Minggu, 21 Februari 2016

Straight - Episode Lima ( Bagian Enam )

“Apakah Anda memikirkan sesuatu Tuan Hu?” tanya Pejabat Li Wenzhong pada Perdana Menteri Hu Weiyong. Keduanya berjalan beriringan setelah keluar dari istana kaisar. Hari ini, seluruh pejabat istana datang untuk menengok Putra Mahkota dan Permaisuri yang sakit. Kedatangan para pejabat istana yang diterima langsung oleh Sang Kaisar Ming Tai Zhu tersebut pada kenyataannya bukan hanya membahas tentang sakitnya Sang Putra Mahkota yang belum diketahui penyebabnya oleh para tabib namun juga membahas tentang rencana pernikahan Pangeran Zhu Biao yang akan dilangsungkan kurang dari sepuluh hari lagi. Kegusaran Kaisar Ming yang jelas kentara bagaimanapun mempengaruhi para pejabat yang merasakan sakitnya Pangeran Zhu Biao sebagai satu masalah yang berat bagi kerajaan. Terlebih dengan keberadaan Pangeran Zhu Biao sebagai penerus tahta.
Kegelisahan yang semakin bertambah dengan semakin banyaknya rakyat yang mendengar perihal sakitnya Sang Putra Mahkota. Sungguhpun Pangeran Zhu Biao seringkali tidak sejalan dalam hal pemikiran dengan Kaisar Ming Tai Zhu, namun pada saat ini, ketika sang pangeran jatuh sakit, barulah Sang Kaisar mengerti betapa besarnya perhatian rakyat ada Putra Mahkota. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya rakyat yang menanyakan keadaan Sang Pangeran maupun kiriman berbagai buah dan hantaran ke istana.
Kenyataan besarnya kecintaan rakyat pada pangeran Zhu Biao bukan hanya menyentuh relung hati Sang Kaisar namun sesungguhnya juga telah memukul hati Perdana Menteri Hu Weiyong.
“Tuan Hu?” panggil Pejabat Li Wenzhong pada lelaki yang berjalan di sebelahnya.
Perdana Menteri Hu Weiyong sedikit tergagap saat merasakan tangan Pejabat Li menyentuh lengannya. Dengan senyum yang mengisyaratkan sedikit rasa malu, Perdana Menteri Hu berpaling menatap Pejabat Li.
“Ah Penjabat Li, maafkan aku tidak mendengar panggilan dari pejabat Li” sahut Perdana Menteri Hu Weiyong.
Pejabat Li Wenzhong menggelengkan kepalanya. Sorot matanya menunjukkan rasa mengerti.
“Mungkin karena Tuan Hu sedang memikirkan sesuatu. Saya melihat Tuan Hu banyak termenung sejak kita keluar dari istana Yang Mulia Kaisar. Sejujurnya saya menjadi agak khawatir bahwa mungkin ada masalah yang sangat berat di istana dan semestinya kita menyelesaikannya dengan cepat” berkata Pejabat Li Wenzhong.
“Ah ya…” gumam Perdana Menteri. Kepalanya menunduk menatap ujung kasutnya. Sepasang alisnya yang tebal kembali berkerut.
“Jadi…benar-benarkah ada masalah berat yang tengah kita hadapi Tuan Hu? Kalau begitu mengapa Anda tidak mengumpulkan kami agar kita bisa membicarakan masalah ini bersama-sama untuk mencari jalan keluarnya sebelum Yang Mulia Kaisar menegur kita semua?” tanya Pejabat Li dengan suara agak mengeras karena rasa terkejutnya.
Perdana Menteri Hu Weiyong terkejut mendengar suara Pejabat Li yang agak keras dan segera menggelengkan kepala.
“Tidak Pejabat Li…bukan begitu maksudku. Ya, memang ada masalah yang sedang kupikirkan tapi ini bukanlah hal yang terlalu berat. Aku hanya sedang memikirkan sakitnya Putra Mahkota” sahut Perdana Menteri Hu Weiyong.
“Ah..ternyata tentang itu. Saya juga sedang memikirkannya Tuan Hu. Dan nampaknya kita harus segera mengetahui penyebab sakitnya Pangeran Zhu Biao karena pernikahan akan dilakukan kurang dari sepuluh hari dari sekarang. Jika sampai hari pernikahan Pangeran Zhu Biao belum sembuh, maka kita pasti akan malu di depan semua tamu dari kerajaan tetangga” ujar Penjabat Li Wenzhong menimpali.
“Ya, apa yang kau katakan memang benar Penjabat Li” kata Perdana Menteri Hu Weiyong. Kepalanya mengangguk membenarkan perkataan lelaki di sisinya.
“Tapi…kenapa para tabib belum juga menemukan penyakit Putra Mahkota? Baik pencernaan, jantung, nadi, kepala dan lainnya telah diperiksa namun semuanya baik namun Pangeran Zhu Biao terlihat lemah dan pucat. Seharusnya, para tabib itu sudah menemukan sesuatu pada yang menjadi penyebab lemahnya Pangeran Zhu Biao, karena mereka adalah tabib terbaik Yang Mulia Kaisar” ujar Pejabat Li setelah terdiam beberapa saat.
“Mungkin saja mereka sebenarnya sudah mengetahui sesuatu” kata Perdana Menteri Hu Weiyong. Pandangannya menatap ke arah ujung jalan setapak yang sedang mereka lalui. Benak Sang Perdana Menteri kembali terkenang pada apa yang dikatakan oleh juru masak Jiu Zhong. Jika seorang juru masak saja bisa mengerti hal sebenarnya yang tengah menimpa Putra Mahkota, bukankah seharusnya para tabib terbaik Kaisar juga mengetahuinya?. Namun, jika para tabib itu mengetahuinya, apakah hal tersebut merupakan hal yang mudah untuk dikatakan terutama pada Kaisar? Mungkin saja, para tabib tersebut merasa takut untuk mengatakan perihal sebenarnya yang menjadi penyakit Pangeran Zhu Biao mengingat hubungan antara Sang Putra Mahkota dengan Kaisar yang selalu berseberangan, bahkan perihal pernikahan Pangeran Zhu Biao yang akan segera dilakukan pun sesungguhnya merupakan kehendak Kaisar. Jika para tabib tersebut mengatakan hal sebenarnya tentang penyakit Pangeran Zhu Biao maka secara tidak langsung, mereka telah menunjuk Sang Kaisar Ming sebagai penyebab sakitnya Sang Putra Mahkota. Dan bukankah hal itu sama saja dengan mencari mati?. Di sisi lain, hal tersebut sebenarnya sangat menguntungkan baginya karena bukankah sakitnya Pangeran Zhu Biao bisa menjadi alasan untuk menggagalkan pernikahan sang pangeran yang akan dilakukan sebentar lagi?.
“Jika para tabib itu memang mengetahui sesuatu bukankah seharusnya mereka mengatakannya pada Yang Mulia Kaisar?” tanya Penjabat Li Wenzhong dengan nada agak meninggi.
Perdana Menteri Hu Weiyong tidak segera menyahut pertanyaan Pejabat Li. Tangan kanan Sang Perdana Menteri tersebut terulur dan mengelus janggutnya perlahan.
“Aku akan mencoba mencari tabib di luar istana Pejabat Li, mungkin saja ada yang bisa membantu menemukan penyakit dan sekaligus obat untuk Putra Mahkota” jawab Perdana Menteri Hu Weiyong beberapa saat kemudian. “Aku mengenal beberapa tabib di luar Yingtian, dan kurasa mereka cukup bagus. Aku akan mendatangi mereka”.
Pejabat Li Wenzhong menatap Perdana Menteri Hu Weiyong. Ekspresinya menunjukkan rasa lega sekaligus harapan.
“Tuan Hu sungguh sangat cerdas. Jika begitu, sayapun akan berusaha menanyakan ke beberapa toko obat yang saya kenal mungkin saja ada dari mereka yang bisa memberikan bahan obat untuk Pangeran Zhu Biao. Saya juga akan mengabarkan pada pejabat lain untuk turut berusaha agar masalah sakitnya Putra Mahkota segera bisa kita atasi” ucap Pejabat Li Wenzhong.
Perdana Menteri kembali mengangguk. Ada seleret senyum di bibir yang mengembang.
“Itu hal yang sangat bagus Pejabat Li. Jika kau mengalami kesulitan, jangan segan-segan untuk mencariku” sahut Sang Perdana Menteri sambil menghentikan langkahnya. Kini mereka telah sampai di simpang jalan setapak dan di depan mereka kini terbentang lorong istana yang panjang. Perdana Menteri Hu Weiyong tahu bahwa Pejabat Li pasti akan mengambil lorong yang sebelah kiri untuk menuju ke kediamannya.
“Tentu saja Tuan Hu” sambut Pejabat Li penuh semangat. Pandangannya turut tertuju pada lorong istana di depan mereka, kemudian, sang pejabat bertubuh agak tinggi tersebut membungkuk ke arah Perdana Menteri Hu Weiyong. “Jika begitu, kita harus berpisah di sini  Tuan Hu. Saya harus segera menemui para pejabat lain”.
Perdana Menteri Hu Weiyong tersenyum lebar dan mengayunkan tangan kanannya.
“Silahkan Pejabat Li. Kita akan bertemu lagi dalam pertemuan dengan Yang Mulia Kaisar besok” sahutnya dengan nada ceria.
Ketika kemudian Pejabat Li membelokkan langkahnya menyusuri lorong istana yang berlawanan arah dengannya, sang perdana menteri masih berdiri termangu menatap punggung yang semakin menjauh di depan matanya. Ekspresinya terlihat berpikir hingga saat telinganya mendengar suara langkah kaki lain datang mendekat, lelaki yang mulai dihiasi beberapa helai rambut putih itu segera berpaling. Rona terkejut bercampur gembira segera menyeruak saat ia melihat sosok lain yang tengah melangkah di lorong istana pada sisi di mana ia hendak menuju. Degan gerak penuh semangat, Perdana Menteri Hu Weiyong segera melangkah mendekat ke arah sosok tubuh gagah berbalut baju kebesaran seorang panglima kerajaan.
“Jenderal Lan Yu!” seru Perdana Menteri pada sosok gagah yang segera menghentikan langkahnya begitu sang pejabat tinggi kerajaan tersebut telah berdiri di depannya.
“Tuan Hu Weiyong” sapa Jenderal Lan Yu seraya sedikit membungkukkan tubuhnya sebagai  bentuk penghormatan dan sopan santun.
“Lama tidak bertemu dengan Jenderal Lan Yu. Saya sempat berpikir bahwa mungkin Jenderal Lan Yu sedang tidak sehat sehingga saya telah memutuskan untuk menengok Jenderal Lan Yu. Sungguh tidak disangka kita bertemu di sini, benar-benar sebuah keberuntungan bagi saya” kata Perdana Menteri Hu Weiyong sambil tersenyum gembira.
Jenderal Lan Yu tersenyum tipis. Ia tahu kalimat yang diucapkan oleh Perdana Menteri Hu Weiyong hanyalah basa-basi belaka. Namun, bukanlah hal yang bagus bila ia menolak keramahan pejabat tinggi tersebut. Karena itu sekali lagi Jenderal Lan Yu segera membungkukkan tubuhnya.
“Terima kasih atas perhatian yang diberikan Tuan Hu pada saya. Selama ini saya sehat. Mungkin karena banyaknya tugas di Kementerian Pertahanan membuat saya tidak bisa selalu datang dalam setiap pertemuan di istana. Mohon maafkan ketidak hadiran saya Tuan Hu” ujar Jenderal Lan Yu kemudian.
Perdana Menteri Hu Weiyong mengibaskan tangan kanannya ke arah Jenderal Lan Yu.
“Tidak Jenderal Lan Yu, janganlah meminta maaf seperti itu. Sya bisa mengerti bahwa seorang Jenderal Besar sebagaimana Jenderal Lan Yu pastilah memiliki tugas yang sangat banyak untuk menjaga keamanan seluruh negeri sehingga jika Anda tidak bisa selalu datang dalam pertemuan di istana, maka siapakah yang dapat meragukan Jenderal Lan Yu yang memiliki rasa tanggungjawab sangat besar dalam melindungi negeri ini?” sahut Perdana Menteri Hu Weiyong dalam tawanya.
“Terima kasih atas pujian Tuan Hu” Jenderal Lan Yu mengangguk. Seulas senyum tipis kembali membayang di bibirnya.
“Jika begitu, karena hari ini kita telah bertemu, bolehkah jika saya mengundang Jenderal Lan Yu ke rumah saya? Mungkin kita bisa bertukar pengalaman tentang beberapa hal sambil menikmati arak madu” pinta Perdana Menteri Hu Weiyong sedetik setelah sang jenderal di depannya menyelesaikan kalimatnya.
Sepasang mata Jenderal Lan Yu membesar sesaat, namun kemudian, senyum tipis di bibirnya sedikit melebar. Untuk ketiga kalinya, pejabat tinggi di tubuh Kementerian Pertahanan itu membungkukkan tubuhnya.
“Terima kasih Tuan Hu berkenan mengundang saya. Namun, nampaknya saya belum memenuhi undangan Tuan Hu pada hari ini karena saya harus menghadap Yang Mulia Kaisar” jawab Jenderal Lan Yu membuat sepasang alis Perdana Menteri Hu Weiyong berkerut.
“Menghadap Yang Mulia Kaisar?...” ulang Perdana Menteri Hu Weiyong dengan eskpresi bertanya-tanya namun beberapa detik kemudian, wajah sang Perdana menteri kembali cerah. “Aah…tentu saja, Jenderal Lan Yu pasti hendak menengok Pangeran Mahkota dan Yang Mulia Permaisuri sebagai kami sesaat lalu. Tidakkah demikian Jenderal Lan Yu?”.
Jenderal Lan Yu mengangguk pelan.
“Sebagian memang demikian Tuan Hu. Namun, selain itu, saya hendak menghadap Yang Mulia Kaisar karena harus melaporkan beberapa hal tentang keamanan beberapa wilayah termasuk salah satunya adalah pelabuhan. Terlebih beberapa hari lagi pernikahan Putra Mahkota sehingga akan sangat banyak tamu-tamu Yang Mulia Kaisar yang datang” sahut Jenderal Lan Yu.
Mendadak, rona cerah di wajah Perdana Menteri Hu Weiyong memudar saat telinganya mendengar kalimat Jenderal Lan Yu. Sepasang mata yang semula memancarkan rona ceria itu menatap jenderal di depannya dengan tajam.
“Ada apa dengan wilayah pelabuhan Jenderal Lan Yu? Apakah ada masalah di sana?” tanya Perdana Menteri Hu Weiyong, kali ini nada suaranya terdengar sungguh-sungguh, bahkan tersirat rasa cemas di balik kalimat yang diucapkannya.
Kening Jenderal Lan Yu berkerut halus saat ia melihat perubahan ekspresi di wajah perdana menteri yang berdiri di depannya. Tetapi kerut itu segera menghilang dan wajah Sang Jenderal yang menguasai Kementerian Pertahanan tersebut kembali tenang.
“Tidak ada apa-apa Tuan Hu. Pelabuhan kita masih sama dengan sebelumnya. Hanya saja saya bermaksud menambah beberapa prajurit penjaga di sana mengingat pelabuhan merupakan salah satu jalan yang akan ditempuh oleh para tamu Yang Mulia Kaisar untuk menuju ke Yingtian” jawab Jenderal Lan Yu membuat beberapa urat yang semula menegang di wajah Perdana Menteri Hu kembali mengendur. Hal yang diam-diam semakin menumbuhkan tanda tanya di benak Jenderal Lan Yu.
“Ah..syukurlah jika demikian adanya. Saya sangat takut jika terjadi sesuatu dengan pelabuhan kita karena tempat itu merupakan salah satu jalur perdagangan yang memberikan keuntungan besar bagi istana” sahut Perdana menteri Hu Weiyong seraya menarik nafas lega.
Jenderal Lan Yu mengangguk, tanpa senyum.
“Jika begitu, sebaiknya saya mohon diri sekarang Tuan Hu” katanya kemudian. “Saya harus segera menghadap Yang Mulia Kaisar”.
Perdana Menteri Hu Weiyong tak segera mengangguk. Sepasang matanya masih menatap jenderal yang diam-diam ditakutinya meski tak sebesar rasa takutnya pada Panglima Tinggi Kerajaan itu dengan seksama sementara benaknya masih memikirkan perihal perkataan sang jenderal mengenai keadaan pelabuhan. Jika pelabuhan memang baik-baik saja, mengapa jenderal dari Kementerian Pertahanan tersebut merasa perlu melaporkannya pada Kaisar?. Ada perbedaan besar antara Jenderal Xu Da dengan Jenderal Lan Yu meski keduanya sama-sama jenderal dalam tubuh militer kerajaan. Jika Jenderal Xu Da mengatakan suatu hal tersebut baik, maka Perdana Menteri Hu Weiyong akan segera memahaminya sebagai keadaan sebenarnya yang memang baik. Namun, bila hal baik tersebut dikatakan oleh Jenderal Lan Yu, maka ia merasa perlu untuk memahami lebih jauh, apa maksud dari kata ‘Baik’ tersebut. Dan hal tersebut seringkali membuat Perdana Menteri Hu Weiyong merasa tidak aman terhadap Jenderal Lan Yu sebab apa yang ada di kepala sang jenderal bertubuh gagah tersebut sangat sulit untuk dibaca seperti sebuah jalan yang ditutupi oleh kabut.
“Baiklah Jenderal Lan Yu…Yang Mulia Kaisar pasti akan sangat senang dengan kedatangan Anda. Saat ini Yang Mulia Kaisar sedang kalut karena sakitnya Pangeran Zhu Biao dan yang Mulia Permaisuri. Adanya Jenderal Lan Yu pasti akan meringankan beban hati Yang Mulia Kaisar” sahut Perdana Menteri Hu Weiyong setelah terdiam selama beberapa saat.
Jenderal Lan Yu tertegun dan membatalkan langkahnya. Tubuhnya yang telah hampir berbalik, kembali bergeser dan menghadap ke arah sang perdana menteri bertubuh tinggi di dekatnya.
“Kenapa Anda berpikir demikian Tuan Hu?” tanya Jenderal Lan Yu.
Perdana Menteri Hu Weiyong menarik nafas panjang namun kemudian bibirnya menguraikan senyum.
“Tentu saja saya akan berpikir demikian Jenderal Lan Yu. Bahkan semua orang yang mengenal siapa dan bagaimana Jenderal Lan Yu pasti akan berpikir seperti saya. Jenderal Lan Yu, adalah seorang prajurit tinggi kerajaan yang penuh dengan prestasi dan memiliki kemampuan terbaik dalam ilmu keprajuritan dan strategi perang. Banyak sekali kemenangan yang telah diraih oleh Yang Mulia Kaisar karena adanya Jenderal Lan Yu karena itu, sudah seharusnya jika seorang jenderal besar seperti Anda berada di sisi Yang Mulia serta selalu mendampinginya dan bukan seorang yang tak pernah menampakkan batang hidungnya justru di saat Yang Mulia Kaisar sangat membutuhkan pendamping untuk menguatkan hatinya yang tengah kalut” jawab Perdana Menteri Hu Weiyong.
Kening Jenderal Lan Yu berkerut dalam. Tak ada rona gembira meski ia mendengar nada memuji dalam kalimat yang diucapkan oleh Perdana Menteri Hu Weiyong karena perhatiannya segera tertuju pada hal lain.
“Tuan Hu…maksud Anda, orang yang tak pernah menampakkan batang hidungnya itu, apakah dia adalah…Jenderal Xu Da?” tanya Jenderal Lan Yu kemudian.
Perdana Menteri Hu Weiyong mengangkat bahunya dengan raut wajah menunjukkan keprihatinan.
“Mau bagaimana lagi Jenderal Lan Yu. Kita tidak bisa menuntun hati Yang Mulia Kaisar. Orang yang medapat kepercayaan raja sebagai Panglima Tertinggi dan kini, Yang Mulia Kaisar bahkan memberikan Pangeran Keempat-nya yang sangat cemerlang, tapi orang itu justru sama sekali tak pernah terlihat di istana Kaisar. Bahkan Pangeran Zhu Di sendiri beberapa hari ini terlihat tinggal di istananya sejak ada kabar Pangeran Zhu Biao jatuh sakit dan kemudian menyusul Yang Mulia Permaisuri, namun orang yang mendapat kepercayaan sebesar itu ternyata malah menghilang dari hadapan raja yang memberikan seluruh hatinya. Andai saja saya bisa menunjukkan pada Yang Mulia Kaisar bahwa ada orang yang lebih pantas menerima seluruh kepercayaannya…” gumam Perdana Menteri Hu Weiyong yang jelas dapat didengar oleh Jenderal Lan Yu.
“Tuan Hu…tak seharusnya Anda meragukan Yang Mulia Kaisar” tegur Jenderal Lan Yu.
Perdana Menteri Hu Weiyong terjenggit kaget dan buru-buru mengumbar tawanya.
“Ah..ha..ha..Jenderal Lan Yu..tentu saja saya tidak akan berani. Maafkan saya, tolong Jenderal jangan memikirkan kata-kata saya sesaat lalu sebab itu hanyalah sekedar ungkapan kejujuran dari dasar hati saya karena saya tahu benar sebesar apakah kesetiaan dan prestasi Jenderal Lan Yu pada kerajaan serta Yang Mulia Kaisar” seru Perdana Menteri Hu Weiyong.
Jenderal Lan Yu mendengus halus namun bibirnya terkatup. Ia bukan tidak mendengar perihal besarnya kepercayaan Kaisar pada Jenderal Xu Da. Bahkan kabar terakhir bahwa Kaisar telah menyerahkan Pangeran Keempat di bawah bimbingan Jenderal Xu Da-pun telah di dengarnya. Hal-hal yang sesungguhnya semakin melebarkan jurang jarak di antara dirinya dengan Sang panglima Tertinggi Kerajaan tersebut. Ia yag merasa telah memberikan seluruh jiwa raganya pada kerajaan dan Kaisar, namun apa yang diterimanya ternyata tak seperti apa yang diharapkannya sesungguhnya telah menumbuhkan rasa kecewa yang dalam di dasar hati. Tetapi, karena beberapa waktu ini, ia tak lagi bertemu dengan Sang Panglima Tertinggi yang lebih banyak mengurusi perlawanan sisa-sisa bangsa Mongol serta masuknya penyusup-penyusup di daerah perbatasan wilayah, maka rasa kecewanya mulai sedikit memudar. Terlebih setelah Xu Changyi juga meninggalkan Yingtian untuk tinggal di distrik pelatihan prajurit di wilayah timur yang jauh sehingga ia tak perlu lagi melihat kecerdasan dan kecemerlangan pemuda tersebut yang jauh di atas putra-putra angkatnya sendiri semakin membuat Jenderal Lan Yu merasa tenang menjalani tugasnya di tubuh Kementerian Pertahanan tanpa adanya rasa persaingan yang sebenarnya sangat menyiksa dirinya. Namun, kalimat yang baru saja didengarnya dari mulut Perdana Menteri Hu Weiyong terasa seperti semangkuk minyak yang disiramkan di atas titik-titik api kecil membuat api yang tak lagi terlihat sebagai bara api itu seketika kembali berkobar dan menyala-nyala membakar seluruh rasa tenang dan damai yang semula telah menyelimuti batin Jenderal Lan Yu.
Perdana Menteri Hu Weiyong yang menyadari perubahan dalam rona wajah jenderal gagah di Kementerian Pertahanan tersebut segera membuka suara.
“Ah…Jenderal Lan Yu…maafkan saya yang telah menyita banyak waktu Anda. Silahkan Jenderal Lan Yu melanjutkan perjalanan menuju istana Kaisar. Saya yakin Yang Mulia pasti sangat senag menerima kedatangan Jenderal. Saya akan mencari pelayan-pelayan saya agar mereka segera menyebar untuk mencari obat bagi Putra Mahkota” ujar Perdana Menteri Hu Weiyong.
Jenderal Lan Yu masih terdiam. Namun tubuh gagah dan tinggi sang jenderal tersebut segera membungkuk memberi hormat saat Perdana Menteri Hu Weiyong berjalan dengan langkah cepat meninggalkannya. Sejenak, Jenderal Lan Yu masih berdiri termangu di lorong panjang menuju istana Kaisar sementara Perdana Menteri Hu Weiyong melangkah dengan riang. Seleret senyum indah mengembang di bibirnya saat sudut matanya menangkap sosok besar Jenderal Lan Yu yang tengah terbakar dalam kekecewaan hati yang kembali mengobar…
************
Di rumah Jenderal Xu Da, beberapa hari kemudian…
Seorang prajurit berlari dengan cepat menuju ke sebuah bangsal kecil di mana Jenderal Xu Da nampak berdiri menatap kolam di taman yang dipenuhi bunga-bunga teratai. Tubuhnya yang gagah semakin terlihat tegap dalam balutan hanfu berwarna biru gelap yang meski sederhana namun bersih dan rapi. Lelaki berusia empat puluhan tahun itu segera mengalihkan matanya dari bunga-bunga teratai di dalam kolam saat ia melihat seorang parjurit yang datang mendekat. Prajurit itu adalah salah prajurit penjaga yang ditempatkannya di titik-titik tertentu di dalam kotaraja.
“Jenderal!...Tamtama Bohai telah memasuki pintu gerbang kotaraja dan sesaat lagi akan sampai di sini!” ujar sang prajurit saat ia tiba di depan Jenderal Xu Da.
Jenderal Xu Da mengangguk. “Bagus…cepat susul dia dan katakan untuk menemuiku secepatnya!”.
“Baik Jenderal!” sahut sang prajurit sambil membungkuk ke arah Jenderal Xu Da.
Sepasang mata Jenderal Xu Da masih mengawasi prajurit pengintai yang berlari menuju pintu gerbang depan. Wajah sang jenderal besar tersebut terlihat sedikit berhias rona ketidak sabaran membuat seorang wanita berparas cantik dan anggun yang berdiri memperhatikan tak jauh dari bangsal tempat Jenderal Xu Da berdiri segera melangkah mendekat.
“Apakah Anda sangat mengkhawatirkan putra Anda suamiku?” tegur wanita berparas cantik tersebut dengan suaranya yang sangat lembut.
Jenderal Xu Da menoleh dan menatap ke arah istrinya.
“Tamtama Bohai telah pergi untuk waktu yang terlalu lama. Sudah lebih dari satu purnama. Mestinya ia telah pulang dan melapor padaku” sahut Jenderal Xu Da sambil melangkah ke arah kursi di dekatnya. Suara berderit pelan terdengar saat kursi yang kokoh itu menerima tubuh sang jenderal di atasnya.
Nyonya Xu Da menghela nafas sejenak dan turut duduk di kursi, tepat di sisi suaminya. Tangannya yang mungil menuangkan arak madu ke cawan di depan Jenderal Xu Da.
“Apakah putra Anda harus hadir dalam pernikahan Pangeran Zhu Biao?” tanya Nyonya Xu Da sambil meletakkan guci kecil arak madu ke atas nampan.
Jenderal Xu Da meraih cawannya dan mulai menghirup minuman yang merupakan kegemarannya tersebut perlahan-lahan. Sesaat suasana sunyi, hanya terdengar suara tegukan halus saat minuman segar yang tidak memabukkan tersebut meluncur membasahi leher Sang Panglima Tertinggi Kerajaan. Hingga kemudian…
“Kau masih juga tidak menyukainya? Bahkan setelah Changyi menjadi bagian dari keluarga kita selama bertahun-tahun? Kau bahkan tidak suka menyebut namanya” gumam Jenderal Xu Da sambil meletakkan cawannya ke atas meja.
Nyonya Xu Da menunduk. Raut wajahnya terlihat sendu.
“Maafkan hamba suamiku. Hamba bukannya tidak menyukai putra Anda itu. Sungguh hamba tidak membencinya. Hanya saja…setiap kali hamba melihatnya, rasanya hati hamba terasa tidak nyaman seolah-olah putra Anda akan membawa suatu masalah dalam keluarga kita” jawab Nyonya Xu Da dengan suara lirih.
Jenderal Xu Da mendengus pelan. Ia sudah mendengar kalimat yang diucapkan oleh istrinya tersebut berkali-kali dan selama berulangkali pula ia tidak mempercayai hal tersebut. Ia sangat mengenal watak Changyi dan dengan wataknya tersebut sangat tidak mungkin putranya tersebut akan membiarkan suatu masalah terjadi pada keluarganya.
“Berapa kali sudah kukatakan padamu bahwa Changyi tidak akan menjadi masalah pada keluarga kita. Tidak mungkin karena aku tahu Changyi tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk menimpa keluarga kita. Aku sangat mengenal putraku dan keyakinanku belum pernah salah, mengapa kau justru tak pernah mempercayaiku?” ujar Jenderal Xu Da sambil menatap istrinya.
“Suamiku…bukan hamba tidak mempercayai Anda, tapi…”
“Tamtama Bohai sudah datang” Jenderal Xu Da memotong kalimat istrinya cepat saat ia melihat sosok Tamtama Bohai berjalan menuju ke arah mereka. Pandangannya kembali pada Nyonya Xu Da. “Masuklah ke dalam agar aku bisa berbicara dengan Tamtama Bohai”.
Nyonya Xu Da berpaling dan menatap ke arah pandang suaminya kemudian mengangguk dan bangkit berdiri tepat saat sosok Tamtama Bohai telah sampai di ujung bangsal dan membungkuk dengan penuh hormat.
“Jenderal..saya Tamtama Bohai ingin melaporkan tugas yang telah saya laksanakan!” seru Tamtama Bohai di bawah cucuran atap bangsal.
“Mendekatlah!” perintah Jenderal Xu Da sambil melambai ke arah prajurit setianya tersebut.
Nyonya Xu Da berpaling menatap suaminya sejenak dan melihat kepala Jenderal Xu Da mengangguk ke arahnya. Tamtama Bohai membungkukkan tubuhnya ke arah Nyonya Xu Da saat wanita yang sangat anggun dalam usia empat puluh tahunnya tersebut lewat di depannya. Nyonya Xu Da mengangguk sekilas ke arah Tamtama Bohai sebelum kemudian meneruskan langkahnya meninggalkan bangsal menuju ke arah rumah utama.
“Katakan padaku, mengapa kau terlambat begitu lama? Apakah terjadi sesuatu pada putraku?” tanya Jenderal Xu Da begitu Tamtama Bohai telah berdiri di depannya.
“Tidak Jenderal. Tuan Muda Xu Changyi dalam keadaan baik dan sehat. Saya telah sampai di distrik pelatihan prajurit dan  bertemu dengan Jenderal Chang Yu Chun serta Tuan Muda Xu. Surat dari Jenderal telah saya sampaikan pada Jenderal Chang Yu Chun dan Tuan Muda Xu Changyi. Menurut prajurit pengintai, saat saya sampai di depan gerbang kotaraja, Jenderal Chang Yu Chun dan Tuan Muda Xu telah berhasil menghalau kelompok perampok yang kembali menjarah Kota Beiping serta menangkap pemimpinnya. Saat ini, pasukan Jenderal Chang Yu Chun telah bergerak menuju ke kotaraja dan akan sampai dalam tiga hari. Demikian Jenderal” tutur Tamtama Bohai dengan suara jernih yang tegas.
“Hmmm…bagus jika begitu” sahut Jenderal Xu Da. Rasa lega terasa menyelimuti batinnya saat mendengar kabar putranya dalam keadaan baik. “Lalu..kenapa kau bisa terlambat pulang?”
“Saya terlambat pulang karena di perjalanan saya bertemu dengan sekelompok orang yang menurut saya sangat mencurigakan. Mereka adalah pedagang yang hendak menuju ke kotaraja. Saat saya bertanya apa yang hendak mereka perdagangkan, para pedagang tersebut menjawab bahwa mereka menjual arak, buah-buahan dan herbal kering. Semula, saya tidak merasa ada hal yang aneh pada sekelompok pedagang tersebut hingga saat saya hendak pergi meninggalkan mereka, saya mendengar suara dari arah kereta yang membawa barang-barang milik para pedagang itu dan saya sangat yakin bahwa suara itu adalah suara seorang manusia yang tengah merasa kesakitan. Kemudian, saya memutuskan untuk diam-diam mengikuti para pedagang tersebut yang ternyata tidak menuju ke arah kotaraja melainkan berbelok ke arah pelabuhan Jenderal” tutur Tamtama Bohai.
“Lalu…apa yang kau lihat di pelabuhan itu? apa yang dilakukan oleh orang-orang itu?”
“Mereka menurunkan barang-barang mereka dan yang mengejutkan, ternyata barang-barang yang ada di dalam kereta mereka bukanlah arak, buah-buahan dan herbal kering melainkan wanita-wanita dalam keadaan terikat dan pingsan. Hanya satu yang terlihat sadar dan mungkin, wanita itulah yang suaranya saya dengar. Orang-orang itu kemudian memasukkan para wanita itu ke dalam sebuah kapal besar dan sebagai gantinya, mereka mengangkut guci-guci arak, peti-peti berisi buah-buahan dan banyak sekali kantung herbal kering ke kereta mereka. Semuanya mereka lakukan dengan sangat cepat dan rapi”.
Jenderal Xu Da terkejut. Alisnya berkerut.
“Wanita-wanita? Mengapa mereka membawa wanita-wanita ke dalam kapal? Apakah kau mengenali kapal yang mengangkut wanita itu Tamtama Bohai?” tanya sang jenderal.
  “Kapal itu tidak menggunakan bendera pengenal pada tiangnya Jenderal, tapi saya sangat yakin bahwa kapal itu milik salah satu saudagar yang ada di kotaraja karena saya mengenal salah satu pekerja kapal yang turut membantu memasukkan wanita-wanita itu ke dalam kapal sebagai pelayan di rumah saudagar tersebut” jawab Tamtama Bohai.
“Hmm…nampaknya, wanita-wanita itu hendak dijual ke rumah hiburan. Apakah kau tidak menyelidiki ke mana tujuan kapal itu?” tanya Jenderal Xu Da kembali.
“Mereka menuju ke Beiping Jenderal” jawab Tamtama Bohai cepat.
“Beiping?” Jenderal Xu Da terperanjat.
“Benar Jenderal, kapal itu hendak menuju ke Beiping melalui jalur laut. Karena itulah saya mengirim beberapa prajurit pengintai untuk menemui Jenderal Chang Yu Chun dan Tuan Muda Xu yang sedang bergerak meninggalkan Beiping dan melaporkan mengenai para wanita di dalam kapal tersebut. Saat prajurit pengintai menemui saya di luar gerbang kotaraja, dia mengatakan bahwa Tuan Muda Xu Changyi bersama beberapa prajurit memutuskan untuk menghadang kapal tersebut sedangkan Jenderal Chang Yu Chun bersama pasukan lain melanjutkan perjalanan menuju kotaraja”
“Lalu…ke mana sekelompok pedagang yang membawa wanita-wanita ke kapal tersebut?”
“Sekelompok orang itu menuju ke kotaraja Jenderal. Saya mengikuti mereka dan ternyata mereka memasuki rumah saudagar itu. Saya bermaksud menangkap salah satu dari mereka namun saya melihat beberapa prajurit dari Kementerian Pertahanan di sekitar pelabuhan dan juga di banyak sekali titik di daerah kotaraja. Karena itulah saya membatalkan niat untuk menangkap salah satu dari kelompok pedagang tersebut”tutur Tamtama Bohai.
Jenderal Xu Da menatap prajurit setianya sesaat dengan ekspresi berpikir.
“Sepertinya, Jenderal Lan Yu telah menambah jumlah prajuritnya untuk menjaga titik-titik jalan di sekitar kotaraja. Pasti hal ini dilakukannya untuk meningkatkan keamanan menjelang pernikahan pangeran Zhu Biao. Tapi, apakah Jenderal Lan Yu mengetahui adanya hal mencurigakan yang terjadi di pelabuhan itu? Apakah saat kau melihat wanita-wanita itu dimasukkan ke dalam kapal, ada prajurit Kementerian Pertahanan yang melihatnya?”
“Sepertinya tidak Jenderal. Sebab kapal tersebut terletak di ujung, setelah deretan kapal-kapal lain. Selain itu, ukuran kapal yang agak kecil serta keadaan gelap karena malam membuat apa yang dilakukan oleh orang-orang itu tidak menarik perhatian siapapun. Mereka terlihat seperti para pedagang lain yang tengah membongkar dan memuat barang dagangan”.
“Hmm…” Jenderal Xu Da menggumam sesaat. “Tapi aku sangat mengenal Jenderal Lan Yu. Dan dengan kepandaiannya, rasanya mustahil jika Jenderal Lan Yu belum mengetahui keganjilan itu”.
“Lalu…haruskah kita menggeledah rumah saudagar itu Jenderal? Saya merasa curiga karena arak yang diambil dari kapal itu dan dibawa oleh para pedagang tersebut jumlahnya sangat banyak. Untuk apa saudagar itu mengambil arak demikian banyak justru di saat pernikahan Putra Mahkota hendak dilangsungkan? Jika arak itu akan dijual sebagai salah satu minuman untuk pesta rakyat di pernikahan Pangeran Pertama nanti, mengapa saat mengambilnya harus dilakukan dengan cara diam-diam seperti itu? Juga, kenapa saudagar itu menjual wanita ke Beiping?”
“Kau mengenal saudagar itu. Siapa namanya Tamtama Bohai? Dan siapa dia?” tanya Jenderal Xu Da kemudian.
“Saya mengenalnya dengan nama Saudagar Fu Han, Jenderal. Saudagar Fu adalah salah satu saudagar terkaya di Yingtian. Dia memiliki beberapa rumah penginapan yang besar dan sangat ramai, juga rumah-rumah herbal di seluruh wilayah Yingtian. Bahkan saya mendengar Saudagar Fu juga memiliki beberapa rumah makan dengan banyak sekali pelanggan. Saya tidak tahu pasti siapa adanya Saudagar Fu itu Jenderal. Hanya saja, banyak yang mengatakan bahwa Saudagar Fu bisa demikian berhasil dalam usahanya karena memiliki hubungan dengan salah satu pejabat di istana. Saat Yang Mulia Kaisar ataupun Yang Mulia Permaisuri merayakan ulang tahun, Saudagar Fu Han merupakan salah satu saudagar di Yingtian yang mengirimkan banyak sekali hadiah ke istana. Salah satu hadiah ulang tahun dari Saudagar Fu Han yang sangat terkenal adalah seekor burung berbulu warna emas yang dihadiahkan untuk Yang Mulia Permaisuri dan saat ini menjadi salah satu binatang kesayangan Ratu Ma”.
“Kau tahu siapa pejabat istana yang memiliki hubungan dengan Saudagar Fu Han itu?”.
Tamtama Bohai menggeleng dengan raut sesal.
“Maafkan saya Jenderal, untuk hal itu saya tidak mengetahuinya. Beberapa orang yang saya suap untuk mendapatkan keterangan mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang mengetahui siapa pejabat istana yang melindungi Saudagar Fu. Bahkan beberapa orang mengatakan bahwa kabar itu seperti angin lalu yang belum pasti kebenarannya. Tampaknya, hubungan antara Saudagar Fu dengan pejabat istana itu sangatlah tertutup. Dan menurut saya hal itu justru terasa aneh karena banyak saudagar-saudagar maupun pejabat di wilayah propinsi kecil yang secara terbuka menunjukkan hubungan dengan pejabat istana karena hal itu merupakan salah satu bentuk kebanggaan tersendiri bagi mereka”.
“Baiklah…” sahut Jenderal Xu Da sambil menganggukkan kepala. “Untuk saat ini kita belum bisa melakukan apapun karena bagaimanapun, masalah keamanan di kotaraja dan pelabuhan adalah wilayah Kementerian Pertahanan. Kita tidak bisa mendahului Jenderal Lan Yu dalam hal ini dan sebaiknya kita menunggu sambil melihat hal selanjutnya. Tempatkan lebih banyak prajurit pengintai di sekitar wilayah pelabuhan, pasar, rumah Saudagar Fu, dan di sekitar istana. Lakukan penyamaran sebaik mungkin. Aku tidak ingin timbul masalah dengan Jenderal Lan Yu karena penyamaran kalian terbongkar dan Kementerian Pertahanan mengetahui keberadaan kita”.
“Baik Jenderal” sahut Tamtama Bohai dengan suara tegas.
“Istirahatlah satu malam dan setelah itu susul putraku. Aku ingin ia sampai di Yingtian sebelum hari pernikahan Pangeran Zhu Biao” lanjut Jenderal Xu Da.
“Baik Jenderal. Malam ini saya akan mulai mengatur prajurit pengintai dan besok pagi-pagi saya akan berangkat untuk menyusul Tuan Muda Xu” jawab Tamtama Bohai cepat.
Jenderal Xu Da mengangguk.
“Itu bagus. Sekarang pergilah dan lakukan tugasmu” kata Jenderal Xu Da pada prajurit setianya.
“Baik Jenderal!” sahut Tamtama Bohai sambil membungkuk ke arah Sang Panglima Tertinggi Kerajaan kemudian berlalu dari bangsal yang sejuk oleh angin musim semi tersebut.
Jenderal Xu Da meraih cawan arak madunya dan menghirup sisa air manis di dalamnya lamat-lamat. Pikirannya tertuju pada sekumpulan besar arak yang dibongkar di pelabuhan dan dibawa ke rumah salah satu saudagar terkaya di Yingtian. Entah mengapa, bayangan guci-guci arak tersebut terus menari-nari dalam benaknya seolah tengah mengisyaratkan sesuatu yang berbahaya…
**********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar