♫♫ Tataplah mata ini, lihatlah cinta ini
Yang
membara dan tiada akan pernah akan pernah padam
Dekaplah
diri ini, jangan kau lepas lagi
Jangan
pernah kau tinggalkan diriku♫♫
(Song by Cool Colour)
Di balik awan, di kedalaman jurang
yang menyimpan berjuta misteri…
Changyi dapat melihat
tubuh Xu Guanjin yang melayang dengan deras sementara pada titik terjauh yang
bisa dicapai oleh kedua matanya ia melihat hamparan bebatuan tajam menanti. Tak
ada apapun yang akan terjadi bila keduanya terhempas pada bebatuan yang hitam
dan keras itu selain kehancuran. Dan ia tak bisa membiarkan gadis yang telah
mengikis ketenangan jiwanya itu hancur oleh ketajaman bebatuan dasar jurang.
“Changyi-Ko!” seru Xu
Guanjin sementara kedua tangannya menggapai ke arah Changyi.
“Guanjin-moi…aku akan
meraihmu!” seru Changyi seraya berusaha mengulurkan tangannya ke arah Xu
Guanjin.
Sesungguhnya, jarak
di antara keduanya tidaklah jauh. Namun dalam besarnya kekuatan bumi yang
menarik keduanya menuju ke titik dasar jurang membuat Changyi sangat kesulitan
untuk memajukan tubuhnya menuju ke arah Xu Guanjin sementara jarak mereka dari
dasar semakin dekat dan kecepatan luncur mereka semakin menderas. Sepertinya,
mereka memang akan segera terhempas dan hancur dalam beberapa detik.
Tak ada apapun yang
bisa diraihnya karena mereka tepat berada di tengah jurang dan jauh dari
dinding. Satu-satunya jalan hanyalah membuat penahan bagi tubuh keduanya agak
tidak terhempas dengan telak di atas bebatuan dasar jurang.
Maka tanpa menunggu
lebih lama, Changyi segera merenggut lepas jubah hanfunya kemudian dengan cepat
pemuda itu mengibaskan jubahnya ke arah Xu Guanjin. Hanya butuh dua detik bagi
jubah hanfu yang semula membungkus tubuh indah Changyi itu untuk melibat rapat
tubuh Xu Guanjin. Detik berikutnya Changyi menyentakkan jubahnya dengan gerak
menyendal membuat tubuh Xu Guanjin terpental ke atas menuju ke arah pemuda
tersebut. Dengan gerak cepat tangan kiri Changyi menyambar tubuh Xu Guanjin
yang melayang ke arahnya membuat gadis itu dalam sekejab telah berada dalam
pelukan pemuda tersebut sementara tubuh keduanya kini melayang bersama menuju
ke dasar jurang!.
Changyi memicingkan
sepasang matanya mencoba melihat seberapa jauh lagi dasar jurang yang menanti
mereka sementara Xu Guanjin yang terkejut oleh belitan kain mantel dan sentakan
kuat pemuda itu menatap wajah di depannya dengan sepasang mata membelalak dan
wajah pucat. Namun beberapa detik kemudian, saat Changyi mengalihkan
pandangannya dari dasar jurang ke wajah pias yang tengah menatapnya dengan sorot
panik dan takut, segalanya dengan sangat cepat berubah…
Seolah waktu
terhenti…
Seolah dasar jurang
dengan bebatuan terjal yang tajam melenyap hilang…
Seolah seisi semesta
meluas hingga batas mengabur dan menjauh…
Hingga yang
tertinggal hanyalah dua pasang mata yang saling menatap, membuka jendela jiwa yang
semula menutup, mengungkap seluruh rahasia hati dan memekarkan kuncup bunga
hingga merekah sempurna, membawa jantung meledak dalam detak keras oleh pesona
dahsyat yang merasuk hingga jauh ke dasar hati dan jiwa, pada kedalaman yang
tak lagi dapat diselami. Membuat keduanya segera terlupa pada kesejatian diri…
Changyi yang terlupa
bahwa ada satu batas di mana ia tak bisa jauh melangkah untuk memasukinya…
Terlupa pada
persahabatannya dengan Sang Pangeran Keempat yang dengan jujur mengungkapkan
kegelisahan rasa pada gadis yang kini berada dalam dekapannya…
Terlupa pada ayah
angkat yang sangat mencintainya dan memberinya keluarga…
Seluruh kesadarannya
tertarik menjauh oleh kejelitaan gadis yang sesungguhnya telah mengikatnya
sejak pertama bertemu membuat mata jiwa pemuda itu segera terpaku pada satu
wajah tersebut dan tak mungkin berpaling lagi…
“Xu-moi” bisik jiwa
Changyi, tersampaikan melalui bibir berlekuk sempurna yang memabukkan Xu
Guanjin, melenyapkan segala pias di wajah bulan purnama gadis itu, meronakan sepasang
pipi hingga meranum dan semakin melenakan Changyi dalam rasa kepayang oleh
cinta yang menembus keduanya dengan sangat telak, jauh ke dasar jiwa pada
kedalaman yang tak mungkin untuk digali dan dicabut kembali.
“Changyi-ko” bergetar
bibir Xu Guanjin ketika ia membalas bisikan dari bibir indah Changyi. Selaksa
cemerlang cahaya bintang seolah berpendar di sepasang mata indah gadis itu dan
kesemuanya hanyalah membahasakan satu kata.
Cinta…
Yang memerangkap Xu
Guanjin dalam mimpi indah selama bertahun-tahun sejak ia melihat Changyi
pertama kali pada hari ayahnya membawa dua orang anak saat kepulangannya dari
peperangan di wilayah Dadu.
Berapa ribu kali ia
membisikkan nama itu dalam jiwanya, dari tempat persembunyiannya dan menatap
anak lelaki yang terus tumbuh menjadi matahari kecil dalam pengawasan kedua
matanya, membuat Xu Guanjin semakin tak bisa lagi berpaling untuk menatap wajah
manapun lagi.
Dan kini seolah
seluruh bisik jiwanya mendapat jawaban dalam musik terindah dari bibir sang
matahari kecil yang mendekapnya dengan sangat erat itu.
Membuat Xu Guanjin
segera melebur dalam gelombang cinta yang tak mampu lagi disembunyikannya.
Melupakan segala kesadaran bahwa sang matahari adalah kakak angkat yang telah
menjadi bagian dari keluarganya. Melupakan bahwa dalam besarnya gelombang
asmara yang tengah mengamuk keduanya, hanya kemustahilan yang menghadang bagi
cinta yang sangat kuat itu untuk menyatu…untuk bersama…
Tanpa menyakiti…
Tanpa meninggalkan
luka…
Bagi siapapun di
sekitar mereka…
Namun manusia
hanyalah tempat untuk menerima apapun yang datang tanpa memiliki kemampuan
untuk menolak. Bahkan meski hal tersebut adalah sebuah cinta di atas jalan yang
sangat terjal dan sulit untuk terwujud. Dan kedua hati tersebut tak memiliki
daya untuk menepis setiap getaran yang mengguncang hingga ke sudut terjauh. Xu
Changyi dan Xu Guanjin terhanyut dalam keindahan cinta yang mempertemukan
keduanya dan menghapus jarak persaudaraan yang selama ini membatasi keduanya.
Maka, dalam rasa
terpesonanya yang sangat mengguncang, jemari Xu Guanjin terulur, bergetar halus
saat menyentuh ujung hidung pemuda yang mendekapnya, menyusuri sepanjang tulang
hidung yang tinggi dan mancung serupa angka satu, berpindah pada sisi kening
yang berhias helai-helai rambut halus, mengusap lembut kening indah yang
terbuka setelah hembusan keras angin menyingkapkan anak-anak rambut yang semula
menutupi keindahan dahi di bagian depan kepala tersebut. Jemari lentik yang
masih gemetar oleh ketakjuban saat menyentuh barisan keindahan yang membentuk
sepasang alis melengkung sempurna. Sentuhan lembut yang justru membawa
kesadaran Changyi kembali pada bahaya yang tengah mengancam keduanya membuat
bibir pemuda itu segera tertarik ke samping membentuk sebuah senyum indah pada
gadis yang jelas terlihat tengah mabuk kepayang dalam dekapannya sementara
sepasang matanya melirik ke arah dasar jurang yang semakin dekat!
Xu Guanjin menghela
nafas sementara wajah yang kini berada demikian dekat dengan kedua matanya itu
terlihat menyunggingkan sebait senyum yang semakin membuat jantungnya berpacu.
Kening gadis itu berkerut menerima seluruh keindahan yang benar-benar
tergenggam oleh jemari jiwanya saat ini dan bukan lagi sekedar sebuah mimpi
sebagaimana yang dilewatinya dalam tahun-tahun di balik persembunyiannya.
Manakah yang lebih
indah di wajah ini? Setiap bagian dari diri Xu Changyi seolah hanya tercipta
dari keping-keping indahan.
Namun, di atas semua
keindahan itu, bagaimana ia akan mampu menahan kecemerlangan sepasang mata yang
memancarkan pesona sang matahari? Binar yang menghidupkan seluruh bagian diri
yang semula nyaris mati, memberikan energi baru untuk hidup kembali dengan
kehidupan yang seolah tidak lagi mengenal kata akhir…
“Xu-moi…aku akan membawamu
keluar dari jurang ini” bisik Changyi membuat Xu Guanjin tersentak dari alunan
gelora asmara yang sejenak membuatnya terlupa bahwa keduanya saat ini tengah
melayang di kedalaman jurang yang sangat curam dan hamparan bebatuan tajam
menganga menanti di dasar!.
Maka, demikian
kesadaran Xu Guanjin kembali, jemari gadis yang semula terhenti di sisi pipi
Changyi tersebut segera mencengkeram hanfu pemuda yang mendekapnya dengan erat.
“Apakah kita akan
terhempas di dasar? Changyi-ko, jurang ini dalam sekali dan aku sangat takut
membayangkan apa yang menunggu kita di bawah” jawab Xu Guanjin seraya berusaha
untuk memalingkan wajahnya ke arah dasar jurang.
“Jangan melihat ke
bawah Xu-moi” cegah Changyi sebelum gadis dalam pelukannya benar-benar menatap
ke arah dasar jurang membuat sepasang mata Xu Guanjin segera kembali pada
kecemerlangan sang matahari di wajah yang sangat dekatnya itu. “Percaya saja
padaku”.
Kemudian, tak sampai
dua detik setelah mengucapkan kalimatnya, mendadak tangan kanan Xu Changyi
menghentak membuat sebuah siuran angin yang sangat tajam. Kemudian, jubah hanfu
yang masih tergenggam di tangan kanan pemuda tersebut berkelebat cepat,
meninggalkan sifat dasarnya sebagai sehelai kain yang lembut lemas dan berubah
menjadi lembaran kain yang seolah berubah melentur dengan ujung tajam meluncur
ke arah bebatuan dasar jurang yang semakin dekat.
Lalu, saat akhirnya
dasar yang mendekat dalam kecepatan tinggi itu tercapai oleh ujung kain mantel,
mendadak telinga Xu Guanjin mendengar suara ledakan kecil disusul pecahan
batuan lembut yang berhamburan. Detik selanjutnya, gadis itu terperanjat saat
ia merasakan sebuah ayunan lembut sementara kakinya seolah telah menginjak
sehelai kain selembut sutera namun lentur dan kuat membuat gadis itu seketika
meninggalkan keindahan wajah Changyi lalu berpaling ke bawah.
Dan apa yang kemudian
ditemukannya ternyata hanyalah sehelai kain jubah hanfu yang tengah menahan
keduanya sementara ujung jubah yang lain telah tertanam dengan kuat di dalam
bebatuan dasar jurang. Kain jubah hanfu berwarna biru yang semula dilihatnya
menghias tubuh indah dan tegap Xu Changyi itu kini seolah telah berubah menjadi
sebatang pohon hidup yang menopang keduanya dan menahan mereka dari hempasan
keras yang menghancurkan di atas batuan tajam dasar jurang. Dan pohon lentur
dari jubah hanfu itu perlahan merendah memperpendek jarak antara keduanya
dengan dasar jurang. Xu Guanjin nyaris mengira bahwa kain jubah itu benar-benar
hidup hingga ia menangkap gerakan tangan Changyi yang menghentak dengan gerakan
halus namun kuat membuat gadis itu melihat bahwa salah satu ujung kain jubah
hanfu di sisi mereka ternyata berada dalam genggaman jemari tangan Changyi dan
tangan pemuda itulah yang telah menghidupkan serta mengendalikan kain lembut
yang kini menopang keduanya dengan tenaga ginkangnya!.
**********
Sementara itu di atas
jurang…
Xiao Chen yang telah
mengikat kembali rambutnya berlutut di sisi Pangeran Zhu Di yang terlihat
semakin kalut sebab belum juga ada tanda-tanda akan kembalinya Xu Changyi dan
Xu Guanjin dari dalam jurang.
Angin bertiup keras
membawa misteri kehidupan yang tersembunyi di balik gumpalan awan tebal di
dalam jurang, menutupi pandangan Pangeran Zhu Di dan Xiao Chen terhadap apapun
yang tengah dan telah terjadi di dasar jurang.
“Kakak Xu…Guanjin-moi…kenapa
kalian tidak kembali juga? Apa yang terjadi pada kalian? Apakah kalian tidak
berhasil selamat?” bisik Sang Pangeran Keempat seraya terus menatap ke dalam
jurang, berharap kedua matanya akan cukup tajam untuk menyingkap gumpalan asap awan
yang menutupi pandangannya dari dasar jurang. Airmata masih mengalir di pipi
Pangeran Zhu Di yang halus bersinar.
“Pangeran, Kakak
Changyi dan Nona Xu pasti selamat. Hamba mohon Pangeran jangan terlalu
khawatir” ucap Xiao Chen seraya menyentuh bahu Pangeran Zhu Di yang bersimpuh
di tanah di bibir jurang, seolah tak peduli lagi pada tanah lembab yang membuat
pakaian indahnya menjadi kotor.
Pangeran Zhu Di
berpaling dan menatap kasim kesayangannya. Raut wajah tampannya yang biasanya
berbinar gembira terlihat keruh oleh kesedihan dan kecemasan.
“Bagaimana kau bisa
begitu yakin Adik Chen? Kita sudah cukup lama menunggu di sini, tapi Kakak Xu
dan Guanjin-moi belum nampak juga” sahut Pangeran Zhu Di seraya menunjuk ke
arah jurang.
“Hamba yakin karena
hamba sangat mengenal Kakak Changyi, Ia tidak akan membiarkan hal buruk terjadi
pada siapapun orang yang ada di dekatnya. Kakak Changyi akan melakukan apapun
untuk melindungi keluarganya, bahkan jika perlu dengan mengorbankan dirinya
sendiri. Karena itulah hamba yakin bahwa mereka pasti akan selamat” jawab Xiao
Chen seraya turut memandang ke arah jurang yang tertutup awan. Satu sisi
jantungnya terasa bergetar saat ia menyadari bahwa kalimat yang diucapkannya
tersebut seolah ditujukan pada dirinya sendiri, pada keinginan kakaknya untuk
memastikan kehidupan mereka selalu cukup dan aman meski untuk itu, Changyi
harus menjalani kehidupan sebagai seorang pencuri beras, sebagai pelayan
perawat kuda dan kemudian mendaftarkan diri sebagai calon prajurit di sekolah
prajurit khusus dengan menahan semua hinaan dari murid-murid lain yang
kesemuanya merupakan anak-anak pejabat istana. Setelah ia menjadi kasim dan
juru masak Pangeran Zhu Di, ia mengetahui semua kisah perjalanan kakak
lelakinya itu dari Pangeran Keempat sendiri. Dan Xiao Chen selalu menyesali
setiap detik yang terlewati oleh Changyi dalam kepedihan tanpa ia bisa
mendampingi kakaknya itu karena ketakutannya sendiri pada sikap-sikap tidak
bersahabat yang akan didapatnya jika mereka meninggalkan Kuil Bulan Merah.
Mungkin hanya Thian saja yang tahu betapa besarnya kepedihan Xiao Chen saat
menyadari bahwa ia telah bersikap tidak adil dan mementingkan diri sendiri
justru disaat kakak satu-satunya yang ia miliki memikirkan jalan terbaik untuk
kebaikan kehidupan mereka. Xiao Chen menarik nafas panjang saat merasakan
betapa kedua matanya sendiri mulai berkabut oleh kenangan-kenangan yang
melintas cepat di dalam benaknya.
“Mungkin sebaiknya
kita melaporkan hal ini pada Yang Mulia Kaisar agar mengirimkan prajurit untuk
turun ke dasar jurang dan menolong Kakak Xu serta Guanjin-moi” ujar Pangeran
Zhu Di seraya bangkit berdiri.
Xiao Chen terkejut.
Serta merta kasim kecil itu turut bangkit dari tanah dan berdiri di sisi
Pangeran Keempat.
“Pangeran, jika
Pangeran melaporkan hal ini pada Yang Mulia Kaisar, hamba kira masalah akan
menjadi lebih rumit” sahut Xiao Chen cepat.
“Rumit? Kenapa
menurutmu justru akan bertambah rumit Adik Chen? Kita harus segera menolong
Kakak Xu Dan Guanjin-moi dari dalam jurang sebelum hari menjadi malam. Jika malam
hari telah datang, dasar jurang itu pasti akan sangat dingin dan aku sangat
khawatir pada mereka berdua” seru Pangeran Zhu Di dengan sepasang alis
terangkat naik.
“Pangeran, jurang itu
sangatlah dalam. Jika tidak maka mustahil akan ada gumpalan awan yang melayang
di dalamnya. Jika Pangeran melaporkan hal ini pada Yang Mulia Kaisar, lalu Yang
Mulia Kaisar memerintahkan prajurit untuk menuruni dasar jurang ini, maka akan
dibutuhkan sebuah tangga yang sangat panjang. Dan untuk membuat sebuah tangga
yang sangat panjang dibutuhkan waktu yang lebih lama, mungkin lebih dari dua
hari” kata Xiao Chen membuat kening Pangeran Zhu Di berkerut dalam saat ia
menyadari kebenaran dalam ucapan kasimnya.
“Jadi bagaimana
sekarang Adik Chen?” tanya Pangeran Zhu Di dengan raut yang semakin bingung.
“Aku sangat takut pada Paman Xu Da. Jika Paman Xu Da tahu, maka ia pasti akan
marah sekali padaku. Aku bisa melihat betapa besar kecintaan Paman Xu Da pada
Kakak Xu dan Guanjin-moi. Mereka berdua adalah permata hati Paman Xu Da. Selain
itu, Bibi Xu Da juga pasti akan sangat sedih. Akulah yang telah membujuk Bibi
Xu Da untuk mengijinkan Guanjin-moi ikut bersama dengan kita”.
“Menurut hamba,
sebaiknya kita menunggu mereka di sini Pangeran. Nanti, bila hari semakin sore
dan belum juga ada tanda Kakak Changyi dan Nona Xu kembali, maka hamba akan
turun untuk mencari mereka” sahut Xiao Chen.
Pangeran Zhu Di
menatap lurus ke arah sepasang mata bening kasimnya. Ingatannya melayang pada
apa yang telah dilihatnya saat di dalam jurang beberapa saat lalu. Bagaimana
kain kecil tali pengikat rambut Xiao Chen bisa berubah menjadi sangat kuat dan
tajam bagaikan sebatang besi baja dan menembus dinding batu jurang yang sangat
keras dengan begitu mudah seolah dinding batu berwarna hitam itu hanyalah
segumpal kue beras yang sangat lembut, bagaimana dengan sekali hentak, kasimnya
yang terlihat lembut dan lemah itu mampu membawanya melayang ke atas hanya
dengan bertumpu pada satu kali pijakan kaki di dinding batu kemudian dalam
sekejab mereka telah sampai di bibir jurang tanpa sedikitpun luka. Apa yang
dilakukan oleh Kasim Chen sangatlah mustahil dilakukan oleh orang-orang biasa
dan hal itu membuat Pangeran Zhu Di bertanya-tanya tentang kemampuan kasimnya
yang sebenarnya. Apakah Xiao Chen memiliki kemampuan lain selain keahliannya
memasak yang sangat luar biasa itu? Hal yang tak pernah terlihat dan
diketahuinya karena tersembunyi di balik penampilan kasim kesayangannya yang
selalu lembut dan terlihat lemah. Bahkan disaat hatinya diliputi oleh kesdihan
dan kecemasan akan keselamatan Xu Changyi dan Xu Guanjin yang belum juga
kembali seperti saat ini, namun tetap saja muncul rasa penasaran berselimut
kekaguman dalam hati Sang Pangeran Keempat pada kasim di sisinya itu dan dengan
sendirinya, rasa sayang dan rasa memiliki Sang Pangeran Keempat pada si kasim
kecil menjadi semakin kuat.
“Baiklah…kita tunggu
sebentar lagi. Dan jika nanti mereka masih belum muncul juga, kita akan turun
untuk mencari mereka” jawab Pangeran Zhu Di setelah terdiam sejenak.
“Pangeran, jika nanti
mereka tidak muncul juga, maka hamba-lah yang akan turun ke jurang, Pangeran
hamba mohon untuk menunggu di sini” ujar Xiao Chen.
“Kenapa begitu Adik
Chen? Tidak! Jika kau turun ke dalam jurang untuk menolong Kakak Xu dan
Guanjin-moi, maka aku harus ikut denganmu. Akulah yang menyebabkan semua ini
terjadi. Seharusnya aku mendengarkan peringatan Kakak Xu untuk menjauhi tepi
padang, tapi aku menepiskan ucapan Kakak Xu karena aku sangat ingin menunjukkan
sebuah pemandangan yang indah pada Guanjin-moi. Dan sekarang aku mendapat
hukuman atas ketidakpatuhanku itu. Aku harus bertanggungjawab Adik Chen. Ini
semua adalah kesalahanku” protes Pangeran Zhu Di separuh memohon separuh penuh
tekad.
“Hamba mengerti
Pangeran, tapi jika Pangeran ikut turun, bagaimana jika nanti saat hamba telah
menemukan Kakak Changyi dan Nona Xu lalu kami hendak naik ke atas, kami tidak
mengetahui di mana posisi Pangeran karena banyaknya awan yang menutupi
pandangan mata? Mungkin saja kami akan naik pada sisi yang salah dan jika hal
itu terjadi, maka masalah baru akan timbul karena kami bertiga akan terpisah
dari Pangeran. Jika Pangeran tetap di atas, maka hamba bisa memberikan tanda
pada Pangeran, lalu saat Pangeran telah melihat tanda dari hamba, maka Pangeran
bisa memberi tanda balasan di sisi mana Pangeran menunggu kami. Dengan begitu,
kita tidak akan terpisah lagi” tutur Xiao Chen panjang lebar.
Pangeran Zhu Di
terdiam. Lagi-lagi penalarannya membenarkan jawaban yang diucapkan oleh
kasimnya.
“Benar juga. Baiklah
Adik Chen…aku akan menunggu tanda darimu di sini” jawab Sang Pangeran Keempat
kemudian.
Xiao Chen tersenyum
lega melihat Pangeran Zhu Di dapat menerima pendapatnya. Sesungguhnya, tanpa
diberi tandapun, ia bisa mengetahui di sisi sebelah mana Pangeran Zhu Di
berada. Namun, jika Sang Pangeran turut serta ke dalam jurang, maka ia tak akan
bisa bergerak dengan leluasa karena harus menjaga Pangeran Zhu Di dari
ketajaman bebatuan di dalam jurang. Meskipun ia tahu bahwa Pangeran Keempat
memiliki kemampuan yang cukup baik dalam hal beladiri, namun dasar jurang
bukanlah tempat dengan musuh-musuh yang nyata seperti manusia yang bisa
dihadapi dengan kemampuan beladiri biasa. Di dasar jurang, mereka hanya akan
dihadapkan pada kekuatan alam dengan segala misterinya. Misteri yang membawa
kebahagiaan maupun misteri yang membawa penghancuran. Dan Xiao Chen tak ingin
mempertaruhkan keselamatan Pangeran Zhu Di untuk hal yang tidak pasti seperti
apapun yang tersembunyi di balik awan-awan putih di dalam jurang itu.
“Terima kasih
Pangeran” ucap Xiao Chen dalam kelegaannya.
Pangeran Zhu Di tak
lagi menjawab dan hanya mengangguk. Ia membiarkan Xiao Chen mengambil posisi
duduk bersila di atas tanah berumput di dekat bibir jurang sementara ia sendiri
kemudian berjalan mondar mandir dalam rasa gelisah semakin menguat.
************
Di dasar jurang…
Xu Guanjin berdiri
dalam rasa kagum yang terlihat sangat nyata pada apa yang kini terbentang di
depan matanya.
Setelah Changyi
berhasil membuat mereka turun dengan selamat tanpa terhempas di dasar jurang dengan
menumpu pada sehelai jubah hanfu-nya, maka pemuda itu segera melepaskan Xu
Guanjin dari dekapannya sementara ia sendiri mengenakan kembali jubahnya.
Dan kini, setelah
keduanya berhasil turun di dasar jurang, ternyata apa yang menyambut mereka
adalah hal yang sama sekali tak terduga. Dasar jurang yang tertutup oleh
gumpalan awan-awal tebal itu ternyata adalah sebuah tempat yang sangat indah.
Sebuah sungai kecil mengalir dengan air yang sangat jernih dengan ikan-ikan
berwarna merah, kuning dan hitam yang berenang dalam rasa aman. Nampaknya, air
sungai yang sangat jernih tersebut berasal dari sumber air di retakan dinding
batu jurang dan merupakan sumber air alam yang belum tersentuh oleh kegiatan
manusia. Pada sisi sungai yang didominasi oleh bebatuan warna hitam, terlihat
tanaman perdu berdaun mungil yang kesemuanya tengah merebakkan warna-warni
bunganya di musim semi. Entah ada berapa warna yang terdapat di rumpun perdu
bunga sepanjang sungai itu, merah, biru, kuning, ungu, jingga hingga campuran
warna lain yang Xu Guanjin tak mampu untuk menyebut dengan pasti warna
dasarnya. Di antara hamparan warna-warni bunga tersebut, terdapat tanaman
sejenis paku-pakuan dengan bentuk daun yang sangat elok dan indah, merambat
pada sela-sela batuan sungai yang hitam berkilat. Lebih jauh dari tepian sungai
terdapat sebuah hutan dengan pohon-pohon pinus yang tegak berdiri dengan
batangnya yang besar dan lurus. Pohon-pohon tersebut sangat tinggi dan bahkan
beberapa di antaranya memiliki puncak pohon yang tak terlihat karena menembus
gumpalan awan di tengah jurang. Kini Xu Guanjin mengerti darimana pemandangan
indah yang dilihatnya dari tepi jurang sesaat sebelum ia dan Pangeran Keempat
jatuh ke bawah. Pemandangan sebuah hutan hijau yang menyembul di antara
gumpalan awan putih berarak seolah ada negeri impian di bawah awan itu ternyata
berasal dari hutan di dasar jurang ini. Gadis itu menoleh saat ia mendengar
sebuah langkah mendekat. Senyum merekah di bibirnya yang tipis indah.
“Changyi-ko…ini indah
sekali” ujar Xu Guanjin seraya menunjuk ke arah seluruh keindahan yang
terbentang di depannya.
“Benar, tempat ini
sangat indah. Rupanya karena itulah Thian meletakkan awan-awan yang tebal itu
di tengah jurang. Mungkin untuk melindungi tempat yang sangat indah ini dari
kerusakan karena tangan manusia” jawab Xu Changyi seraya berdiri di sisi Xu
Guanjin.
“Saat di atas tadi,
aku melihat pemandangan sebuah hutan yang sangat hijau menyembul keluar dari
balik gumpalan awan. Tadinya kupikir hutan itu muncul dari awan-awan putih yang
melayang di dalam jurang” ujar Xu Guanjin seraya memandang ke arah hutan pinus
dengan penuh rasa kagum.
“Jadi karena itukah
kau dan Pangeran Zhu Di berdiri di tepi jurang tadi Xu-moi?” tanya Changyi
seraya menatap gadis di sisinya.
Xu Guanjin
mengalihkan mata indahnya dari hutan pinus dan menatap Changyi. Sesaat
mengerjab saat jantungnya menggeliat oleh pesona yang segera tertangkap dari
wajah pemuda di dekatnya. Kemudian, kepalanya mengangguk.
“Pangeran Zhu Di
mengajakku untuk melihat pemandangan yang lebih indah dari padang kecil itu jadi
ia membawaku ke pinggir. Kukatakan bahwa kami tak seharusnya mendekat ke tepi
jurang karena aku mendengar Changyi-ko berpesan pada Pangeran Zhu Di agar
Pangeran tidak mendekati tepian padang, tapi Pangeran berkata tidak apa-apa. Ia
akan menjagaku. Karena itu aku mengikutinya pergi ke tepi jurang dan melihat
pemandangan yang sangat indah. Tapi aku terpeleset dan tanah di tepi jurang
yang kami injak runtuh sehingga kami jatuh. Pangeran sempat memegangi tanganku
tapi kemudian terlepas” tutur Xu Guanjin seraya menatap pemuda di depannya.
Nada kalimatnya yang seolah mengandung rasa penyesalan membuat Changyi tertawa
kecil hingga sederet putih cemerlang gigi pemuda itu terlihat mengintip di
balik bibirnya yang berlekuk. Nyaris tanpa sadar Xu Guanjin mengangkat satu
tangannya dan mendekap dada ketika jantungnya membuat satu lompatan keras
sementara kepalanya menjadi pening. Dan semua itu terjadi hanya karena ia
melihat tawa kecil pemuda di depannya. Tawa yang memperlihatkan deretan gigi
indah cemerlang.
Namun gerakan Xu
Guanjin yang mendekap dadanya itu justru membuat tawa Changyi lenyap dan kening
pemuda itu seketika berkerut.
“Xu-moi..apa…kau
terluka? Kenapa kau mendekap dada?” tanya Changyi dengan nada khawatir yang
nyata.
Xu Guanjin menurunkan
tangannya dari atas dada dengan wajah bersemu merah. Kepalanya tertunduk.
“Tidak Changyi-ko…aku
tidak apa-apa” jawab Guanjin seraya menggeleng.
Namun sedikitpun
Changyi tidak percaya. Bertahun-tahun ia mengenal Xu Guanjin setelah menjadi
bagian dari Keluarga Xu membuatnya mengenal sifat gadis itu yang tak pernah
suka memperlihatkan kesedihan ataupun penderitaan. Karena itu, Changyi segera
mengulurkan tangannya memegang bahu Xu Guanjin dan memutarnya hingga gadis itu
berdiri membelakangi dirinya.
“Berbaliklah
Xu-moi…biarkan aku memeriksamu” ujar Changyi saat mulai memutar tubuh Guanjin.
“Ah…aku tidak apa-apa
Changyi-ko, sungguh” sahut Xu Guanjin. Namun gadis itu sama sekali tidak menolak
saat dengan lembut Changyi memutar tubuhnya lalu menyingkapkan geraian rambut
panjangnya ke satu sisi bahu.
“Diamlah Xu-moi”
bisik Changyi membuat Xu Guanjin terdiam sementara ia merasakan sepasang tangan
Changyi menempel di punggungnya.
“Xu-moi…tarik
nafasmu” bisik Changyi kembali. Xu Guanjin melakukan apa yang dibisikkan oleh
Changyi.
Sesaat Xu Guanjin tak
merasakan apapun. Namun, kemudian, seiring dengan kesunyian yang melingkupi
mereka, mendadak terasa sebuah aliran hawa sejuk yang menyusup masuk melalui
punggungnya. Hawa sejuk yang bergerak melingkar-lingkar di daerah sekitar dada
dan ulu hati, membuat nafasnya terasa longgar dan ringan sebelum kemudian, hawa
sejuk itu terasa menyebar dan dengan cepat mengalir ke seluruh tubuh hingga
mencapai titik-titik terjauh di ujung jemari kaki dan tangannya sementara
gumpalan hawa sejuk lainnya justru berkumpul dan berputar di sekitar pusar
membuat tubuhnya terasa sangat segar dan seolah seluruh tenaganya kembali utuh.
Namun, di samping hawa sejuk yang membuat tubuhnya sangat segar itu, Xu Guanjin
juga merasakan adanya hawa lain yang justru sangat berlawanan dengan kesejukan
hawa yang terus berputar di sekitar pusarnya.
“Apa sekarang kau
merasa lebih baik Xu-moi? Apa yang kau rasakan sekarang?” tanya Changyi seraya
menelengkan kepalanya menatap sisi wajah gadis di depannya.
Xu Guanjin
menganggukkan kepalanya.
“Ya Changyi-ko…”
jawab gadis itu. “Sekarang aku merasa seperti demam”.
Changyi terperanjat
dan seketika mengangkat kedua tangannya lalu kembali memutar tubuh Guanjin
hingga kini keduanya saling berhadapan.
“Demam? Bagaimana kau
bisa merasa demam? Bukankah tadi kau membenarkan bahwa kau merasa lebih baik?”
tanya Changyi dengan sepasang alis berkerut.
Guanjin menggelengkan
kepala sementara tangannya menggeser rambut indahnya yang panjang tergerai dari
bahu hingga kembali menutupi punggung.
“Aku tidak tahu
Changyi-ko. Aku memang merasa lebih baik. Sebenarnya, aku tidak apa-apa. Aku
tidak merasa sakit di manapun. Tadi saat kau menempelkan tanganmu itu, aku
merasa ada hawa yang sangat sejuk masuk ke dalam tubuh dan rasanya sangat
nyaman. Tapi kemudian, bersama hawa yang sangat sejuk itu aku juga merasakan
hawa yang panas masuk pula ke dalam tubuhku dan karena itu aku mengatakan bahwa
aku merasa demam” tutur Xu Guanjin dengan jujur.
Changyi mendengarkan
penuturan Xu Guanjin dengan seksama dan terlihat berpikir. Apa yang tadi ia
lakukan pada Xu Guanjin hanyalah menyalurkan hawa murni ke tubuh gadis itu
untuk membuka saluran dalam pembuluh darah bila ada yang tersumbat akibat
benturan maupun karena rasa terkejut saat gadis itu jatuh ke dalam jurang. Dan
Changyi tahu pasti bahwa rasa hawa murni saat masuk ke dalam tubuh hanyalah
sejuk. Akan berbeda bila yang dimasukkan ke dalam tubuh adalah aliran ginkang
dari suatu ilmu tertentu yang hawanya tergantung dari ilmu yang melambarinya.
Jika ilmu yang menjadi lambaran ginkang tersebut berasal dari unsur api, maka
aliran ginkang yang masukpun akan terasa sangat panas sebagaimana sifat dari
api itu sendiri. Karenanya sungguh aneh jika Xu Guanjin mengatakan bahwa selain
hawa sejuk yang memasuki tubuhnya, juga ada hawa panas yang juga masuk hingga
kini gadis itu menjadi demam. Apakah ia telah salah saat memasukkan hawa murni
ke dalam tubuh Xu Guanjin?
“Xu-moi…katakan
padaku, apakah kau tahu dari arah mana hawa panas itu?” tanya Changyi kemudian.
Xu Guanjin
mengangguk. Kali ini dengan cepat.
“Ya Changyi-ko”
jawabnya sembari menatap ke arah sepasang tangan pemuda di depannya. Sepasang
pipi gadis itu terlihat merona merah saat ia mulai bertutur kembali. “Hawa
panas itu berasal dari sepasang tangan Changyi-ko. Kenapa tanganmu panas
sekali? Apakah kau sakit? Saat kita jatuh tadi…lalu saat…saat…Chanyi-ko…memelukku,
aku juga merasakan tanganmu panas sekali. Juga…tubuhmu…dan jantung
Changyi-ko…berdetak begitu keras. Sebenarnya…aku justru berpikir bahwa kaulah
yang terluka karena berusaha untuk menyelamatkan diriku. Karena itulah
aku…merasa sangat menyesal. Maafkan aku Changyi-ko”.
Untuk kedua kalinya
Changyi terperanjat. Namun kali ini, wajah pemuda itu memerah saat akhirnya ia
mengerti hal sesungguhnya yang terjadi.
Ya, saat ia memeluk
Xu Guanjin tadi, saat mereka berada dalam jarak yang sangat dekat, ia memang
merasakan hawa yang panas mengalir di seluruh tubuhnya. Hawa panas yang muncul
bersamaan dengan seluruh pesona Xu Guanjin yang mendetakkan jantungnya dengan
sangat keras, menghapus segala keraguan pada hal sesungguhnya yang tengah
terjadi pada dirinya, membuat Changyi benar-benar tak berdaya lagi untuk
menepis dan menolak saat gadis itu dengan seluruh keindahan purnamanya merasuk
memasuki jiwanya dan menetap di tempat paling keramat jauh di dasar pada titik
ruh kehidupan dan bahkan dalam sekejab, Xu Guanjin telah menjadi ruh bagi
kehidupannya. Rupanya perubahan yang tengah terjadi pada dirinya itu terasakan
oleh Xu Guanjin, dan bahkan hawa panas yang melanda dirinya turut merasuk ke
dalam tubuh gadis itu. Changyi tahu bahwa tubuh seorang lelaki bisa menjadi
panas saat mereka dilanda oleh aliran nafsu syahwat maupun hawa amarah dan hawa
panas itu berasal dari aliran darah yang mengalir dengan sangat cepat membawa
energi syahwat maupun amarah tersebut menuju titik pemuasan. Tapi ia bisa
mengingat dengan sangat jelas bahwa saat ia mendekap Xu Guanjin tadi, ia sama
sekali tak memiliki hawa syahwat dalam dirinya pada gadis itu, apalagi hawa
kemarahan. Tak sedikitpun terlintas pikiran kotor dalam dirinya pada gadis itu
selain rasa yang begitu mendalam untuk melindungi, menyelamatkan, dan segala
hal untuk kebaikan gadis itu melebihi keselamatan dirinya sendiri. Dan untuk
pertama kali dalam hidupnya, ia memiliki rasa yang sangat mendalam melebihi
kasih sayangnya pada Xiao Chen adiknya. Lalu, bagaimana ia bisa memiliki hawa
sepanas itu meskipun ia sama sekali tidak memiliki pemikiran yang kotor sebagai
seorang pria pada Xu Guanjin?
“Changyi-ko…” sebuah
bisik lembut meluncur dari bibir Xu Guanjin sementara satu jemari tangan yang
lembut halus menyentuh permukaan pipi Changyi membuat pemuda itu kembali pada
wajah purnama gadis di depannya. Wajah jelita yang terlihat begitu cemas dalam
binar cinta yang jelas nyata di kedalaman sepasang mata seindah bintang di
langit. “Apakah Changyi-ko sakit?...seharusnya aku menolak saat Pangeran Zhu Di
mengajakku ke tepi jurang, dengan begitu aku tidak akan jatuh karena
kebodohanku dan membuat Changyi-ko sakit. Kenapa tubuhmu panas sekali?”.
Mendadak Changyi
merasa bingung. Apa yang harus dikatakannya pada Xu Guanjin untuk menjelaskan
hawa yang membuat tubuhnya menjadi sangat panas. Haruskah ia mengakui bahwa
gadis itu telah mengambil seluruh tempat di dasar jiwanya? Bahwa ia telah…jatuh
cinta pada gadis itu? Bahwa ia telah…takluk di bawah binar cinta yang juga
sangat kuat di kedalaman mata gadis itu?
“Xu-moi…aku…” bibir
Changyi mengelu sementara tangannya terulur dan menggenggam jemari halus Xu
Guanjin yang mendekap satu sisi pipinya. Kedua mata bening cemerlang Changyi
menemukan tempat di kedalaman binar cinta yang memancar dari sepasang mata
bintang gadis di depannya, membuat lidahnya kehilangan seluruh kata yang telah
tersusun, membuat rangkaian kalimat yang nyaris meluncur seketika tenggelam
kembali di kejauhan lubuk hati.
Hingga yang terurai
kemudian hanyalah bahasa kalbu yang penuh dengan kejujuran, mengalir bersama
keheningan yang kembali melingkupi keduanya.
Sementara sungai
kecil bersama ribuan ikan berwarna-warni, rumpun perdu bunga dengan keindahan bunga
musim seminya yang bermekaran serta kehijauan hutan pinus terus menyanyikan
lagu harmoni mereka, mengalun merdu dan menyatu dalam bahasa kalbu penuh
kejujuran yang memancar dari dua pasang mata yang kembali beradu dalam gejolak
cinta, semakin jauh hingga perlahan…alunan harmoni keindahan alam yang membaur
dalam gejolak cinta itu membawa wajah Xu Changyi bergerak mendekat…
Mendekat…dan terus
mendekat…pada sekuntum keindahan yang menanti di wajah bulan purnama yang mabuk
kepayang pada kekuatan pesona sang matahari yang melenakan…
***********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar