“Apakah Anda
memikirkan sesuatu Tuan Hu?” tanya Pejabat Li Wenzhong pada Perdana Menteri Hu
Weiyong. Keduanya berjalan beriringan setelah keluar dari istana kaisar. Hari
ini, seluruh pejabat istana datang untuk menengok Putra Mahkota dan Permaisuri
yang sakit. Kedatangan para pejabat istana yang diterima langsung oleh Sang
Kaisar Ming Tai Zhu tersebut pada kenyataannya bukan hanya membahas tentang
sakitnya Sang Putra Mahkota yang belum diketahui penyebabnya oleh para tabib
namun juga membahas tentang rencana pernikahan Pangeran Zhu Biao yang akan
dilangsungkan kurang dari sepuluh hari lagi. Kegusaran Kaisar Ming yang jelas
kentara bagaimanapun mempengaruhi para pejabat yang merasakan sakitnya Pangeran
Zhu Biao sebagai satu masalah yang berat bagi kerajaan. Terlebih dengan
keberadaan Pangeran Zhu Biao sebagai penerus tahta.
Kegelisahan yang semakin
bertambah dengan semakin banyaknya rakyat yang mendengar perihal sakitnya Sang
Putra Mahkota. Sungguhpun Pangeran Zhu Biao seringkali tidak sejalan dalam hal
pemikiran dengan Kaisar Ming Tai Zhu, namun pada saat ini, ketika sang pangeran
jatuh sakit, barulah Sang Kaisar mengerti betapa besarnya perhatian rakyat ada
Putra Mahkota. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya rakyat yang menanyakan
keadaan Sang Pangeran maupun kiriman berbagai buah dan hantaran ke istana.
Kenyataan besarnya
kecintaan rakyat pada pangeran Zhu Biao bukan hanya menyentuh relung hati Sang
Kaisar namun sesungguhnya juga telah memukul hati Perdana Menteri Hu Weiyong.
“Tuan Hu?” panggil
Pejabat Li Wenzhong pada lelaki yang berjalan di sebelahnya.
Perdana Menteri Hu
Weiyong sedikit tergagap saat merasakan tangan Pejabat Li menyentuh lengannya.
Dengan senyum yang mengisyaratkan sedikit rasa malu, Perdana Menteri Hu
berpaling menatap Pejabat Li.
“Ah Penjabat Li,
maafkan aku tidak mendengar panggilan dari pejabat Li” sahut Perdana Menteri Hu
Weiyong.
Pejabat Li Wenzhong
menggelengkan kepalanya. Sorot matanya menunjukkan rasa mengerti.
“Mungkin karena Tuan
Hu sedang memikirkan sesuatu. Saya melihat Tuan Hu banyak termenung sejak kita
keluar dari istana Yang Mulia Kaisar. Sejujurnya saya menjadi agak khawatir
bahwa mungkin ada masalah yang sangat berat di istana dan semestinya kita
menyelesaikannya dengan cepat” berkata Pejabat Li Wenzhong.
“Ah ya…” gumam Perdana
Menteri. Kepalanya menunduk menatap ujung kasutnya. Sepasang alisnya yang tebal
kembali berkerut.
“Jadi…benar-benarkah
ada masalah berat yang tengah kita hadapi Tuan Hu? Kalau begitu mengapa Anda
tidak mengumpulkan kami agar kita bisa membicarakan masalah ini bersama-sama
untuk mencari jalan keluarnya sebelum Yang Mulia Kaisar menegur kita semua?”
tanya Pejabat Li dengan suara agak mengeras karena rasa terkejutnya.
Perdana Menteri Hu
Weiyong terkejut mendengar suara Pejabat Li yang agak keras dan segera
menggelengkan kepala.
“Tidak Pejabat
Li…bukan begitu maksudku. Ya, memang ada masalah yang sedang kupikirkan tapi
ini bukanlah hal yang terlalu berat. Aku hanya sedang memikirkan sakitnya Putra
Mahkota” sahut Perdana Menteri Hu Weiyong.
“Ah..ternyata tentang
itu. Saya juga sedang memikirkannya Tuan Hu. Dan nampaknya kita harus segera
mengetahui penyebab sakitnya Pangeran Zhu Biao karena pernikahan akan dilakukan
kurang dari sepuluh hari dari sekarang. Jika sampai hari pernikahan Pangeran
Zhu Biao belum sembuh, maka kita pasti akan malu di depan semua tamu dari
kerajaan tetangga” ujar Penjabat Li Wenzhong menimpali.
“Ya, apa yang kau
katakan memang benar Penjabat Li” kata Perdana Menteri Hu Weiyong. Kepalanya
mengangguk membenarkan perkataan lelaki di sisinya.
“Tapi…kenapa para
tabib belum juga menemukan penyakit Putra Mahkota? Baik pencernaan, jantung, nadi,
kepala dan lainnya telah diperiksa namun semuanya baik namun Pangeran Zhu Biao
terlihat lemah dan pucat. Seharusnya, para tabib itu sudah menemukan sesuatu
pada yang menjadi penyebab lemahnya Pangeran Zhu Biao, karena mereka adalah
tabib terbaik Yang Mulia Kaisar” ujar Pejabat Li setelah terdiam beberapa saat.
“Mungkin saja mereka
sebenarnya sudah mengetahui sesuatu” kata Perdana Menteri Hu Weiyong.
Pandangannya menatap ke arah ujung jalan setapak yang sedang mereka lalui.
Benak Sang Perdana Menteri kembali terkenang pada apa yang dikatakan oleh juru
masak Jiu Zhong. Jika seorang juru masak saja bisa mengerti hal sebenarnya yang
tengah menimpa Putra Mahkota, bukankah seharusnya para tabib terbaik Kaisar
juga mengetahuinya?. Namun, jika para tabib itu mengetahuinya, apakah hal
tersebut merupakan hal yang mudah untuk dikatakan terutama pada Kaisar? Mungkin
saja, para tabib tersebut merasa takut untuk mengatakan perihal sebenarnya yang
menjadi penyakit Pangeran Zhu Biao mengingat hubungan antara Sang Putra Mahkota
dengan Kaisar yang selalu berseberangan, bahkan perihal pernikahan Pangeran Zhu
Biao yang akan segera dilakukan pun sesungguhnya merupakan kehendak Kaisar.
Jika para tabib tersebut mengatakan hal sebenarnya tentang penyakit Pangeran
Zhu Biao maka secara tidak langsung, mereka telah menunjuk Sang Kaisar Ming
sebagai penyebab sakitnya Sang Putra Mahkota. Dan bukankah hal itu sama saja
dengan mencari mati?. Di sisi lain, hal tersebut sebenarnya sangat
menguntungkan baginya karena bukankah sakitnya Pangeran Zhu Biao bisa menjadi
alasan untuk menggagalkan pernikahan sang pangeran yang akan dilakukan sebentar
lagi?.
“Jika para tabib itu
memang mengetahui sesuatu bukankah seharusnya mereka mengatakannya pada Yang
Mulia Kaisar?” tanya Penjabat Li Wenzhong dengan nada agak meninggi.
Perdana Menteri Hu
Weiyong tidak segera menyahut pertanyaan Pejabat Li. Tangan kanan Sang Perdana
Menteri tersebut terulur dan mengelus janggutnya perlahan.
“Aku akan mencoba
mencari tabib di luar istana Pejabat Li, mungkin saja ada yang bisa membantu
menemukan penyakit dan sekaligus obat untuk Putra Mahkota” jawab Perdana
Menteri Hu Weiyong beberapa saat kemudian. “Aku mengenal beberapa tabib di luar
Yingtian, dan kurasa mereka cukup bagus. Aku akan mendatangi mereka”.
Pejabat Li Wenzhong
menatap Perdana Menteri Hu Weiyong. Ekspresinya menunjukkan rasa lega sekaligus
harapan.
“Tuan Hu sungguh
sangat cerdas. Jika begitu, sayapun akan berusaha menanyakan ke beberapa toko
obat yang saya kenal mungkin saja ada dari mereka yang bisa memberikan bahan
obat untuk Pangeran Zhu Biao. Saya juga akan mengabarkan pada pejabat lain
untuk turut berusaha agar masalah sakitnya Putra Mahkota segera bisa kita
atasi” ucap Pejabat Li Wenzhong.
Perdana Menteri
kembali mengangguk. Ada seleret senyum di bibir yang mengembang.
“Itu hal yang sangat
bagus Pejabat Li. Jika kau mengalami kesulitan, jangan segan-segan untuk
mencariku” sahut Sang Perdana Menteri sambil menghentikan langkahnya. Kini
mereka telah sampai di simpang jalan setapak dan di depan mereka kini
terbentang lorong istana yang panjang. Perdana Menteri Hu Weiyong tahu bahwa
Pejabat Li pasti akan mengambil lorong yang sebelah kiri untuk menuju ke
kediamannya.
“Tentu saja Tuan Hu”
sambut Pejabat Li penuh semangat. Pandangannya turut tertuju pada lorong istana
di depan mereka, kemudian, sang pejabat bertubuh agak tinggi tersebut
membungkuk ke arah Perdana Menteri Hu Weiyong. “Jika begitu, kita harus
berpisah di sini Tuan Hu. Saya harus
segera menemui para pejabat lain”.
Perdana Menteri Hu
Weiyong tersenyum lebar dan mengayunkan tangan kanannya.
“Silahkan Pejabat Li.
Kita akan bertemu lagi dalam pertemuan dengan Yang Mulia Kaisar besok” sahutnya
dengan nada ceria.
Ketika kemudian
Pejabat Li membelokkan langkahnya menyusuri lorong istana yang berlawanan arah
dengannya, sang perdana menteri masih berdiri termangu menatap punggung yang
semakin menjauh di depan matanya. Ekspresinya terlihat berpikir hingga saat
telinganya mendengar suara langkah kaki lain datang mendekat, lelaki yang mulai
dihiasi beberapa helai rambut putih itu segera berpaling. Rona terkejut
bercampur gembira segera menyeruak saat ia melihat sosok lain yang tengah
melangkah di lorong istana pada sisi di mana ia hendak menuju. Degan gerak
penuh semangat, Perdana Menteri Hu Weiyong segera melangkah mendekat ke arah
sosok tubuh gagah berbalut baju kebesaran seorang panglima kerajaan.
“Jenderal Lan Yu!”
seru Perdana Menteri pada sosok gagah yang segera menghentikan langkahnya
begitu sang pejabat tinggi kerajaan tersebut telah berdiri di depannya.
“Tuan Hu Weiyong”
sapa Jenderal Lan Yu seraya sedikit membungkukkan tubuhnya sebagai bentuk penghormatan dan sopan santun.
“Lama tidak bertemu
dengan Jenderal Lan Yu. Saya sempat berpikir bahwa mungkin Jenderal Lan Yu
sedang tidak sehat sehingga saya telah memutuskan untuk menengok Jenderal Lan
Yu. Sungguh tidak disangka kita bertemu di sini, benar-benar sebuah
keberuntungan bagi saya” kata Perdana Menteri Hu Weiyong sambil tersenyum
gembira.
Jenderal Lan Yu tersenyum
tipis. Ia tahu kalimat yang diucapkan oleh Perdana Menteri Hu Weiyong hanyalah
basa-basi belaka. Namun, bukanlah hal yang bagus bila ia menolak keramahan
pejabat tinggi tersebut. Karena itu sekali lagi Jenderal Lan Yu segera
membungkukkan tubuhnya.
“Terima kasih atas
perhatian yang diberikan Tuan Hu pada saya. Selama ini saya sehat. Mungkin
karena banyaknya tugas di Kementerian Pertahanan membuat saya tidak bisa selalu
datang dalam setiap pertemuan di istana. Mohon maafkan ketidak hadiran saya
Tuan Hu” ujar Jenderal Lan Yu kemudian.
Perdana Menteri Hu
Weiyong mengibaskan tangan kanannya ke arah Jenderal Lan Yu.
“Tidak Jenderal Lan
Yu, janganlah meminta maaf seperti itu. Sya bisa mengerti bahwa seorang
Jenderal Besar sebagaimana Jenderal Lan Yu pastilah memiliki tugas yang sangat
banyak untuk menjaga keamanan seluruh negeri sehingga jika Anda tidak bisa
selalu datang dalam pertemuan di istana, maka siapakah yang dapat meragukan
Jenderal Lan Yu yang memiliki rasa tanggungjawab sangat besar dalam melindungi
negeri ini?” sahut Perdana Menteri Hu Weiyong dalam tawanya.
“Terima kasih atas
pujian Tuan Hu” Jenderal Lan Yu mengangguk. Seulas senyum tipis kembali
membayang di bibirnya.
“Jika begitu, karena
hari ini kita telah bertemu, bolehkah jika saya mengundang Jenderal Lan Yu ke
rumah saya? Mungkin kita bisa bertukar pengalaman tentang beberapa hal sambil
menikmati arak madu” pinta Perdana Menteri Hu Weiyong sedetik setelah sang
jenderal di depannya menyelesaikan kalimatnya.
Sepasang mata
Jenderal Lan Yu membesar sesaat, namun kemudian, senyum tipis di bibirnya
sedikit melebar. Untuk ketiga kalinya, pejabat tinggi di tubuh Kementerian
Pertahanan itu membungkukkan tubuhnya.
“Terima kasih Tuan Hu
berkenan mengundang saya. Namun, nampaknya saya belum memenuhi undangan Tuan Hu
pada hari ini karena saya harus menghadap Yang Mulia Kaisar” jawab Jenderal Lan
Yu membuat sepasang alis Perdana Menteri Hu Weiyong berkerut.
“Menghadap Yang Mulia
Kaisar?...” ulang Perdana Menteri Hu Weiyong dengan eskpresi bertanya-tanya
namun beberapa detik kemudian, wajah sang Perdana menteri kembali cerah.
“Aah…tentu saja, Jenderal Lan Yu pasti hendak menengok Pangeran Mahkota dan
Yang Mulia Permaisuri sebagai kami sesaat lalu. Tidakkah demikian Jenderal Lan
Yu?”.
Jenderal Lan Yu mengangguk
pelan.
“Sebagian memang
demikian Tuan Hu. Namun, selain itu, saya hendak menghadap Yang Mulia Kaisar
karena harus melaporkan beberapa hal tentang keamanan beberapa wilayah termasuk
salah satunya adalah pelabuhan. Terlebih beberapa hari lagi pernikahan Putra
Mahkota sehingga akan sangat banyak tamu-tamu Yang Mulia Kaisar yang datang”
sahut Jenderal Lan Yu.
Mendadak, rona cerah
di wajah Perdana Menteri Hu Weiyong memudar saat telinganya mendengar kalimat
Jenderal Lan Yu. Sepasang mata yang semula memancarkan rona ceria itu menatap
jenderal di depannya dengan tajam.
“Ada apa dengan
wilayah pelabuhan Jenderal Lan Yu? Apakah ada masalah di sana?” tanya Perdana
Menteri Hu Weiyong, kali ini nada suaranya terdengar sungguh-sungguh, bahkan
tersirat rasa cemas di balik kalimat yang diucapkannya.
Kening Jenderal Lan
Yu berkerut halus saat ia melihat perubahan ekspresi di wajah perdana menteri
yang berdiri di depannya. Tetapi kerut itu segera menghilang dan wajah Sang
Jenderal yang menguasai Kementerian Pertahanan tersebut kembali tenang.
“Tidak ada apa-apa
Tuan Hu. Pelabuhan kita masih sama dengan sebelumnya. Hanya saja saya bermaksud
menambah beberapa prajurit penjaga di sana mengingat pelabuhan merupakan salah
satu jalan yang akan ditempuh oleh para tamu Yang Mulia Kaisar untuk menuju ke Yingtian”
jawab Jenderal Lan Yu membuat beberapa urat yang semula menegang di wajah
Perdana Menteri Hu kembali mengendur. Hal yang diam-diam semakin menumbuhkan
tanda tanya di benak Jenderal Lan Yu.
“Ah..syukurlah jika
demikian adanya. Saya sangat takut jika terjadi sesuatu dengan pelabuhan kita
karena tempat itu merupakan salah satu jalur perdagangan yang memberikan
keuntungan besar bagi istana” sahut Perdana menteri Hu Weiyong seraya menarik
nafas lega.
Jenderal Lan Yu
mengangguk, tanpa senyum.
“Jika begitu,
sebaiknya saya mohon diri sekarang Tuan Hu” katanya kemudian. “Saya harus
segera menghadap Yang Mulia Kaisar”.
Perdana Menteri Hu
Weiyong tak segera mengangguk. Sepasang matanya masih menatap jenderal yang
diam-diam ditakutinya meski tak sebesar rasa takutnya pada Panglima Tinggi
Kerajaan itu dengan seksama sementara benaknya masih memikirkan perihal
perkataan sang jenderal mengenai keadaan pelabuhan. Jika pelabuhan memang
baik-baik saja, mengapa jenderal dari Kementerian Pertahanan tersebut merasa
perlu melaporkannya pada Kaisar?. Ada perbedaan besar antara Jenderal Xu Da
dengan Jenderal Lan Yu meski keduanya sama-sama jenderal dalam tubuh militer
kerajaan. Jika Jenderal Xu Da mengatakan suatu hal tersebut baik, maka Perdana
Menteri Hu Weiyong akan segera memahaminya sebagai keadaan sebenarnya yang
memang baik. Namun, bila hal baik tersebut dikatakan oleh Jenderal Lan Yu, maka
ia merasa perlu untuk memahami lebih jauh, apa maksud dari kata ‘Baik’
tersebut. Dan hal tersebut seringkali membuat Perdana Menteri Hu Weiyong merasa
tidak aman terhadap Jenderal Lan Yu sebab apa yang ada di kepala sang jenderal
bertubuh gagah tersebut sangat sulit untuk dibaca seperti sebuah jalan yang
ditutupi oleh kabut.
“Baiklah Jenderal Lan
Yu…Yang Mulia Kaisar pasti akan sangat senang dengan kedatangan Anda. Saat ini
Yang Mulia Kaisar sedang kalut karena sakitnya Pangeran Zhu Biao dan yang Mulia
Permaisuri. Adanya Jenderal Lan Yu pasti akan meringankan beban hati Yang Mulia
Kaisar” sahut Perdana Menteri Hu Weiyong setelah terdiam selama beberapa saat.
Jenderal Lan Yu
tertegun dan membatalkan langkahnya. Tubuhnya yang telah hampir berbalik,
kembali bergeser dan menghadap ke arah sang perdana menteri bertubuh tinggi di
dekatnya.
“Kenapa Anda berpikir
demikian Tuan Hu?” tanya Jenderal Lan Yu.
Perdana Menteri Hu
Weiyong menarik nafas panjang namun kemudian bibirnya menguraikan senyum.
“Tentu saja saya akan
berpikir demikian Jenderal Lan Yu. Bahkan semua orang yang mengenal siapa dan
bagaimana Jenderal Lan Yu pasti akan berpikir seperti saya. Jenderal Lan Yu,
adalah seorang prajurit tinggi kerajaan yang penuh dengan prestasi dan memiliki
kemampuan terbaik dalam ilmu keprajuritan dan strategi perang. Banyak sekali
kemenangan yang telah diraih oleh Yang Mulia Kaisar karena adanya Jenderal Lan
Yu karena itu, sudah seharusnya jika seorang jenderal besar seperti Anda berada
di sisi Yang Mulia serta selalu mendampinginya dan bukan seorang yang tak
pernah menampakkan batang hidungnya justru di saat Yang Mulia Kaisar sangat
membutuhkan pendamping untuk menguatkan hatinya yang tengah kalut” jawab
Perdana Menteri Hu Weiyong.
Kening Jenderal Lan
Yu berkerut dalam. Tak ada rona gembira meski ia mendengar nada memuji dalam
kalimat yang diucapkan oleh Perdana Menteri Hu Weiyong karena perhatiannya
segera tertuju pada hal lain.
“Tuan Hu…maksud Anda,
orang yang tak pernah menampakkan batang hidungnya itu, apakah dia adalah…Jenderal
Xu Da?” tanya Jenderal Lan Yu kemudian.
Perdana Menteri Hu
Weiyong mengangkat bahunya dengan raut wajah menunjukkan keprihatinan.
“Mau bagaimana lagi
Jenderal Lan Yu. Kita tidak bisa menuntun hati Yang Mulia Kaisar. Orang yang
medapat kepercayaan raja sebagai Panglima Tertinggi dan kini, Yang Mulia Kaisar
bahkan memberikan Pangeran Keempat-nya yang sangat cemerlang, tapi orang itu
justru sama sekali tak pernah terlihat di istana Kaisar. Bahkan Pangeran Zhu Di
sendiri beberapa hari ini terlihat tinggal di istananya sejak ada kabar
Pangeran Zhu Biao jatuh sakit dan kemudian menyusul Yang Mulia Permaisuri,
namun orang yang mendapat kepercayaan sebesar itu ternyata malah menghilang
dari hadapan raja yang memberikan seluruh hatinya. Andai saja saya bisa menunjukkan
pada Yang Mulia Kaisar bahwa ada orang yang lebih pantas menerima seluruh
kepercayaannya…” gumam Perdana Menteri Hu Weiyong yang jelas dapat didengar
oleh Jenderal Lan Yu.
“Tuan Hu…tak
seharusnya Anda meragukan Yang Mulia Kaisar” tegur Jenderal Lan Yu.
Perdana Menteri Hu
Weiyong terjenggit kaget dan buru-buru mengumbar tawanya.
“Ah..ha..ha..Jenderal
Lan Yu..tentu saja saya tidak akan berani. Maafkan saya, tolong Jenderal jangan
memikirkan kata-kata saya sesaat lalu sebab itu hanyalah sekedar ungkapan
kejujuran dari dasar hati saya karena saya tahu benar sebesar apakah kesetiaan
dan prestasi Jenderal Lan Yu pada kerajaan serta Yang Mulia Kaisar” seru
Perdana Menteri Hu Weiyong.
Jenderal Lan Yu
mendengus halus namun bibirnya terkatup. Ia bukan tidak mendengar perihal
besarnya kepercayaan Kaisar pada Jenderal Xu Da. Bahkan kabar terakhir bahwa
Kaisar telah menyerahkan Pangeran Keempat di bawah bimbingan Jenderal Xu Da-pun
telah di dengarnya. Hal-hal yang sesungguhnya semakin melebarkan jurang jarak
di antara dirinya dengan Sang panglima Tertinggi Kerajaan tersebut. Ia yag
merasa telah memberikan seluruh jiwa raganya pada kerajaan dan Kaisar, namun
apa yang diterimanya ternyata tak seperti apa yang diharapkannya sesungguhnya
telah menumbuhkan rasa kecewa yang dalam di dasar hati. Tetapi, karena beberapa
waktu ini, ia tak lagi bertemu dengan Sang Panglima Tertinggi yang lebih banyak
mengurusi perlawanan sisa-sisa bangsa Mongol serta masuknya penyusup-penyusup
di daerah perbatasan wilayah, maka rasa kecewanya mulai sedikit memudar. Terlebih
setelah Xu Changyi juga meninggalkan Yingtian untuk tinggal di distrik
pelatihan prajurit di wilayah timur yang jauh sehingga ia tak perlu lagi
melihat kecerdasan dan kecemerlangan pemuda tersebut yang jauh di atas
putra-putra angkatnya sendiri semakin membuat Jenderal Lan Yu merasa tenang
menjalani tugasnya di tubuh Kementerian Pertahanan tanpa adanya rasa persaingan
yang sebenarnya sangat menyiksa dirinya. Namun, kalimat yang baru saja didengarnya
dari mulut Perdana Menteri Hu Weiyong terasa seperti semangkuk minyak yang
disiramkan di atas titik-titik api kecil membuat api yang tak lagi terlihat
sebagai bara api itu seketika kembali berkobar dan menyala-nyala membakar
seluruh rasa tenang dan damai yang semula telah menyelimuti batin Jenderal Lan
Yu.
Perdana Menteri Hu
Weiyong yang menyadari perubahan dalam rona wajah jenderal gagah di Kementerian
Pertahanan tersebut segera membuka suara.
“Ah…Jenderal Lan Yu…maafkan
saya yang telah menyita banyak waktu Anda. Silahkan Jenderal Lan Yu melanjutkan
perjalanan menuju istana Kaisar. Saya yakin Yang Mulia pasti sangat senag
menerima kedatangan Jenderal. Saya akan mencari pelayan-pelayan saya agar
mereka segera menyebar untuk mencari obat bagi Putra Mahkota” ujar Perdana
Menteri Hu Weiyong.
Jenderal Lan Yu masih
terdiam. Namun tubuh gagah dan tinggi sang jenderal tersebut segera membungkuk
memberi hormat saat Perdana Menteri Hu Weiyong berjalan dengan langkah cepat
meninggalkannya. Sejenak, Jenderal Lan Yu masih berdiri termangu di lorong
panjang menuju istana Kaisar sementara Perdana Menteri Hu Weiyong melangkah
dengan riang. Seleret senyum indah mengembang di bibirnya saat sudut matanya
menangkap sosok besar Jenderal Lan Yu yang tengah terbakar dalam kekecewaan
hati yang kembali mengobar…
************
Di rumah Jenderal Xu Da, beberapa hari
kemudian…
Seorang prajurit
berlari dengan cepat menuju ke sebuah bangsal kecil di mana Jenderal Xu Da
nampak berdiri menatap kolam di taman yang dipenuhi bunga-bunga teratai.
Tubuhnya yang gagah semakin terlihat tegap dalam balutan hanfu berwarna biru
gelap yang meski sederhana namun bersih dan rapi. Lelaki berusia empat puluhan
tahun itu segera mengalihkan matanya dari bunga-bunga teratai di dalam kolam
saat ia melihat seorang parjurit yang datang mendekat. Prajurit itu adalah
salah prajurit penjaga yang ditempatkannya di titik-titik tertentu di dalam
kotaraja.
“Jenderal!...Tamtama
Bohai telah memasuki pintu gerbang kotaraja dan sesaat lagi akan sampai di
sini!” ujar sang prajurit saat ia tiba di depan Jenderal Xu Da.
Jenderal Xu Da
mengangguk. “Bagus…cepat susul dia dan katakan untuk menemuiku secepatnya!”.
“Baik Jenderal!”
sahut sang prajurit sambil membungkuk ke arah Jenderal Xu Da.
Sepasang mata
Jenderal Xu Da masih mengawasi prajurit pengintai yang berlari menuju pintu
gerbang depan. Wajah sang jenderal besar tersebut terlihat sedikit berhias rona
ketidak sabaran membuat seorang wanita berparas cantik dan anggun yang berdiri
memperhatikan tak jauh dari bangsal tempat Jenderal Xu Da berdiri segera
melangkah mendekat.
“Apakah Anda sangat
mengkhawatirkan putra Anda suamiku?” tegur wanita berparas cantik tersebut
dengan suaranya yang sangat lembut.
Jenderal Xu Da
menoleh dan menatap ke arah istrinya.
“Tamtama Bohai telah
pergi untuk waktu yang terlalu lama. Sudah lebih dari satu purnama. Mestinya ia
telah pulang dan melapor padaku” sahut Jenderal Xu Da sambil melangkah ke arah
kursi di dekatnya. Suara berderit pelan terdengar saat kursi yang kokoh itu
menerima tubuh sang jenderal di atasnya.
Nyonya Xu Da menghela
nafas sejenak dan turut duduk di kursi, tepat di sisi suaminya. Tangannya yang
mungil menuangkan arak madu ke cawan di depan Jenderal Xu Da.
“Apakah putra Anda
harus hadir dalam pernikahan Pangeran Zhu Biao?” tanya Nyonya Xu Da sambil
meletakkan guci kecil arak madu ke atas nampan.
Jenderal Xu Da meraih
cawannya dan mulai menghirup minuman yang merupakan kegemarannya tersebut
perlahan-lahan. Sesaat suasana sunyi, hanya terdengar suara tegukan halus saat
minuman segar yang tidak memabukkan tersebut meluncur membasahi leher Sang
Panglima Tertinggi Kerajaan. Hingga kemudian…
“Kau masih juga tidak
menyukainya? Bahkan setelah Changyi menjadi bagian dari keluarga kita selama
bertahun-tahun? Kau bahkan tidak suka menyebut namanya” gumam Jenderal Xu Da
sambil meletakkan cawannya ke atas meja.
Nyonya Xu Da
menunduk. Raut wajahnya terlihat sendu.
“Maafkan hamba
suamiku. Hamba bukannya tidak menyukai putra Anda itu. Sungguh hamba tidak
membencinya. Hanya saja…setiap kali hamba melihatnya, rasanya hati hamba terasa
tidak nyaman seolah-olah putra Anda akan membawa suatu masalah dalam keluarga
kita” jawab Nyonya Xu Da dengan suara lirih.
Jenderal Xu Da
mendengus pelan. Ia sudah mendengar kalimat yang diucapkan oleh istrinya
tersebut berkali-kali dan selama berulangkali pula ia tidak mempercayai hal
tersebut. Ia sangat mengenal watak Changyi dan dengan wataknya tersebut sangat
tidak mungkin putranya tersebut akan membiarkan suatu masalah terjadi pada
keluarganya.
“Berapa kali sudah
kukatakan padamu bahwa Changyi tidak akan menjadi masalah pada keluarga kita.
Tidak mungkin karena aku tahu Changyi tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk
menimpa keluarga kita. Aku sangat mengenal putraku dan keyakinanku belum pernah
salah, mengapa kau justru tak pernah mempercayaiku?” ujar Jenderal Xu Da sambil
menatap istrinya.
“Suamiku…bukan hamba
tidak mempercayai Anda, tapi…”
“Tamtama Bohai sudah
datang” Jenderal Xu Da memotong kalimat istrinya cepat saat ia melihat sosok Tamtama
Bohai berjalan menuju ke arah mereka. Pandangannya kembali pada Nyonya Xu Da. “Masuklah
ke dalam agar aku bisa berbicara dengan Tamtama Bohai”.
Nyonya Xu Da
berpaling dan menatap ke arah pandang suaminya kemudian mengangguk dan bangkit
berdiri tepat saat sosok Tamtama Bohai telah sampai di ujung bangsal dan
membungkuk dengan penuh hormat.
“Jenderal..saya
Tamtama Bohai ingin melaporkan tugas yang telah saya laksanakan!” seru Tamtama
Bohai di bawah cucuran atap bangsal.
“Mendekatlah!”
perintah Jenderal Xu Da sambil melambai ke arah prajurit setianya tersebut.
Nyonya Xu Da
berpaling menatap suaminya sejenak dan melihat kepala Jenderal Xu Da mengangguk
ke arahnya. Tamtama Bohai membungkukkan tubuhnya ke arah Nyonya Xu Da saat
wanita yang sangat anggun dalam usia empat puluh tahunnya tersebut lewat di
depannya. Nyonya Xu Da mengangguk sekilas ke arah Tamtama Bohai sebelum
kemudian meneruskan langkahnya meninggalkan bangsal menuju ke arah rumah utama.
“Katakan padaku,
mengapa kau terlambat begitu lama? Apakah terjadi sesuatu pada putraku?” tanya
Jenderal Xu Da begitu Tamtama Bohai telah berdiri di depannya.
“Tidak Jenderal. Tuan
Muda Xu Changyi dalam keadaan baik dan sehat. Saya telah sampai di distrik
pelatihan prajurit dan bertemu dengan
Jenderal Chang Yu Chun serta Tuan Muda Xu. Surat dari Jenderal telah saya
sampaikan pada Jenderal Chang Yu Chun dan Tuan Muda Xu Changyi. Menurut prajurit
pengintai, saat saya sampai di depan gerbang kotaraja, Jenderal Chang Yu Chun
dan Tuan Muda Xu telah berhasil menghalau kelompok perampok yang kembali
menjarah Kota Beiping serta menangkap pemimpinnya. Saat ini, pasukan Jenderal
Chang Yu Chun telah bergerak menuju ke kotaraja dan akan sampai dalam tiga
hari. Demikian Jenderal” tutur Tamtama Bohai dengan suara jernih yang tegas.
“Hmmm…bagus jika
begitu” sahut Jenderal Xu Da. Rasa lega terasa menyelimuti batinnya saat
mendengar kabar putranya dalam keadaan baik. “Lalu..kenapa kau bisa terlambat
pulang?”
“Saya terlambat
pulang karena di perjalanan saya bertemu dengan sekelompok orang yang menurut
saya sangat mencurigakan. Mereka adalah pedagang yang hendak menuju ke kotaraja.
Saat saya bertanya apa yang hendak mereka perdagangkan, para pedagang tersebut
menjawab bahwa mereka menjual arak, buah-buahan dan herbal kering. Semula, saya
tidak merasa ada hal yang aneh pada sekelompok pedagang tersebut hingga saat
saya hendak pergi meninggalkan mereka, saya mendengar suara dari arah kereta
yang membawa barang-barang milik para pedagang itu dan saya sangat yakin bahwa
suara itu adalah suara seorang manusia yang tengah merasa kesakitan. Kemudian,
saya memutuskan untuk diam-diam mengikuti para pedagang tersebut yang ternyata
tidak menuju ke arah kotaraja melainkan berbelok ke arah pelabuhan Jenderal” tutur
Tamtama Bohai.
“Lalu…apa yang kau
lihat di pelabuhan itu? apa yang dilakukan oleh orang-orang itu?”
“Mereka menurunkan
barang-barang mereka dan yang mengejutkan, ternyata barang-barang yang ada di
dalam kereta mereka bukanlah arak, buah-buahan dan herbal kering melainkan
wanita-wanita dalam keadaan terikat dan pingsan. Hanya satu yang terlihat sadar
dan mungkin, wanita itulah yang suaranya saya dengar. Orang-orang itu kemudian
memasukkan para wanita itu ke dalam sebuah kapal besar dan sebagai gantinya,
mereka mengangkut guci-guci arak, peti-peti berisi buah-buahan dan banyak
sekali kantung herbal kering ke kereta mereka. Semuanya mereka lakukan dengan
sangat cepat dan rapi”.
Jenderal Xu Da
terkejut. Alisnya berkerut.
“Wanita-wanita? Mengapa
mereka membawa wanita-wanita ke dalam kapal? Apakah kau mengenali kapal yang
mengangkut wanita itu Tamtama Bohai?” tanya sang jenderal.
“Kapal
itu tidak menggunakan bendera pengenal pada tiangnya Jenderal, tapi saya sangat
yakin bahwa kapal itu milik salah satu saudagar yang ada di kotaraja karena
saya mengenal salah satu pekerja kapal yang turut membantu memasukkan
wanita-wanita itu ke dalam kapal sebagai pelayan di rumah saudagar tersebut”
jawab Tamtama Bohai.
“Hmm…nampaknya,
wanita-wanita itu hendak dijual ke rumah hiburan. Apakah kau tidak menyelidiki
ke mana tujuan kapal itu?” tanya Jenderal Xu Da kembali.
“Mereka menuju ke
Beiping Jenderal” jawab Tamtama Bohai cepat.
“Beiping?” Jenderal Xu
Da terperanjat.
“Benar Jenderal,
kapal itu hendak menuju ke Beiping melalui jalur laut. Karena itulah saya
mengirim beberapa prajurit pengintai untuk menemui Jenderal Chang Yu Chun dan
Tuan Muda Xu yang sedang bergerak meninggalkan Beiping dan melaporkan mengenai
para wanita di dalam kapal tersebut. Saat prajurit pengintai menemui saya di
luar gerbang kotaraja, dia mengatakan bahwa Tuan Muda Xu Changyi bersama
beberapa prajurit memutuskan untuk menghadang kapal tersebut sedangkan Jenderal
Chang Yu Chun bersama pasukan lain melanjutkan perjalanan menuju kotaraja”
“Lalu…ke mana
sekelompok pedagang yang membawa wanita-wanita ke kapal tersebut?”
“Sekelompok orang itu
menuju ke kotaraja Jenderal. Saya mengikuti mereka dan ternyata mereka memasuki
rumah saudagar itu. Saya bermaksud menangkap salah satu dari mereka namun saya
melihat beberapa prajurit dari Kementerian Pertahanan di sekitar pelabuhan dan
juga di banyak sekali titik di daerah kotaraja. Karena itulah saya membatalkan
niat untuk menangkap salah satu dari kelompok pedagang tersebut”tutur Tamtama
Bohai.
Jenderal Xu Da
menatap prajurit setianya sesaat dengan ekspresi berpikir.
“Sepertinya, Jenderal
Lan Yu telah menambah jumlah prajuritnya untuk menjaga titik-titik jalan di
sekitar kotaraja. Pasti hal ini dilakukannya untuk meningkatkan keamanan
menjelang pernikahan pangeran Zhu Biao. Tapi, apakah Jenderal Lan Yu mengetahui
adanya hal mencurigakan yang terjadi di pelabuhan itu? Apakah saat kau melihat
wanita-wanita itu dimasukkan ke dalam kapal, ada prajurit Kementerian
Pertahanan yang melihatnya?”
“Sepertinya tidak
Jenderal. Sebab kapal tersebut terletak di ujung, setelah deretan kapal-kapal
lain. Selain itu, ukuran kapal yang agak kecil serta keadaan gelap karena malam
membuat apa yang dilakukan oleh orang-orang itu tidak menarik perhatian
siapapun. Mereka terlihat seperti para pedagang lain yang tengah membongkar dan
memuat barang dagangan”.
“Hmm…” Jenderal Xu Da
menggumam sesaat. “Tapi aku sangat mengenal Jenderal Lan Yu. Dan dengan
kepandaiannya, rasanya mustahil jika Jenderal Lan Yu belum mengetahui
keganjilan itu”.
“Lalu…haruskah kita
menggeledah rumah saudagar itu Jenderal? Saya merasa curiga karena arak yang
diambil dari kapal itu dan dibawa oleh para pedagang tersebut jumlahnya sangat
banyak. Untuk apa saudagar itu mengambil arak demikian banyak justru di saat
pernikahan Putra Mahkota hendak dilangsungkan? Jika arak itu akan dijual
sebagai salah satu minuman untuk pesta rakyat di pernikahan Pangeran Pertama
nanti, mengapa saat mengambilnya harus dilakukan dengan cara diam-diam seperti
itu? Juga, kenapa saudagar itu menjual wanita ke Beiping?”
“Kau mengenal
saudagar itu. Siapa namanya Tamtama Bohai? Dan siapa dia?” tanya Jenderal Xu Da
kemudian.
“Saya mengenalnya
dengan nama Saudagar Fu Han, Jenderal. Saudagar Fu adalah salah satu saudagar
terkaya di Yingtian. Dia memiliki beberapa rumah penginapan yang besar dan
sangat ramai, juga rumah-rumah herbal di seluruh wilayah Yingtian. Bahkan saya
mendengar Saudagar Fu juga memiliki beberapa rumah makan dengan banyak sekali
pelanggan. Saya tidak tahu pasti siapa adanya Saudagar Fu itu Jenderal. Hanya saja,
banyak yang mengatakan bahwa Saudagar Fu bisa demikian berhasil dalam usahanya
karena memiliki hubungan dengan salah satu pejabat di istana. Saat Yang Mulia
Kaisar ataupun Yang Mulia Permaisuri merayakan ulang tahun, Saudagar Fu Han
merupakan salah satu saudagar di Yingtian yang mengirimkan banyak sekali hadiah
ke istana. Salah satu hadiah ulang tahun dari Saudagar Fu Han yang sangat
terkenal adalah seekor burung berbulu warna emas yang dihadiahkan untuk Yang
Mulia Permaisuri dan saat ini menjadi salah satu binatang kesayangan Ratu Ma”.
“Kau tahu siapa
pejabat istana yang memiliki hubungan dengan Saudagar Fu Han itu?”.
Tamtama Bohai
menggeleng dengan raut sesal.
“Maafkan saya Jenderal,
untuk hal itu saya tidak mengetahuinya. Beberapa orang yang saya suap untuk
mendapatkan keterangan mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang mengetahui
siapa pejabat istana yang melindungi Saudagar Fu. Bahkan beberapa orang
mengatakan bahwa kabar itu seperti angin lalu yang belum pasti kebenarannya. Tampaknya,
hubungan antara Saudagar Fu dengan pejabat istana itu sangatlah tertutup. Dan menurut
saya hal itu justru terasa aneh karena banyak saudagar-saudagar maupun pejabat
di wilayah propinsi kecil yang secara terbuka menunjukkan hubungan dengan
pejabat istana karena hal itu merupakan salah satu bentuk kebanggaan tersendiri
bagi mereka”.
“Baiklah…” sahut
Jenderal Xu Da sambil menganggukkan kepala. “Untuk saat ini kita belum bisa
melakukan apapun karena bagaimanapun, masalah keamanan di kotaraja dan
pelabuhan adalah wilayah Kementerian Pertahanan. Kita tidak bisa mendahului
Jenderal Lan Yu dalam hal ini dan sebaiknya kita menunggu sambil melihat hal
selanjutnya. Tempatkan lebih banyak prajurit pengintai di sekitar wilayah pelabuhan,
pasar, rumah Saudagar Fu, dan di sekitar istana. Lakukan penyamaran sebaik
mungkin. Aku tidak ingin timbul masalah dengan Jenderal Lan Yu karena penyamaran
kalian terbongkar dan Kementerian Pertahanan mengetahui keberadaan kita”.
“Baik Jenderal” sahut
Tamtama Bohai dengan suara tegas.
“Istirahatlah satu
malam dan setelah itu susul putraku. Aku ingin ia sampai di Yingtian sebelum
hari pernikahan Pangeran Zhu Biao” lanjut Jenderal Xu Da.
“Baik Jenderal. Malam
ini saya akan mulai mengatur prajurit pengintai dan besok pagi-pagi saya akan
berangkat untuk menyusul Tuan Muda Xu” jawab Tamtama Bohai cepat.
Jenderal Xu Da
mengangguk.
“Itu bagus. Sekarang pergilah
dan lakukan tugasmu” kata Jenderal Xu Da pada prajurit setianya.
“Baik Jenderal!”
sahut Tamtama Bohai sambil membungkuk ke arah Sang Panglima Tertinggi Kerajaan
kemudian berlalu dari bangsal yang sejuk oleh angin musim semi tersebut.
Jenderal Xu Da meraih
cawan arak madunya dan menghirup sisa air manis di dalamnya lamat-lamat. Pikirannya
tertuju pada sekumpulan besar arak yang dibongkar di pelabuhan dan dibawa ke
rumah salah satu saudagar terkaya di Yingtian. Entah mengapa, bayangan
guci-guci arak tersebut terus menari-nari dalam benaknya seolah tengah
mengisyaratkan sesuatu yang berbahaya…
**********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar