Sabtu, 13 Februari 2016

Straight - Episode 5 ( Bagian Lima )



 Sementara itu, jauh di Ibu Kota Yingtian…
Di istana pangeran, suasana terlihat lengang. Para prajurit yang berjaga terlihat waspada dalam diam sementara para pelayan dan dayang berlalu lalang tanpa banyak bicara. Keadaan yang sunyi seolah mengisyaratkan sebuah kesedihan yang tengah menaungi bangunan paling dikenal selain istana kaisar tersebut.
Di dalam kamarnya, Pangeran Zhu Di duduk di belakang meja. Buah dan aneka kue di depannya nyaris tak tersentuh oleh jemari tangan sang pangeran yang semakin terlihat tampan di usia remajanya tersebut. Sebuah kerut menghiasi alisnya yang tebal bagus. Sesaat pandanganya mengarah pada sesosok remaja lain yang berdiri tak jauh darinya. Seorang kasim remaja yang nampak patuh, menanti dalam sikap tenang dan wajah yang teduh.
“Aku sungguh tidak mengerti dengan Kakak Zhu Biao. Beberapa hari yang lalu, ia terlihat sehat dan tiba-tiba, sekarang ia jatuh sakit. Lebih buruk lagi, para tabib tidak bisa menemukan penyakitnya selain mengatakan bahwa tubuh Kakak Zhu Biao melemah seolah daya hidupnya telah menyusut” gumam Pangeran Zhu Di pelan seolah kalimatnya ditujukan pada dirinya sendiri.
Sang kasim remaja diam tertunduk. Tak terdengar sahutan dari mulutnya.
“Kau dengar apa yang kukatakan Adik Chen?” tanya Pangeran Keempat saat suasana tetap sunyi.
Perlahan sang kasim mengangguk.
“Ya Pangeran, hamba mendengarkan setiap kata Pangeran” sahut sang kasim dengan suara yang lembut.
Pangeran Zhu Di menarik nafas panjang sementara pandangannya beralih ke arah pintu. Tubuhnya sedikit bergerak dari kursi yang didudukinya membuat kursi kayu yang indah tersebut berderit halus.
“Menurutmu Adik Chen, mengapa Kakak Zhu Biao bisa sakit justru disaat ia hendak menikah?. Benar, aku tahu bahwa selama ini Kakak Zhu Biao seringkali jatuh sakit. Namun, sebelumnya, setiapkali sakit, para tabib selalu bisa menemukan penyakitnya, selalu jika bukan karena Kakak Zhu Biao kelelahan pasti sakit pencernaannya yang kambuh karena Kakak Zhu Biao memakan makanan di luar istana yang belum tentu bersih dan baik untuk kesehatan. Saat ini, sakitnya Kakak Pertama sungguh aneh karena setiap tabib yang memeriksa semuanya tidak menemukan penyakit sesungguhnya yang dialami Kakak Zhu Biao. Aku tidak suka melihat ibu ratu terus bersedih seperti itu. Bahkan sekarang ibu ratu-pun ikut menjadi sakit. Mungkin karena terlalu memikirkan kesehatan Kakak Zhu Biao” tutur Pangeran Zhu Di sambil memandang Kasim Chen di depannya.
Xiao Chen membungkuk di hadapan Pangeran Keempat yang kini menjadi asuhannya. Cahaya lentera di beberapa sudut kamar membias di kulit wajah Xiao Chen yang putih bersih.
“Pangeran, menurut hamba, penyakit yang diderita oleh Pangeran Mahkota mungkin timbul karena tidak ada keseimbangan antara hati dan pemikiran, antara keinginan dan keharusan yang mesti dijalani sehingga ketidakselarasan itu telah menguras energi hidup Pangeran Zhu Biao dan melemahkan tubuhnya” jawab Chen dengan nada hati-hati.
Pangeran Zhu Di menyipitkan sepasang matanya, membuat ekspresi pangeran remaja yang tampan itu terkesan berbahaya.
“Tidak ada keseimbangan antara hati dan pemikiran? Apa maksudmu Adik Chen? Dan mengapa hal itu bisa membuat Kakak Pertama sakit?” tanya Pangeran Zhu Di. Kali ini, meski pertanyaannya ditujukan pada kasim kesayangannya, namun sepasang mata Pangeran keempat yang menyipit tajam justru terlempar ke luar, pada jendela di ujung kamar yang menembus pada area taman luas.
“Maksud hamba, seorang manusia diciptakan oleh Thian dengan hukum keselarasan antara tubuh dan jiwa. Tubuh dan jiwa merupakan satu jalinan tali yang mestinya saling menguatkan dan menghidupi. Seseorang yang jiwanya sakit, maka meski tubuhnya terlihat sehat namun sesungguhnya tubuh itu juga sakit. Demikian juga seseorang yang tubuhnya sakit, jika tidak segera disembuhkan penyakitnya maka akan mempengaruhi kesehatan jiwanya. Sedangkan jiwa seseorang dijalin oleh keselarasan antara irama hati dan pikiran orang tersebut. Jika hati dan pikiran tidak selaras, maka akan menimbulkan pertentangan di dalam jiwa orang itu sendiri di mana pertentangan tersebut akan menguras banyak sekali energi tubuh dari orang tersebut. Akibatnya, tubuh akan menjadi lemah karena energi hidupnya terkuras. Kemudian, jika seseorang telah melemah energi hidupnya, maka ia akan terlihat sakit karena kelemahannya itu. Demikianlah Pangeran” jelas Xiao Chen pada pangeran tampan di depannya.
“Jadi maksudmu…apa itu berarti sesungguhnya Kakak Zhu Biao tidak sakit Adik Chen?” tanya Pangeran Zhu Di, kali pandangannya tepat ke wajah teduh kasim di depannya.
“Benar Pangeran…menurut hamba, sesungguhnya Pangeran Mahkota tidaklah sakit melainkan hanya energi hidupnya saja yang terkuras sehingga melemahkan tubuh kasarnya. Dan itu terjadi karena mungkin Pangeran Mahkota saat ini sedang mengalami pertentangan antara hati dan pikiran yang tidak selaras” sahut Chen.
Pangeran Zhu Di mengangguk-angguk. Satu jari tangan kanannya terulur dan mengusap ujung alisnya.
“Aku mengerti Adik Chen. Aku sungguh mengerti jika kau mengatakan bahwa Kakak Zhu Biao tidak memiliki keselarasan antara hati dan pikirannya. Aku bisa melihat betapa Kakak Pertama tidak menyukai kehidupan di dalam istana. Meskipun aku tidak mengerti kenapa Kakak Pertama sangat tidak menyukainya, namun aku bisa memahami bahwa setiap orang memiliki keinginan masing-masing tentang bagaimana ia ingin menjalani hidup. Hanya saja, bagi Kakak Zhu Biao, keadaannya sebagai Pangeran Mahkota membuatnya tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya dengan mudah, termasuk bagaimana cara yang diinginkannya untuk menjalani kehidupannya” desah Pangeran Zhu Di.
“Nampaknya memang demikian Pangeran” Xiao Chen mengangguk setuju. Memang seperti itu pulalah hal yang dilihatnya selama ia menjadi kasim dan juru masak khusus Pangeran Keempat. Kehidupan yang dijalaninya di istana membuat Xiao Chen mulai bisa membaca suasana yang terjadi di sekitarnya, terutama di dalam keluarga Kaisar Ming Tai Zhu. Dan salah satunya adalah mengenai putra mahkota yang sangat sering menghilang hanya untuk hidup membaur dengan rakyat banyak di luar tembok istana, di mana hal itu pula yang menjadi sebab pertentangan antara Sang Pangeran Pertama dengan Kaisar Ming. Sudah bukan rahasia lagi bahwa Pangeran Zhu Biao sangat sering bertengkar dengan ayahnya dan setiap pertengkaran itu akan selalu diakhiri oleh tindakan otoritas Kaisar Ming terhadap putra tertuanya, atau justru menghilangnya Sang Pangeran dari istana.
“Energi hidup manusia…baru kali inilah aku mendengar hal itu Adik Chen” masih bergumam Pangeran Zhu Di bangkit dari kursinya lalu berjalan pelan menuju jendela jauh di ujung kamar kemudian berdiri pada tepinya, menatap kolam penuh Ikan Koi Merah yang berenang dengan begitu tenang, diseling Bunga Teratai berbagai warna yang tengah mekar sempurna. “Bagaimana sesuatu yang tak terlihat bisa begitu mempengaruhi kehidupan seseorang?”
“Energi hidup…kita menyebutnya ‘Chi’…ia mengalir dalam diri kita Pangeran, menghantarkan daya hidup, mengatur segala gerak jiwa dan menyambungkannya dengan tubuh kasar manusia. Chi ada sebagai bentuk karunia Thian pada setiap bayi yang lahir dan setiap Chi yang ada dalam diri manusia adalah suci dan bersih. Manusia itulah yang harus menjaganya selama kehidupannya di dunia. Menjaga dari segala hal yang dapat merusak energi hidup tersebut agar selalu terjadi keselarasan antara jiwa dan tubuh sehingga dengan begitu, manusia tersebut juga akan menjadi sehat dan panjang umur. Jiwa dan tubuh yang selaras juga akan membawa keselarasan dengan alam karena manusia sesungguhnya merupakan ibu dari alam. Banyak orang seringkali mengatakan bahwa manusia merupakan bagian dari alam padahal sesungguhnya alam-lah yang merupakan bagian dari manusia karena segala sesuatu dari alam sesungguhnya menggambarkan keselarasan antara jiwa dan tubuh manusia, energi hidup manusia. Jika keselarasan dalam diri manusia telah rusak, maka pada saat itu keselarasan di alam juga akan turut rusak. Hal itu adalah pasti Pangeran, kita tidak bisa mencegahnya” tutur Xiao Chen yang telah berdiri beberapa langkah di belakang Pangeran Zhu Di.
“Lalu, mengapa manusia justru sering merusak energi hidupnya sendiri Adik Chen?” Pangeran Zhu Di berpaling ke belakang dan menatap kasimnya. “Seperti Kakak Zhu Biao”.
“Pangeran, manusia seringkali tidak menyadari bahwa ia telah merusak energi hidupnya. Hal itu karena manusia lebih mudah mengikuti tuntutan nafsu dalam dirinya. Saat manusia lahir ke dunia, selain ‘Chi’, Thian juga memberikan hal-hal lain pada manusia sebagai bekal untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Hal-hal tersebut adalah nafsu, akal dan hati. Ketiga hal itu semula diberikan oleh Thian dengan maksud yang baik karena Thian selalu memberikan yang terbaik pada manusia. Nafsu diberikan pada manusia agar manusia memiliki keinginan dan semangat dalam menjalani kehidupannya. Adanya nafsu membuat manusia memiliki cita-cita dan impian untuk diraih, sedangkan cita-cita dan impian membuat manusia memiliki semangat dalam menjalani hari-harinya di dunia, memberi warna pada dunia ini dan seluruh semesta alam. Akal diberikan oleh Thian agar manusia bisa menalar jalan yang akan diambilnya dalam menjalani hidup, agar manusia bisa mengatasi kesulitan dan masalah yang dihadapinya, serta agar manusia bisa mempelajari ilmu-ilmu yang diberikan oleh Thian pada manusia melalui alam sekitar, benda-benda, peristiwa bahkan melalui mimpi. Hati diberikan oleh Thian untuk membedakan manusia dengan makhluk hidup lain seperti binatang dan tumbuhan, agar manusia bisa merasa, menimbang dan sebagai tali yang menghubungkan manusia dengan manusia lainnya, dengan makhluk hidup lain, dengan alam semesta dan yang paling akhir serta paling penting adalah sebagai penghubung antara manusia dengan Thian sendiri. Hati diberikan untuk menjadi pengendali bagi nafsu, dan menyeimbangkan akal manusia sehingga setiap langkahnya tidak akan keluar dari jalur keharmonisan dengan alam dan makhluk hidup lainnya. Tetapi Pangeran, seringkali manusia hanya menuruti nafsu dalam diri dan melupakan keberadaan imbang rasa dengan sesama dan lingkungannya. Akalnya ada tapi digunakan untuk meraih keinginan nafsu-nafsunya sehingga ia tidak bisa melihat nilai kebenaran di sekitarnya, dan bahkan hatinya sendiri menjadi buram karena tak lagi didengar dan dirasa. Seorang manusia yang membiarkan dirinya dihanyutkan oleh kebencian, iri dengki, keserakahan, nafsu ingin memiliki segala yang menyenangkan diri tanpa mempedulikan adanya hak orang lain dalam diri dan kehidupannya, maka energi hidup atau ‘Chi’-nya akan rusak dengan cepat dan pada saat itu, tubuh kasarnya akan melemah dan sakit. Pada awalnya, orang itu tidak akan merasakan adanya perubahan pada kesehatannya. Namun semakin lama kekuatan tubuhnya akan menghilang hingga pada titik tertentu, tubuh kasar orang tersebut tidak akan dapat lagi menanggung besarnya nafsu yang ada di dalam dirinya karena semakin besar nafsu seseorang, maka semakin besar pula energi yang akan dikuras untuk ‘menghidupi’ nafsu tersebut” tutur Xiao Chen sambil menatap punggung Pangeran Zhu Di yang kembali memandang ke arah kolam. Menatap geliat Ikan Koi Merah di balik daun-daun teratai yang lebar dan hijau.
“Itu artinya, satu-satunya jalan bagi Kakak Zhu Biao untuk sembuh hanyalah berdamai dengan dirinya sendiri” cetus Pangeran Keempat sambil berbalik dan kini berdiri berhadapan dengan kasimnya. “Tapi, itu pasti sangat sulit bagi Kakak Pertama. Aku sangat tahu wataknya yang keras. Kau tahu itu Adik Chen. Satu hal yang membuatku sangat sedih adalah karena Kakak Zhu Biao tidak pernah mencoba untuk mengerti sedikit saja hal yang diinginkan oleh Yang Mulia Kaisar, dan Yang Mulia Kaisar sendiri selalu ingin memaksakan kehendaknya pada Kakak Zhu Biao tanpa berusaha untuk mengerti perasaan dan keinginan hati Kakak Pertama. Lebih buruk lagi, karena hatinya sudah terlalu sering kecewa membuat Kakak Zhu Biao menjadi seorang yang mudah curiga pada siapapun termasuk pada saudaranya sendiri. Aku sangat ingin bicara dengannya tapi Kakak Zhu Biao tidak pernah memberiku kesempatan karena ia selalu menganggapku sebagai aku hanya anak kecil kesayangan Yang Mulia Kaisar. Dan hal itu semakin memperparah rasa tersisih dalam dirinya. Andai saja Kakak Zhu Biao tahu, betapa besarnya Yang Mulia Kaisar mengasihinya dan meletakkan begitu banyak harapan padanya”.
Xiao Chen mengangguk mengerti. Memang demikianlah keadaan yang terjadi di antara Pangeran Zhu Biao dengan Kaisar Ming Tai Zhu. Keduanya seolah tak pernah bisa saling menyatu dalam satu kata yang sama membuat suasana di antara keduanya selalu panas dan penuh kemarahan.
“Memang tidak mudah untuk berdamai dengan diri sendiri Pangeran, karena peperangan paling sulit bagi manusia sesungguhnya adalah peperangan dengan nafsu-nafsunya sendirinya. Jangankan untuk hal yang besar, hal yang sepele seperti makanan saja bisa membuat seorang manusia jatuh sakit jika tidak bisa mengendalikan keinginan-keinginan selera makannya” sahut Kasim Chen kemudian.
Sepasang mata Pangeran Zhu Di membesar sesaat kemudian tubuhnya melangkah ke arah meja di mana berbagai kue dan buah telah tersaji dalam tatanan yang indah.
“Kau menyindirku Adik Chen?” ujar Sang Pangeran saat melewati bahu kasimnya.
Xiao Chen tersenyum geli, namun segera mengikuti Pangeran Keempat lalu membungkuk penuh hormat.
“Tentu saja tidak Pangeran. Hamba tidak akan pernah berani. Jika sampai hamba melakukannya maka hamba pantas untuk mati” sahut Chen, masih dengan senyum dikulum.
Pangeran Zhu Di menghempaskan tubuhnya ke atas kursi dan mulai menggigit Buah Pear di tangannya. Hal yang hanya akan dilakukan oleh sang pangeran di hadapan kasim kesayangannya karena, ketika ia telah berhadapan dengan tata aturan sopan santun di istana dan keluarga raja, maka memakan buah dengan cara menggigit langsung tanpa dipotong lebih dulu adalah cara makan yang sangat tidak sopan. Terlebih bagi seorang pangeran!.
“Aku sungguh merindukan Kakak Xu” ujar Pangeran Zhu Di tiba-tiba membuat senyum di wajah Chen lenyap. Sebuah kilat berkelebat di sepasang mata teduh kasim remaja tersebut. “Aku memiliki banyak saudara yang lebih tua dariku di istana ini, tapi orang yang benar-benar menjadi kakakku hanyalah Kakak Xu. Aku sangat ingin bicara dengan Kakak Xu Changyi saat ini, terlebih saat suasana di dalam istana menjadi sangat nyaman seperti sekarang. Ibu Ratu sakit dan demikian pula dengan Kakak Zhu Biao. Yang Mulia Kaisar belum menengok Kakak Zhu Biao dan hanya menanyakan kabar Kakak Pertama dari para tabib dan kasim. Sementara persiapan pernikahan Kakak Pertama semakin dekat. Bisakah Kakak Zhu Biao menjalani pernikahannya dengan tubuh yang lemah dan sakit seperti itu? Aku sangat takut jika keadaan ini akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang berhati jahat dan ingin menjatuhkan wibawa Yang Mulia Kaisar. Aku tahu meskipun aku tidak bisa menunjuk satu persatu, tapi di antara para menteri dan pejabat istana ada orang-orang yang jahat dan licik. Mereka hanya menunggu kesempatan untuk menjatuhkan Yang Mulia Kaisar begitu mereka mendapatkan kesempatan”.
Xiao Chen tertunduk. Apa yang bisa ia katakan jika hal itu menyangkut nama yang selalu dirindukannya siang dan malam, lebih dari siapapun?. Adakah selain Thian, yang mengerti betapa ia sangat merindukan kakaknya, satu-satunya keluarga yang dimilikinya? Bahwa ia selalu bertanya setiap malam bilakah ia akan bisa melihat sosok kakak yang sangat dikasihinya, disayanginya itu dan mendengar suaranya yang selalu ceria dan penuh semangat seperti dulu?.
“Adik Chen…megapa Kakak Xu tidak membalas suratku? Aku telah mengirimkan tiga surat untuknya, tapi Kakak Xu tidak membalasnya, tidak satupun. Aku cemas memikirkan apa yang terjadi dengan Kakak Xu Changyi di distrik Pelatihan Prajurit saat ini. Paman Xu da selalu mengatakan padaku bahwa Kakak Xu baik-baik saja tapi aku sangat tahu bahwa Kakak Xu baik-baik saja dari Kakak Xu sendiri” ujar Pangeran Zhu Di dengan nada yang terdengar murung membuat Xiao Chen mengangkat wajahnya dan menatap pangeran di depannya. Sebuah rasa iba menyusup dalam batin Chen saat menemukan gurat kesedihan yang jujur di mata bening Pangeran Keempat.
“Menurut hamba, Kakak Changyi tidak membalas surat pangeran karena kakak ingin mengatakan langsung pada Pangeran saat bertemu” sahut Xiao Chen kemudian.
Pangeran Zhu Di menatap Chen. Sepasang alisnya terangkat naik. Ada binar harapan di kedalaman matanya.
“Menurutmu begitu Adik Chen? Jika begitu, itu artinya Kakak Xu akan datang menemuiku bukan? Itu artinya Kakak Xu akan pulang ke istana? Benarkah seperti itu? Bagaimana kau bisa tahu bahwa Kakak Xu akan memberiku jawaban langsung atas surat-suratku itu Adik Chen?” berondong Pangeran Zhu Di kemudian.
Xiao Chen tersenyum dan mengangguk.
“Saya yakin begitu Pangeran. Saya tahu karena Kakak Changyi bukanlah orang yang senang berbicara melalui surat. Kakak Changyi sejak dulu adalah orang yang lugas. Ia akan mengatakan apa yang ingin dikatakannya secara langsung pada orang yang bersangkutan dan tidak akan melewatkannya melalui orang lain kecuali bila Kakak Changyi benar-benar tidak bisa melakukannya sendiri karena suatu hal, misalnya karena sakit sedangkan hal yang ingin disampaikannya sangatlah penting, maka barulah Kakak Changyi akan menggunakan tulisan atau seseorang untuk menyampaikan kata-katanya. Namun, hal semacam itu sangatlah jarang terjadi Pangeran karena seingat hamba, Kakak Changyi belum pernah sakit” jawab Xiao Chen membuat Pangeran Zhu Di menelengkan kepalanya ke samping.
“Adik Chen, aku sering bertanya dalam diriku, seberapa dekat sesungguhnya kalian berdua? Aku tahu bahwa di antara kau dengan Kakak Xu tidak ada ikatan darah, namun kalian sangat saling mengenal satu sama lain melebihi saudara sedarah. Hal yang tidak kumiliki bersama dengan kakak-kakakku. Sejujurnya, aku sering merasa iri padamu Adik Chen. Aku cemburu saat aku melihat betapa besarnya rasa cinta dan kasih sayang Kakak Xu padamu. Aku sangat ingin memiliki rasa cinta dan kasih sayang dari seorang kakak sebesar cinta dan kasih sayang Kakak Xu padamu Adik Chen. Tapi sepertinya, Kakak Xu hanya memiliki dirimu saja di hatinya. Aku sungguh berharap semoga aku bisa memiliki tempat di Kakak Xu seperti halnya dirimu” ujar Pangeran Zhu Di sambil menatap Xiao Chen membuat sang kasim remaja itu kembali tertunduk.
“Menurut hamba, Kakak Changyi juga sangat menyayangi Pangeran” sahut Xiao Chen kemudian.
“Benarkah? Kuharap itu benar. Kau tahu Adik Chen? Seringkali aku merasa sangat bingung saat harus memutuskan sesuatu dan pada saat itu yang ada dalam pikiranku hanya Kakak Xu saja. Kami memiliki pemikiran yang sama karena itu Kakak Xu selalu bisa mengerti apa yang kupikirkan bahkan disaat orang lain, termasuk Yang Mulia Kaisar tidak memahamiku” renung Sang Pangeran Keempat terpekur dalam duduknya. “Dan aku selalu merasa bahwa sebuah masalah besar akan segera terjadi di dalam istana ini. Tapi aku tidak tahu apa masalah tersebut. Aku hanya merasa sangat gelisah dan karena itu, aku sungguh merindukan Kakak Xu untuk ada di sisiku”.
Xiao Chen semakin tertunduk. Sungguh ia sendiripun sangat merindukan kakak semata wayangnya. Namun pada siapa ia dapat mengungkapkan kerinduannya selain pada kesunyian di balik tembok istana yang melingkupinya sekarang ini? Kesunyian yang tak pernah memberinya jawaban apapun selain bisu.
************

Malam meraut dengan cepat di langit Yingtian. Misteri sakitnya pangeran mahkota menjadi kesedihan yang jelas terasakan. Baik oleh Keluarga Kaisar maupun pejabat, prajurit, dayang, hingga rakyat yang mendengar kabar tersebut dari balik celah-celah tembok istana.
Dalam sebuah ruangan di rumah yang mewah, terlihat seorang lelaki dalam balutan baju yang indah. Pakaian khas pejabat tinggi kerajaan yang sangat mendukung penampilan lelaki setengah baya tersebut hingga terlihat rapi dan bersih. Janggutnya rapi dan nampak jelas terawat dengan baik sementara jemarinya yang agak gemuk berhias cincin giok pada ibu jari. Rambut lelaki setengah baya itu digelung ke atas dan diikat dengan sebuah hiasan rambut berhias konde emas. Tidak terlihat penutup kepala yang biasa dikenakannya saat berada di istana. Namun, meski tanpa penutup kepala yang menunjukkan pangkatnya, tapi semua orang di lingkungan istana pasti akan mengenal lelaki tersebut sebagai sang perdana menteri Hu Weiyong!.
Tepat di hadapan lelaki setengah baya tersebut, nampak berdiri seorang lelaki yang berpakaian rapi khas juru masak istana. Lelaki tersebut terlihat menundukkan kepalanya dengan ekspresi patuh bercampur takut. Kedua jemari tangannya saling meremas dengan gugup saat merasakan sorot tajam sepasang mata Perdana Menteri Hu Weiyong tertancam tepat di keningnya.
“Jadi apakah kau sudah melaksanakan apa yang kuperintahkan padamu Juru Masak?” tanya Perdana Menteri Jiu Zhong pelan. Meskipun nada suara sang pejabat tinggi kerajaan tersebut tidak keras, namun jelas nada menegur di balik kalimat yang diucapkannya.
Juru Masak Jiu Zhong yang telah menjabat sebagai Kepala Dapur Istana terlihat semakin gugup. Keringat mulai memercik di kening lelaki tersebut. Perlahan, kepala Juru Masak Jiu Zhong menggeleng.
“Hamba belum melaksanakannya Tuanku” sahut Juru Masak Jiu Zhong dengan nada lirih.
“Sudah kuduga” terdengar suara dengusan keras. Suasana dalam ruangan yang hening semakin memperjelas kegusaran Perdana Menteri Hu Weiyong. Sebuah kilat marah memancar dari sepasang matanya membuat Juru Masak Jiu Zhong segera membungkuk penuh rasa takut.
“Ampuni hamba Tuanku” pinta Juru Masak Jiu di depan tuannya.
“Katakan padaku, kenapa kau tidak melaksanakan apa yang kuperintahkan padamu? Apa kau mulai berani membangkang kepadaku, orang yang telah mengangkatmu dari kehancuran hidupmu?” tanya Perdana Menteri Hu Weiyong tanpa mengindahkan ketakutan juru masaknya.
Juru Masak Jiu Zhong menelan ludahnya yang terasa mengeras seperti sebongkah batu tajam. Namun, perlahan kepala bertutup kain pengikat tersebut menggeleng lemah.
“Hamba tidak bermaksud untuk membangkang pada Tuanku Hu Weiyong karena hidup hamba dan anak hamba adalah milik Tuanku” sahut Juru Masak Jiu Zhong lirih namun tegas.
“Kalau begitu katakan padaku kenapa kau tidak melaksanakan apa yang kuperintahkan padamu?!” sentak Perdana Menteri Hu Weiyong dengan nada meninggi.
Juru Masak Jiu Zhong mengangkat wajah dan memberanikan diri menatap tuannya. Sepasang matanya terlihat memerah berkaca-kaca.
“Tuanku…hamba tidak sampai hati menghidangkan masakan seperti yang Tuanku sebutkan kepada Putra Mahkota karena Pangeran Zhu Biao sangatlah baik pada hamba dan bahkan telah menyelamatkan hamba dari kemarahan Yang Mulia Kaisar saat tanpa sengaja hamba memecahkan mangkuk kesayangan Yang Mulia Permaisuri. Hamba sungguh sulit untuk melupakan setiap kebaikan yang telah diberikan pada hamba. Karena itu hamba tidak melaksanakan tugas yang Tuanku berikan. Hamba mohon ampunilah hamba” tutur Juru Masak Jiu Zhong dalam nada nyaris rapuh.
Sepasang mata Perdana Menteri Hu Weiyong menyipit mendengar penjelasan yang diberikan oleh juru masaknya. Ya, ia ingat dengan peristiwa ketika Juru Masak Jiu Zhong tanpa sengaja memecahkan  mangkuk kesayangan Sang Ratu Ma Ziuying beberapa pekan yang lalu. Ia ingat betapa besar kemarahan Kaisar Ming Tai Zhu dan niscaya juru masak kesayangannya pasti akan mendapatkan hukuman yang sangat berat jika saja Pangeran Zhu Biao tidak membela Juru Masak Jiu Zhong di depan ayahnya dan memberikan pandangan-pandangan yang membuat kemarahan Sang Kaisar mereda dan juru masak yang menjadi kepala dapur istana itu lolos dari hukuman maut. Namun, baginya hal itu bukanlah alasan untuk surut dari langkah-langkah yang telah disusunnya bagi kejayaan kerajaan besar ini. Bahkan meskipun ia tahu sebesar apa rasa berhutang budi juru masaknya pada Sang Putra Mahkota.
“Aku tahu” sahut Perdana Menteri Hu Weiyong kemudian. Nada suaranya sedikit melunak. “Tapi itu bukanlah alasan untuk surut. Ingat Jiu Zhong, kita tidak bisa membiarkan kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja yang hanya memikirkan kesenangan dirinya sendiri. Kerajaan ini membutuhkan seorang raja yang mau untuk memberikan kehidupannya bagi kemakmuran dan kejayaan negeri yang dibangun dengan segenap susah payah. Seorang calon raja yang bahkan tidak menyukai perannya sebagai penerus kepemimpinan dan selalu berlari menghindari tanggungjawabnya, maka ia tidak akan bisa memimpin kerajaan ini dengan baik kelak di kemudian hari. Lalu, negeri ini akan mengalami kemunduran, segala usaha kita di hari-hari lalu untuk menegakkan panji-panji kebesaran Kerajaan Ming akan hancur begitu saja. Dan kita tidak bisa membiarkan hal itu terjadi”.
“Tetapi Tuanku…Putra Mahkota telah lama memiliki sakit pencernaan dan seringkali kambuh. Sup Buah Kesemek dan ubi manis akan membuat Pangeran Zhu Biao menderita diare dan sakit perncernaannya bertambah parah dengan cepat. Tidakkah hal itu akan terlalu kentara nantinya? Lagipula….sesungguhnya tanpa memberikan hidangan sup Buah Kesemek dan ubi manis itupun Putra Mahkota telah sakit. Bahkan hamba khawatir jika sakitnya Putra Mahkota kali ini akan sulit untuk diobati” kata Juru Masak Jiu Zhong.
Perdana Menteri Hu Weiyong berpaling dan menatap juru masaknya. Ekspresinya penuh rasa ingin tahu.
“Jadi, apakah tabib istana belum berhasil menemukan penyakit Putra Mahkota?” tanya sang perdana menteri setengah berbisik.
Juru Masak Jiu Zhong menggeleng. “Belum Tuanku. Dan hamba berpikir bahwa sebenarnya Putra Mahkota tidak sakit karena suatu penyakit melainkan hanya sakit karena kehilangan kekuatan hidupnya”.
Sepasang alis Perdana Menteri Hu Weiyong berkerut dalam. Terlihat jelas bahwa sang pejabat tinggi kerajaan tersebut tengah berpikir.
“Apakah sakit yang seperti itu bisa disembuhkan?” tanya Perdana Menteri Hu Weiyong kemudian.
Juru Masak Jiu Zhong kembali menggeleng. Raut wajahnya menunjukkan rasa prihatin dan sedih.
“Tidak Tuanku…jika kita tidak mengetahui apa yang menjadi penyebab hilangnya kekuatan hidup Putra Mahkota, maka akan sangat sulit bagi kita untuk menyembuhkan sakit Pangeran Zhu Biao” jawab Juru Masak Jiu Zhong.
Perdana Menteri Hu Weiyong mengangguk-angguk pelan. Stu tangannya yang berhias cincin giok besar bergerak mengelus janggutnya. Ekspresinya kembali terlihat berpikir.
“Apa yang kau tentang penyakit seperti itu?” tanya Perdana Menteri Hu Weiyong kemudian saat ia kembali pada juru masaknya. “Katakan padaku semua yang kau tahu tentang penyakit itu”.
Juru Masak Jiu Zhong mengangguk. “Baik Tuanku…” jawabnya dengan nada patuh. “Penyakit itu muncul ketika seseorang tidak memiliki keselarasan dalam dirinya. Bisa dikatakan bahwa penyakit itu adalah penyakit akibat adanya peperangan dalam diri sendiri. Ketika seseorang tidak bisa berdamai dengan dirinya sendiri, maka pada saat itu tubuhnya akan menjadi lemah karena seluruh energi dalam dirinya habis terserap oleh pertentangan dalam dirinya. Kemudian orang itu akan menjadi lemah dan pada saat itulah ia akan terlihat sakit. Pada awalnya tabib tidak akan menemukan jenis penyakit yang membuatnya lemah, namun jika tubuh yang lemah itu tidak juga disembuhkan, maka lambat laun akan benar-benar muncul penyakit yang nyata seperti sakit pencernaan, sakit pada darah, kulit, bahkan pada jantung. Demikianlah Tuanku”.
“Jadi…untuk sembuh, itu artinya kita harus tahu hal apa yang menjadi pertentangan dalam diri dan mendamaikannya. Benarkah demikian Jiu Zhong?” tanya Perdana Menteri Hu Weiyong.
Juru Masak Jiu Zhong membungkuk untuk membenarkan perkataan tuannya.
“Itu benar Tuanku…masalahnya, hal apa yang menjadi pertentangan dalam diri merupakan sesuatu yang sangat pribadi dan hanya diri sendiri yang mengetahuinya. Itulah sebabnya mengapa penyakit ini sulit untuk diobati. Bahkan jika kita mengetahui apa yang menyebabkan Pangeran Zhu Biao tidak bisa berdamai dengan dirinya sendiri, maka bukan berarti kita bisa menyelesaikan pertentangan dalam diri Putra Mahkota karena kedamaian dalam diri adalah rahasia hati dan jiwa yang hanya diri sendiri sajalah yang dapat menyelaraskannya. Orang lain hanya dapat sekedar membantu namun kuncinya ada dalam diri pribadi itu sendiri”.
“Lalu, jika sakit seperti itu tidak segera disembuhkan, penyakit apa yang pertama akan muncul?” tanya Perdana Menteri Hu Weiyong.
“Penyakit pencernaan dan penyakit dalam darah, Tuanku” jawab Juru Masak Jiu Zhong.
“Hmm…pernikahan Putra Mahkota akan berlangsung sebentar lagi dan kita tidak bisa membiarkan hal itu terjadi” Perdana Menteri Hu Weiyong bergumam pelan mendengar jawaban juru masaknya. Kepalanya mengangguk-angguk sebelum kemudian, sang pejabat tinggi Kerajaan Ming itu menatap Juru Masak Jiu Zhong. “Baiklah…aku sudah mengerti. Sekarang kembalilah kau ke dapur istana. Jangan biarkan orang-orang mencarimu karena lama menghilang. Dan ingat, tunggu perintahku selanjutnya”.
Juru Masak Jiu Zhong tertunduk mendengar kalimat Perdana Menteri Hu Weiyonng yang diucapkan dalam gumamnya sehingga lelaki itu hanya berdiri tak bergerak di hadapannya tuannya.
“Jiu Zhong!..apa kau tidak mendengar apa yang kukatakan?” tegur Sang Perdana Menteri saat melihat juru masaknya hanya mematung.
Juru Masak Jiu Zhong tersentak kaget dan cepat-cepat membungkuk.
“Ah..hamba mendengar Tuanku…maafkan hamba” sahut si juru masak dengan gugup.
“Cepat kembalilah ke dapur istana dan tunggu perintahku selanjutnya. Sekarang aku harus pergi untuk menengok Putra Mahkota dan Yang Mulia Permaisuri” kata Perdana Menteri Hu Weiyong sambil berdiri dari kursinya.
“Baik Tuanku…namun sebelumnya, mohon ijinkan hamba untuk bertemu dengan Jiu Bao” jawab Juru Masak Jiu Zhong dengan wajah penuh harap.
“Baik…temuilah anakmu, tapi jangan terlalu lama. Aku tidak mau orang-orang mencarimu karena kau terlalu lama menghilang dari dapur istana” sahut Perdana Menteri Hu Weiyong yang telah mulai melangkah ke arah pintu.
“Terima kasih Tuanku” Jiu Zhong kembali membungkuk.
Tak terdengar lagi suara Perdana Menteri Hu Weiyong. Hanya suara langkah berat mengiringi Sang Perdana Menteri Kerajaan Ming tersebut keluar dari pintu meninggalkan Juru Masak Jiu Zhong yang berdiri menatap punggung tuannya dengan perasaan yang bercampur aduk. Sungguh, ia tidak menyukai apapun yang kini diketahuinya ada dalam pikiran Perdana Menteri Hu Weiyong. Ia memang sangat menginginkan jabatan sebagai kepala dapur istana tapi apa yang diharapkannya dari jabatan itu hanyalah agar ia bisa mengabdikan kemampuan memasaknya untuk Kaisar Ming dan keluarga raja. Ia sudah memimpikan hal itu sejak lama sebelum keluarganya hancur karena serangan perampok lima tahun yang lalu. Kemudian, ketika akhirnya ia bertemu dengan Perdana Menteri Hu Weiyong yang membawanya ke Yingtian lalu menjadikannya sebagai juru masak di rumahnya. Dan impiannya untuk bisa mengabdi pada Keluarga Kaisar Ming Tai Zhu seolah menjadi nyata saat Perdana Menteri Hu Weiyong memerintahkannya untuk mengikuti sayembara memasak nyaris satu tahun yang lalu. Sayembara memasak yang dilakukan untuk mencari juru masak yang bisa menyembuhkan Pangeran Keempat dari kehilangan selera makannya. Dan baginya, tak ada hal lain yang lebih membahagiakan selain kemenangannya dalam sayembara tersebut dan ia berhasil menjadi Kepala Dapur Istana.
Meskipun hingga kini Jiu Zhong masih saja penasaran dengan keberadaan Juru Masak Xiao Chen yang sekarang menjadi juru masak dan kasim kecil khusus Pangeran Zhu Di. Rasa penasaran yang lahir dari kesadaran bahwa sesungguhnya, pemenang sejati sayembara memasak dulu bukanlah dirinya melainkan kasim kecil itu. Rasa penasaran yang juga muncul karena, Pangeran Zhu Di tidak pernah mengijinkan juru masak kesayangannya itu memasak untuk orang lain selain dirinya, sehingga tak ada seorangpun di istana yang tahu seperti apa rasa masakan Juru Masak Xiao Chen. Dan baginya hal itu sangat aneh karena seolah Sang Pangeran Keempat yang sangat cerdas itu sengaja menginginkan kemampuan juru masaknya hanya untuk diri Sang Pangeran sendiri. Lebih aneh lagi karena, sejak hari Juru Masak Xiao Chen berada di sisi Pangeran Zhu Di, maka Sang Pangeran Keempat tersebut tak pernah lagi mencicipi masakan lain. Bilapun memakannya, maka selalu ada kerenyit di wajah Pangeran Zhu Di seolah masakan dari juru masak lain termasuk masakannya, memiliki rasa yang tidak enak. Dan bagi Juru Masak Jiu Zhong, hal itu terasa seperti sebuah tantangan yang terus menghantuinya.
Namun, sungguh ia tak pernah menyangka bahwa di balik keinginan Perdana Menteri Hu Weiyong menjadikannya sebagai Kepala Dapur Istana ternyata tersembunyi sebuah niat yang demikian jahat. Melenyapkan Putra Mahkota? Menggagalkan pernikahan Sang Pangeran Pertama yang akan berlangsung beberapa hari lagi? Bahkan meski ia bisa mengerti mengapa Perdana Menteri Hu Weiyong tidak menyukai Pangeran Pertama, namun baginya bagaimanapun sifat Sang Putra Mahkota bukanlah alasan untuk menghilangkannya sebagai seorang pewaris tahta. Dan ia terjebak dalam rencana jahat tersebut karena ia terikat sumpah untuk mengabdi pada Sang Perdana Menteri yang telah mengangkatnya dari kehancuran dan memberi tempat di dalam rumahnya sebagai juru masak sehingga ia dan anaknya yang masih bayi saat itu terhindar dari kehidupan sebagai gelandangan.  
Ingin rasanya Juru Masak Jiu Zhong menghentikan niat jahat Perdana Menteri Hu Weiyong, namun apa dayanya? Hidupnya dan hidup anaknya ada dalam genggaman tangan tuannya tersebut sebagai hutang nyawa.
Juru Masak Jiu Zhong memejamkan matanya saat sebuah bisikan hati menghembus dalam dadanya. Bahwa hutang nyawa yang ditanggungnya pada Sang Perdana Menteri benar-benar harus dibayarnya dengan nyawa.
Dan bukan hanya nyawanya melainkan juga nyawa anaknya…
Bisakah ia menyelamatkan diri dan anak satu-satunya yang tersisa?. Tapi, kemana ia bisa lari dari sumpah setianya? Sebuah sumpah baginya adalah seharga kehidupannya…dan itu artinya adalah…nyawa…
***********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar