Di dapur utama
istana…
Kepala Dapur Istana Jiu
Zhong berdiri terpekur seolah seluruh kesibukan yang berlangsung di sekitarnya
melenyap hilang dan hanya tinggal dirinya sendiri yang berada di tengah dapur
istana yang luas tersebut. Sepasang alis juru masak Jiu Zhong berkerut dalam
sementara ia mengingat kembali deretan kalimat singkat yang dituliskan oleh
Perdana Menteri Hu Weiyong dalam surat yang diterimanya sesaat lalu. Kalimat
singkat yang dengan seketika menghilangkan seluruh perhatiannya pada semua
pekerjaan penting yang menjadi tanggung jawabnya di dapur utama istana ini.
Terlebih dengan adanya pernikahan agung besok!.
Menyajikan satu
masakan untuk Pangeran Zhu Di dalam perjamuan makan setelah upacara pernikahan.
Itulah bunyi perintah Perdana Menteri Hu Weiyong dalam surat yang diterimanya.
Bukan hal yang sulit
bagi Juru Masak Jiu Zhong untuk memasak makanan yang paling lezat bagi putra
kesayangan Kaisar Hongwu tersebut. Masalahnya adalah siapapun di istana ini
sudah tahu bahwa Sang Pangeran Keempat hanya menyantap makanan yang dimasak
oleh Kasim Chen. Entah hal apa yang membuat lidah Pangeran Zhu Di tak bisa lagi
menerima masakan dari juru masak lain selain hasil racikan Kasim Chen. Jika
harus jujur, sesungguhnya Juru Masak Jiu Zhong sendiri merasa sangat penasaran
dengan keanehan yang terjadi pada Pangeran Keempat. Betapa inginnya ia
mencicipi sedikit saja hasil masakan Kasim Chen agar ia tahu jenis bumbu maupun
bahan-bahan yang digunakan oleh Kasim Chen untuk memasak hidangan bagi Pangeran
Zhu Di. Namun sekali lagi, hal itu sangatlah sulit karena setiap masakan Kasim
Chen hanya diperuntukkan bagi Sang Pangeran Keempat dan tak seorangpun
diperkenankan untuk mencicipi masakan dari kasim yang sangat terkenal di
kalangan istana ini. Keanehan lain yang dirasakannya karena biasanya, setiap
masakan yang hendak dihidangkan pada keluarga kaisar selalu lebih dulu dicoba
oleh dayang pencicip untuk memastikan kebersihan dan keamanannya. Tetapi,
khusus untuk Pangeran Zhu Di, tak pernah ada dayang pencicip yang diperkenankan
untuk mencobai apapun hidangan yang dimasak oleh Kasim Chen. Dan perintah itu
diberikan langsung oleh Pangeran Zhu Di bagi semua orang di lingkungan istana.
Perintah yang segera
mendapat dukungan dari Kaisar Hongwu karena Sang Kaisar – dan juga nyaris semua
orang – percaya bahwa perintah tersebut diberikan oleh Pangeran Zhu Di atas
dasar rasa percaya Sang Pangeran Keempat pada kasim kesayangannya yang tak
perlu diragukan lagi. Dan kenyataannya, semua orang di istana ini memang
berpikir demikian sehingga tak ada seorangpun yang mempertanyakan hal tersebut.
Kecuali dirinya.
Ia yang sejak awal
berakhirnya sayembara memasak dulu telah menyadari sepenuhnya siapa
sesungguhnya orang yang ditunggu dan dicari oleh Pangeran Keempat, sungguh tak
bisa mempercayai bahwa kemampuan memasak seorang anak bisa demikian hebat
hingga membuat seorang pangeran putra kaisar yang terbiasa dengan santapan
lezat hasil masakan juru masak istana yang jelas diakui kemampuannya sampai
terikat begitu erat pada hasil masakan juru masak kecil itu.
Pasti ada hal yang
disembunyikan oleh anak tersebut yang tak diketahui oleh semua orang. Hal yang
membuat Pangeran Keempat kehilangan seleranya pada hidangan hasil masakan juru
masak istana lainnya.
Termasuk hidangan
yang dibuatnya dengan sangat hati-hati dan mengerahkan seluruh kemampuan
memasaknya. Belum pernah ada seorangpun yang menolak hasil masakannya. Ia telah
terbiasa menerima pujian atas masakan yang dibuatnya sehingga ketika ada satu
orang yang dengan jelas-jelas memilih hidangan dari juru masak lain – dan lebih
lagi juru masak itu hanyalah seorang anak kecil – maka hal itu terasakan
sebagai sebuah pukulan berat bagi Juru Masak Jiu Zhong. Lebih buruk lagi orang
pertama yang telah menolak masakannya adalah Pangeran Zhu Di, sang pangeran
kesayangan Kaisar Hongwu yang dikenal semua orang sebagai kunci untuk
mendapatkan tempat di hati Sang Kaisar meskipun penolakan Sang Pangeran Keempat
dilakukan secara tidak langsung!.
Dan keyakinan akan
adanya sebuah rahasia yang disembunyikan oleh juru masak kecil yang sekarang
dikenal sebagai Kasim Chen itu semakin membuat Juru Masak Jiu Zhong merasakan
adanya rasa persaingan yang besar. Rasa persaingan yang muncul dari harga diri
yang terluka oleh penolakan Pangeran Zhu Di, masih ditambah oleh
perintah-perintah dari Perdana Menteri Hu Weiyong yang sesungguhnya
bertentangan dengan hati nuraninya namun tak bisa ditolaknya karena rasa hutang
nyawa dan hidup pada Sang Perdana Menteri.
Dan kini, mendadak ia
mendapat perintah untuk membuat satu hidangan bagi Pangeran Zhu Di dalam
perjamuan makan besok sesudah upacara pernikahan selesai dilaksanakan.
Jelas bukan perintah
yang mudah dilakukan karena terdapat banyak makna tersirat dalam perintah
tersebut. Tingkat kesulitannya bukan terletak pada masakannya, namun bagaimana
cara agar ia bisa memasak untuk Pangeran Zhu Di tanpa membuat Sang Pangeran
mengetahui bahwa hidangan yang disantapnya bukanlah hasil karya Kasim Chen!.
Dan itu artinya ia
harus bisa memasak dengan cita rasa yang sama persis dengan cita rasa masakan
Kasim Chen. Tetapi untuk melakukan hal tersebut adalah hal yang nyaris mustahil
karena Juru Masak Jiu Zhong sangat tahu tak ada satupun juru masak di dunia ini
yang dapat menghasilkan satu masakan dengan cita rasa yang sama persis dengan
cita rasa juru masak lain. Meskipun hanya sedikit tapi pasti selalu ada
perbedaan rasa dalam masakan setiap juru masak. Bahkan walaupun jenis
masakannya sama dengan bumbu, bahan dan cara mengolah yang sama pula!.
Itu adalah salah satu
keajaiban dalam dunia memasak yang hanya diketahui oleh para juru masak seperti
dirinya.
Kemudian sedikit
perbedaan rasa itu pasti akan diketahui oleh Pangeran Zhu Di yang sangat cerdas
itu. Terlebih lidah Pangeran Keempat pasti sudah terbiasa dengan rasa masakan
Kasim Chen sehingga sedikit perbedaan rasa dalam masakan yang terhidang di
depannya pasti akan terasakan sebagai sebuah pembeda yang sangat besar. Yang
paling mengerikan adalah akibat yang bisa ditimbulkan bila sampai Pangeran Zhu
Di mengetahui bahwa hidangan yang disantapnya bukanlah hasil karya Kasim Chen.
Itu sama artinya menyerahkan lehernya di tangan algojo Kaisar Hongwu.
Dan Juru Masak Jiu
Zhong tak bisa mengambil resiko tersebut! Bahkan meskipun ia tahu bila hidupnya
– dan juga putranya – telah menjadi milik Perdana Menteri Hu Weiyong.
Jadi, jika memang ia
tak bisa memasak dengan cita rasa yang sama persis dengan cita rasa masakan
Kasim Chen, maka yang bisa ia lakukan kemudian hanyalah dengan jalan meminjam
tangan kasim paling terkenal di istana tersebut. Meskipun jalan itu terasa sebagai
sebuah cara yang curang dan sebenarnya ia sendiri tak menyukainya,
tapi itulah cara yang bisa dilakukannya sekarang untuk melaksanakan apa yang
menjadi perintah dari Perdana Menteri Hu Weiyong.
Namun, di atas semua
ini, apa sebenarnya hal yang sedang direncanakan oleh tuannya tersebut? Mengapa
mendadak Perdana Menteri Hu Weiyong menginginkannya untuk menghidangkan satu
masakan pada Pangeran Zhu Di dalam jamuan makan besok? Di dalam suratnya,
Perdana Menteri Hu Weiyong tidak mengatakan hal lain selain perintah agar ia
memasak satu hidangan istimewa untuk Pangeran Zhu Di!. Tak ada keterangan
lain. Dan mengingat bahwa tuannya tersebut juga mengetahui bila Sang Pangeran
Keempat tidak suka menyantap hidangan dari juru masak lain selain kasimnya,
maka sangat tidak mungkin perintah tersebut diberikan hanya sekedar sebagai
bentuk sanjungan tidak langsung pada Yang Mulia Kaisar. Lagipula, jika memang
Perdana Menteri Hu Weiyong ingin menyanjung Kaisar Hongwu di hadapan
seluruh pejabat dan tamu kerajaan besok maka seharusnya hidangan istimewa itu
diberikan untuk Pangeran Zhu Biao dan bukan Pangeran Zhu Di karena besok
merupakan hari pernikahan Sang Pangeran Mahkota sehingga semestinya seluruh
perhatian dan pemberian akan tertuju pada Pangeran Zhu Biao!.
Hal itulah yang kini
membuat hati Juru Masak Jiu Zhong merasa gelisah. Kegelisahan pada hal
sesungguhnya yang tengah direncanakan oleh Perdana menteri Hu Weiyong di balik
perintah menyajikan hidangan istimewa untuk Pangeran Zhu Di itu.
Dan dasar hati Juru
Masak Hu Weiyong telah dengan jelas-jelas membisikkan bahwa apapun rencana
tuannya, namun akibat yang ditimbulkan akan sangat menyakitkan. Entah bagi
siapa…
“Tuan Jiu Zhong”
sebuah suara menyentakkan Juru Masak Jiu Zhong dari lamunannya.
Seorang pelayan
pembantu juru masak telah berdiri di sisi Kepala Dapur Istana dengan sikap
penuh hormat. Juru Masak Jiu Zhong menghela nafas sesaat.
“Ada apa?” tanya Sang
Kepala Dapur Istana pada pelayan pembantu juru masak tersebut.
“Kasim Anta dari
istana Pangeran Zhu Di menunggu Tuan Jiu di sisi utara dapur istana, di dekat
taman air seperti yang Tuan Jiu pesankan” jawab pelayan pembantu juru masak
tersebut seraya menunjuk ke arah pintu dapur utama istana yang terbuka lebar.
Pintu dapur tersebut mengarah langsung ke taman air yang sangat indah. Dari
tempatnya berdiri, Juru Masak Jiu Zhong dapat melihat bayangan kasim tua
pengasuh Pangeran Keempat yang berdiri di balik air terjun buatan yang jernih
bergemericik.
“Baiklah” ujar Juru
Masak Jiu Zhong mengangguk. Tangannya menunjuk ke arah seorang juru masak lain
yang terlihat tengah sibuk mengawasi beberapa juru masak muda di bagian kue
beras dan buah kering. “Panggil Juru Masak Li Xiang agar menggantikanku menjaga
kaldu ini. Katakan pada Juru Masak Li agar tidak menambahkan bumbu apapun dan
menjaga api dalam tungku tetap kecil. Juga katakan padanya untuk mengaduk
sesekali air kaldunya agar tidak pecah. Aku akan menemui Kasim Anta sebentar.
Apa kau mengerti?”.
Pelayan pembantu juru
masak membungkukkan tubuhnya ke arah Kepala Dapur Istana yang sangat disegani
tersebut.
“Baik Tuan Jiu…saya
mengerti perintah Tuan Jiu dan akan saya laksanakan sekarang” sahut pelayan
pembantu juru masak tersebut sebelum kemudian beranjak ke arah Juru Masak Li
Xiang.
Sementara Juru Masak
Jiu Zhong sendiri telah melangkah cepat ke arah taman air dan segera membungkuk
ke arah Kasim Anta yang segera menoleh dan berdiri menghadap ke arah Sang
Kepala Dapur Istana saat mendengar suara langkah mendekat.
“Tuan Kasim
Anta…terima kasih telah memenuhi undangan saya untuk datang. Saya memohon maaf
karena dengan terpaksa meminta Tuan Anta untuk datang padahal semestinya
sayalah yang datang menghadap Tuan Anta” tutur Juru Masak Jiu Zhong dalam
posisi membungkuknya.
Kasim Anta mengangguk
dengan alis berkerut.
“Undangan yang kau
berikan membuatku terkejut Juru Masak Jiu. Aku baru saja sampai di istana
setelah menjemput Pangeran Zhu Di dan pelayan telah memberikan suratmu. Ada apa
kau ingin bertemu denganku?”
Juru masak Jiu Zhong
kembali membungkuk. “Maafkan saya Tuan Anta. Saya dengan terpaksa menuliskan
undangan pada Tuan Anta karena banyaknya pekerjaan di dapur istana yang membuat
saya tidak bisa pergi ke manapun termasuk ke istana Pangeran Keempat untuk
menemui Tuan Anta. Maksud saya sebenarnya adalah hendak memohon ijin pada Tuan
Kasim Anta sebagai kepala rumah tangga di istana Pangeran Zhu Di untuk
mengirimkan bahan-bahan masakan ke istana Pangeran Keempat”.
Kasim Anta
mengangguk-angguk pertanda mengerti.
“Baiklah” katanya
kemudian. “Kau benar Juru Masak Jiu Zhong. Besok adalah hari perjamuan agung
setelah upacara pernikahan selesai dilaksanakan. Dan Pangeran Zhu Di harus
hadir di sana sehingga hidangan khusus untuk Pangeran Zhu di juga harus
dipersiapkan sekarang juga. Kau kuijinkan mengantarkan bahan-bahan masakan
untuk Pangeran Zhu Di”.
“Terima kasih Tuan
Anta. Saya akan segera menyuruh beberapa pelayan untuk mengantarkan bahan-bahan
ke istana Pangeran Zhu Di. Saya telah memilihkan bahan-bahan yang terbaik dan
nantinya, Kasim Chen tinggal mengolahnya untuk Pangeran Keempat” jawab Juru
Masak Jiu Zhong.
Kasim Anta sedikit
berkerut mendengar kalimat Juru Masak Jiu Zhong. Mendadak ia teringat sesuatu.
“Tapi saat ini Kasim
Chen belum kembali ke istana. Pangeran Zhu Di memerintahkannya untuk mengambil
persembahan bagi Pangeran Mahkota dan mungkin baru akan sampai di istana senja
ini atau bahkan malam nanti. Karena itu, mungkin Kasim Chen tidak akan memiliki
banyak waktu untuk memasak berbagai jenis masakan bagi Pangeran Zhu Di sesuai
dengan jenis-jenis hidangan dalam jamuan agung nanti” ujar Kasim Anta.
Juru Masak Jiu Zhong kini ganti berkerut.
“Tapi Tuan Anta,
menurut perintah dari Yang Mulia Ratu Ma, seluruh hidangan yang disajikan dalam
perjamuan agung besok harus sama dan tidak boleh ada perbedaan sama sekali
antara hidangan untuk Yang Mulia Kaisar, para pangeran, para pejabat dan para
tamu. Hal itu merupakan kehendak dari Yang Mulia Kaisar sendiri yang tidak
menyukai adanya perbedaan” sahut Juru Masak Jiu Zhong menimpali.
Kasim Anta mendesah
saat menyadari kebenaran dalam kata-kata Kepala Dapur Istana. Ia telah lama
mengikuti keluarga Kaisar Hongwu dan karena itu, ia telah sangat hafal dengan
watak dan jalan pemikiran Kaisar Hongwu. Jika besok Kasim Chen memasak jenis
hidangan yang berbeda maka hal tersebut pasti akan menimbulkan kemarahan dari
Sang Kaisar. Bukan tidak mungkin nantinya akan muncul bisik-bisik di antara
para tamu dan hal itu pasti akan membuat malu Kaisar Hongwu dan Permaisuri Ma
Xiuying.
Tetapi, di sisi lain,
ia tahu pasti bahwa jenis hidangan yang dimasak pada saat acara khusus kerajaan
seperti pernikahan agung sangatlah beraneka macam jenisnya dan waktu untuk
menyiapkan jenis-jenis masakan tersebut tidaklah cukup hanya satu malam
melainkan sejak berhari-hari sebelumnya. Sementara ia sendiri tak tahu kapan
Kasim Chen akan pulang ke istana dan perjamuan makan akan diadakan besok siang
setelah upacara pernikahan selesai dilakukan. Bisakah Kasim Chen memasak begitu
banyak jenis hidangan hanya dalam waktu satu malam?
“Kalau begitu,
bisakah kau memberiku daftar jenis hidangan yang akan disajikan dalam perjamuan
makan besok Juru Masak Jiu? Apakah hidangan utamanya?” tanya Kasim Anta setelah
terdiam sesaat.
Juru Masak Jiu Zhong
mengangguk cepat. Tangannya segera merogoh ke balik pakaian hanfu putihnya dan
mengeluarkan segulung kertas kulit kayu lalu mengulurkannya pada Kasim Anta.
“Baik Tuan Anta, saya memang telah membuat daftar jenis hidangan yang akan
disajikan dalam perjamuan besok dan bermaksud memberikan daftar ini pada
Tuan Anta untuk memudahkan Kasim Chen mengikuti jenis-jenis hidangan yang
dibuat oleh dapur utama. Silahkan Tuan Anta, terimalah daftar jenis hidangan
ini”.
Kasim Anta menerima
gulungan kertas kaku berisi daftar jenis hidangan yang diulurkan oleh Juru
Masak Jiu Zhong dan kemudian membukanya. Sekilas ia membaca nama jenis makanan
pada deretan paling atas. Kepiting Salju…itulah
nama jenis hidangan yang tertera pada urutan paling atas dan sekaligus menjadi
hidangan utama dalam perjamuan besok. Kepiting salju adalah jenis hidangan yang
sangat mewah, terbuat dari kepiting laut yang besar, diolah secara khusus
dengan merendamnya di dalam madu bunga sehingga rasa manisnya akan terasa lebih
nyata namun tetapi memancarkan rasa alami daging kepiting yang lembut dan
segar. Cara memasaknya cukup rumit, yaitu kepiting tersebut dimasak di atas
batu api yang panas dalam waktu yang singkat untuk menjaga nilai baik dari
daging kepiting bagi tubuh. Memasak kepiting tidak dilakukan di atas kayu bakar
karena asap dari kayu akan merusak dan menghilangkan aroma segar alami daging
kepiting serta membuat rasanya berubah. Sedangkan salju yang menjadi nama
hidangan kepiting tersebut diambil dari saus yang terbuat dari air lobak,
dimasak dalam api kecil bersama sari tepung jagung dengan sedikit bumbu rempah
untuk menguatkan rasa lobak yang mudah menghilang dalam proses pemasakan. Siapapun
sangat menyukai hidangan kepiting salju yang mewah dan memiliki nilai baik yang
sangat tinggi bagi kesehatan tubuh manusia. Sungguh sangat tepat memilih hidangan Kepiting Salju sebagai
hidangan utama dalam perjamuan makan besok!.
“Baiklah…aku akan menyerahkan
daftar hidangan ini pada Kasim Chen saat ia pulang nanti. Jenis hidangan yang
harus dimasak oleh Kasim Chen sangat banyak. Aku tidak tahu apakah waktu satu
malam cukup baginya untuk menyiapkan semuanya. Tapi aku akan mencobanya. Terima
kasih Juru Masak Jiu. Cepat antarkan bahan-bahan masakan ke istana Pangeran Zhu
Di” kata Kasim Anta seraya menggulung kertas berisi daftar jenis hidangan di
tangannya.
Juru Masak Jiu Zhong
mengangguk, namun kemudian, saat Kasim Anta hendak membalikkan tubuh, mendadak
Kepala Dapur Istana itu berseru dengan tangan teracung ke depan membuat kasim
pengasuh dari istana Pangeran Zhu Di tersebut menghentikan gerakannya dan
kembali menghadap ke arah Juru Masak Jiu Zhong.
“Ada apa?” tanya
Kasim Anta sambil menatap Juru masak Jiu Zhong.
“Tuan Anta, maafkan
saya, apakah Tuan Anta bermaksud untuk memasak hidangan itu? Maksud saya
hidangan utama kepiting salju itu?” tanya Juru Masak Jiu Zhong pada kasim di
depannya.
Kasim Anta tertegun.
Jelas terlihat terkejut dengan pertanyaan yang diajukan oleh Juru Masak Jiu
Zhong.
“Kenapa kau bertanya
begitu Juru Masak Jiu?”
“Karena tadi Tuan
Anta mengatakan bahwa Tuan akan mencobanya. Saya pikir itu artinya Tuan Anta
bermaksud untuk mencoba memasak hidangan utama karena kita tidak tahu kapan Kasim
Chen akan pulang ke istana” jawab Juru Masak Jiu Zhong.
“Tidak Juru Masak
Jiu…aku tidak memiliki maksud seperti itu. Kau tahu aku tidak pandai memasak
seperti Kasim Chen terlebih hidangan utama yang
rumit seperti kepiting salju. Jika nanti aku salah memasak maka
bisa-bisa aku hanya akan mempermalukan Yang Mulia Kaisar dan Yang Mulia
Permaisuri di hadapan para tamu kerajaan” jawab Kasim Anta seraya tertawa.
“Oh…ternyata begitu”
Juru Masak Jiu Zhong turut tertawa. “Kalau demikian halnya, tolong maafkan saya
karena telah salah menduga pada Tuan Anta”.
“Sudahlah Juru Masak
Jiu…tak perlu kau risaukan. Antarkan saja bahan-bahan masakan ke istana
Pangeran Keempat dan aku akan menyampaikan daftar hidangan ini pada Kasim Chen
begitu ia pulang nanti” jawab Kasim Anta seraya tersenyum.
Juru Masak Jiu Zhong
membungkuk penuh hormat.
“Baiklah jika
demikian Tuan Anta. Hanya saja, memasak kepiting salju bukanlah hal yang rumit.
Menurut saya Tuan Anta sendiri pasti bisa memasaknya jika saja Tuan Anta
menghendakinya” jawab Juru Masak Jiu Zhong saat ia berdiri kembali.
Kasim Anta tidak lagi
menjawab, hanya sekilas tertawa sembari melambaikan tangannya seraya mulai
melangkah pergi meninggalkan Juru Masak Jiu Zhong dan taman air.
Untuk sesaat, Sang
Kepala Dapur masih termangu menatap punggung Kasim Anta yang semakin menjauh.
Ia tak tahu bagaimana kelanjutannya nanti, atau sekedar membayangkan bagaimana
akibatnya yang akan terjadi. Ia hanya tahu bahwa satu langkah dari rencananya
untuk melaksanakan perintah dari Perdana Menteri Hu Weiyong telah ia lakukan.
Dan itu adalah meminjam tangan Kasim Chen.
************
Di dalam jurang…
“Adik Chen?” satu
suara panggilan membuat Chen terkejut. Kasim remaja itu segera menengadah dan
menemukan Changyi serta Xu Guanjin yang telah berdiri di sisinya.
“Kakak Changyi…Nona
Xu…” Xiao Chen segera bangkit berdiri. Sepasang matanya menatap Changyi sejenak
dan segera membungkuk hormat ketika pandangannya beralih ke arah Xu Guanjin.
Sekilas saat ia membungkuk, Xiao Chen menemukan dua tangan yang saling terkait
erat. Jemari gadis itu yang melekat di
jemari Changyi, saling mengikat dengan kuat. “Kenapa Kakak Changyi bisa tahu
kalau aku ada di sini?”.
Changyi tertawa
mendengar ucapan adiknya. Sesaat ia merasa sedikit kikuk ketika melihat arah
pandangan Xiao Chen dan pemuda itu berusaha dengan lembut melepaskan tangan
kirinya dari jemari Xu Guanjin. Namun, demikian Changyi mulai menggerakkan
jemarinya, maka pada ketika itu pula Xu Guanjin segera mengeratkan jemarinya,
melibat dan semakin kuat membuat Changyi akhirnya menyerah. Senyum indah
merebak di bibir pemuda itu saat pandangannya bertemu dengan sepasang mata Xiao
Chen dan menemukan rentetan pertanyaan di kedalaman mata adiknya tersebut.
“Seharusnya aku yang
bertanya padamu Adik Chen, apa yang kau lakukan di balik pohon ini? Kau
meringkuk dan menutupi kedua telingamu dengan tangan, apakah kau kedinginan?
Kenapa kau tidak memanggil kami padahal jarak kita sangat dekat? Lalu…di mana
Pangeran Zhu Di?” tanya Changyi kemudian.
Wajah Xiao Chen
sedikit memerah mendengar pertanyaan Changyi, namun kepala sang kasim muda itu
mengangguk juga.
“Maafkan aku Kakak,
aku hanya tidak ingin…” kalimat Xiao Chen terhenti saat pandangannya bertemu
dengan sepasang mata bintang Xu Guanjin yang tengah menatapnya membuat seluruh
kalimat yang telah tertata di ujung lidah mendadak melesat kembali ke
tenggorokannya. Celaka!...kenapa ia jadi kikuk begini?. “Ah iya, Kakak Changyi
benar” lajut Xiao Chen kemudian. “Aku memang sedikit merasa dingin sehingga aku
duduk dulu sebentar sekedar untuk menghangatkan kembali tubuhku dan aku sudah
berencana untuk keluar menyapa kalian berdua. Tapi ternyata, Kakak Changyi
mendahuluiku”.
Satu alis Changyi
terangkat naik mendengar kalimat adiknya. Jelas hanya kata-kata pembenaran yang
diucapkan untuk menutupi rasa kikuk dalam diri adiknya tersebut. Ia tahu dan ia
tak bisa dibohongi sebab Changyi terlalu mengenal adiknya.
“Lalu, di mana
Pangeran Zhu Di?” tanya Changyi mengalihkan rasa kikuk Xiao Chen yang jelas
terbaca di matanya. “Kenapa kau meninggalkannya sendiri Adik Chen?”.
“Pangeran Zhu Di ada
di atas. Sebenarnya, Pangeran-lah yang telah menyuruhku untuk turun mencari
Kakak dan Nona Xu karena Pangeran sangat mengkhawatirkan kalian berdua. Aku
memintanya untuk menunggu di atas karena kupikir akan berbahaya bila membawa
serta Pangeran Zhu Di turun ke bawah” tutur Xiao Chen memberikan penjelasan.
Rasa kikuknya sedikit berkurang setelah Changyi mengalihkan perhatiannya dari
kekuatan cinta yang nampak sangat nyata terbaca dari bahasa tubuh Xu Guanjin dan
Changyi.
“Benarkah?” sahut
Changyi. Kepala pemuda itu sesaat menoleh ke arah Xu Guanjin dan menemukan
gadis itu tengah menatapnya. Changyi tersenyum sekilas sebelum pandangannya
kembali pada Xiao Chen. “Kami sedang mencari jalan untuk keluar dari tempat ini
tanpa harus menaiki tebing yang sangat tinggi itu, tapi tampaknya tak ada jalan
keluar lain dari dalam lembah ini selain mengikuti aliran sungai dan menaiki
tebing. Karena itu, kami baru saja akan kembali ke tepian sungai untuk
menyusurinya”.
“Tapi Kakak,
menyusuri sungai itu pasti akan membutuhkan waktu yang lama” ujar Xiao Chen
seraya menoleh ke belakang, pada arah di mana sungai berair jernih bergemericik
di tepian hutan. “Lagipula, kita sama sekali tidak tahu akan berakhir di mana
sungai ini?”.
Changyi menggeleng
sambil turut menatap ke arah tepian hutan.
“Tidak Adik Chen,
menurutku jika kita menyusuri sungai ini maka kita akan kembali ke daerah di
bawah bukit tinggi yang kita naiki ini, yaitu pada sisi hutan berpadang
rumput yang biasa menjadi tempat berburu Yang Mulia Kaisar. Sebelum kita mulai
menaiki bukit, aku sempat melihat sebuah sumber mata air yang sangat jernih
dengan tanah yang lapang dan Pangeran Zhu Di mengatakan bahwa saat berburu,
Yang Mulia Kaisar mendirikan perkemahan di sana. Apa kau ingat?” jawab Changyi
membuat sepasang alis Xiao Chen berkerut.
“Sumber mata air…jadi
apakah Kakak berpikir bila sungai ini berawal dari sumber mata air itu? Aku
juga melihatnya saat kita baru mulai mendaki bukit, tapi aku tidak melihat
adanya aliran sungai dari mata air itu. Kukira, mata air itu hanyalah sebuah
mata air yang muncul dari dalam celah batu dan tertampung dalam sebuah kolam
batu pula”.
Changyi tersenyum.
“Mungkin kau benar
Adik Chen, tapi sebuah aliran air bisa menyusup di balik celah batu atau
pembuluh kecil di dalam batu. Kupikir, sebaiknya kita kembali ke sungai itu
sekarang sebelum senja benar-benar datang. Ayolah”.
“Baiklah
Kakak…silahkan Kakak dan Nona Xu di depan, biarkan aku mengikuti kalian di
belakang” sahut Xiao Chen mengangguk setuju.
“Xu-moi, aku akan
membawamu kembali ke tepian sungai” Changyi menoleh ke arah Xu Guanjin dan
melihat gadis itu mengangguk. Kemudian, dengan gerak yang gesit Changyi telah
menyambar Xu Guanjin ke dalam pondongannya. Kedua matanya sejenak menatap Xiao
Chen yang tengah menatapnya dengan ekspresi terpana. Changyi mengerti, namun
tak ada waktu baginya untuk memberikan penjelasan pada adiknya saat ini. Tidak
di saat senja semakin mendekat dan hari benar-benar akan menjadi gelap.
“Ayo Adik Chen” ajak
Changyi menepiskan ekspresi wajah Xiao Chen yang terkaget-kaget lalu, sebelum
kasim remaja yang sangat disayanginya itu sempat memberikan jawaban, tubuh
Changyi telah melesat pergi dengan membawa Xu Guanjin dalam pondongan membuat
Xiao Chen tersentak dan segera, remaja berwajah teduh itu melesat pula menyusul
ke arah kakaknya.
Hanya butuh sesaat bagi
mereka bertiga untuk kembali sampai di tepian sungai berair jernih. Changyi
telah menurunkan Xu Guanjin dari pondongannya dan berdiri menatap ke arah hulu
sungai. Xiao Chen yang berdiri tepat di belakangnya turut menatap ke arah yang
sama meski terlihat adanya keinginan lain di wajah kasim muda itu.
“Kakak…menurutku,
akan lebih baik bila kita kembali mendaki tebing itu” ujar Xiao Chen menunjuk
tebing tinggi di seberang sungai. “Akan lebih cepat dan lagipula, Pangeran Zhu
Di menunggu kita di atas”.
Changyi mengangguk.
Ia tahu apa yang dikatakan oleh adiknya benar. Sekarang yang terpenting
bukanlah seberapa cepat ia dapat menemukan ujung hulu sungai yang ia yakini
berada di sumber mata air itu, melainkan kenyataan bahwa Pangeran Zhu Di tengah
menunggu mereka semua di atas. Tetapi, mengapa mendadak ia merasa enggan untuk
menaiki tebing itu? Apakah karena Xu Guanjin tak menghendaki untuk keluar dari
dalam lembah ini dengan jalan memanjat tebing ataukah karena sebab lain? Alis
Changyi berkerut sementara rasa aneh itu menyusup ke dalam dadanya.
“Kau benar Adik Chen.
Kita akan memanjat ke atas karena Pangeran Zhu Di sedang menunggu kita” sahut
Changyi kemudian.
“Changyi-ko…” sela Xu
Guanjin yang sejak awal bertemu dengan Xiao Chen hanya berdiam diri. Wajah
gadis itu terlihat cemas. “Bagaimana kita akan naik ke atas? Kita tak punya
tangga atau tali bukan?”
“Tidak apa-apa
Xu-moi…” jawab Changyi lembut. “Aku akan membawamu memanjat ke atas. Percayalah
padaku”.
Xu Guanjin menatap
Changyi sejenak, mencari-cari di kedalaman sepasang mata indah pemuda yang
telah membuatnya mabuk kepayang itu. Lalu, saat ia menemukan sebuah kesungguhan
dari rasa yakin yang teguh, perlahan bibir gadis tersebut mengurai sebuah
senyum indah dan kepalanya mengangguk.
“Baiklah…aku hanya
takut kita akan jatuh Changyi-ko” ujar Xu Guanjin kemudian.
“Tidak Xu-moi”
Changyi menggeleng cepat. “Aku tidak akan membiarkanmu jatuh”.
“Itu benar Nona Xu”
sahut Xiao Chen menimpali. “Kakak Changyi pasti akan menjaga Nona dengan baik”.
Xu Guanjin menoleh ke
arah Xiao Chen dan kembali gadis itu mengangguk. Ia tahu bahwa Xiao Chen bisa
dipercaya meskipun Xu Guanjin sangat jarang berbicara dengan Chen terlebih
sejak remaja berwajah sejuk itu menjadi kasim khusus Pangeran Keempat.
“Kakak, aku akan
menyeberang lebih dulu dan memberi tanda pada Pangeran Zhu Di. Kakak dan Nona
Xu menyusullah” ujar Xiao Chen seraya melompat dengan gerakan ringan. Tak ada
suara dalam setiap pijakan kaki remaja itu, bahkan permukaan air sungai
tetap bergemericik riang tanpa tanda terusik sedikitpun.
Changyi tak menjawab
namun pandangan pemuda rupawan itu secara jelas memperhatikan setiap gerak
adiknya. Senyum menawan terkulum saat ia menyadari kemajuan Xiao Chen dalam
kemampuan ginkang yang bahkan jauh melebihi dirinya. Sejak dulu, Changyi selalu
tak mengerti bagaimana Xiao Chen bisa memiliki kemampuan ginkang yang begitu
hebat meski ia nyaris tak pernah melihat adiknya tersebut berlatih.
Satu-satunya kemungkinan saat Xiao Chen berlatih hanyalah ketika adiknya
tersebut masih tinggal di Kuil Bulan Merah. Namun, waktu yang tak terlalu lama
di sana, mungkinkah bisa membuat kemampuan Xiao Chen demikian hebat?. Changyi
menoleh ke arah Xu Guanjin dan kemudian, tanpa mengeluarkan sepatah kata,
dengan gerakan lembut pemuda itu merenggut gadis tersebut dari sisinya lalu
kembali membawanya melesat di atas permukaan sungai di mana Xiao Chen tengah
berdiri dengan ekspresi tertegun.
“Ada apa Adik Chen?”
tanya Changyi saat menatap wajah Xiao Chen yang berkerut.
“Aku menemukan
sobekan kain ini Kakak” jawab Xiao Chen seraya mengukurkan selembar kain yang ditemukannya.
“Aku tahu kain ini adalah pakaian Pangeran Zhu Di. Aku sudah
memberinya tanda tapi tak ada balasan dari Pangeran, kemudian aku menemukan
kain ini”.
Changyi menerima
selembar kain yang diulurkan oleh Xiao Chen dan membentangkannya. Kening pemuda
itu berkerut saat ia membaca deretan kalimat singkat yang tertulis di atas
lembaran kain. Pangeran Zhu Di telah meninggalkan sisi jurang dan menuju istana
setelah sepasukan prajurit kerajaan di bawah pimpinan Jenderal Lan Yu sendiri datang menjemputnya. Selain dari itu, Pangeran
Keempat juga menyebut satu nama dan meminta mereka untuk membawa satu nama
tersebut ke istana malam ini juga. Changyi mendongak dan menatap adiknya.
Jarinya menunjuk ke arah nama yang tertera di atas lembaran kain.
“Adik Chen, nama
ini…apakah kau mengenalnya? Siapa dia?” tanya Changyi sementara Xiao Chen
menghela nafas. “Dan mengapa Pangeran Zhu Di ingin kita membawanya ke istana
malam ini juga?”.
Xiao Chen mengangguk
pelan.
“Ya Kakak… sebenarnya
aku sendiri belum pernah bertemu dengan orang ini, tapi aku memang mengenal
namanya. Nanti aku akan menceritakan pada Kakak dalam perjalanan, sementara itu
sebaiknya kita berangkat sekarang agar kita bisa sampai di istana saat malam
nanti” sahut Xiao Chen.
Kening Changyi yang
halus indah masih berkerut namun pemuda itu mengangguk juga. Sekali lagi
matanya menelusuri lembaran kain di tangannya.
“Tempat ini, aku tahu
di mana tempat ini. Beberapa kali aku melewatinya bersama Paman Bohai dan
menurutku akan lebih dekat bila kita menyusuri hulu sungai ini Adik Chen. Desa
tempat orang ini berada tepat berada di sisi sebelah utara di luar Kotaraja
Yingtian. Dan itu artinya hanya di sisi kanan bukit ini. Jika kita menyusuri
hulu sungai lalu tiba di tanah lapang tempat Yang Mulia Kaisar biasa mendirikan
perkemahan, maka jalan menuju desa yang tersebut di surat ini menjadi sangat
dekat” tutur Changyi sambil menunjuk hulu sungai.
Xiao Chen mengangguk
setuju. Kepalanya sekali mendongak ke atas, ke arah bibir jurang yang tak
terlihat karena tertutup oleh awan.
“Kakak benar. Tapi
bagaimana dengan kuda-kuda kita yang kita tinggalkan di atas Kakak? Haruskah
kita meninggalkan kuda-kuda itu?” tanya Xiao Chen kemudian.
Changyi terdiam sesaat.
Ia bahkan lupa pada si Hitam kudanya serta kuda-kuda lain yang mereka
tinggalkan di sisi semak perdu samping padang rumput.
“Jika begitu, aku dan
Xu-moi akan menyusuri sungai ini dan kau naiklah ke atas untuk mengambil
kuda-kuda kita Adik Chen” jawab Changyi kemudian. “Kami akan menunggumu di
tanah lapang dekat sumber mata air itu”.
“Baiklah Kakak…jika
demikian, aku akan pergi sekarang” sahut Xiao Chen seraya berpaling ke arah Xu
Guanjin dan membungkuk pada gadis itu. “Saya pergi dulu untuk mengambil kuda
Nona Xu…”.
Xu Guanjin tersenyum
ke arah Xiao Chen dan mengangguk.
“Baiklah…berhati-hatilah
Adik Chen” jawab Xu Guanjin membuat wajah Xiao Chen sedikit memerah mendengar
gadis yang sangat cantik itu memanggilnya dengan sebutan ‘Adik Chen’. Remaja
itu terlihat kikuk membuat Changyi tertawa.
“Pergilah Adik Chen…kami
akan menunggumu di sisi sumber mata air” ujar Changyi di sela tawa kecilnya.
Xiao Chen hanya
mengangguk sekali sebelum kemudian menghentakkan tubuhnya ke atas dan dalam
sekejab, baik Changyi maupun Xu Guanjin telah melihat sosok Xiao Chen melesat
dengan sangat ringan dan cepat ke atas, menembus gumpalan awan dan kemudian
hilang dari pandangan keduanya.
Changyi menoleh ke
arah Xu Guanjin. Senyum menawan menghias wajah pemuda itu sementara Xu Guanjin
menatap pemuda di sisinya dengan pandangan penuh cinta.
“Kita berangkat
sekarang Xu-moi? Apakah kau ingin berjalan sendiri ataukah kau ingin
memanfaatkan pelayanmu ini agar kedua kakimu tidak lelah?” tanya Changyi dengan
ekspresi menggoda.
Xu Guanjin
mencemberut dan satu tangan mungilnya terayun memukul lengan Changyi membuat
senyum pemuda itu mengembang menjadi tawa. Lalu, masih dengan tawa merdu yang
menggema halus, Xu Changyi meraup Xu Guanjin dengan lembut ke dalam
pondongannya.
Detik selanjutnya,
tubuh sepasang manusia yang tengah dimabuk cinta itu telah lenyap, meninggalkan
seleret bayangan biru indah yang melesat cepat menuju arah hulu sungai…
************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar