyi belum pernah sakit” jawab Xiao
Chen membuat Pangeran Zhu Di menelengkan kepalanya ke samping.
“Adik Chen, aku
sering bertanya dalam diriku, seberapa dekat sesungguhnya kalian berdua? Aku
tahu bahwa di antara kau dengan Kakak Xu tidak ada ikatan darah, namun kalian
sangat saling mengenal satu sama lain melebihi saudara sedarah. Hal yang tidak
kumiliki bersama dengan kakak-kakakku. Sejujurnya, aku sering merasa iri padamu
Adik Chen. Aku cemburu saat aku melihat betapa besarnya rasa cinta dan kasih
sayang Kakak Xu padamu. Aku sangat ingin memiliki rasa cinta dan kasih sayang
dari seorang kakak sebesar cinta dan kasih sayang Kakak Xu padamu Adik Chen.
Tapi sepertinya, Kakak Xu hanya memiliki dirimu saja di hatinya. Aku sungguh
berharap semoga aku bisa memiliki tempat di Kakak Xu seperti halnya dirimu”
ujar Pangeran Zhu Di sambil menatap Xiao Chen membuat sang kasim remaja itu
kembali tertunduk.
“Menurut hamba, Kakak
Changyi juga sangat menyayangi Pangeran” sahut Xiao Chen kemudian.
“Benarkah? Kuharap
itu benar. Kau tahu Adik Chen? Seringkali aku merasa sangat bingung saat harus
memutuskan sesuatu dan pada saat itu yang ada dalam pikiranku hanya Kakak Xu
saja. Kami memiliki pemikiran yang sama karena itu Kakak Xu selalu bisa
mengerti apa yang kupikirkan bahkan disaat orang lain, termasuk Yang Mulia
Kaisar tidak memahamiku” renung Sang Pangeran Keempat terpekur dalam duduknya.
“Dan aku selalu merasa bahwa sebuah masalah besar akan segera terjadi di dalam
istana ini. Tapi aku tidak tahu apa masalah tersebut. Aku hanya merasa sangat
gelisah dan karena itu, aku sungguh merindukan Kakak Xu untuk ada di sisiku”.
Xiao Chen semakin
tertunduk. Sungguh ia sendiripun sangat merindukan kakak semata wayangnya.
Namun pada siapa ia dapat mengungkapkan kerinduannya selain pada kesunyian di
balik tembok istana yang melingkupinya sekarang ini? Kesunyian yang tak pernah
memberinya jawaban apapun selain bisu.
************
Malam meraut dengan
cepat di langit Yingtian. Misteri sakitnya pangeran mahkota menjadi kesedihan
yang jelas terasakan. Baik oleh Keluarga Kaisar maupun pejabat, prajurit,
dayang, hingga rakyat yang mendengar kabar tersebut dari balik celah-celah tembok
istana.
Dalam sebuah ruangan
di rumah yang mewah, terlihat seorang lelaki dalam balutan baju yang indah. Pakaian
khas pejabat tinggi kerajaan yang sangat mendukung penampilan lelaki setengah
baya tersebut hingga terlihat rapi dan bersih. Janggutnya rapi dan nampak jelas
terawat dengan baik sementara jemarinya yang agak gemuk berhias cincin giok
pada ibu jari. Rambut lelaki setengah baya itu digelung ke atas dan diikat dengan
sebuah hiasan rambut berhias konde emas. Tidak terlihat penutup kepala yang
biasa dikenakannya saat berada di istana. Namun, meski tanpa penutup kepala
yang menunjukkan pangkatnya, tapi semua orang di lingkungan istana pasti akan
mengenal lelaki tersebut sebagai sang perdana menteri Hu Weiyong!.
Tepat di hadapan
lelaki setengah baya tersebut, nampak berdiri seorang lelaki yang berpakaian
rapi khas juru masak istana. Lelaki tersebut terlihat menundukkan kepalanya
dengan ekspresi patuh bercampur takut. Kedua jemari tangannya saling meremas
dengan gugup saat merasakan sorot tajam sepasang mata Perdana Menteri Hu
Weiyong tertancam tepat di keningnya.
“Jadi apakah kau
sudah melaksanakan apa yang kuperintahkan padamu Juru Masak?” tanya Perdana
Menteri Jiu Zhong pelan. Meskipun nada suara sang pejabat tinggi kerajaan
tersebut tidak keras, namun jelas nada menegur di balik kalimat yang
diucapkannya.
Juru Masak Jiu Zhong
yang telah menjabat sebagai Kepala Dapur Istana terlihat semakin gugup.
Keringat mulai memercik di kening lelaki tersebut. Perlahan, kepala Juru Masak
Jiu Zhong menggeleng.
“Hamba belum
melaksanakannya Tuanku” sahut Juru Masak Jiu Zhong dengan nada lirih.
“Sudah kuduga”
terdengar suara dengusan keras. Suasana dalam ruangan yang hening semakin memperjelas
kegusaran Perdana Menteri Hu Weiyong. Sebuah kilat marah memancar dari sepasang
matanya membuat Juru Masak Jiu Zhong segera membungkuk penuh rasa takut.
“Ampuni hamba Tuanku”
pinta Juru Masak Jiu di depan tuannya.
“Katakan padaku,
kenapa kau tidak melaksanakan apa yang kuperintahkan padamu? Apa kau mulai
berani membangkang kepadaku, orang yang telah mengangkatmu dari kehancuran
hidupmu?” tanya Perdana Menteri Hu Weiyong tanpa mengindahkan ketakutan juru
masaknya.
Juru Masak Jiu Zhong
menelan ludahnya yang terasa mengeras seperti sebongkah batu tajam. Namun,
perlahan kepala bertutup kain pengikat tersebut menggeleng lemah.
“Hamba tidak
bermaksud untuk membangkang pada Tuanku Hu Weiyong karena hidup hamba dan anak
hamba adalah milik Tuanku” sahut Juru Masak Jiu Zhong lirih namun tegas.
“Kalau begitu katakan
padaku kenapa kau tidak melaksanakan apa yang kuperintahkan padamu?!” sentak
Perdana Menteri Hu Weiyong dengan nada meninggi.
Juru Masak Jiu Zhong
mengangkat wajah dan memberanikan diri menatap tuannya. Sepasang matanya
terlihat memerah berkaca-kaca.
“Tuanku…hamba tidak
sampai hati menghidangkan masakan seperti yang Tuanku sebutkan kepada Putra
Mahkota karena Pangeran Zhu Biao sangatlah baik pada hamba dan bahkan telah
menyelamatkan hamba dari kemarahan Yang Mulia Kaisar saat tanpa sengaja hamba
memecahkan mangkuk kesayangan Yang Mulia Permaisuri. Hamba sungguh sulit untuk
melupakan setiap kebaikan yang telah diberikan pada hamba. Karena itu hamba
tidak melaksanakan tugas yang Tuanku berikan. Hamba mohon ampunilah hamba”
tutur Juru Masak Jiu Zhong dalam nada nyaris rapuh.
Sepasang mata Perdana
Menteri Hu Weiyong menyipit mendengar penjelasan yang diberikan oleh juru
masaknya. Ya, ia ingat dengan peristiwa ketika Juru Masak Jiu Zhong tanpa
sengaja memecahkan mangkuk kesayangan
Sang Ratu Ma Ziuying beberapa pekan yang lalu. Ia ingat betapa besar kemarahan
Kaisar Ming Tai Zhu dan niscaya juru masak kesayangannya pasti akan mendapatkan
hukuman yang sangat berat jika saja Pangeran Zhu Biao tidak membela Juru Masak
Jiu Zhong di depan ayahnya dan memberikan pandangan-pandangan yang membuat
kemarahan Sang Kaisar mereda dan juru masak yang menjadi kepala dapur istana
itu lolos dari hukuman maut. Namun, baginya hal itu bukanlah alasan untuk surut
dari langkah-langkah yang telah disusunnya bagi kejayaan kerajaan besar ini.
Bahkan meskipun ia tahu sebesar apa rasa berhutang budi juru masaknya pada Sang
Putra Mahkota.
“Aku tahu” sahut
Perdana Menteri Hu Weiyong kemudian. Nada suaranya sedikit melunak. “Tapi itu
bukanlah alasan untuk surut. Ingat Jiu Zhong, kita tidak bisa membiarkan
kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja yang hanya memikirkan kesenangan
dirinya sendiri. Kerajaan ini membutuhkan seorang raja yang mau untuk
memberikan kehidupannya bagi kemakmuran dan kejayaan negeri yang dibangun
dengan segenap susah payah. Seorang calon raja yang bahkan tidak menyukai
perannya sebagai penerus kepemimpinan dan selalu berlari menghindari
tanggungjawabnya, maka ia tidak akan bisa memimpin kerajaan ini dengan baik
kelak di kemudian hari. Lalu, negeri ini akan mengalami kemunduran, segala
usaha kita di hari-hari lalu untuk menegakkan panji-panji kebesaran Kerajaan
Ming akan hancur begitu saja. Dan kita tidak bisa membiarkan hal itu terjadi”.
“Tetapi Tuanku…Putra
Mahkota telah lama memiliki sakit pencernaan dan seringkali kambuh. Sup Buah
Kesemek dan ubi manis akan membuat Pangeran Zhu Biao menderita diare dan sakit
perncernaannya bertambah parah dengan cepat. Tidakkah hal itu akan terlalu
kentara nantinya? Lagipula….sesungguhnya tanpa memberikan hidangan sup Buah Kesemek
dan ubi manis itupun Putra Mahkota telah sakit. Bahkan hamba khawatir jika
sakitnya Putra Mahkota kali ini akan sulit untuk diobati” kata Juru Masak Jiu
Zhong.
Perdana Menteri Hu
Weiyong berpaling dan menatap juru masaknya. Ekspresinya penuh rasa ingin tahu.
“Jadi, apakah tabib
istana belum berhasil menemukan penyakit Putra Mahkota?” tanya sang perdana
menteri setengah berbisik.
Juru Masak Jiu Zhong
menggeleng. “Belum Tuanku. Dan hamba berpikir bahwa sebenarnya Putra Mahkota
tidak sakit karena suatu penyakit melainkan hanya sakit karena kehilangan
kekuatan hidupnya”.
Sepasang alis Perdana
Menteri Hu Weiyong berkerut dalam. Terlihat jelas bahwa sang pejabat tinggi
kerajaan tersebut tengah berpikir.
“Apakah sakit yang
seperti itu bisa disembuhkan?” tanya Perdana Menteri Hu Weiyong kemudian.
Juru Masak Jiu Zhong
kembali menggeleng. Raut wajahnya menunjukkan rasa prihatin dan sedih.
“Tidak Tuanku…jika
kita tidak mengetahui apa yang menjadi penyebab hilangnya kekuatan hidup Putra
Mahkota, maka akan sangat sulit bagi kita untuk menyembuhkan sakit Pangeran Zhu
Biao” jawab Juru Masak Jiu Zhong.
Perdana Menteri Hu
Weiyong mengangguk-angguk pelan. Stu tangannya yang berhias cincin giok besar
bergerak mengelus janggutnya. Ekspresinya kembali terlihat berpikir.
“Apa yang kau tentang
penyakit seperti itu?” tanya Perdana Menteri Hu Weiyong kemudian saat ia
kembali pada juru masaknya. “Katakan padaku semua yang kau tahu tentang
penyakit itu”.
Juru Masak Jiu Zhong
mengangguk. “Baik Tuanku…” jawabnya dengan nada patuh. “Penyakit itu muncul
ketika seseorang tidak memiliki keselarasan dalam dirinya. Bisa dikatakan bahwa
penyakit itu adalah penyakit akibat adanya peperangan dalam diri sendiri.
Ketika seseorang tidak bisa berdamai dengan dirinya sendiri, maka pada saat itu
tubuhnya akan menjadi lemah karena seluruh energi dalam dirinya habis terserap
oleh pertentangan dalam dirinya. Kemudian orang itu akan menjadi lemah dan pada
saat itulah ia akan terlihat sakit. Pada awalnya tabib tidak akan menemukan
jenis penyakit yang membuatnya lemah, namun jika tubuh yang lemah itu tidak
juga disembuhkan, maka lambat laun akan benar-benar muncul penyakit yang nyata
seperti sakit pencernaan, sakit pada darah, kulit, bahkan pada jantung.
Demikianlah Tuanku”.
“Jadi…untuk sembuh,
itu artinya kita harus tahu hal apa yang menjadi pertentangan dalam diri dan
mendamaikannya. Benarkah demikian Jiu Zhong?” tanya Perdana Menteri Hu Weiyong.
Juru Masak Jiu Zhong
membungkuk untuk membenarkan perkataan tuannya.
“Itu benar Tuanku…masalahnya,
hal apa yang menjadi pertentangan dalam diri merupakan sesuatu yang sangat
pribadi dan hanya diri sendiri yang mengetahuinya. Itulah sebabnya mengapa
penyakit ini sulit untuk diobati. Bahkan jika kita mengetahui apa yang
menyebabkan Pangeran Zhu Biao tidak bisa berdamai dengan dirinya sendiri, maka
bukan berarti kita bisa menyelesaikan pertentangan dalam diri Putra Mahkota
karena kedamaian dalam diri adalah rahasia hati dan jiwa yang hanya diri
sendiri sajalah yang dapat menyelaraskannya. Orang lain hanya dapat sekedar
membantu namun kuncinya ada dalam diri pribadi itu sendiri”.
“Lalu, jika sakit
seperti itu tidak segera disembuhkan, penyakit apa yang pertama akan muncul?”
tanya Perdana Menteri Hu Weiyong.
“Penyakit pencernaan
dan penyakit dalam darah, Tuanku” jawab Juru Masak Jiu Zhong.
“Hmm…pernikahan Putra
Mahkota akan berlangsung sebentar lagi dan kita tidak bisa membiarkan hal itu
terjadi” Perdana Menteri Hu Weiyong bergumam pelan mendengar jawaban juru
masaknya. Kepalanya mengangguk-angguk sebelum kemudian, sang pejabat tinggi
Kerajaan Ming itu menatap Juru Masak Jiu Zhong. “Baiklah…aku sudah mengerti.
Sekarang kembalilah kau ke dapur istana. Jangan biarkan orang-orang mencarimu
karena lama menghilang. Dan ingat, tunggu perintahku selanjutnya”.
Juru Masak Jiu Zhong
tertunduk mendengar kalimat Perdana Menteri Hu Weiyonng yang diucapkan dalam
gumamnya sehingga lelaki itu hanya berdiri tak bergerak di hadapannya tuannya.
“Jiu Zhong!..apa kau
tidak mendengar apa yang kukatakan?” tegur Sang Perdana Menteri saat melihat
juru masaknya hanya mematung.
Juru Masak Jiu Zhong
tersentak kaget dan cepat-cepat membungkuk.
“Ah..hamba mendengar
Tuanku…maafkan hamba” sahut si juru masak dengan gugup.
“Cepat kembalilah ke
dapur istana dan tunggu perintahku selanjutnya. Sekarang aku harus pergi untuk
menengok Putra Mahkota dan Yang Mulia Permaisuri” kata Perdana Menteri Hu
Weiyong sambil berdiri dari kursinya.
“Baik Tuanku…namun sebelumnya,
mohon ijinkan hamba untuk bertemu dengan Jiu Bao” jawab Juru Masak Jiu Zhong
dengan wajah penuh harap.
“Baik…temuilah
anakmu, tapi jangan terlalu lama. Aku tidak mau orang-orang mencarimu karena
kau terlalu lama menghilang dari dapur istana” sahut Perdana Menteri Hu Weiyong
yang telah mulai melangkah ke arah pintu.
“Terima kasih Tuanku”
Jiu Zhong kembali membungkuk.
Tak terdengar lagi
suara Perdana Menteri Hu Weiyong. Hanya suara langkah berat mengiringi Sang
Perdana Menteri Kerajaan Ming tersebut keluar dari pintu meninggalkan Juru
Masak Jiu Zhong yang berdiri menatap punggung tuannya dengan perasaan yang
bercampur aduk. Sungguh, ia tidak menyukai apapun yang kini diketahuinya ada
dalam pikiran Perdana Menteri Hu Weiyong. Ia memang sangat menginginkan jabatan
sebagai kepala dapur istana tapi apa yang diharapkannya dari jabatan itu
hanyalah agar ia bisa mengabdikan kemampuan memasaknya untuk Kaisar Ming dan
keluarga raja. Ia sudah memimpikan hal itu sejak lama sebelum keluarganya
hancur karena serangan perampok lima tahun yang lalu. Kemudian, ketika akhirnya
ia bertemu dengan Perdana Menteri Hu Weiyong yang membawanya ke Yingtian lalu
menjadikannya sebagai juru masak di rumahnya. Dan impiannya untuk bisa mengabdi
pada Keluarga Kaisar Ming Tai Zhu seolah menjadi nyata saat Perdana Menteri Hu
Weiyong memerintahkannya untuk mengikuti sayembara memasak nyaris satu tahun
yang lalu. Sayembara memasak yang dilakukan untuk mencari juru masak yang bisa
menyembuhkan Pangeran Keempat dari kehilangan selera makannya. Dan baginya, tak
ada hal lain yang lebih membahagiakan selain kemenangannya dalam sayembara
tersebut dan ia berhasil menjadi Kepala Dapur Istana.
Meskipun hingga kini
Jiu Zhong masih saja penasaran dengan keberadaan Juru Masak Xiao Chen yang
sekarang menjadi juru masak dan kasim kecil khusus Pangeran Zhu Di. Rasa penasaran
yang lahir dari kesadaran bahwa sesungguhnya, pemenang sejati sayembara memasak
dulu bukanlah dirinya melainkan kasim kecil itu. Rasa penasaran yang juga
muncul karena, Pangeran Zhu Di tidak pernah mengijinkan juru masak
kesayangannya itu memasak untuk orang lain selain dirinya, sehingga tak ada
seorangpun di istana yang tahu seperti apa rasa masakan Juru Masak Xiao Chen.
Dan baginya hal itu sangat aneh karena seolah Sang Pangeran Keempat yang sangat
cerdas itu sengaja menginginkan kemampuan juru masaknya hanya untuk diri Sang
Pangeran sendiri. Lebih aneh lagi karena, sejak hari Juru Masak Xiao Chen
berada di sisi Pangeran Zhu Di, maka Sang Pangeran Keempat tersebut tak pernah
lagi mencicipi masakan lain. Bilapun memakannya, maka selalu ada kerenyit di
wajah Pangeran Zhu Di seolah masakan dari juru masak lain termasuk masakannya,
memiliki rasa yang tidak enak. Dan bagi Juru Masak Jiu Zhong, hal itu terasa seperti
sebuah tantangan yang terus menghantuinya.
Namun, sungguh ia tak
pernah menyangka bahwa di balik keinginan Perdana Menteri Hu Weiyong
menjadikannya sebagai Kepala Dapur Istana ternyata tersembunyi sebuah niat yang
demikian jahat. Melenyapkan Putra Mahkota? Menggagalkan pernikahan Sang
Pangeran Pertama yang akan berlangsung beberapa hari lagi? Bahkan meski ia bisa
mengerti mengapa Perdana Menteri Hu Weiyong tidak menyukai Pangeran Pertama,
namun baginya bagaimanapun sifat Sang Putra Mahkota bukanlah alasan untuk
menghilangkannya sebagai seorang pewaris tahta. Dan ia terjebak dalam rencana
jahat tersebut karena ia terikat sumpah untuk mengabdi pada Sang Perdana
Menteri yang telah mengangkatnya dari kehancuran dan memberi tempat di dalam
rumahnya sebagai juru masak sehingga ia dan anaknya yang masih bayi saat itu
terhindar dari kehidupan sebagai gelandangan.
Ingin rasanya Juru
Masak Jiu Zhong menghentikan niat jahat Perdana Menteri Hu Weiyong, namun apa
dayanya? Hidupnya dan hidup anaknya ada dalam genggaman tangan tuannya tersebut
sebagai hutang nyawa.
Juru Masak Jiu Zhong
memejamkan matanya saat sebuah bisikan hati menghembus dalam dadanya. Bahwa
hutang nyawa yang ditanggungnya pada Sang Perdana Menteri benar-benar harus
dibayarnya dengan nyawa.
Dan bukan hanya
nyawanya melainkan juga nyawa anaknya…
Bisakah ia menyelamatkan
diri dan anak satu-satunya yang tersisa?. Tapi, kemana ia bisa lari dari sumpah
setianya? Sebuah sumpah baginya adalah seharga kehidupannya…dan itu artinya
adalah…nyawa…
***********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar