Yingtian…di rumah
Perdana Menteri Hu Weiyong…
Lelaki bertubuh kurus
dengan pakaian hanfu putih khas seorang tabib terlihat membungkuk di depan
Perdana Menteri Hu Weiyong sementara sang pejabat tertinggi istana itu
mengamati beberapa mangkuk yang di sodorkan oleh sang tabib. Sejenak, Perdana
Menteri menghirup aroma sebuah mangkuk di atas nampan di depannya, sebelum
kemudian, dengan wajah diliputi oleh kepuasan, Perdana Menteri Hu Weiyong meletakkan
kembali mangkuk yang dipegangnya ke atas nampan. Pandangannya beralih pada sang
tabib. Terlihat seulas senyum di bibir Perdana Menteri Hu Weiyong.
“Kau sudah bekerja
dengan baik. Aku akan memberimu hadiah” kata Perdana Menteri Hu Weiyong.
Sang tabib kembali
membungkukkan tubuhnya dalam-dalam.
“Tuan Hu sangat murah
hati…terima kasih untuk kebaikan yang Tuan Hu curahkan pada hamba” sahut lelaki
tabib dengan tunduk.
Perdana Menteri Hu
Weiyong tertawa pelan. Satu tangannya mengelus janggutnya yang tipis rapi
dengan kepala manggut-manggut.
“Tapi aku tetap
menginginkanmu untuk hati-hati” kata Perdana Menteri Hu Weiyong menambahkan.
“Setiap kau mengantarkan obat pada Pangeran Zhu Biao, pastikan bahwa Putra
Mahkota menghabiskan obatnya. Dan jangan pernah mengganti ramuan obat yang
sudah kuberikan padamu itu”.
Si lelaki tabib
bertubuh kurus sedikit mengangkat wajah menatap Perdana Menteri Hu Weiyong.
“Sebenarnya tadi
pagi, Pangeran Mahkota nyaris tidak meminum obatnya Tuanku” tutur si tabib
dengan jujur membuat Perdana Menteri Hu Weiyong mengerutkan keningnya.
“Kenapa begitu?
Apakah Pangeran Zhu Biao menolak obatnya, atau dia merasa bosan dengan rasa
obat yang kau bawakan?” tanya Perdana Menteri Hu Weiyong.
“Tidak Tuanku, bukan
seperti itu” Si tabib menggelengkan kepalanya. “Pangeran Zhu Biao sebenarnya
suka meminum obat yang hamba bawa. Namun, ketika hamba datang, pada saat itu
Pangeran Zhu Di tengah bertamu dan kedua pangeran sedang membicarakan sesuatu
sehingga Pangeran Zhu Biao mengatakan bahwa obatnya akan diminum nanti. Kemudian
hamba meminta kepada Pangeran Zhu Biao agar segera meminum obatnya selagi
hangat. Pangeran Mahkota sempat menolak, namun ketika hamba terus memohon, maka
Pangeran berkenan mengabulkan permohonan hamba. Tetapi kemudian, saat Pangeran
Zhu Biao hendak meminum obat, tiba-tiba kasim dari Pangeran Zhu Di mencegahnya
dan meminta untuk melihat obat tersebut. Demikianlah Tuanku”.
Perdana Menteri Hu
Weiyong terlihat sangat terkejut.
“Kasim Pangeran Zhu
Di? Kasim yang mana?” tanya Perdana Menteri Hu Weiyong cepat.
“Yang kecil Tuanku.
Kasim muda yang selalu mengikuti Pangeran Zhu Di kemanapun”.
“Kasim Chen” gumam
Perdana Menteri Hu Weiyong dengan kening berkerut. Bagai kilat, kenangan di
dalam benaknya memutar kembali peristiwa saat sayembara memasak beberapa waktu
lalu di mana anak lelaki kecil bertubuh kurus yang diakui oleh Jenderal Xu Da
sebagai salah satu pelayan di rumahnya mendadak datang di saat sayembara telah
nyaris di tutup dan Kaisar Ming telah menetapkan pelayannya sebagai pemenang
sayembara. Mendadak, sesuatu terasa mendesir dalam dada Perdana Menteri Hu
Weiyong. Sesuatu yang bukan karena ia tahu bahwa pelayan kecil yang kini
dikenal oleh semua orang sebagai kasim kesayangan Pangeran Keempat itu sebenarnya
adalah pemenang sesungguhnya dari sayembara memasak yang diadakan oleh Kaisar
Ming Tai Zhu melainkan saat ia menyadari sesuatu yang lain. Hal yang sebenarnya
telah lama membersit dalam hatinya namun ia tak pernah mempedulikan hal
tersebut karena dalam pemikirannya, itu adalah hal yang sama sekali tidak
penting. Namun kini, saat ia mendengar dari tabib peramu obat bahwa si kasim
remaja itu mencegah Pangeran Zhu Biao untuk meminum obatnya – dan hal itu
secara tidak langsung menunjukkan bahwa Kasim Chen adalah seorang yang cerdas
dan teliti – maka hal yang lama membersit dalam hatinya dan nyaris terlupakan
tersebut kembali muncul ke permukaan. Dan itu adalah kenyataan bahwa
sesungguhnya, Kasim Chen bukanlah pelayan di rumah Jenderal Xu Da. Ia
mengetahui hal tersebut tidak berapa lama setelah sayembara memasak berlalu dan
Kaisar Ming telah mengangkat anak bernama Xiao Chen itu sebagai kasim dan juru
masak khusus Pangeran Zhu Di dari keterangan pemilik toko herbal yang
mengatakan bahwa anak bernama Xiao Chen itu pernah masuk ke toko herbal dan
membeli beberapa jenis tumbuhan, akar dan kulit kayu yang bermanfaat sebagai
bumbu namun juga sekaligus sebagai obat. Peristiwa yang terjadi jauh hari
sebelum anak itu tiba-tiba muncul di istana dan mengikuti sayembara memasak
Kaisar Ming.
Dan kedatangan anak
bernama Xiao Chen itu tidak sendiri, melainkan bersama beberapa orang biksu.
Bahkan pemilik toko herbal tersebut sempat mengira bahwa Xiao Chen adalah
seorang biksu kecil karena penampilan anak itu yang sangat tenang dengan wajah
teduh, kalimat sopan dan sangat halus sebagaimana seorang biksu yang telah
sangat dekat dengan Thian. Sangat tidak mungkin di rumah Jenderal Xu Da ada
seorang biksu yang menjadi pelayan sedangkan semua tahu betapa besarnya rasa
hormat Sang Panglima Tertinggi Kerajaan terebut kepada para biksu.
Hal lain yang tak
luput dari perhatian Perdana Menteri Hu Weiyong adalah kesedihan yang jelas
terlihat di wajah Xu Changyi. Hal yang nampaknya luput dari perhatian semua
orang yang hadir di arena sayembara memasak itu. Dan kesedihan dari putra
angkatnya itu seolah memberikan sebuah beban bagi Panglima Tertinggi Kerajaan
Ming yang sangat ia takuti tersebut. Hal-hal yang nampak kecil namun tak biasa
itulah yang membuat ia menduga adanya hal lain di balik siapa sebenarnya Xiao
Chen tersebut serta alasan di balik sakit anehnya Pangeran Zhu Di saat itu. Dan
lebih jauh lagi, adalah kecurigaan yang lama muncul dalam hati Perdana Menteri
Hu Weiyong mengenai hubungan sebenarnya antara Kasim Chen dan Xu Changyi. Satu
hal pasti yang ia tahu adalah bahwa keberadaan Xiao Chen dalam sayembara
memasak dahulu nyaris menggagalkan rencananya memasukkan pelayannya ke dapur
istana.
Dan kini – sekali
lagi – anak yang telah lama menyita perhatiannya itu melakukan suatu hal.
Mendadak, sebersit rasa aneh muncul di hati Perdana Menteri Hu Weiyong. Rasa
aneh yang membuatnya tak lagi menganggap remeh kasim kecil bertubuh kurus itu.
Rasa aneh yang
membuat sang pejabat tinggi istana itu berpikir bahwa keberadaan Kasim Chen
akan selalu menjadi batu sandungan dalam setiap rencananya.
Yang mungkin – suatu
saat nanti – akan membuat rencana-rencananya menjadi mentah dan gagal!.
“Katakan padaku apa
yang kemudian terjadi?” Perdana Menteri Hu Weiyong berpaling dengan cepat ke
arah tabib peramu obat. Binar gembira yang semula menyirat di wajahnya telah
lenyap berganti dengan kesungguhan yang nyata terlihat. “Ceritakan semua yang
kau lihat di kamar Pangeran Mahkota!”.
“Baik Tuanku” Tabib
peramu obat membungkukkan tubuhnya sesaat sebelum kemudian mulai menuturkan
seluruh kejadian saat Kasim Chen mencegah Pangeran Zhu Biao, hingga kemudian
kasim kesayangan Pangeran Keempat itu membaui dan sedikit mencicipi cairan obat
dalam mangkuk yang dipegang oleh Pangeran Pertama. Lalu, setelah Kasim Chen
tidak menemukan adanya racun dalam mangkuk obat Pangeran Zhu Biao, maka barulah
Sang Pangeran Mahkota meminum obat tersebut hingga habis.
Perdana Menteri Hu
Weiyong mendengarkan seluruh cerita yang disampaikan oleh tabib peramu obat
dengan seksama. Keningnya berkerut mencoba mencari celah di mana ia bisa
membaca apapun yang sedang dipikirkan oleh Kasim Chen saat itu dan setelah
kejadian itu.
“Lalu, apa yang
dikatakan oleh Pangeran Zhu Biao padamu saat itu? apakah Pangeran Mahkota
menanyakan suatu hal padamu, seperti misalnya apa saja ramuan yang kau masukkan
ke dalam obatnya?” tanya Perdana Menteri Hu Weiyong seraya menatap tabib peramu
obat dengan tatapan tajam.
“Tidak Tuanku.
Pangeran Zhu Biao tidak menanyakan apapun pada hamba karena sesungguhnya, pada
saat kejadian itu hamba sudah keluar dari ruangan Pangeran Mahkota. Hamba
mengetahui semua kejadian di dalam kamar Pangeran Mahkota karena…karena…”
“Karena apa? Kenapa
kau berhenti?” kejar Perdana Menteri Hu Weiyong dengan suara sedikit mengeras
oleh karena rasa penasaran serta menguatnya kecurigaan yang membuat jantungnya
berdetak semakin keras.
“Karena…hamba
mengintipnya Tuanku” lanjut tabib peramu obat dengan ekspresi wajah diliputi
oleh rasa takut. Kepala lelaki tinggi kurus itu tertunduk meski sesekali ia
melirik ke arah Perdana Menteri Hu Weiyong melalui sela-sela buku matanya.
“Hmmm…” Perdana
Menteri Hu Weiyong kembali bergumam. Lelaki bertubuh gagah itu bangkit dari
kursinya dan mulai berjalan mondar-mandir. Sesekali, tangannya yang lebar
bergerak mengusap janggutnya.
Tabib peramu obat
mengikuti gerakan Perdana Menteri Hu Weiyong dengan pandangannya. Lalu, ketika
kemudian tatapan mata sang pejabat tinggi istana tersebut kembali pada tabib
peramu obat, maka bagai disengat kalajengking, tubuh lelaki kurus si tabib
peramu obat terlonjak dan seketika kepalanya yang berhias tutup kepala khas
seorang tabib tertunduk hingga dagunya menyentuh bagian leher.
“Kenapa kau bisa
keluar dari kamar Pangeran Mahkota? Bukankah aku telah menyuruhmu untuk
menunggui saat pageran Zhu Biao meminum obatnya?” tanya Perdana Menteri Hu
Weiyong kemudian. Keningnya sedikit berkerut saat melihat lonjakan tubuh si
tabib seolah ada sesuatu yang menggigit atau menyengat lelaki kurus di depannya
itu.
“Karena Pangeran Zhu
Di mengusir hamba Tuanku” jawab tabib peramu obat cepat membuat Perdana Menteri
Hu Weiyong kembali terkejut.
“Mengusirmu? Kenapa
bisa begitu? Apa kau melakukan kesalahan hingga Pangeran Zhu DI mengusirmu?”
“Tidak Tuanku” tabib
peramu obat menggelengkan kepalanya. “Pangeran Zhu Di mengusir hamba karena
hamba terus memohon pada Pangeran Zhu Biao untuk menunggui saat Pangeran
Mahkota meminum obatnya sementara Pangeran Mahkota mengatakan agar hamba keluar
dari kamar karena Pangeran masih ingin berbincang dengan Pangeran Keempat.
Lalu, ketika hamba tidak juga pergi, maka Pangeran Zhu Di menjadi sangat marah
dan mengusir hamba. Demikianlah Tuanku”.
Perdana Menteri Hu
Weiyong menatap tabib peramu obat di depannya. Sebersit rasa tersinggung
menyelinap ke dalam hatinya atas pengusiran yang dilakukan oleh Pangeran Zhu Di
pada tabibnya tersebut karena bagi Perdana Menteri Hu Weiyong, mengusir tabib
peramu obat dan siapapun orang-orang yang menjadi utusannya maka itu berarti
sama saja dengan mengingkari keberadaannya.
Tapi, meskipun ia
merasa tersinggung dengan tindakan Pangeran Zhu Di, namun Perdana Menteri Hu
Weiyong sangat mengerti bahwa adalah terlalu berbahaya baginya untuk mengusik
Pangeran Keempat karena, meskipun Pangeran Zhu Di adalah pangeran termuda di
antara seluruh pangeran di istana, tetapi pangeran kecil berwajah tampan dan
ceria itu adalah putra kesayangan Kaisar Hongwu. Sudah sangat sering ia
mendengar sendiri saat Kaisar Hongwu memuji-muji Pangeran Keempat di depan
seluruh pejabat istana. Lebih dari itu, hal yang membuat Perdana Menteri Hu
weiyong tidak bisa mengusik Pangeran Keempat adalah kenyataan bahwa meskipun
usianya masih sangat muda, namun pangeran Zhu Di memiliki kecerdasan yang
sangat baik. Bahkan Kementerian Pertahanan yang merupakan pengelola sekolah
prajurit khusus-pun memberikan kesaksian betapa cerdas dan berbakatnya Pangeran
Zhu Di baik dalam ilmu beladiri, tata laksana keprajuritan, strategi perang
maupun pengetahuan tentang kepemerintahan. Kecerdasan dan kecemerlangan
Pangeran Zhu Di selalu nyaris seiring dengan kecerdasan dan kecemerlangan Xu
Changyi, putra angkat Jenderal Xu Da sehingga kemudian kedua pemuda itu dikenal
dengan istilah dua bintang di langit istana. Bilapun ada hal yang membuat putra
angkat Jenderal Xu Da terlihat lebih unggul adalah dari segi sikap dan
kedewasaan yang jelas terlihat sangat berbeda di antara keduanya karena
siapapun tahu, bahwa Pangeran Zhu Di masih juga memiliki sifat kekanakan dan
jahil khas anak-anak dalam dirinya yang membuat semua prajurit, kasim, pelayan
dan dayang di istana pangeran sering mendapat masalah.
Dan kecerdasan
Pangeran Zhu Di yang menonjol itulah yang membuat Perdana Menteri Hu Weiyong
merasa harus bertindak dengan sangat hati-hati di depan pangeran termuda
tersebut.
Tapi…berhati-hati
bukan berarti tidak melakukan sesuatu bukan?.
Sekelumit senyum
tipis membayang di bibir Perdana Menteri Hu Weiyong, tepat bersamaan dengan
masuknya seorang pelayan ke dalam ruangan dan segera membungkuk padanya.
“Ada apa?” tanya
Perdana Menteri Hu Weiyong mendahului saat pelayan yang baru saja masuk telah
berdiri di depannya.
“Ampun Tuanku,
Saudagar Fu Han datang dan memohon ijin untuk bertemu dengan Tuanku Hu Weiyong”
sahut si pelayan setelah menegakkan tubuhnya kembali.
Senyum tipis di wajah
Perdana Menteri Hu Weiyong langsung lenyap. Saudagar Fu Han datang menghadap?
Itu adalah hal yang sangat tidak biasa mengingat selama ini mereka selalu
merahasiakan kedekatan hubungan satu sama lain. Biasanya, ialah yang datang
menemui Saudagar Fu Han – itupun di saat-saat yang sangat tertutup – demi
kerahasiaan yang sangat dijaganya. Lalu jika kini, mendadak Saudagar Fu yang
merupakan saudagar terkaya di Yingtian itu datang menemuinya, maka hal itu
pasti karena adanya suatu hal yang sangat mendesak dan penting.
“Katakan pada
Saudagar Fu untuk menunggu di ruang dalam. Aku akan segera datang menemuinya”
perintah Perdana Menteri Hu Weiyong pada pelayannya.
“Baik Tuanku” sahut
si pelayan membungkukkan tubuhnya sebelum kemudian berlalu dari hadapan
majikannya.
Perdana Menteri Hu
Weiyong kembali pada tabib peramu obat yang masih berdiri menunggu. Benaknya
berputar cepat. Ia masih belum bisa membaca apapun yang ada dalam pikiran Kasim
Chen setelah membaui dan mencicipi obat Pangeran Zhu Biao. Namun apapun itu, ia
harus mengetahuinya karena jika remaja berwajah teduh itu mengetahui beberapa
jenis tanaman herbal, maka bukan tidak mungkin Kasim Chen akan dapat menebak
jenis-jenis tanaman dan bahan apapun yang dimasukkan ke dalam obat Pangeran
Mahkota. Lebih dari itu, mengingat bahwa Kasim Chen adalah kasim kesayangan
Pangeran Zhu Di, sementara Sang Pangeran Keempat adalah seorang pangeran yang
sangat cerdas meski usianya masih sangat muda, maka ia benar-benar harus
berhati-hati dan berlaku cerdik terhadap Pangeran Keempat serta kasimnya. Jika
perlu, ia akan memasang mata-mata untuk mengawasi istana Pangeran Zhu Di serta
mengikuti kemanapun Pangeran Keempat pergi bersama dengan kasimnya itu.
Dan demikian
pemikiran itu menetap dalam benak Perdana Menteri Hu Weiyong, maka lelaki
berpenampilan mewah itu dengan cepat berjalan menuju ke mejanya. Tangan kirinya
yang besar dengan cekatan menyambar sehelai kertas dari lapisan kulit kayu
tipis kemudian membentangnya sementara tangan kanan menjumput tangkai kuas
tulis dan mulai menggores permukaan kertas dengan huruf-huruf yang ditulis
secara kasar nyaris tak beraturan. Lalu, hanya dalam waktu sekejab, segulung
surat telah tergenggam di tangan Sang Perdana Menteri.
“Kemarilah!” perintah
Perdana Menteri Hu Weiyong pada tabib peramu obat.
Nyaris berlari,
lelaki kurus tabib peramu obat segera beranjak ke hadapan Perdana Menteri Hu
Weiyong.
“Pergilah ke dapur
istana dan berikan surat ini pada Kepala Dapur Jiu Zhong!” perintah Perdana
Menteri Hu Weiyong seraya menyerahkan segulung surat di tangannya pada tabib
peramu obat. “Katakan pada Kepala Dapur Jiu Zhong agar segera menemuiku”.
“Baik Tuanku” sahut
tabib peramu obat menerima gulungan surat yang diulurkan kepadanya,
membungkukkan tubuh kemudian segera berlalu dari hadapan Perdana Menteri Hu
Weiyong.
Suara pintu menutup
terdengar halus saat tabib peramu obat keluar dari dalam ruangan meninggalkan
Perdana Menteri Hu Weiyong yang segera pula bergerak menuju pintu ruang dalam.
Ada hal lain yang menunggunya dan nampaknya hal tersebut adalah hal yang sangat
mendesak!.
************
Di tepi jurang, pada saat yang sama…
Pangeran Zhu Di terus
bergerak dengan gelisah. Ia tak lagi bisa duduk dengan tenang sementara
kasimnya telah beberapa saat lalu turun ke dalam jurang untuk mencari
sahabatnya dan Xu Guanjin. Pangeran muda berparas tampan itu kini berjalan
mondar-mandir di bibir jurang sambil sesekali melongok ke kedalaman yang
tertutup lapisan awan tebal. Alisnya yang tebal bagus berkerut-kerut dengan
ekspresi cemas. Haruskah ia ikut turun saja? Tapi bagaimana caranya? Ia hanya
bisa menuruni jurang ini dengan menggunakan tali atau tangga. Bahkan meskipun
ia memiliki kemampuan yang baik dalam hal beladiri dan olah keprajuritan, namun
Pangeran Zhu Di mesti mengakui bahwa ia sama sekali tak memiliki kemampuan
dalam hal ilmu-ilmu yang berhubungan dengan ginkang maupun hawa murni. Jika ia
bisa bergerak dengan cepat, itu karena tubuhnya terlatih dengan baik dan bukan
karena kemampuan hawa murni ataupun kekuatan ginkang. Melihat apa yang bisa
dilakukan oleh Kasim Chen sesaat lalu membuat Pangeran Zhu Di mulai merasa
tertarik untuk mempelajari tentang kemampuan hawa murni dan ginkang sehingga
kemampuan beladirinya bisa menjadi matang dan bukan hanya mengandalkan tenaga
tubuh kasar belaka seperti yang selama ini dimilikinya. Andai saja ia memiliki
kemampuan yang hebat seperti Kasim Chen, maka Pangeran Zhu Di sangat yakin
bahwa ia pasti akan bisa menyelamatkan Xu Guanjin.
Kenangan atas gadis
berparas purnama yang terjatuh ke dalam jurang karena kelalaiannya membuat
Pangeran Zhu Di seketika kembali menjatuhkan dirinya dan berlutut di atas tanah
dasar jurang. Wajah tampannya semakin berkerut oleh rasa sesal yang mendalam. Di
sisi lain, kenangan akan jatuhnya Xu Guanjin membuat Pangeran Zhu Di menyadari
satu hal yang dengan segera membuat rasa sesalnya semakin memuncak.
Kesadaran bahwa ia
sangat menyukai gadis itu.
Dan rasa suka itu
bukanlah kesukaan yang biasa, melainkan sebuah rasa yang mengikat seluruh
hatinya dalam sebuah ikatan yang sangat kuat.
Ikatan yang belum
pernah dirasakannya sebelumnya. Dan mungkin tak akan pernah ada lagi
sesudahnya.
Ikatan yang disebut
cinta. Cintanya yang pertama. Cintanya yang mendalam pada putri sulung gurunya
sendiri. Gadis yang telah membangun begitu banyak keinginan dan impian yang
sebelumnya tidak ada dalam dirinya, membuat Pangeran Zhu Di dapat merasakan
indahnya alam semesta, keharuman bunga-bunga dan kehangatan matahari pagi. Bahkan
malam yang sunyi tak lagi sepi saat ia mengenang Xu Guanjin di pelupuk mataya.
“Guanjin-moi…maafkan
aku” rintih Pangeran Zhu Di dalam sesalnya yang bergulung-gulung. Sepasang matanya
yang jernih terlihat kembali bersemburat merah sementara pandangannya tertuju
ke arah dasar jurang yang tak dapat ditembusnya karena tertutup oleh gumpalan
awan. “Kau harus selamat Guanjin-moi. Kau tidak boleh celaka karena
kesalahanku. Jika sampai terjadi hal buruk padamu, maka aku sungguh tidak bisa
memaafkan diriku sendiri. Bagaimana aku akan memaafkan diriku sendiri
Guanjin-moi?”.
Angin bertiup semilir
menghembus wajah tampan Pangeran Zhu Di yang sedikit pias oleh kesedihan dan
rasa sesalnya yang mendalam. Angin yang seolah hendak menghibur sang pangeran
dari kecemasannya yang semakin meningkat namun sekaligus menyembunyikan sebuah
misteri yang sama sekali tak terbersit dalam benak sang pangeran tampan yang
cerdas namun polos tersebut.
Angin yang terus
bertiup membuat helai rambut Pangeran Zhu Di di bagian bahu sedikit berkibar –
persahabatan dan rasa kagum yang semakin kuat pada Xu Changyi membuat Pangeran
Zhu Di mengubah tatanan rambutnya untuk selalu seperti tatanan rambut Changyi
meski mahkota bermata mutiara masih tetap bertengger pada ikatan rambutnya di
atas kepala – membuat wajah tampan sang pangeran kesayangan Kaisar Hongwu itu
terlihat semakin jelas. Ketampanan yang ternodai oleh kesedihan dan kekalutan
yang mendalam.
Pangeran Zhu Di sama
sekali tidak mempedulikan pusaran lembut angin yang bertiup menerpa wajah dan
tubuhnya. Pandangannya terus mengawasi ke dalam jurang seolah berharap akan
menemukan sebuah keajaiban.
Hingga kemudian, saat
angin yang bertiup lembut itu membawa suara-suara lain yang tersampaikan ke
telinganya, maka sang pangeran muda yang tampan itu seketika menegakkan
wajahnya dan berpaling. Bukan ke arah kedalaman jurang melainkan ke seberang
padang rumput penuh bunga, di balik kerimbunan perdu yang rapat menutup
pinggiran padang rumput.
Sepasang alis
Pangeran Zhu Di berkerut dalam sementara ia menajamkan pendengarannya untuk
menangkap suara-suara yang semula sayup namun semakin lama semakin jelas
didengarnya.
Lalu, ketika kemudian
ia dapat mengenali beberapa suara yang datang dalam pendengarannya itu, maka
dengan wajah terkejut Pangeran Zhu Di segera bangkit dari atas tanah dan seketika
berlari dengan cepat menuju seberang padang rumput, pada sisi perdu tinggi dan
tebal di pinggir padang. Kemudian, saat tubuhnya telah merapat pada sisi perdu,
dengan hati-hati tangan Pangeran Zhu Di bergerak menyingkap rumpun perdu
didepan wajahnya dan menatap tajam ke depan, ke arah di mana suara-suara yang
di dengarnya berasal. Tak terlihat apapun namun suara-suara yang datang
terdengar semakin jelas.
Pangeran Zhu Di
semakin merapatkan wajahnya pada sela perdu yang dibukanya, menanti sambil
menebak-nebak hal yang membuat suara-suara tersebut bisa sampai di tempat ini.
Tempat yang tertutup dari pandangan mata banyak orang. Rasa ingin tahu Pangeran
Zhu Di semakin besar saat ia dengan jelas dapat mendengar suara panggilan yang
menyebut namanya dan ia tahu benar suara siapakah yang memanggil-manggilnya
dengan keras bercampur cemas itu sebab ia telah ribuan kali mendengar suara
panggilan seperti itu saat ia melarikan diri dari penjagaan para prajurit dan kasimnya.
“Kasim Anta?...Kenapa
ia bisa sampai di sini? Dan siapa orang-orang yang datang bersama dengannya?”
gumam Pangeran Zhu Di pelan.
Sementara suara-suara
yang datang kini sangat jelas terdengar membuat Pangeran Zhu Di dapat mengenali
suara-suara yang datang tersebut dengan sangat baik. Ada banyak orang yang
datang bersama Kasim Anta, sepertinya prajurit kerajaan, suara ringkikan dan
tapal kaki kuda yang bersahutan membuat Pangeran Zhu Di dapat memperkirakan
jumlah prajurit yang datang bersama kasimnya yang tua itu. namun, ada satu
suara yang dengan cepat membuat dada Pangeran Zhu Di berdesir. Suara yang
terdengar berat dan tegas dengan kekuatan wibawa yang jelas terasa. Benak Pangeran
Zhu Di segera berputar mencoba mengenali suara yang membuat dadanya berdesir
itu. Ia sangat yakin bahwa ia mengenal si pemilik suara tersebut, meski suara
itu bukanlah suara yang disukainya karena adanya kejadian-kejadian tidak
menyenangkan di masa lalu yang membekas dalam ruang ingatannya. Tapi…mungkinkah
dia? Mungkinkah orang itu? Orang yang pernah membuatnya sangat marah karena ia
hampir saja kehilangan sahabat terbaiknya gara-gara orang itu?
Dan pertanyaan yang
melintas di kepala Pangeran Zhu Di segera mendapat jawaban saat kemudian
serombongan prajurit muncul di ujung jalan yang jauh dari tempatnya bersembunyi
di balik rumpun perdu. Bagai ditarik oleh sebongkah magnet berdaya kuat, pandangan
mata Pangeran Zhu Di segera tertumbuk pada sesosok lelaki bertubuh tegap dalam
seragam militernya yang gagah. Sosok yang ditakuti di kalangan militer kerajaan
setelah Jenderal Xu Da gurunya. Kedua mata Pangeran Zhu Di menyipit hingga
nyaris membentuk sepasang garis hitam saat ia dengan lekat memperhatikan lelaki
gagah yang duduk di atas kudanya.
“Jenderal Lan Yu?...untuk
apa ia datang ke tempat ini bersama dengan Kasim Anta?” desis Pangeran Zhu Di.
Sementara itu di ujung
jalan yang berjarakcukup jauh dari gerumbul perdu di mana Pangeran Zhu Di
berada, rombongan prajurit yang dipimpin oleh Jenderal Lan Yu terlihat bergerak
pelan. Suara tapal kaki kuda yang bergerak terdengar mengetuk tanah keras
membuat debu sedikit mengepul. Di sisi Jenderal Lan Yu agak sedikit di belakang
terlihat lelaki berusia separuh baya yang terus berteriak memanggil nama
Pangeran Keempat. Lelaki yang dikenal sebagai Kasim Anta itu terlihat sangat
khawatir membuat kerut-kerut usia di wajahnya semakin jelas terlihat.
“Kalian semua
menyebar dan buat jaring laba-laba. Tidak ada jejak kuda yang menuruni bukit,
jadi itu artinya Pangeran Zhu Di pasti masih ada di sekitar tempat ini!” suara
perintah yang diucapkan oleh Jenderal Lan Yu terdengar sampai di telinga
Pangeran Zhu Di membuat sang pangeran segera menutupkan kembali rumpun perdu
yang disingkapnya.
Kening halus Pangeran
Zhu Di berkerut saat ia memikirkan perintah yang diucapkan oleh Jenderal Lan
Yu. Ia tidak terlalu mengenal Jenderal dari Kementeria Pertahanan tersebut
meskipun beberapa kali ia mendengar ayahnya memuji Jenderal Lan Yu sebagai
seorang jenderal militer yang tangguh. Di lain hal, Pangeran Zhu Di memiliki
alasan untuk tidak menyukai jenderal tersebut setelah ia nyaris kehilangan
Changyi pada masa awal persahabatan mereka sebelum akhirnya Changyi masuk ke
dalam Keluarga Xu Da sebagai putra angkat dari gurunya tersebut.
Tetapi, meski ia tak
terlalu mengenal Jenderal Lan Yu, namun Pangeran Zhu Di mengerti bahwa jika
pejabat tinggi dari Kementerian Pertahanan tersebut sampai turun tangan
langsung untuk mencarinya, maka itu artinya Kaisar Ming-lah yang mengutusnya. Terlebih
dengan keberadaan Kasim Anta di antara rombongan prajurit khusus semakin
menguatkan dugaan bahwa ayahnya telah benar-benar menginginkan kepulangannya ke
istana.
Lalu, jika benar
demikian, maka ia tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti perintah Kaisar
untuk kembali ke istana karena jika ia menolak, maka dengan sendirinya ayahnya
akan mencari tahu penyebab penolakannya tersebut. Lalu, dengan sendirinya, hal
yang tengah terjadi di jurang akan diketahui oleh Kaisar Ming dan Jenderal Xu
Da. Pangeran Zhu Di bergidik saat membayangkan hal apa yang akan terjadi andai
Kaisar Ming dan Jenderal Xu Da mengetahui apa yang tengah terjadi pada mereka. Hal
terburuk yang bisa ia bayangkan adalah bahwa ia akan kehilangan kepercayaan
dari gurunya dan Nyonya Xu Da untuk membawa Xu Changyi serta Xu Guanjin. Dan
Pangeran Zhu Di sungguh tak ingin hal tersebut terjadi.
Jika ia meninggalkan
padang rumput indah ini sekarang, lalu bagaimana dengan Chen, Changyi dan Xu
Guanjin yang masih belum kembali dari dasar jurang? Haruskah ia menunggu
mereka? Xiao Chen telah berjanji bahwa kasimnya tersebut tidak akan lama dan ia
percaya dengan kasimnya itu. Lebih lagi, ia harus memberi tanda pada Xiao Chen
tentang sisi jurang mana ia berada – meski sesungguhnya Pangeran Zhu Di
mengetahui alasan sebenarnya hingga Xiao Chen memintanya untuk tetap tinggal di
atas dan ikut turun ke bawah – sehingga jika ia pergi sekarang, maka saat Xiao
Chen kembali bersama dengan Changyi dan Xu Guanjin nanti, maka mereka pasti
akan kehilangan dirinya.
Selain itu,
sesungguhnya tujuan lain ia membawa Xu Changyi dan Xiao Chen keluar hari ini
bukan semata untuk melepaskan rindu pada sahabatnya tersebut melainkan karena
ada hal lain yang ingin dikerjakannya dan ia
belum sempat mengatakan hal lain itu baik pada kasimnya maupun pada
Changyi.
Tapi, jika ia
menunggu maka hal itu sama saja dengan meneriakkan perihal jatuhnya Xu Guanjin
dan Changyi ke dasar jurang. Dengan keras. Lalu semua akan tahu apa yang telah
terjadi pada mereka. Mungkin saja Kaisar Ming tidak akan menghukumnya, namun ia
juga tidak ingin Kaisar memberikan kemarahannya pada Jenderal Xu Da, Xu
Changyi, Xiao Chen, dan terutama Xu Guanjin karena mereka semua adalah orang-orang
yang sangat dikasihinya. Belum lagi keberadaan Jenderal Lan Yu yang ia tahu tak
pernah sejalan dengan Jenderal Xu Da pasti akan membuat situasi menjadi semakin
sulit bagi orang-orang yang dicintainya tersebut.
Jadi, memang ia harus
memilih bukan? Dan waktu yang dimilikinya untuk membuat pilihan sama sekali
tidak banyak.
Karena itu, dengan
gerak halus, Pangeran muda yang sangat gesit itu segera menjauh dari rumpun
perdu tempatnya bersembunyi dan berlari menuju tepian jurang kembali. Sejenak Pangeran
Zhu Di menatap ke sekelilingnya sebelum kemudian, dengan cepat Pangeran Zhu Di berlutut
di atas tanah. Sepasang tangannya bergerak dengan cekatan mengerjakan sesuatu
sementara sepasang mata beningnya yang berbinar cerdas terlihat terpusat pada hal
yang ditengah dilakukannya.
Sementara di atas
jalan setapak, para prajurit khusus telah menyebar dalam sebuah lingkaran yang
jauh terlihat, bergerak seirama dalam formasi merenggang namun saling terhubung
satu sama lain. Saat satu prajurit bergerak maka prajurit-prajurit lain akan
turun bergerak dalam irama yang harmonic dan tetap. Di atas kudanya, Jenderal
Lan Yu mengedarkan pandangan matanya yang tajam ke sekeliling sementara Kasim
Anta telah turun dari atas kuda dan mondar mandir kian kemari degan bingung. Suara
panggilan kasim yang setia itu kini telah sedikit serak.
“Berhentilah
berteriak seperti itu” ujar Jenderal Lan Yu pada kasim tua di depannya. “Kita
pasti akan menemukannya sebelum senja”.
Kasim Anta terdiam dan
menatap Jenderal Lan Yu. Hanya sesaat, karena pada detik berikutnya…
“Pangeraaaan!...Pangeran
Zhu Diiii!...Anda di mana Pangeraaan!...ini Anta mencari Anda Pangeran Zhu
Diii!” teriak Kasim Anta dengan suara serak yang semakin keras membuat Jenderal
Lan Yu menggelengkan kepalanya sembari memutar bola mata.
“Ada apa mencariku?”
sebuah suara bening mendadak terdengar disusul munculnya sosok pangeran Zhu Di
dari batas jalan setapak beberapa tombak di sisi yang berlawanan dengan gerak
para prajurit khusus yang menebar jaring laba-laba mereka membuat Jenderal Lan
Yu terkejut sementara, bagaikan menemukan permata yang telah lama hilang, Kasim
Anta segera melompat ke hadapan Pangeran Keempat dengan kegembiraan yang
meluap-luap.
“Pangeraaan!” jerit
Kasim Anta seraya mengembangkan kedua tangannya.
“Jangan memelukku!”
desis Pangeran Zhu Di berbisik saatKasim Anta hanya tinggal satu jengkat
darinya.
Kasim Anta berhenti
bergerak namun sepasang tangannya yang terkembang sama sekali tidak diturunkan.
Sepasang matanya menatap pangeran muda yang telah diasuhnya sejak masih
berwujud bayi merah dengan penuh cinta sementara Jenderal Lan Yu terlihat turun
dari atas kudanya dan kini menjatuhkan tubuhnya berlutut di hadapan Pangeran
Keempat diikuti oleh seluruh prajurit khusus yang segera bergerak merapat
demikian melihat kehadiran Pangeran Keempat.
“Pangeran Zhu Di,
hamba Lan Yu datang menghadap atas perintah Yang Mulia Kaisar untuk membawa
Pangeran pulang ke istana sekarang juga” ucap Jenderal Lan Yu melaporkan
kedatangannya. Nada tegas yang terdengar dalam suaranya membuat Pangeran Zhu Di
segera menyadari bahwa ia kini berhadapan dengan seorang jenderal militer yang
tak kalah cerdas dengan Jenderal Xu Da. Jenderal militer yang sama sekali tak
menyukai sebuah kata sepakat terlebih demi alasan yang bersifat pribadi dan
sentimental!.
Pangeran Zhu Di
membuka mulutnya bersiap untuk mengatakan kalimatnya namun…
“Pangeran…syukurlah
Anda sudah ditemukan. Yang Mulia Kaisar sangat mencemaskan Anda Pangeran, juga
Yang Mulia Ratu” ucap Kasim Anta seraya benar-benar memeluk Pangeran keempat di
hadapannya membuat Pangeran Zhu Di mengertakkan giginya karena rasa jengkel
namun sekaligus terharu. Kasim Anta dulu selalu bersamanya, kemanapun dan ia
telah mengenal kasim setia itu sejak pertama ia membuka kedua matanya untuk
menatap keindahan kehidupan. Namun semenjak kehadiran Kasim Chen, kasim yang
telah mulai memasuki usia senja itu hanya berdiri di garis belakang karena
segalanya kini ditangani oleh Kasim Chen. Karena itu, sungguh betapapun
besarnya kejengkelan pangeran Zhu DI pada kasimnya yang tua itu, namun di sisi
lain ia dapat memahami kerinduan Kasim Anta padanya. Sebagaimana sesungguhnya
iapun memiliki kerinduan pada kasim tuanya itu.
“Sudahlah…nanti saja
kita berbicara di istana” ucap Pangeran Zhu Di di sisi telinga Kasim Anta. “Sekarang
lepaskan aku agar aku bisa naik kuda dan pulang”.
Pelukan Kasim Anta
mengendur dan kemudian terlepas sama sekali membuat Pangeran Zhu Di merasa lega
dan bergerak sedikit ke depan, ke arah Jenderal Lan Yu dan seluruh prajurit
khusus yang masih berlutut di atas tanah.
“Bangunlah” ucap
Pangeran Zhu Di pada Jenderal Lan Yu dan semua prajurit yang berlutut di
hadapannya. “Bawa aku pulang sekarang”.
“Baik Pangeran…silahkan
Pangeran menaiki kuda yang telah kami siapkan” ucap Jenderal Lan Yu setelah
bangkit berdiri.
Pangeran Zhu Di
mengangguk dan segera berjalan ke arah kuda coklat yang dituntun mendekat oleh
seorang prajurit. Untunglah, kuda-kuda yang semula ia gunakan bersama dengan
Xiao Chen, Chanyi dan Xu Guanjin tertambat sedikit agak jauh dari padang rumput
dan terhalang oleh rumpun perdu. Pangeran Zhu Di berharap para prajurit khusus
belum menemukan kuda-kuda itu agar nantinya bisa digunakan oleh Changyi, Xiao
Chen dan Xu Guanjin serta satu orang lainnya. Terlebih lagi di antara keempat
kuda tersebut terdapat si Hitam yang sangat dikenal sebagai kuda Xu Changyi
sehingga, jika keberadaan kuda itu sampai diketahui oleh para prajurit dan
Jenderal Lan Yu, maka dengan sendirinya keberadaan sahabatnya itu pasti akan
diketahui pula.
Sejenak kemudian, di
atas jalan setapak itu telah bergerak sepasukan prajurit khusus di bawah
pimpinan Jenderal Lan Yu menuju Yingtian. Pangeran Zhu Di berkuda tepat di sisi
Kasim Anta, sementara Jenderal Lan Yu berkuda tepat di depan.
“Pangeran, di manakah
Xiao Chen? Bukankah ia pergi bersama Anda?” bisik Kasim Anta seraya
mencondongkan tubuhnya ke arah Pangeran Keempat.
Pangeran Zhu Di menoleh
ke arah rumpun perdu yang semakin menjauh di belakang mereka.
“Aku memerintahkannya
mengambil persembahanku untuk Kakak Zhu Biao. Nanti ia akan menyusul” sahut
Pangeran Zhu Di pendek seraya kembali menatap lurus ke depan.
Rombongan prajurit
itu menjauh dan semakin menjauh, meninggalkan padang rumput indah dan jurang
menyimpan misteri.
Serta sehelai surat
dalam selembar kain yang tertancap tepat di atas batuan hitam di dasar jurang!.
************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar