Minggu, 06 Maret 2016

Straight - Episode 6 ( Bagian Satu )



♫♫ Tataplah mata ini, lihatlah cinta ini
Yang membara dan tiada akan pernah akan pernah padam
Dekaplah diri ini, jangan kau lepas lagi
Jangan pernah kau tinggalkan diriku♫♫
(Song by Cool Colour)

Di balik awan, di kedalaman jurang yang menyimpan berjuta misteri…
Changyi dapat melihat tubuh Xu Guanjin yang melayang dengan deras sementara pada titik terjauh yang bisa dicapai oleh kedua matanya ia melihat hamparan bebatuan tajam menanti. Tak ada apapun yang akan terjadi bila keduanya terhempas pada bebatuan yang hitam dan keras itu selain kehancuran. Dan ia tak bisa membiarkan gadis yang telah mengikis ketenangan jiwanya itu hancur oleh ketajaman bebatuan dasar jurang.
“Changyi-Ko!” seru Xu Guanjin sementara kedua tangannya menggapai ke arah Changyi.
“Guanjin-moi…aku akan meraihmu!” seru Changyi seraya berusaha mengulurkan tangannya ke arah Xu Guanjin.
Sesungguhnya, jarak di antara keduanya tidaklah jauh. Namun dalam besarnya kekuatan bumi yang menarik keduanya menuju ke titik dasar jurang membuat Changyi sangat kesulitan untuk memajukan tubuhnya menuju ke arah Xu Guanjin sementara jarak mereka dari dasar semakin dekat dan kecepatan luncur mereka semakin menderas. Sepertinya, mereka memang akan segera terhempas dan hancur dalam beberapa detik.
Tak ada apapun yang bisa diraihnya karena mereka tepat berada di tengah jurang dan jauh dari dinding. Satu-satunya jalan hanyalah membuat penahan bagi tubuh keduanya agak tidak terhempas dengan telak di atas bebatuan dasar jurang.
Maka tanpa menunggu lebih lama, Changyi segera merenggut lepas jubah hanfunya kemudian dengan cepat pemuda itu mengibaskan jubahnya ke arah Xu Guanjin. Hanya butuh dua detik bagi jubah hanfu yang semula membungkus tubuh indah Changyi itu untuk melibat rapat tubuh Xu Guanjin. Detik berikutnya Changyi menyentakkan jubahnya dengan gerak menyendal membuat tubuh Xu Guanjin terpental ke atas menuju ke arah pemuda tersebut. Dengan gerak cepat tangan kiri Changyi menyambar tubuh Xu Guanjin yang melayang ke arahnya membuat gadis itu dalam sekejab telah berada dalam pelukan pemuda tersebut sementara tubuh keduanya kini melayang bersama menuju ke dasar jurang!.
Changyi memicingkan sepasang matanya mencoba melihat seberapa jauh lagi dasar jurang yang menanti mereka sementara Xu Guanjin yang terkejut oleh belitan kain mantel dan sentakan kuat pemuda itu menatap wajah di depannya dengan sepasang mata membelalak dan wajah pucat. Namun beberapa detik kemudian, saat Changyi mengalihkan pandangannya dari dasar jurang ke wajah pias yang tengah menatapnya dengan sorot panik dan takut, segalanya dengan sangat cepat berubah…
Seolah waktu terhenti…
Seolah dasar jurang dengan bebatuan terjal yang tajam melenyap hilang…
Seolah seisi semesta meluas hingga batas mengabur dan menjauh…
Hingga yang tertinggal hanyalah dua pasang mata yang saling menatap, membuka jendela jiwa yang semula menutup, mengungkap seluruh rahasia hati dan memekarkan kuncup bunga hingga merekah sempurna, membawa jantung meledak dalam detak keras oleh pesona dahsyat yang merasuk hingga jauh ke dasar hati dan jiwa, pada kedalaman yang tak lagi dapat diselami. Membuat keduanya segera terlupa pada kesejatian diri…
Changyi yang terlupa bahwa ada satu batas di mana ia tak bisa jauh melangkah untuk memasukinya…
Terlupa pada persahabatannya dengan Sang Pangeran Keempat yang dengan jujur mengungkapkan kegelisahan rasa pada gadis yang kini berada dalam dekapannya…
Terlupa pada ayah angkat yang sangat mencintainya dan memberinya keluarga…
Seluruh kesadarannya tertarik menjauh oleh kejelitaan gadis yang sesungguhnya telah mengikatnya sejak pertama bertemu membuat mata jiwa pemuda itu segera terpaku pada satu wajah tersebut dan tak mungkin berpaling lagi…
“Xu-moi” bisik jiwa Changyi, tersampaikan melalui bibir berlekuk sempurna yang memabukkan Xu Guanjin, melenyapkan segala pias di wajah bulan purnama gadis itu, meronakan sepasang pipi hingga meranum dan semakin melenakan Changyi dalam rasa kepayang oleh cinta yang menembus keduanya dengan sangat telak, jauh ke dasar jiwa pada kedalaman yang tak mungkin untuk digali dan dicabut kembali.
“Changyi-ko” bergetar bibir Xu Guanjin ketika ia membalas bisikan dari bibir indah Changyi. Selaksa cemerlang cahaya bintang seolah berpendar di sepasang mata indah gadis itu dan kesemuanya hanyalah membahasakan satu kata.
Cinta…
Yang memerangkap Xu Guanjin dalam mimpi indah selama bertahun-tahun sejak ia melihat Changyi pertama kali pada hari ayahnya membawa dua orang anak saat kepulangannya dari peperangan di wilayah Dadu.
Berapa ribu kali ia membisikkan nama itu dalam jiwanya, dari tempat persembunyiannya dan menatap anak lelaki yang terus tumbuh menjadi matahari kecil dalam pengawasan kedua matanya, membuat Xu Guanjin semakin tak bisa lagi berpaling untuk menatap wajah manapun lagi.
Dan kini seolah seluruh bisik jiwanya mendapat jawaban dalam musik terindah dari bibir sang matahari kecil yang mendekapnya dengan sangat erat itu.
Membuat Xu Guanjin segera melebur dalam gelombang cinta yang tak mampu lagi disembunyikannya. Melupakan segala kesadaran bahwa sang matahari adalah kakak angkat yang telah menjadi bagian dari keluarganya. Melupakan bahwa dalam besarnya gelombang asmara yang tengah mengamuk keduanya, hanya kemustahilan yang menghadang bagi cinta yang sangat kuat itu untuk menyatu…untuk bersama…
Tanpa menyakiti…
Tanpa meninggalkan luka…
Bagi siapapun di sekitar mereka…
Namun manusia hanyalah tempat untuk menerima apapun yang datang tanpa memiliki kemampuan untuk menolak. Bahkan meski hal tersebut adalah sebuah cinta di atas jalan yang sangat terjal dan sulit untuk terwujud. Dan kedua hati tersebut tak memiliki daya untuk menepis setiap getaran yang mengguncang hingga ke sudut terjauh. Xu Changyi dan Xu Guanjin terhanyut dalam keindahan cinta yang mempertemukan keduanya dan menghapus jarak persaudaraan yang selama ini membatasi keduanya.
Maka, dalam rasa terpesonanya yang sangat mengguncang, jemari Xu Guanjin terulur, bergetar halus saat menyentuh ujung hidung pemuda yang mendekapnya, menyusuri sepanjang tulang hidung yang tinggi dan mancung serupa angka satu, berpindah pada sisi kening yang berhias helai-helai rambut halus, mengusap lembut kening indah yang terbuka setelah hembusan keras angin menyingkapkan anak-anak rambut yang semula menutupi keindahan dahi di bagian depan kepala tersebut. Jemari lentik yang masih gemetar oleh ketakjuban saat menyentuh barisan keindahan yang membentuk sepasang alis melengkung sempurna. Sentuhan lembut yang justru membawa kesadaran Changyi kembali pada bahaya yang tengah mengancam keduanya membuat bibir pemuda itu segera tertarik ke samping membentuk sebuah senyum indah pada gadis yang jelas terlihat tengah mabuk kepayang dalam dekapannya sementara sepasang matanya melirik ke arah dasar jurang yang semakin dekat!
Xu Guanjin menghela nafas sementara wajah yang kini berada demikian dekat dengan kedua matanya itu terlihat menyunggingkan sebait senyum yang semakin membuat jantungnya berpacu. Kening gadis itu berkerut menerima seluruh keindahan yang benar-benar tergenggam oleh jemari jiwanya saat ini dan bukan lagi sekedar sebuah mimpi sebagaimana yang dilewatinya dalam tahun-tahun di balik persembunyiannya.
Manakah yang lebih indah di wajah ini? Setiap bagian dari diri Xu Changyi seolah hanya tercipta dari keping-keping indahan.
Namun, di atas semua keindahan itu, bagaimana ia akan mampu menahan kecemerlangan sepasang mata yang memancarkan pesona sang matahari? Binar yang menghidupkan seluruh bagian diri yang semula nyaris mati, memberikan energi baru untuk hidup kembali dengan kehidupan yang seolah tidak lagi mengenal kata akhir…
“Xu-moi…aku akan membawamu keluar dari jurang ini” bisik Changyi membuat Xu Guanjin tersentak dari alunan gelora asmara yang sejenak membuatnya terlupa bahwa keduanya saat ini tengah melayang di kedalaman jurang yang sangat curam dan hamparan bebatuan tajam menganga menanti di dasar!.
Maka, demikian kesadaran Xu Guanjin kembali, jemari gadis yang semula terhenti di sisi pipi Changyi tersebut segera mencengkeram hanfu pemuda yang mendekapnya dengan erat.
“Apakah kita akan terhempas di dasar? Changyi-ko, jurang ini dalam sekali dan aku sangat takut membayangkan apa yang menunggu kita di bawah” jawab Xu Guanjin seraya berusaha untuk memalingkan wajahnya ke arah dasar jurang.
“Jangan melihat ke bawah Xu-moi” cegah Changyi sebelum gadis dalam pelukannya benar-benar menatap ke arah dasar jurang membuat sepasang mata Xu Guanjin segera kembali pada kecemerlangan sang matahari di wajah yang sangat dekatnya itu. “Percaya saja padaku”.
Kemudian, tak sampai dua detik setelah mengucapkan kalimatnya, mendadak tangan kanan Xu Changyi menghentak membuat sebuah siuran angin yang sangat tajam. Kemudian, jubah hanfu yang masih tergenggam di tangan kanan pemuda tersebut berkelebat cepat, meninggalkan sifat dasarnya sebagai sehelai kain yang lembut lemas dan berubah menjadi lembaran kain yang seolah berubah melentur dengan ujung tajam meluncur ke arah bebatuan dasar jurang yang semakin dekat.
Lalu, saat akhirnya dasar yang mendekat dalam kecepatan tinggi itu tercapai oleh ujung kain mantel, mendadak telinga Xu Guanjin mendengar suara ledakan kecil disusul pecahan batuan lembut yang berhamburan. Detik selanjutnya, gadis itu terperanjat saat ia merasakan sebuah ayunan lembut sementara kakinya seolah telah menginjak sehelai kain selembut sutera namun lentur dan kuat membuat gadis itu seketika meninggalkan keindahan wajah Changyi lalu berpaling ke bawah.
Dan apa yang kemudian ditemukannya ternyata hanyalah sehelai kain jubah hanfu yang tengah menahan keduanya sementara ujung jubah yang lain telah tertanam dengan kuat di dalam bebatuan dasar jurang. Kain jubah hanfu berwarna biru yang semula dilihatnya menghias tubuh indah dan tegap Xu Changyi itu kini seolah telah berubah menjadi sebatang pohon hidup yang menopang keduanya dan menahan mereka dari hempasan keras yang menghancurkan di atas batuan tajam dasar jurang. Dan pohon lentur dari jubah hanfu itu perlahan merendah memperpendek jarak antara keduanya dengan dasar jurang. Xu Guanjin nyaris mengira bahwa kain jubah itu benar-benar hidup hingga ia menangkap gerakan tangan Changyi yang menghentak dengan gerakan halus namun kuat membuat gadis itu melihat bahwa salah satu ujung kain jubah hanfu di sisi mereka ternyata berada dalam genggaman jemari tangan Changyi dan tangan pemuda itulah yang telah menghidupkan serta mengendalikan kain lembut yang kini menopang keduanya dengan tenaga ginkangnya!.
**********
Sementara itu di atas jurang…
Xiao Chen yang telah mengikat kembali rambutnya berlutut di sisi Pangeran Zhu Di yang terlihat semakin kalut sebab belum juga ada tanda-tanda akan kembalinya Xu Changyi dan Xu Guanjin dari dalam jurang.
Angin bertiup keras membawa misteri kehidupan yang tersembunyi di balik gumpalan awan tebal di dalam jurang, menutupi pandangan Pangeran Zhu Di dan Xiao Chen terhadap apapun yang tengah dan telah terjadi di dasar jurang.
“Kakak Xu…Guanjin-moi…kenapa kalian tidak kembali juga? Apa yang terjadi pada kalian? Apakah kalian tidak berhasil selamat?” bisik Sang Pangeran Keempat seraya terus menatap ke dalam jurang, berharap kedua matanya akan cukup tajam untuk menyingkap gumpalan asap awan yang menutupi pandangannya dari dasar jurang. Airmata masih mengalir di pipi Pangeran Zhu Di yang halus bersinar.
“Pangeran, Kakak Changyi dan Nona Xu pasti selamat. Hamba mohon Pangeran jangan terlalu khawatir” ucap Xiao Chen seraya menyentuh bahu Pangeran Zhu Di yang bersimpuh di tanah di bibir jurang, seolah tak peduli lagi pada tanah lembab yang membuat pakaian indahnya menjadi kotor.
Pangeran Zhu Di berpaling dan menatap kasim kesayangannya. Raut wajah tampannya yang biasanya berbinar gembira terlihat keruh oleh kesedihan dan kecemasan.
“Bagaimana kau bisa begitu yakin Adik Chen? Kita sudah cukup lama menunggu di sini, tapi Kakak Xu dan Guanjin-moi belum nampak juga” sahut Pangeran Zhu Di seraya menunjuk ke arah jurang.
“Hamba yakin karena hamba sangat mengenal Kakak Changyi, Ia tidak akan membiarkan hal buruk terjadi pada siapapun orang yang ada di dekatnya. Kakak Changyi akan melakukan apapun untuk melindungi keluarganya, bahkan jika perlu dengan mengorbankan dirinya sendiri. Karena itulah hamba yakin bahwa mereka pasti akan selamat” jawab Xiao Chen seraya turut memandang ke arah jurang yang tertutup awan. Satu sisi jantungnya terasa bergetar saat ia menyadari bahwa kalimat yang diucapkannya tersebut seolah ditujukan pada dirinya sendiri, pada keinginan kakaknya untuk memastikan kehidupan mereka selalu cukup dan aman meski untuk itu, Changyi harus menjalani kehidupan sebagai seorang pencuri beras, sebagai pelayan perawat kuda dan kemudian mendaftarkan diri sebagai calon prajurit di sekolah prajurit khusus dengan menahan semua hinaan dari murid-murid lain yang kesemuanya merupakan anak-anak pejabat istana. Setelah ia menjadi kasim dan juru masak Pangeran Zhu Di, ia mengetahui semua kisah perjalanan kakak lelakinya itu dari Pangeran Keempat sendiri. Dan Xiao Chen selalu menyesali setiap detik yang terlewati oleh Changyi dalam kepedihan tanpa ia bisa mendampingi kakaknya itu karena ketakutannya sendiri pada sikap-sikap tidak bersahabat yang akan didapatnya jika mereka meninggalkan Kuil Bulan Merah. Mungkin hanya Thian saja yang tahu betapa besarnya kepedihan Xiao Chen saat menyadari bahwa ia telah bersikap tidak adil dan mementingkan diri sendiri justru disaat kakak satu-satunya yang ia miliki memikirkan jalan terbaik untuk kebaikan kehidupan mereka. Xiao Chen menarik nafas panjang saat merasakan betapa kedua matanya sendiri mulai berkabut oleh kenangan-kenangan yang melintas cepat di dalam benaknya.
“Mungkin sebaiknya kita melaporkan hal ini pada Yang Mulia Kaisar agar mengirimkan prajurit untuk turun ke dasar jurang dan menolong Kakak Xu serta Guanjin-moi” ujar Pangeran Zhu Di seraya bangkit berdiri.
Xiao Chen terkejut. Serta merta kasim kecil itu turut bangkit dari tanah dan berdiri di sisi Pangeran Keempat.
“Pangeran, jika Pangeran melaporkan hal ini pada Yang Mulia Kaisar, hamba kira masalah akan menjadi lebih rumit” sahut Xiao Chen cepat.
“Rumit? Kenapa menurutmu justru akan bertambah rumit Adik Chen? Kita harus segera menolong Kakak Xu Dan Guanjin-moi dari dalam jurang sebelum hari menjadi malam. Jika malam hari telah datang, dasar jurang itu pasti akan sangat dingin dan aku sangat khawatir pada mereka berdua” seru Pangeran Zhu Di dengan sepasang alis terangkat naik.
“Pangeran, jurang itu sangatlah dalam. Jika tidak maka mustahil akan ada gumpalan awan yang melayang di dalamnya. Jika Pangeran melaporkan hal ini pada Yang Mulia Kaisar, lalu Yang Mulia Kaisar memerintahkan prajurit untuk menuruni dasar jurang ini, maka akan dibutuhkan sebuah tangga yang sangat panjang. Dan untuk membuat sebuah tangga yang sangat panjang dibutuhkan waktu yang lebih lama, mungkin lebih dari dua hari” kata Xiao Chen membuat kening Pangeran Zhu Di berkerut dalam saat ia menyadari kebenaran dalam ucapan kasimnya.
“Jadi bagaimana sekarang Adik Chen?” tanya Pangeran Zhu Di dengan raut yang semakin bingung. “Aku sangat takut pada Paman Xu Da. Jika Paman Xu Da tahu, maka ia pasti akan marah sekali padaku. Aku bisa melihat betapa besar kecintaan Paman Xu Da pada Kakak Xu dan Guanjin-moi. Mereka berdua adalah permata hati Paman Xu Da. Selain itu, Bibi Xu Da juga pasti akan sangat sedih. Akulah yang telah membujuk Bibi Xu Da untuk mengijinkan Guanjin-moi ikut bersama dengan kita”.
“Menurut hamba, sebaiknya kita menunggu mereka di sini Pangeran. Nanti, bila hari semakin sore dan belum juga ada tanda Kakak Changyi dan Nona Xu kembali, maka hamba akan turun untuk mencari mereka” sahut Xiao Chen.
Pangeran Zhu Di menatap lurus ke arah sepasang mata bening kasimnya. Ingatannya melayang pada apa yang telah dilihatnya saat di dalam jurang beberapa saat lalu. Bagaimana kain kecil tali pengikat rambut Xiao Chen bisa berubah menjadi sangat kuat dan tajam bagaikan sebatang besi baja dan menembus dinding batu jurang yang sangat keras dengan begitu mudah seolah dinding batu berwarna hitam itu hanyalah segumpal kue beras yang sangat lembut, bagaimana dengan sekali hentak, kasimnya yang terlihat lembut dan lemah itu mampu membawanya melayang ke atas hanya dengan bertumpu pada satu kali pijakan kaki di dinding batu kemudian dalam sekejab mereka telah sampai di bibir jurang tanpa sedikitpun luka. Apa yang dilakukan oleh Kasim Chen sangatlah mustahil dilakukan oleh orang-orang biasa dan hal itu membuat Pangeran Zhu Di bertanya-tanya tentang kemampuan kasimnya yang sebenarnya. Apakah Xiao Chen memiliki kemampuan lain selain keahliannya memasak yang sangat luar biasa itu? Hal yang tak pernah terlihat dan diketahuinya karena tersembunyi di balik penampilan kasim kesayangannya yang selalu lembut dan terlihat lemah. Bahkan disaat hatinya diliputi oleh kesdihan dan kecemasan akan keselamatan Xu Changyi dan Xu Guanjin yang belum juga kembali seperti saat ini, namun tetap saja muncul rasa penasaran berselimut kekaguman dalam hati Sang Pangeran Keempat pada kasim di sisinya itu dan dengan sendirinya, rasa sayang dan rasa memiliki Sang Pangeran Keempat pada si kasim kecil menjadi semakin kuat.
“Baiklah…kita tunggu sebentar lagi. Dan jika nanti mereka masih belum muncul juga, kita akan turun untuk mencari mereka” jawab Pangeran Zhu Di setelah terdiam sejenak.
“Pangeran, jika nanti mereka tidak muncul juga, maka hamba-lah yang akan turun ke jurang, Pangeran hamba mohon untuk menunggu di sini” ujar Xiao Chen.
“Kenapa begitu Adik Chen? Tidak! Jika kau turun ke dalam jurang untuk menolong Kakak Xu dan Guanjin-moi, maka aku harus ikut denganmu. Akulah yang menyebabkan semua ini terjadi. Seharusnya aku mendengarkan peringatan Kakak Xu untuk menjauhi tepi padang, tapi aku menepiskan ucapan Kakak Xu karena aku sangat ingin menunjukkan sebuah pemandangan yang indah pada Guanjin-moi. Dan sekarang aku mendapat hukuman atas ketidakpatuhanku itu. Aku harus bertanggungjawab Adik Chen. Ini semua adalah kesalahanku” protes Pangeran Zhu Di separuh memohon separuh penuh tekad.
“Hamba mengerti Pangeran, tapi jika Pangeran ikut turun, bagaimana jika nanti saat hamba telah menemukan Kakak Changyi dan Nona Xu lalu kami hendak naik ke atas, kami tidak mengetahui di mana posisi Pangeran karena banyaknya awan yang menutupi pandangan mata? Mungkin saja kami akan naik pada sisi yang salah dan jika hal itu terjadi, maka masalah baru akan timbul karena kami bertiga akan terpisah dari Pangeran. Jika Pangeran tetap di atas, maka hamba bisa memberikan tanda pada Pangeran, lalu saat Pangeran telah melihat tanda dari hamba, maka Pangeran bisa memberi tanda balasan di sisi mana Pangeran menunggu kami. Dengan begitu, kita tidak akan terpisah lagi” tutur Xiao Chen panjang lebar.
Pangeran Zhu Di terdiam. Lagi-lagi penalarannya membenarkan jawaban yang diucapkan oleh kasimnya.
“Benar juga. Baiklah Adik Chen…aku akan menunggu tanda darimu di sini” jawab Sang Pangeran Keempat kemudian.
Xiao Chen tersenyum lega melihat Pangeran Zhu Di dapat menerima pendapatnya. Sesungguhnya, tanpa diberi tandapun, ia bisa mengetahui di sisi sebelah mana Pangeran Zhu Di berada. Namun, jika Sang Pangeran turut serta ke dalam jurang, maka ia tak akan bisa bergerak dengan leluasa karena harus menjaga Pangeran Zhu Di dari ketajaman bebatuan di dalam jurang. Meskipun ia tahu bahwa Pangeran Keempat memiliki kemampuan yang cukup baik dalam hal beladiri, namun dasar jurang bukanlah tempat dengan musuh-musuh yang nyata seperti manusia yang bisa dihadapi dengan kemampuan beladiri biasa. Di dasar jurang, mereka hanya akan dihadapkan pada kekuatan alam dengan segala misterinya. Misteri yang membawa kebahagiaan maupun misteri yang membawa penghancuran. Dan Xiao Chen tak ingin mempertaruhkan keselamatan Pangeran Zhu Di untuk hal yang tidak pasti seperti apapun yang tersembunyi di balik awan-awan putih di dalam jurang itu.
“Terima kasih Pangeran” ucap Xiao Chen dalam kelegaannya.
Pangeran Zhu Di tak lagi menjawab dan hanya mengangguk. Ia membiarkan Xiao Chen mengambil posisi duduk bersila di atas tanah berumput di dekat bibir jurang sementara ia sendiri kemudian berjalan mondar mandir dalam rasa gelisah semakin menguat.
************
Di dasar jurang…
Xu Guanjin berdiri dalam rasa kagum yang terlihat sangat nyata pada apa yang kini terbentang di depan matanya.
Setelah Changyi berhasil membuat mereka turun dengan selamat tanpa terhempas di dasar jurang dengan menumpu pada sehelai jubah hanfu-nya, maka pemuda itu segera melepaskan Xu Guanjin dari dekapannya sementara ia sendiri mengenakan kembali jubahnya.
Dan kini, setelah keduanya berhasil turun di dasar jurang, ternyata apa yang menyambut mereka adalah hal yang sama sekali tak terduga. Dasar jurang yang tertutup oleh gumpalan awan-awal tebal itu ternyata adalah sebuah tempat yang sangat indah. Sebuah sungai kecil mengalir dengan air yang sangat jernih dengan ikan-ikan berwarna merah, kuning dan hitam yang berenang dalam rasa aman. Nampaknya, air sungai yang sangat jernih tersebut berasal dari sumber air di retakan dinding batu jurang dan merupakan sumber air alam yang belum tersentuh oleh kegiatan manusia. Pada sisi sungai yang didominasi oleh bebatuan warna hitam, terlihat tanaman perdu berdaun mungil yang kesemuanya tengah merebakkan warna-warni bunganya di musim semi. Entah ada berapa warna yang terdapat di rumpun perdu bunga sepanjang sungai itu, merah, biru, kuning, ungu, jingga hingga campuran warna lain yang Xu Guanjin tak mampu untuk menyebut dengan pasti warna dasarnya. Di antara hamparan warna-warni bunga tersebut, terdapat tanaman sejenis paku-pakuan dengan bentuk daun yang sangat elok dan indah, merambat pada sela-sela batuan sungai yang hitam berkilat. Lebih jauh dari tepian sungai terdapat sebuah hutan dengan pohon-pohon pinus yang tegak berdiri dengan batangnya yang besar dan lurus. Pohon-pohon tersebut sangat tinggi dan bahkan beberapa di antaranya memiliki puncak pohon yang tak terlihat karena menembus gumpalan awan di tengah jurang. Kini Xu Guanjin mengerti darimana pemandangan indah yang dilihatnya dari tepi jurang sesaat sebelum ia dan Pangeran Keempat jatuh ke bawah. Pemandangan sebuah hutan hijau yang menyembul di antara gumpalan awan putih berarak seolah ada negeri impian di bawah awan itu ternyata berasal dari hutan di dasar jurang ini. Gadis itu menoleh saat ia mendengar sebuah langkah mendekat. Senyum merekah di bibirnya yang tipis indah.
“Changyi-ko…ini indah sekali” ujar Xu Guanjin seraya menunjuk ke arah seluruh keindahan yang terbentang di depannya.
“Benar, tempat ini sangat indah. Rupanya karena itulah Thian meletakkan awan-awan yang tebal itu di tengah jurang. Mungkin untuk melindungi tempat yang sangat indah ini dari kerusakan karena tangan manusia” jawab Xu Changyi seraya berdiri di sisi Xu Guanjin.
“Saat di atas tadi, aku melihat pemandangan sebuah hutan yang sangat hijau menyembul keluar dari balik gumpalan awan. Tadinya kupikir hutan itu muncul dari awan-awan putih yang melayang di dalam jurang” ujar Xu Guanjin seraya memandang ke arah hutan pinus dengan penuh rasa kagum.
“Jadi karena itukah kau dan Pangeran Zhu Di berdiri di tepi jurang tadi Xu-moi?” tanya Changyi seraya menatap gadis di sisinya.
Xu Guanjin mengalihkan mata indahnya dari hutan pinus dan menatap Changyi. Sesaat mengerjab saat jantungnya menggeliat oleh pesona yang segera tertangkap dari wajah pemuda di dekatnya. Kemudian, kepalanya mengangguk.
“Pangeran Zhu Di mengajakku untuk melihat pemandangan yang lebih indah dari padang kecil itu jadi ia membawaku ke pinggir. Kukatakan bahwa kami tak seharusnya mendekat ke tepi jurang karena aku mendengar Changyi-ko berpesan pada Pangeran Zhu Di agar Pangeran tidak mendekati tepian padang, tapi Pangeran berkata tidak apa-apa. Ia akan menjagaku. Karena itu aku mengikutinya pergi ke tepi jurang dan melihat pemandangan yang sangat indah. Tapi aku terpeleset dan tanah di tepi jurang yang kami injak runtuh sehingga kami jatuh. Pangeran sempat memegangi tanganku tapi kemudian terlepas” tutur Xu Guanjin seraya menatap pemuda di depannya. Nada kalimatnya yang seolah mengandung rasa penyesalan membuat Changyi tertawa kecil hingga sederet putih cemerlang gigi pemuda itu terlihat mengintip di balik bibirnya yang berlekuk. Nyaris tanpa sadar Xu Guanjin mengangkat satu tangannya dan mendekap dada ketika jantungnya membuat satu lompatan keras sementara kepalanya menjadi pening. Dan semua itu terjadi hanya karena ia melihat tawa kecil pemuda di depannya. Tawa yang memperlihatkan deretan gigi indah cemerlang.
Namun gerakan Xu Guanjin yang mendekap dadanya itu justru membuat tawa Changyi lenyap dan kening pemuda itu seketika berkerut.
“Xu-moi..apa…kau terluka? Kenapa kau mendekap dada?” tanya Changyi dengan nada khawatir yang nyata.
Xu Guanjin menurunkan tangannya dari atas dada dengan wajah bersemu merah. Kepalanya tertunduk.
“Tidak Changyi-ko…aku tidak apa-apa” jawab Guanjin seraya menggeleng.
Namun sedikitpun Changyi tidak percaya. Bertahun-tahun ia mengenal Xu Guanjin setelah menjadi bagian dari Keluarga Xu membuatnya mengenal sifat gadis itu yang tak pernah suka memperlihatkan kesedihan ataupun penderitaan. Karena itu, Changyi segera mengulurkan tangannya memegang bahu Xu Guanjin dan memutarnya hingga gadis itu berdiri membelakangi dirinya.
“Berbaliklah Xu-moi…biarkan aku memeriksamu” ujar Changyi saat mulai memutar tubuh Guanjin.
“Ah…aku tidak apa-apa Changyi-ko, sungguh” sahut Xu Guanjin. Namun gadis itu sama sekali tidak menolak saat dengan lembut Changyi memutar tubuhnya lalu menyingkapkan geraian rambut panjangnya ke satu sisi bahu.
“Diamlah Xu-moi” bisik Changyi membuat Xu Guanjin terdiam sementara ia merasakan sepasang tangan Changyi menempel di punggungnya.
“Xu-moi…tarik nafasmu” bisik Changyi kembali. Xu Guanjin melakukan apa yang dibisikkan oleh Changyi.
Sesaat Xu Guanjin tak merasakan apapun. Namun, kemudian, seiring dengan kesunyian yang melingkupi mereka, mendadak terasa sebuah aliran hawa sejuk yang menyusup masuk melalui punggungnya. Hawa sejuk yang bergerak melingkar-lingkar di daerah sekitar dada dan ulu hati, membuat nafasnya terasa longgar dan ringan sebelum kemudian, hawa sejuk itu terasa menyebar dan dengan cepat mengalir ke seluruh tubuh hingga mencapai titik-titik terjauh di ujung jemari kaki dan tangannya sementara gumpalan hawa sejuk lainnya justru berkumpul dan berputar di sekitar pusar membuat tubuhnya terasa sangat segar dan seolah seluruh tenaganya kembali utuh. Namun, di samping hawa sejuk yang membuat tubuhnya sangat segar itu, Xu Guanjin juga merasakan adanya hawa lain yang justru sangat berlawanan dengan kesejukan hawa yang terus berputar di sekitar pusarnya.
“Apa sekarang kau merasa lebih baik Xu-moi? Apa yang kau rasakan sekarang?” tanya Changyi seraya menelengkan kepalanya menatap sisi wajah gadis di depannya.
Xu Guanjin menganggukkan kepalanya.
“Ya Changyi-ko…” jawab gadis itu. “Sekarang aku merasa seperti demam”.
Changyi terperanjat dan seketika mengangkat kedua tangannya lalu kembali memutar tubuh Guanjin hingga kini keduanya saling berhadapan.
“Demam? Bagaimana kau bisa merasa demam? Bukankah tadi kau membenarkan bahwa kau merasa lebih baik?” tanya Changyi dengan sepasang alis berkerut.
Guanjin menggelengkan kepala sementara tangannya menggeser rambut indahnya yang panjang tergerai dari bahu hingga kembali menutupi punggung.
“Aku tidak tahu Changyi-ko. Aku memang merasa lebih baik. Sebenarnya, aku tidak apa-apa. Aku tidak merasa sakit di manapun. Tadi saat kau menempelkan tanganmu itu, aku merasa ada hawa yang sangat sejuk masuk ke dalam tubuh dan rasanya sangat nyaman. Tapi kemudian, bersama hawa yang sangat sejuk itu aku juga merasakan hawa yang panas masuk pula ke dalam tubuhku dan karena itu aku mengatakan bahwa aku merasa demam” tutur Xu Guanjin dengan jujur.
Changyi mendengarkan penuturan Xu Guanjin dengan seksama dan terlihat berpikir. Apa yang tadi ia lakukan pada Xu Guanjin hanyalah menyalurkan hawa murni ke tubuh gadis itu untuk membuka saluran dalam pembuluh darah bila ada yang tersumbat akibat benturan maupun karena rasa terkejut saat gadis itu jatuh ke dalam jurang. Dan Changyi tahu pasti bahwa rasa hawa murni saat masuk ke dalam tubuh hanyalah sejuk. Akan berbeda bila yang dimasukkan ke dalam tubuh adalah aliran ginkang dari suatu ilmu tertentu yang hawanya tergantung dari ilmu yang melambarinya. Jika ilmu yang menjadi lambaran ginkang tersebut berasal dari unsur api, maka aliran ginkang yang masukpun akan terasa sangat panas sebagaimana sifat dari api itu sendiri. Karenanya sungguh aneh jika Xu Guanjin mengatakan bahwa selain hawa sejuk yang memasuki tubuhnya, juga ada hawa panas yang juga masuk hingga kini gadis itu menjadi demam. Apakah ia telah salah saat memasukkan hawa murni ke dalam tubuh Xu Guanjin?
“Xu-moi…katakan padaku, apakah kau tahu dari arah mana hawa panas itu?” tanya Changyi kemudian.
Xu Guanjin mengangguk. Kali ini dengan cepat.
“Ya Changyi-ko” jawabnya sembari menatap ke arah sepasang tangan pemuda di depannya. Sepasang pipi gadis itu terlihat merona merah saat ia mulai bertutur kembali. “Hawa panas itu berasal dari sepasang tangan Changyi-ko. Kenapa tanganmu panas sekali? Apakah kau sakit? Saat kita jatuh tadi…lalu saat…saat…Chanyi-ko…memelukku, aku juga merasakan tanganmu panas sekali. Juga…tubuhmu…dan jantung Changyi-ko…berdetak begitu keras. Sebenarnya…aku justru berpikir bahwa kaulah yang terluka karena berusaha untuk menyelamatkan diriku. Karena itulah aku…merasa sangat menyesal. Maafkan aku Changyi-ko”. 
Untuk kedua kalinya Changyi terperanjat. Namun kali ini, wajah pemuda itu memerah saat akhirnya ia mengerti hal sesungguhnya yang terjadi.
Ya, saat ia memeluk Xu Guanjin tadi, saat mereka berada dalam jarak yang sangat dekat, ia memang merasakan hawa yang panas mengalir di seluruh tubuhnya. Hawa panas yang muncul bersamaan dengan seluruh pesona Xu Guanjin yang mendetakkan jantungnya dengan sangat keras, menghapus segala keraguan pada hal sesungguhnya yang tengah terjadi pada dirinya, membuat Changyi benar-benar tak berdaya lagi untuk menepis dan menolak saat gadis itu dengan seluruh keindahan purnamanya merasuk memasuki jiwanya dan menetap di tempat paling keramat jauh di dasar pada titik ruh kehidupan dan bahkan dalam sekejab, Xu Guanjin telah menjadi ruh bagi kehidupannya. Rupanya perubahan yang tengah terjadi pada dirinya itu terasakan oleh Xu Guanjin, dan bahkan hawa panas yang melanda dirinya turut merasuk ke dalam tubuh gadis itu. Changyi tahu bahwa tubuh seorang lelaki bisa menjadi panas saat mereka dilanda oleh aliran nafsu syahwat maupun hawa amarah dan hawa panas itu berasal dari aliran darah yang mengalir dengan sangat cepat membawa energi syahwat maupun amarah tersebut menuju titik pemuasan. Tapi ia bisa mengingat dengan sangat jelas bahwa saat ia mendekap Xu Guanjin tadi, ia sama sekali tak memiliki hawa syahwat dalam dirinya pada gadis itu, apalagi hawa kemarahan. Tak sedikitpun terlintas pikiran kotor dalam dirinya pada gadis itu selain rasa yang begitu mendalam untuk melindungi, menyelamatkan, dan segala hal untuk kebaikan gadis itu melebihi keselamatan dirinya sendiri. Dan untuk pertama kali dalam hidupnya, ia memiliki rasa yang sangat mendalam melebihi kasih sayangnya pada Xiao Chen adiknya. Lalu, bagaimana ia bisa memiliki hawa sepanas itu meskipun ia sama sekali tidak memiliki pemikiran yang kotor sebagai seorang pria pada Xu Guanjin?
“Changyi-ko…” sebuah bisik lembut meluncur dari bibir Xu Guanjin sementara satu jemari tangan yang lembut halus menyentuh permukaan pipi Changyi membuat pemuda itu kembali pada wajah purnama gadis di depannya. Wajah jelita yang terlihat begitu cemas dalam binar cinta yang jelas nyata di kedalaman sepasang mata seindah bintang di langit. “Apakah Changyi-ko sakit?...seharusnya aku menolak saat Pangeran Zhu Di mengajakku ke tepi jurang, dengan begitu aku tidak akan jatuh karena kebodohanku dan membuat Changyi-ko sakit. Kenapa tubuhmu panas sekali?”.
Mendadak Changyi merasa bingung. Apa yang harus dikatakannya pada Xu Guanjin untuk menjelaskan hawa yang membuat tubuhnya menjadi sangat panas. Haruskah ia mengakui bahwa gadis itu telah mengambil seluruh tempat di dasar jiwanya? Bahwa ia telah…jatuh cinta pada gadis itu? Bahwa ia telah…takluk di bawah binar cinta yang juga sangat kuat di kedalaman mata gadis itu?
“Xu-moi…aku…” bibir Changyi mengelu sementara tangannya terulur dan menggenggam jemari halus Xu Guanjin yang mendekap satu sisi pipinya. Kedua mata bening cemerlang Changyi menemukan tempat di kedalaman binar cinta yang memancar dari sepasang mata bintang gadis di depannya, membuat lidahnya kehilangan seluruh kata yang telah tersusun, membuat rangkaian kalimat yang nyaris meluncur seketika tenggelam kembali di kejauhan lubuk hati.
Hingga yang terurai kemudian hanyalah bahasa kalbu yang penuh dengan kejujuran, mengalir bersama keheningan yang kembali melingkupi keduanya.
Sementara sungai kecil bersama ribuan ikan berwarna-warni, rumpun perdu bunga dengan keindahan bunga musim seminya yang bermekaran serta kehijauan hutan pinus terus menyanyikan lagu harmoni mereka, mengalun merdu dan menyatu dalam bahasa kalbu penuh kejujuran yang memancar dari dua pasang mata yang kembali beradu dalam gejolak cinta, semakin jauh hingga perlahan…alunan harmoni keindahan alam yang membaur dalam gejolak cinta itu membawa wajah Xu Changyi bergerak mendekat…
Mendekat…dan terus mendekat…pada sekuntum keindahan yang menanti di wajah bulan purnama yang mabuk kepayang pada kekuatan pesona sang matahari yang melenakan…
***********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar