Minggu, 03 April 2016

Straight - Episode 6 ( Bagian Lima )


Di dapur utama istana…
Kepala Dapur Istana Jiu Zhong berdiri terpekur seolah seluruh kesibukan yang berlangsung di sekitarnya melenyap hilang dan hanya tinggal dirinya sendiri yang berada di tengah dapur istana yang luas tersebut. Sepasang alis juru masak Jiu Zhong berkerut dalam sementara ia mengingat kembali deretan kalimat singkat yang dituliskan oleh Perdana Menteri Hu Weiyong dalam surat yang diterimanya sesaat lalu. Kalimat singkat yang dengan seketika menghilangkan seluruh perhatiannya pada semua pekerjaan penting yang menjadi tanggung jawabnya di dapur utama istana ini. Terlebih dengan adanya pernikahan agung besok!.
Menyajikan satu masakan untuk Pangeran Zhu Di dalam perjamuan makan setelah upacara pernikahan. Itulah bunyi perintah Perdana Menteri Hu Weiyong dalam surat yang diterimanya.
Bukan hal yang sulit bagi Juru Masak Jiu Zhong untuk memasak makanan yang paling lezat bagi putra kesayangan Kaisar Hongwu tersebut. Masalahnya adalah siapapun di istana ini sudah tahu bahwa Sang Pangeran Keempat hanya menyantap makanan yang dimasak oleh Kasim Chen. Entah hal apa yang membuat lidah Pangeran Zhu Di tak bisa lagi menerima masakan dari juru masak lain selain hasil racikan Kasim Chen. Jika harus jujur, sesungguhnya Juru Masak Jiu Zhong sendiri merasa sangat penasaran dengan keanehan yang terjadi pada Pangeran Keempat. Betapa inginnya ia mencicipi sedikit saja hasil masakan Kasim Chen agar ia tahu jenis bumbu maupun bahan-bahan yang digunakan oleh Kasim Chen untuk memasak hidangan bagi Pangeran Zhu Di. Namun sekali lagi, hal itu sangatlah sulit karena setiap masakan Kasim Chen hanya diperuntukkan bagi Sang Pangeran Keempat dan tak seorangpun diperkenankan untuk mencicipi masakan dari kasim yang sangat terkenal di kalangan istana ini. Keanehan lain yang dirasakannya karena biasanya, setiap masakan yang hendak dihidangkan pada keluarga kaisar selalu lebih dulu dicoba oleh dayang pencicip untuk memastikan kebersihan dan keamanannya. Tetapi, khusus untuk Pangeran Zhu Di, tak pernah ada dayang pencicip yang diperkenankan untuk mencobai apapun hidangan yang dimasak oleh Kasim Chen. Dan perintah itu diberikan langsung oleh Pangeran Zhu Di bagi semua orang di lingkungan istana.
Perintah yang segera mendapat dukungan dari Kaisar Hongwu karena Sang Kaisar – dan juga nyaris semua orang – percaya bahwa perintah tersebut diberikan oleh Pangeran Zhu Di atas dasar rasa percaya Sang Pangeran Keempat pada kasim kesayangannya yang tak perlu diragukan lagi. Dan kenyataannya, semua orang di istana ini memang berpikir demikian sehingga tak ada seorangpun yang mempertanyakan hal tersebut.
Kecuali dirinya.
Ia yang sejak awal berakhirnya sayembara memasak dulu telah menyadari sepenuhnya siapa sesungguhnya orang yang ditunggu dan dicari oleh Pangeran Keempat, sungguh tak bisa mempercayai bahwa kemampuan memasak seorang anak bisa demikian hebat hingga membuat seorang pangeran putra kaisar yang terbiasa dengan santapan lezat hasil masakan juru masak istana yang jelas diakui kemampuannya sampai terikat begitu erat pada hasil masakan juru masak kecil itu.
Pasti ada hal yang disembunyikan oleh anak tersebut yang tak diketahui oleh semua orang. Hal yang membuat Pangeran Keempat kehilangan seleranya pada hidangan hasil masakan juru masak istana lainnya.    
Termasuk hidangan yang dibuatnya dengan sangat hati-hati dan mengerahkan seluruh kemampuan memasaknya. Belum pernah ada seorangpun yang menolak hasil masakannya. Ia telah terbiasa menerima pujian atas masakan yang dibuatnya sehingga ketika ada satu orang yang dengan jelas-jelas memilih hidangan dari juru masak lain – dan lebih lagi juru masak itu hanyalah seorang anak kecil – maka hal itu terasakan sebagai sebuah pukulan berat bagi Juru Masak Jiu Zhong. Lebih buruk lagi orang pertama yang telah menolak masakannya adalah Pangeran Zhu Di, sang pangeran kesayangan Kaisar Hongwu yang dikenal semua orang sebagai kunci untuk mendapatkan tempat di hati Sang Kaisar meskipun penolakan Sang Pangeran Keempat dilakukan secara tidak langsung!. 
Dan keyakinan akan adanya sebuah rahasia yang disembunyikan oleh juru masak kecil yang sekarang dikenal sebagai Kasim Chen itu semakin membuat Juru Masak Jiu Zhong merasakan adanya rasa persaingan yang besar. Rasa persaingan yang muncul dari harga diri yang terluka oleh penolakan Pangeran Zhu Di, masih ditambah oleh perintah-perintah dari Perdana Menteri Hu Weiyong yang sesungguhnya bertentangan dengan hati nuraninya namun tak bisa ditolaknya karena rasa hutang nyawa dan hidup pada Sang Perdana Menteri.
Dan kini, mendadak ia mendapat perintah untuk membuat satu hidangan bagi Pangeran Zhu Di dalam perjamuan makan besok sesudah upacara pernikahan selesai dilaksanakan.
Jelas bukan perintah yang mudah dilakukan karena terdapat banyak makna tersirat dalam perintah tersebut. Tingkat kesulitannya bukan terletak pada masakannya, namun bagaimana cara agar ia bisa memasak untuk Pangeran Zhu Di tanpa membuat Sang Pangeran mengetahui bahwa hidangan yang disantapnya bukanlah hasil karya Kasim Chen!.
Dan itu artinya ia harus bisa memasak dengan cita rasa yang sama persis dengan cita rasa masakan Kasim Chen. Tetapi untuk melakukan hal tersebut adalah hal yang nyaris mustahil karena Juru Masak Jiu Zhong sangat tahu tak ada satupun juru masak di dunia ini yang dapat menghasilkan satu masakan dengan cita rasa yang sama persis dengan cita rasa juru masak lain. Meskipun hanya sedikit tapi pasti selalu ada perbedaan rasa dalam masakan setiap juru masak. Bahkan walaupun jenis masakannya sama dengan bumbu, bahan dan cara mengolah yang sama pula!.
Itu adalah salah satu keajaiban dalam dunia memasak yang hanya diketahui oleh para juru masak seperti dirinya.
Kemudian sedikit perbedaan rasa itu pasti akan diketahui oleh Pangeran Zhu Di yang sangat cerdas itu. Terlebih lidah Pangeran Keempat pasti sudah terbiasa dengan rasa masakan Kasim Chen sehingga sedikit perbedaan rasa dalam masakan yang terhidang di depannya pasti akan terasakan sebagai sebuah pembeda yang sangat besar. Yang paling mengerikan adalah akibat yang bisa ditimbulkan bila sampai Pangeran Zhu Di mengetahui bahwa hidangan yang disantapnya bukanlah hasil karya Kasim Chen. Itu sama artinya menyerahkan lehernya di tangan algojo Kaisar Hongwu.
Dan Juru Masak Jiu Zhong tak bisa mengambil resiko tersebut! Bahkan meskipun ia tahu bila hidupnya – dan juga putranya – telah menjadi milik Perdana Menteri Hu Weiyong.
Jadi, jika memang ia tak bisa memasak dengan cita rasa yang sama persis dengan cita rasa masakan Kasim Chen, maka yang bisa ia lakukan kemudian hanyalah dengan jalan meminjam tangan kasim paling terkenal di istana tersebut. Meskipun jalan itu terasa sebagai sebuah cara yang curang dan sebenarnya ia sendiri tak menyukainya, tapi itulah cara yang bisa dilakukannya sekarang untuk melaksanakan apa yang menjadi perintah dari Perdana Menteri Hu Weiyong.
Namun, di atas semua ini, apa sebenarnya hal yang sedang direncanakan oleh tuannya tersebut? Mengapa mendadak Perdana Menteri Hu Weiyong menginginkannya untuk menghidangkan satu masakan pada Pangeran Zhu Di dalam jamuan makan besok? Di dalam suratnya, Perdana Menteri Hu Weiyong tidak mengatakan hal lain selain perintah agar ia memasak satu hidangan istimewa untuk Pangeran Zhu Di!. Tak ada keterangan lain. Dan mengingat bahwa tuannya tersebut juga mengetahui bila Sang Pangeran Keempat tidak suka menyantap hidangan dari juru masak lain selain kasimnya, maka sangat tidak mungkin perintah tersebut diberikan hanya sekedar sebagai bentuk sanjungan tidak langsung pada Yang Mulia Kaisar. Lagipula, jika memang Perdana Menteri Hu Weiyong ingin menyanjung Kaisar Hongwu di hadapan seluruh pejabat dan tamu kerajaan besok maka seharusnya hidangan istimewa itu diberikan untuk Pangeran Zhu Biao dan bukan Pangeran Zhu Di karena besok merupakan hari pernikahan Sang Pangeran Mahkota sehingga semestinya seluruh perhatian dan pemberian akan tertuju pada Pangeran Zhu Biao!.
Hal itulah yang kini membuat hati Juru Masak Jiu Zhong merasa gelisah. Kegelisahan pada hal sesungguhnya yang tengah direncanakan oleh Perdana menteri Hu Weiyong di balik perintah menyajikan hidangan istimewa untuk Pangeran Zhu Di itu.
Dan dasar hati Juru Masak Hu Weiyong telah dengan jelas-jelas membisikkan bahwa apapun rencana tuannya, namun akibat yang ditimbulkan akan sangat menyakitkan. Entah bagi siapa…
“Tuan Jiu Zhong” sebuah suara menyentakkan Juru Masak Jiu Zhong dari lamunannya.
Seorang pelayan pembantu juru masak telah berdiri di sisi Kepala Dapur Istana dengan sikap penuh hormat. Juru Masak Jiu Zhong menghela nafas sesaat.
“Ada apa?” tanya Sang Kepala Dapur Istana pada pelayan pembantu juru masak tersebut.
“Kasim Anta dari istana Pangeran Zhu Di menunggu Tuan Jiu di sisi utara dapur istana, di dekat taman air seperti yang Tuan Jiu pesankan” jawab pelayan pembantu juru masak tersebut seraya menunjuk ke arah pintu dapur utama istana yang terbuka lebar. Pintu dapur tersebut mengarah langsung ke taman air yang sangat indah. Dari tempatnya berdiri, Juru Masak Jiu Zhong dapat melihat bayangan kasim tua pengasuh Pangeran Keempat yang berdiri di balik air terjun buatan yang jernih bergemericik.
“Baiklah” ujar Juru Masak Jiu Zhong mengangguk. Tangannya menunjuk ke arah seorang juru masak lain yang terlihat tengah sibuk mengawasi beberapa juru masak muda di bagian kue beras dan buah kering. “Panggil Juru Masak Li Xiang agar menggantikanku menjaga kaldu ini. Katakan pada Juru Masak Li agar tidak menambahkan bumbu apapun dan menjaga api dalam tungku tetap kecil. Juga katakan padanya untuk mengaduk sesekali air kaldunya agar tidak pecah. Aku akan menemui Kasim Anta sebentar. Apa kau mengerti?”.
Pelayan pembantu juru masak membungkukkan tubuhnya ke arah Kepala Dapur Istana yang sangat disegani tersebut.
“Baik Tuan Jiu…saya mengerti perintah Tuan Jiu dan akan saya laksanakan sekarang” sahut pelayan pembantu juru masak tersebut sebelum kemudian beranjak ke arah Juru Masak Li Xiang.
Sementara Juru Masak Jiu Zhong sendiri telah melangkah cepat ke arah taman air dan segera membungkuk ke arah Kasim Anta yang segera menoleh dan berdiri menghadap ke arah Sang Kepala Dapur Istana saat mendengar suara langkah mendekat.
“Tuan Kasim Anta…terima kasih telah memenuhi undangan saya untuk datang. Saya memohon maaf karena dengan terpaksa meminta Tuan Anta untuk datang padahal semestinya sayalah yang datang menghadap Tuan Anta” tutur Juru Masak Jiu Zhong dalam posisi membungkuknya.
Kasim Anta mengangguk dengan alis berkerut.
“Undangan yang kau berikan membuatku terkejut Juru Masak Jiu. Aku baru saja sampai di istana setelah menjemput Pangeran Zhu Di dan pelayan telah memberikan suratmu. Ada apa kau ingin bertemu denganku?”
Juru masak Jiu Zhong kembali membungkuk. “Maafkan saya Tuan Anta. Saya dengan terpaksa menuliskan undangan pada Tuan Anta karena banyaknya pekerjaan di dapur istana yang membuat saya tidak bisa pergi ke manapun termasuk ke istana Pangeran Keempat untuk menemui Tuan Anta. Maksud saya sebenarnya adalah hendak memohon ijin pada Tuan Kasim Anta sebagai kepala rumah tangga di istana Pangeran Zhu Di untuk mengirimkan bahan-bahan masakan ke istana Pangeran Keempat”.
Kasim Anta mengangguk-angguk pertanda mengerti.
“Baiklah” katanya kemudian. “Kau benar Juru Masak Jiu Zhong. Besok adalah hari perjamuan agung setelah upacara pernikahan selesai dilaksanakan. Dan Pangeran Zhu Di harus hadir di sana sehingga hidangan khusus untuk Pangeran Zhu di juga harus dipersiapkan sekarang juga. Kau kuijinkan mengantarkan bahan-bahan masakan untuk Pangeran Zhu Di”.
“Terima kasih Tuan Anta. Saya akan segera menyuruh beberapa pelayan untuk mengantarkan bahan-bahan ke istana Pangeran Zhu Di. Saya telah memilihkan bahan-bahan yang terbaik dan nantinya, Kasim Chen tinggal mengolahnya untuk Pangeran Keempat” jawab Juru Masak Jiu Zhong.
Kasim Anta sedikit berkerut mendengar kalimat Juru Masak Jiu Zhong. Mendadak ia teringat sesuatu.
“Tapi saat ini Kasim Chen belum kembali ke istana. Pangeran Zhu Di memerintahkannya untuk mengambil persembahan bagi Pangeran Mahkota dan mungkin baru akan sampai di istana senja ini atau bahkan malam nanti. Karena itu, mungkin Kasim Chen tidak akan memiliki banyak waktu untuk memasak berbagai jenis masakan bagi Pangeran Zhu Di sesuai dengan jenis-jenis hidangan dalam jamuan agung nanti” ujar Kasim Anta.
 Juru Masak Jiu Zhong kini ganti berkerut.
“Tapi Tuan Anta, menurut perintah dari Yang Mulia Ratu Ma, seluruh hidangan yang disajikan dalam perjamuan agung besok harus sama dan tidak boleh ada perbedaan sama sekali antara hidangan untuk Yang Mulia Kaisar, para pangeran, para pejabat dan para tamu. Hal itu merupakan kehendak dari Yang Mulia Kaisar sendiri yang tidak menyukai adanya perbedaan” sahut Juru Masak Jiu Zhong menimpali.
Kasim Anta mendesah saat menyadari kebenaran dalam kata-kata Kepala Dapur Istana. Ia telah lama mengikuti keluarga Kaisar Hongwu dan karena itu, ia telah sangat hafal dengan watak dan jalan pemikiran Kaisar Hongwu. Jika besok Kasim Chen memasak jenis hidangan yang berbeda maka hal tersebut pasti akan menimbulkan kemarahan dari Sang Kaisar. Bukan tidak mungkin nantinya akan muncul bisik-bisik di antara para tamu dan hal itu pasti akan membuat malu Kaisar Hongwu dan Permaisuri Ma Xiuying.
Tetapi, di sisi lain, ia tahu pasti bahwa jenis hidangan yang dimasak pada saat acara khusus kerajaan seperti pernikahan agung sangatlah beraneka macam jenisnya dan waktu untuk menyiapkan jenis-jenis masakan tersebut tidaklah cukup hanya satu malam melainkan sejak berhari-hari sebelumnya. Sementara ia sendiri tak tahu kapan Kasim Chen akan pulang ke istana dan perjamuan makan akan diadakan besok siang setelah upacara pernikahan selesai dilakukan. Bisakah Kasim Chen memasak begitu banyak jenis hidangan hanya dalam waktu satu malam?
“Kalau begitu, bisakah kau memberiku daftar jenis hidangan yang akan disajikan dalam perjamuan makan besok Juru Masak Jiu? Apakah hidangan utamanya?” tanya Kasim Anta setelah terdiam sesaat.
Juru Masak Jiu Zhong mengangguk cepat. Tangannya segera merogoh ke balik pakaian hanfu putihnya dan mengeluarkan segulung kertas kulit kayu lalu mengulurkannya pada Kasim Anta. “Baik Tuan Anta, saya memang telah membuat daftar jenis hidangan yang akan disajikan dalam perjamuan besok dan bermaksud memberikan daftar ini pada Tuan Anta untuk memudahkan Kasim Chen mengikuti jenis-jenis hidangan yang dibuat oleh dapur utama. Silahkan Tuan Anta, terimalah daftar jenis hidangan ini”.
Kasim Anta menerima gulungan kertas kaku berisi daftar jenis hidangan yang diulurkan oleh Juru Masak Jiu Zhong dan kemudian membukanya. Sekilas ia membaca nama jenis makanan pada deretan paling atas. Kepiting Salju…itulah nama jenis hidangan yang tertera pada urutan paling atas dan sekaligus menjadi hidangan utama dalam perjamuan besok. Kepiting salju adalah jenis hidangan yang sangat mewah, terbuat dari kepiting laut yang besar, diolah secara khusus dengan merendamnya di dalam madu bunga sehingga rasa manisnya akan terasa lebih nyata namun tetapi memancarkan rasa alami daging kepiting yang lembut dan segar. Cara memasaknya cukup rumit, yaitu kepiting tersebut dimasak di atas batu api yang panas dalam waktu yang singkat untuk menjaga nilai baik dari daging kepiting bagi tubuh. Memasak kepiting tidak dilakukan di atas kayu bakar karena asap dari kayu akan merusak dan menghilangkan aroma segar alami daging kepiting serta membuat rasanya berubah. Sedangkan salju yang menjadi nama hidangan kepiting tersebut diambil dari saus yang terbuat dari air lobak, dimasak dalam api kecil bersama sari tepung jagung dengan sedikit bumbu rempah untuk menguatkan rasa lobak yang mudah menghilang dalam proses pemasakan. Siapapun sangat menyukai hidangan kepiting salju yang mewah dan memiliki nilai baik yang sangat tinggi bagi kesehatan tubuh manusia. Sungguh sangat  tepat memilih hidangan Kepiting Salju sebagai hidangan utama dalam perjamuan makan besok!.
“Baiklah…aku akan menyerahkan daftar hidangan ini pada Kasim Chen saat ia pulang nanti. Jenis hidangan yang harus dimasak oleh Kasim Chen sangat banyak. Aku tidak tahu apakah waktu satu malam cukup baginya untuk menyiapkan semuanya. Tapi aku akan mencobanya. Terima kasih Juru Masak Jiu. Cepat antarkan bahan-bahan masakan ke istana Pangeran Zhu Di” kata Kasim Anta seraya menggulung kertas berisi daftar jenis hidangan di tangannya.
Juru Masak Jiu Zhong mengangguk, namun kemudian, saat Kasim Anta hendak membalikkan tubuh, mendadak Kepala Dapur Istana itu berseru dengan tangan teracung ke depan membuat kasim pengasuh dari istana Pangeran Zhu Di tersebut menghentikan gerakannya dan kembali menghadap ke arah Juru Masak Jiu Zhong.
“Ada apa?” tanya Kasim Anta sambil menatap Juru masak Jiu Zhong.
“Tuan Anta, maafkan saya, apakah Tuan Anta bermaksud untuk memasak hidangan itu? Maksud saya hidangan utama kepiting salju itu?” tanya Juru Masak Jiu Zhong pada kasim di depannya.
Kasim Anta tertegun. Jelas terlihat terkejut dengan pertanyaan yang diajukan oleh Juru Masak Jiu Zhong.
“Kenapa kau bertanya begitu Juru Masak Jiu?”
“Karena tadi Tuan Anta mengatakan bahwa Tuan akan mencobanya. Saya pikir itu artinya Tuan Anta bermaksud untuk mencoba memasak hidangan utama karena kita tidak tahu kapan Kasim Chen akan pulang ke istana” jawab Juru Masak Jiu Zhong.
“Tidak Juru Masak Jiu…aku tidak memiliki maksud seperti itu. Kau tahu aku tidak pandai memasak seperti Kasim Chen terlebih hidangan utama yang  rumit seperti kepiting salju. Jika nanti aku salah memasak maka bisa-bisa aku hanya akan mempermalukan Yang Mulia Kaisar dan Yang Mulia Permaisuri di hadapan para tamu kerajaan” jawab Kasim Anta seraya tertawa.
“Oh…ternyata begitu” Juru Masak Jiu Zhong turut tertawa. “Kalau demikian halnya, tolong maafkan saya karena telah salah menduga pada Tuan Anta”.
“Sudahlah Juru Masak Jiu…tak perlu kau risaukan. Antarkan saja bahan-bahan masakan ke istana Pangeran Keempat dan aku akan menyampaikan daftar hidangan ini pada Kasim Chen begitu ia pulang nanti” jawab Kasim Anta seraya tersenyum.
Juru Masak Jiu Zhong membungkuk penuh hormat.
“Baiklah jika demikian Tuan Anta. Hanya saja, memasak kepiting salju bukanlah hal yang rumit. Menurut saya Tuan Anta sendiri pasti bisa memasaknya jika saja Tuan Anta menghendakinya” jawab Juru Masak Jiu Zhong saat ia berdiri kembali.
Kasim Anta tidak lagi menjawab, hanya sekilas tertawa sembari melambaikan tangannya seraya mulai melangkah pergi meninggalkan Juru Masak Jiu Zhong dan taman air.
Untuk sesaat, Sang Kepala Dapur masih termangu menatap punggung Kasim Anta yang semakin menjauh. Ia tak tahu bagaimana kelanjutannya nanti, atau sekedar membayangkan bagaimana akibatnya yang akan terjadi. Ia hanya tahu bahwa satu langkah dari rencananya untuk melaksanakan perintah dari Perdana Menteri Hu Weiyong telah ia lakukan. Dan itu adalah meminjam tangan Kasim Chen.
************
Di dalam jurang…
“Adik Chen?” satu suara panggilan membuat Chen terkejut. Kasim remaja itu segera menengadah dan menemukan Changyi serta Xu Guanjin yang telah berdiri di sisinya.
“Kakak Changyi…Nona Xu…” Xiao Chen segera bangkit berdiri. Sepasang matanya menatap Changyi sejenak dan segera membungkuk hormat ketika pandangannya beralih ke arah Xu Guanjin. Sekilas saat ia membungkuk, Xiao Chen menemukan dua tangan yang saling terkait erat.  Jemari gadis itu yang melekat di jemari Changyi, saling mengikat dengan kuat. “Kenapa Kakak Changyi bisa tahu kalau aku ada di sini?”.
Changyi tertawa mendengar ucapan adiknya. Sesaat ia merasa sedikit kikuk ketika melihat arah pandangan Xiao Chen dan pemuda itu berusaha dengan lembut melepaskan tangan kirinya dari jemari Xu Guanjin. Namun, demikian Changyi mulai menggerakkan jemarinya, maka pada ketika itu pula Xu Guanjin segera mengeratkan jemarinya, melibat dan semakin kuat membuat Changyi akhirnya menyerah. Senyum indah merebak di bibir pemuda itu saat pandangannya bertemu dengan sepasang mata Xiao Chen dan menemukan rentetan pertanyaan di kedalaman mata adiknya tersebut.
“Seharusnya aku yang bertanya padamu Adik Chen, apa yang kau lakukan di balik pohon ini? Kau meringkuk dan menutupi kedua telingamu dengan tangan, apakah kau kedinginan? Kenapa kau tidak memanggil kami padahal jarak kita sangat dekat? Lalu…di mana Pangeran Zhu Di?” tanya Changyi kemudian.
Wajah Xiao Chen sedikit memerah mendengar pertanyaan Changyi, namun kepala sang kasim muda itu mengangguk juga.
“Maafkan aku Kakak, aku hanya tidak ingin…” kalimat Xiao Chen terhenti saat pandangannya bertemu dengan sepasang mata bintang Xu Guanjin yang tengah menatapnya membuat seluruh kalimat yang telah tertata di ujung lidah mendadak melesat kembali ke tenggorokannya. Celaka!...kenapa ia jadi kikuk begini?. “Ah iya, Kakak Changyi benar” lajut Xiao Chen kemudian. “Aku memang sedikit merasa dingin sehingga aku duduk dulu sebentar sekedar untuk menghangatkan kembali tubuhku dan aku sudah berencana untuk keluar menyapa kalian berdua. Tapi ternyata, Kakak Changyi mendahuluiku”.
Satu alis Changyi terangkat naik mendengar kalimat adiknya. Jelas hanya kata-kata pembenaran yang diucapkan untuk menutupi rasa kikuk dalam diri adiknya tersebut. Ia tahu dan ia tak bisa dibohongi sebab Changyi terlalu mengenal adiknya.
“Lalu, di mana Pangeran Zhu Di?” tanya Changyi mengalihkan rasa kikuk Xiao Chen yang jelas terbaca di matanya. “Kenapa kau meninggalkannya sendiri Adik Chen?”.
“Pangeran Zhu Di ada di atas. Sebenarnya, Pangeran-lah yang telah menyuruhku untuk turun mencari Kakak dan Nona Xu karena Pangeran sangat mengkhawatirkan kalian berdua. Aku memintanya untuk menunggu di atas karena kupikir akan berbahaya bila membawa serta Pangeran Zhu Di turun ke bawah” tutur Xiao Chen memberikan penjelasan. Rasa kikuknya sedikit berkurang setelah Changyi mengalihkan perhatiannya dari kekuatan cinta yang nampak sangat nyata terbaca dari bahasa tubuh Xu Guanjin dan Changyi.
“Benarkah?” sahut Changyi. Kepala pemuda itu sesaat menoleh ke arah Xu Guanjin dan menemukan gadis itu tengah menatapnya. Changyi tersenyum sekilas sebelum pandangannya kembali pada Xiao Chen. “Kami sedang mencari jalan untuk keluar dari tempat ini tanpa harus menaiki tebing yang sangat tinggi itu, tapi tampaknya tak ada jalan keluar lain dari dalam lembah ini selain mengikuti aliran sungai dan menaiki tebing. Karena itu, kami baru saja akan kembali ke tepian sungai untuk menyusurinya”.
“Tapi Kakak, menyusuri sungai itu pasti akan membutuhkan waktu yang lama” ujar Xiao Chen seraya menoleh ke belakang, pada arah di mana sungai berair jernih bergemericik di tepian hutan. “Lagipula, kita sama sekali tidak tahu akan berakhir di mana sungai ini?”.
Changyi menggeleng sambil turut menatap ke arah tepian hutan.
“Tidak Adik Chen, menurutku jika kita menyusuri sungai ini maka kita akan kembali ke daerah di bawah bukit tinggi yang kita naiki ini, yaitu pada sisi hutan berpadang rumput yang biasa menjadi tempat berburu Yang Mulia Kaisar. Sebelum kita mulai menaiki bukit, aku sempat melihat sebuah sumber mata air yang sangat jernih dengan tanah yang lapang dan Pangeran Zhu Di mengatakan bahwa saat berburu, Yang Mulia Kaisar mendirikan perkemahan di sana. Apa kau ingat?” jawab Changyi membuat sepasang alis Xiao Chen berkerut.
“Sumber mata air…jadi apakah Kakak berpikir bila sungai ini berawal dari sumber mata air itu? Aku juga melihatnya saat kita baru mulai mendaki bukit, tapi aku tidak melihat adanya aliran sungai dari mata air itu. Kukira, mata air itu hanyalah sebuah mata air yang muncul dari dalam celah batu dan tertampung dalam sebuah kolam batu pula”.
Changyi tersenyum.
“Mungkin kau benar Adik Chen, tapi sebuah aliran air bisa menyusup di balik celah batu atau pembuluh kecil di dalam batu. Kupikir, sebaiknya kita kembali ke sungai itu sekarang sebelum senja benar-benar datang. Ayolah”.
“Baiklah Kakak…silahkan Kakak dan Nona Xu di depan, biarkan aku mengikuti kalian di belakang” sahut Xiao Chen mengangguk setuju.
“Xu-moi, aku akan membawamu kembali ke tepian sungai” Changyi menoleh ke arah Xu Guanjin dan melihat gadis itu mengangguk. Kemudian, dengan gerak yang gesit Changyi telah menyambar Xu Guanjin ke dalam pondongannya. Kedua matanya sejenak menatap Xiao Chen yang tengah menatapnya dengan ekspresi terpana. Changyi mengerti, namun tak ada waktu baginya untuk memberikan penjelasan pada adiknya saat ini. Tidak di saat senja semakin mendekat dan hari benar-benar akan menjadi gelap.
“Ayo Adik Chen” ajak Changyi menepiskan ekspresi wajah Xiao Chen yang terkaget-kaget lalu, sebelum kasim remaja yang sangat disayanginya itu sempat memberikan jawaban, tubuh Changyi telah melesat pergi dengan membawa Xu Guanjin dalam pondongan membuat Xiao Chen tersentak dan segera, remaja berwajah teduh itu melesat pula menyusul ke arah kakaknya.
Hanya butuh sesaat bagi mereka bertiga untuk kembali sampai di tepian sungai berair jernih. Changyi telah menurunkan Xu Guanjin dari pondongannya dan berdiri menatap ke arah hulu sungai. Xiao Chen yang berdiri tepat di belakangnya turut menatap ke arah yang sama meski terlihat adanya keinginan lain di wajah kasim muda itu.
“Kakak…menurutku, akan lebih baik bila kita kembali mendaki tebing itu” ujar Xiao Chen menunjuk tebing tinggi di seberang sungai. “Akan lebih cepat dan lagipula, Pangeran Zhu Di menunggu kita di atas”.
Changyi mengangguk. Ia tahu apa yang dikatakan oleh adiknya benar. Sekarang yang terpenting bukanlah seberapa cepat ia dapat menemukan ujung hulu sungai yang ia yakini berada di sumber mata air itu, melainkan kenyataan bahwa Pangeran Zhu Di tengah menunggu mereka semua di atas. Tetapi, mengapa mendadak ia merasa enggan untuk menaiki tebing itu? Apakah karena Xu Guanjin tak menghendaki untuk keluar dari dalam lembah ini dengan jalan memanjat tebing ataukah karena sebab lain? Alis Changyi berkerut sementara rasa aneh itu menyusup ke dalam dadanya.
“Kau benar Adik Chen. Kita akan memanjat ke atas karena Pangeran Zhu Di sedang menunggu kita” sahut Changyi kemudian.
“Changyi-ko…” sela Xu Guanjin yang sejak awal bertemu dengan Xiao Chen hanya berdiam diri. Wajah gadis itu terlihat cemas. “Bagaimana kita akan naik ke atas? Kita tak punya tangga atau tali bukan?”
“Tidak apa-apa Xu-moi…” jawab Changyi lembut. “Aku akan membawamu memanjat ke atas. Percayalah padaku”.
Xu Guanjin menatap Changyi sejenak, mencari-cari di kedalaman sepasang mata indah pemuda yang telah membuatnya mabuk kepayang itu. Lalu, saat ia menemukan sebuah kesungguhan dari rasa yakin yang teguh, perlahan bibir gadis tersebut mengurai sebuah senyum indah dan kepalanya mengangguk.
“Baiklah…aku hanya takut kita akan jatuh Changyi-ko” ujar Xu Guanjin kemudian.
“Tidak Xu-moi” Changyi menggeleng cepat. “Aku tidak akan membiarkanmu jatuh”.
“Itu benar Nona Xu” sahut Xiao Chen menimpali. “Kakak Changyi pasti akan menjaga Nona dengan baik”.
Xu Guanjin menoleh ke arah Xiao Chen dan kembali gadis itu mengangguk. Ia tahu bahwa Xiao Chen bisa dipercaya meskipun Xu Guanjin sangat jarang berbicara dengan Chen terlebih sejak remaja berwajah sejuk itu menjadi kasim khusus Pangeran Keempat.
“Kakak, aku akan menyeberang lebih dulu dan memberi tanda pada Pangeran Zhu Di. Kakak dan Nona Xu menyusullah” ujar Xiao Chen seraya melompat dengan gerakan ringan. Tak ada suara dalam setiap pijakan kaki remaja itu, bahkan permukaan air sungai tetap bergemericik riang tanpa tanda terusik sedikitpun.
Changyi tak menjawab namun pandangan pemuda rupawan itu secara jelas memperhatikan setiap gerak adiknya. Senyum menawan terkulum saat ia menyadari kemajuan Xiao Chen dalam kemampuan ginkang yang bahkan jauh melebihi dirinya. Sejak dulu, Changyi selalu tak mengerti bagaimana Xiao Chen bisa memiliki kemampuan ginkang yang begitu hebat meski ia nyaris tak pernah melihat adiknya tersebut berlatih. Satu-satunya kemungkinan saat Xiao Chen berlatih hanyalah ketika adiknya tersebut masih tinggal di Kuil Bulan Merah. Namun, waktu yang tak terlalu lama di sana, mungkinkah bisa membuat kemampuan Xiao Chen demikian hebat?. Changyi menoleh ke arah Xu Guanjin dan kemudian, tanpa mengeluarkan sepatah kata, dengan gerakan lembut pemuda itu merenggut gadis tersebut dari sisinya lalu kembali membawanya melesat di atas permukaan sungai di mana Xiao Chen tengah berdiri dengan ekspresi tertegun.
“Ada apa Adik Chen?” tanya Changyi saat menatap wajah Xiao Chen yang berkerut.
“Aku menemukan sobekan kain ini Kakak” jawab Xiao Chen seraya mengukurkan selembar kain yang ditemukannya. “Aku tahu kain ini adalah pakaian Pangeran Zhu Di. Aku sudah memberinya tanda tapi tak ada balasan dari Pangeran, kemudian aku menemukan kain ini”.
Changyi menerima selembar kain yang diulurkan oleh Xiao Chen dan membentangkannya. Kening pemuda itu berkerut saat ia membaca deretan kalimat singkat yang tertulis di atas lembaran kain. Pangeran Zhu Di telah meninggalkan sisi jurang dan menuju istana setelah sepasukan prajurit kerajaan di bawah pimpinan Jenderal Lan Yu sendiri datang menjemputnya. Selain dari itu, Pangeran Keempat juga menyebut satu nama dan meminta mereka untuk membawa satu nama tersebut ke istana malam ini juga. Changyi mendongak dan menatap adiknya. Jarinya menunjuk ke arah nama yang tertera di atas lembaran kain.
“Adik Chen, nama ini…apakah kau mengenalnya? Siapa dia?” tanya Changyi sementara Xiao Chen menghela nafas. “Dan mengapa Pangeran Zhu Di ingin kita membawanya ke istana malam ini juga?”.
Xiao Chen mengangguk pelan.
“Ya Kakak… sebenarnya aku sendiri belum pernah bertemu dengan orang ini, tapi aku memang mengenal namanya. Nanti aku akan menceritakan pada Kakak dalam perjalanan, sementara itu sebaiknya kita berangkat sekarang agar kita bisa sampai di istana saat malam nanti” sahut Xiao Chen.
Kening Changyi yang halus indah masih berkerut namun pemuda itu mengangguk juga. Sekali lagi matanya menelusuri lembaran kain di tangannya.
“Tempat ini, aku tahu di mana tempat ini. Beberapa kali aku melewatinya bersama Paman Bohai dan menurutku akan lebih dekat bila kita menyusuri hulu sungai ini Adik Chen. Desa tempat orang ini berada tepat berada di sisi sebelah utara di luar Kotaraja Yingtian. Dan itu artinya hanya di sisi kanan bukit ini. Jika kita menyusuri hulu sungai lalu tiba di tanah lapang tempat Yang Mulia Kaisar biasa mendirikan perkemahan, maka jalan menuju desa yang tersebut di surat ini menjadi sangat dekat” tutur Changyi sambil menunjuk hulu sungai.
Xiao Chen mengangguk setuju. Kepalanya sekali mendongak ke atas, ke arah bibir jurang yang tak terlihat karena tertutup oleh awan.
“Kakak benar. Tapi bagaimana dengan kuda-kuda kita yang kita tinggalkan di atas Kakak? Haruskah kita meninggalkan kuda-kuda itu?” tanya Xiao Chen kemudian.
Changyi terdiam sesaat. Ia bahkan lupa pada si Hitam kudanya serta kuda-kuda lain yang mereka tinggalkan di sisi semak perdu samping padang rumput.
“Jika begitu, aku dan Xu-moi akan menyusuri sungai ini dan kau naiklah ke atas untuk mengambil kuda-kuda kita Adik Chen” jawab Changyi kemudian. “Kami akan menunggumu di tanah lapang dekat sumber mata air itu”.
“Baiklah Kakak…jika demikian, aku akan pergi sekarang” sahut Xiao Chen seraya berpaling ke arah Xu Guanjin dan membungkuk pada gadis itu. “Saya pergi dulu untuk mengambil kuda Nona Xu…”.
Xu Guanjin tersenyum ke arah Xiao Chen dan mengangguk.
“Baiklah…berhati-hatilah Adik Chen” jawab Xu Guanjin membuat wajah Xiao Chen sedikit memerah mendengar gadis yang sangat cantik itu memanggilnya dengan sebutan ‘Adik Chen’. Remaja itu terlihat kikuk membuat Changyi tertawa.
“Pergilah Adik Chen…kami akan menunggumu di sisi sumber mata air” ujar Changyi di sela tawa kecilnya.
Xiao Chen hanya mengangguk sekali sebelum kemudian menghentakkan tubuhnya ke atas dan dalam sekejab, baik Changyi maupun Xu Guanjin telah melihat sosok Xiao Chen melesat dengan sangat ringan dan cepat ke atas, menembus gumpalan awan dan kemudian hilang dari pandangan keduanya.
Changyi menoleh ke arah Xu Guanjin. Senyum menawan menghias wajah pemuda itu sementara Xu Guanjin menatap pemuda di sisinya dengan pandangan penuh cinta.
“Kita berangkat sekarang Xu-moi? Apakah kau ingin berjalan sendiri ataukah kau ingin memanfaatkan pelayanmu ini agar kedua kakimu tidak lelah?” tanya Changyi dengan ekspresi menggoda.
Xu Guanjin mencemberut dan satu tangan mungilnya terayun memukul lengan Changyi membuat senyum pemuda itu mengembang menjadi tawa. Lalu, masih dengan tawa merdu yang menggema halus, Xu Changyi meraup Xu Guanjin dengan lembut ke dalam pondongannya.
Detik selanjutnya, tubuh sepasang manusia yang tengah dimabuk cinta itu telah lenyap, meninggalkan seleret bayangan biru indah yang melesat cepat menuju arah hulu sungai…
************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar