Seluruh kegembiraan
seolah tertumpah dari langit tanpa jeda. Istana Yingtian bertabur bunga dan
puja-puji. Esok yang dinanti pada akhirnya tiba dengan segenap keindahan
upacara pernikahan agung yang ditunggu oleh seluruh rakyat.
Pangeran Mahkota Zhu
Biao terlihat elok dalam pakaian pengantinnya yang megah. Sungguh sepadan
dengan Putri Mingxia yang kini telah resmi menjadi seorang putri mahkota.
Ungkapan puji dan kekaguman terus mengalir dari seluruh tamu-tamu kerajaan yang
hadir. Kaisar Hongwu dan Permaisuri Ma adalah dua wajah yang terlihat sangat
bahagia dengan pernikahan Sang Pangeran Mahkota. Senyum terukir di wajah Sang
Kaisar menyambut elu dan puja-puji dari seluruh pejabat dan tamu-tamu kerajaan.
Semua pangeran dan
putri hadir. Demikian pula dengan selir-selir kaisar yang duduk berderet di
belakang Permaisuri Ma Xiuying. Pangeran Zhu Biao dan Putri Mingxia duduk berdampingan
di singgasana tersendiri di sisi Kaisar Hongwu dan Permaisuri Ma Xiuying. Tepat
di depan singgasana Kaisar Hongwu, pada jarak agak jauh di batas garis utama
terlihat berderet dengan rapi seluruh pejabat istana berurutan mulai dari
pangkat tertinggi hingga terendah. Pada deretan paling depan terlihat Perdana
Menteri Hu Weiyong serta pejabat menteri yang lain. Pada deretan sisi kanan,
paling dekat dengan tempat Kaisar Hongwu duduk di atas singgasana, terlihat Panglima
Tertinggi Kerajaan Jenderal Xu Da bersama putra angkatnya Xu Changyi disusul
deretan tamu-tamu kerajaan yang merupakan utusan dari berbagai kerajaan.
Demikian pula pada deretan di sisi kiri dipenuhi oleh tamu-tamu undangan dari
berbagai negara dan kerajaan dalam warna-warni pakaian kebesaran masing-masing
yang meriah. Suara dalam ruang aula yang sangat luas dan berhias indah itu kini
hening sementara satu demi satu setiap yang hadir mempersembahkan hadiah bagi
Pangeran Mahkota dan Kaisar Hongwu. Kasim Liu dan beberapa kasim lain terlihat
sibuk mencatat bentuk-bentuk hadiah dan persembahan yang dibawa oleh
masing-masing utusan dari kerajaan sahabat serta hadiah dan persembahan balasan
yang diberikan oleh kaisar Hongwu.
Pangeran Zhu Di
menghembuskan nafas dengan rasa sedikit kesal. Ia sungguh merasa jenuh dengan
suasana yang terlalu formal seperti sekarang ini. Kedua mata sang pangeran yang
bening itu menatap utusan dari negeri padang pasir. Itu adalah sebuah negeri
yang sangat jauh dari Yingtian dengan daerah yang dikelilingi oleh hamparan
luas gurun pasir. Namun meskipun demikian, nampaknya raja yang saat ini tengah
bertahta di sana adalah seorang raja yang sangat kaya. Hal itu dapat dilihat
dari hadiah pernikahan yang dipersembahkan untuk Pangeran Mahkota dan Kaisar
Hongwu yang sangat mewah. Beberapa peti keping emas, butir-butir batu zamrud,
buah kurma, daging biri-biri, mantel kulit, dan entah apalagi. Kesemua hadiah
itu diterima oleh Kaisar Hongwu dengan suka cita dan sebagai gantinya, Sang
Kaisar Agung mempersembahkan lima ratus ekor kuda terbaik, kain sutera yang
ditenun dari kepompong ulat sutera terhalus, madu bunga, mantel kulit beruang,
beberapa ekor beruang mata hitam sebagai peliharaan keluarga raja, beberpa peti
tanaman herbal terbaik serta beberapa peti mangkuk dan cawan keramik milik
kaisar. Pangeran Zhu Biao mempersembahkan sebuah lukisan yang dibuatnya sendiri
dan diperlihatkan di depan semua orang di ruang aula. Pangeran Zhu Di mengakui
keindahan lukisan yang dibuat oleh kakak tertuanya tersebut meskipun keindahan
alam desa yang tertuang di atas kain halus tersebut tak senada dengan wajah
Sang Pangeran Mahkota yang sedikit berselimut mendung. Dan mendung halus itu
tak tertangkap oleh pandangan mata siapapun termasuk pandangan mata Kaisar dan
Permaisuri yang larut dalam kebahagiaan. Hanya ia saja yang tahu dan dapat
melihat mendung di wajah sang kakak sulung yang halus dan lembut tersebut. Ia
dapat melihatnya karena ia tahu desa mana yang gambarnya tertuang di atas kain
lebar itu. gambar yang nampak jelas tak lagi dilukis oleh Sang pangeran Mahkota
dengan kuas tinta di jemarinya yang indah melainkan dengan tinta airmata yang
menitik dari hati serta jiwanya.
Sudut bibir Pangeran
Zhu Di tertarik ke samping membentuk satu senyum samar saat ia teringat hadiah
yang telah dipersiapkannya untuk Pangeran Zhu Biao. Ia sangat berharap hadiah
yang akan dipersembahkannya nanti dapat menghalau mendung di wajah kakaknya. Setidaknya,
ia berharap ada satu bagian dalam kehidupan Sang Pangeran Mahkota yang akan
membawa sinar matahari kebahagiaan bagi kakak tertuanya itu.
Senyum samar nan
indah yang segera hilang dari wajah Pangeran Keempat saat ia melihat satu lagi
utusan maju ke hadapan Kaisar Hongwu. Dari pakaian yang dikenakan oleh utusan
tersebut, pangeran Zhu Di dapat mengenalinya sebagai pakaian dari kerajaan yang
pernah menjadi bagian dari negeri mereka terutama saat kekuasaan Yuan masih
berdiri.
Kepala Pangeran Zhu
Di sedikit meneleng ke samping, ke arah Kasim Anta yang duduk tepat di
belakangnya, berdampingan dengan Kasim Chen.
“Kau tahu siapa dia?”
bisik Pangeran Zhu Di pada Kasim Anta. Ia tahu dan yakin kasim tuanya itu pasti
bisa menjawab pertanyaannya sebab salah satu kelebihan Kasim Anta yang
diakuinya adalah selalu berusaha mencari tahu informasi apapun yang ada di
sekitar istana. Meskipun kadang-kadang si kasim tua itu mendapatkan informasi
yang salah dari orang yang salah hingga membuatnya terhenyak saat mendengarnya sebagaimana
informasi tentang penyu dari Sungai Kuning itu!.
“Oh…dia itu adalah
utusan dari Kerajaan Joseon, Pangeran” sahut Kasim Anta dalam bisiknya seraya
mencondongkan tubuhnya ke arah Pangeran Zhu Di.
“Kerajaan Joseon? Maksudmu,
kerajaan baru yang telah menggantikan Kerajaan Goryeo dan kekuasaan Raja
Gongmin itu?” sepasang alis tebal bagus Pangeran Zhu Di sedikit berkerut.
Kasim Anta
mengangguk. Kedua matanya yang mulai diseliputi rona abu-abu menatap ke arah utusan
dari Kerajaan Joseon di depan Kaisar Hongwu.
“Benar Pangeran.
Kerajaan Joseon adalah sebuah dinasti baru namun terlihat telah memiliki
landasan pondasi yang sangat kokoh. Raja pertama mereka sangatlah cerdas dan
memiliki pandangan yang sangat kuat pula dalam memimpin sebuah dinasti baru. Banyak
sekali orang yang telah menduga bahwa Dinasti Joseon akan menjadi sebuah
dinasti yang sangat kuat dengan kekuasaan yang sangat lama” sahut Kasim Anta
membuat pandangan Pangeran Zhu Di kembali tertuju pada utusan dari Kerajaan
Joseon. Sebuah gumaman halus terdengar dari leher Sang Pangeran Keempat membuat
Kasim Anta menatap pangeran muda asuhannya.
Sementara utusan dari
Kerajaan Joseon terlihat telah selesai menyebutkan persembahan dari Raja Joseon
untuk Kaisar Hongwu dan Pangeran Mahkota, lalu tanpa terduga, lelaki sang
utusan itu menyampaikan adanya persembahan untuk Jenderal Xu Da. Hal yang
mengejutkan semua orang dalam ruang aula termasuk Pangeran Zhu Di dan Jenderal
Xu Da sendiri, namun justru disambut dengan tawa gembira Sang Kaisar yang
mengangkat tangan kanannya sebagai tanda agar utusan dari Kerajaan Joseon tersebut
membacakan persembahan dari raja mereka untuk Jenderal Xu Da.
“Mengapa Raja Joseon
memberikan persembahan pada Paman Xu Da? Apakah Paman Xu Da pernah melakukan
sebuah jasa untuk Kerajaan Joseon? Ataukah mereka telah saling mengenal
sebelumnya?” bisik Pangeran Zhu Di, kini benar-benar berpaling menatap kasim
tuanya.
“Tidak Pangeran.
Jenderal Xu Da tidak melakukan sebuah jasa untuk Kerajaan Joseon” Kasim Anta
menggeleng. “Menurut yang hamba dengar, Raja Yi Seonggye yang sekarang menjadi
raja pertama Kerajaan Joseon dahulunya adalah seorang jenderal perang dan
sempat bergabung dengan Jenderal Xu Da saat peperangan di Karakorum melawan
Mongol. Justru, karena bantuan dari Jenderal Yi Seonggye-lah maka Jenderal Xu
Da bisa memasuki Ibukota Karakorum dan selanjutnya di antara keduanya terjalin
hubungan yang baik. Demikianlah Pangeran”.
Pangeran Zhu Di
mengangguk meski kerut di sepasang alisnya belum menghilang. Kedua matanya kini
menatap tajam ke arah utusan dari Kerajaan Joseon yang telah selesai membacakan
persembahan untuk Jenderal Xu Da dan kembali ke tempat duduknya setelah
sebelumnya memberikan sujud untuk Kaisar Hongwu.
Suasana dalam ruang
aula kembali sunyi. Semua orang menunggu dengan rasa ingin tahu bentuk-bentuk
persembahan dan hadiah yang akan dibacakan oleh utusan-utusan dari kerajaan
sahabat, para menteri dan pejabat tinggi istana serta para pangeran dan putri.
Pangeran Zhu Di mendesah. Sedikit rasa ingin tahu yang sempat muncul saat
utusan dari Kerajaan Joseon maju ke hadapan Kaisar Hongwu sesaat lalu kini
telah lenyap dan rasa bosan kembali menghinggapinya. Kaisar Hongwu telah
menetapkan agar para pangeran, puteri dan anggota keluarga kerajaan mendapatkan
urutan akhir dalam membacakan bentuk hadiah untuk Pangeran Mahkota dan lebih
mendahulukan para tamu agung kerajaan. Hal itu dilakukan oleh Yang Mulia Kaisar
sebagai bentuk penghormatan dari Sang Kaisar dan Permaisuri Ma sebagai tuan
rumah.
Itu adalah hal yang
sangat baik dan Pangeran Zhu Di mengakuinya. Salah satu kelebihan lain dari
ayahnya yang ia kagumi adalah bahwa Kaisar Ming Tai Zhu tidak pernah
mendahulukan keluarga di atas kepentingan rakyat dan orang lain. Salah satu
alasan mengapa nama Kaisar Hongwu dengan sangat cepat berkibar dan diterima
oleh rakyat maupun kerajaan-kerajaan lain disekitar mereka.
Tapi, ada saatnya
duduk di urutan belakang adalah hal yang sangat menyebalkan. Seperti sekarang!.
Dan Pangeran Zhu Di
sangatlah yakin ia akan menjadi penutup dari acara pembacaan persembahan dan
hadiah ini karena ia adalah pangeran termuda dalam keluarga kaisar. Dan sebagai
pangeran paling muda, tentu saja ia akan berada di urutan paling ujung…jauh
dibelakang!. Huh!...benar-benar membosankan.
Pangeran Zhu Di
menarik nafas panjang sekali lagi. Kali ini dengan sedikit menegakkan tubuhnya.
Sungguh aneh!...acara jamuan makan baru saja selesai beberapa saat lalu namun
kenapa ia sudah merasa perutnya mulai melilit? Saat jamuan makan, ia memang tidak
terlalu banyak memakan kue, buah maupun kudapan lain karena ia tahu semua
hidangan itu bukan hasil masakan Kasim Chen. Namun saat hidangan utama, ia
telah menghabiskan dua kepiting besar – dan mendapat teguran Permaisuri Ma
melalui tatapan matanya yang lembut dan indah karena porsi makannya yang sangat
besar – serta menghabiskan beberapa cawan sari madu bunga sekaligus. Dan ia
benar-benar merasa sangat kenyang sesudahnya. Kepiting hasil masakan Kasim Chen
benar-benar lezat dan membuat lidahnya gila. Kemudian sari madu bunga itu,
meskipun rasanya agak sedikit aneh, namun terasa sangat segar. Jadi, mestinya
dengan jumlah makanan dan minuman yang telah demikian banyak memasuki perutnya
seperti itu, ia tidak akan merasa lapar setidaknya hingga menjelang senja
nanti.
Tapi mengapa perutnya
terasa melilit saat ini? Meskipun rasa melilit itu tidak terlalu terasa, namun
tetap saja membuatnya merasa tidak nyaman, terlebih dengan suasana yang sangat
membosankan seperti sekarang.
Pangeran Zhu Di
melepaskan tangan kanannya yang sesaat memegang perut sementara pandangannya
beredar. Ia berharap dapat menemukan sesuatu yang bisa mengalihkan perhatiannya
dari suasana yang sangat menjemukan ini.
Dan sang pangeran
menemukannya hanya beberapa detik setelah ia mulai mengalihkan pandangannya.
Hal yang dengan
segera membuatnya terlupa pada acara menjemukan di ruang aula istana. Wajah yang
dengan sangat cepat membuat dada sang pangeran berdesir. Desir aneh yang untuk
pertama kalinya ia rasakan dan membuatnya gelisah. Mengapa ia bisa merasakan
hal semacam ini? Apa sebenarnya rasa yang tengah menghinggapinya ini?
“Kakak Xu” bisik
bibir Pangeran Zhu Di seraya menatap wajah yang dengan kekuatan sangat dahsyat
segera menghisap habis seluruh rasa jemu yang semula menjejali benak dan
dadanya. Wajah yang terlihat tenang duduk satu langkah di belakang Jenderal Xu
Da. Demikian mempesona dengan hanfu sutera berwarna putih berhias sulaman
benang emas sungguh senada dengan lempengan berkilau berbentuk matahari yang
mengikat rambut hitam halus putra Jenderal Xu Da itu. sepasang mata Pangeran
Zhu Di menatap wajah yang tertunduk tenang itu dengan hati dipenuhi debar
gelisah. Sungguh, apa yang ia lihat saat ini seperti bukanlah sesosok manusia
dengan darah dan daging melainkan sesosok dewa paling rupawan yang tengah turun
dari langit dan duduk di antara mereka semua, di sini di ruang aula yang sangat
luas ini untuk memberikan doa restu bagi sepasang pengantin.
Kening Pangeran
Keempat berkerut dalam sementara kedua matanya meneliti bagian demi bagian
sosok paling mempesona di antara semua manusia di ruang aula istana itu.
Hidung itu begitu
indah, tinggi dan mancung membentuk satu garis simetris dan tegas yang
menghubungkan antara kedua mata paling cemerlang yang pernah dilihatnya. Apa yang
sebenarnya tersembunyi di sepasang mata sahabatnya itu hingga kedua mata yang
sesungguhnya telah sangat akrab dengannya sejak bertahun-tahun lalu itu bisa
demikian penuh dengan keindahan? Seolah kecemerlangan ribuan bintang paling
terang dilangit telah merasuk dan tenggelam bersama-sama di kedua mata Xu Changyi.
Dan keindahan
sepasang telaga cahaya itu masih dilengkapi dengan sebentuk bibir berlekuk yang
segar dan lembut. Bibir indah sempurna yang selalu membentuk garis senyum
menawan dan memabukkan.
Dan seluruh kesatuan
keindahan yang tercipta melekat erat di satu wajah yang sangat dikasihinya itu.
Wajah sahabatnya,
kakaknya, pembelanya dan seluruh sebutan untuk orang yang paling penting dan
berarti baginya. Orang yang akan selalu menjadi nama pertama yang ia ingat
disaat kesedihan, rasa jenuh, kekecewaan dan bahkan rasa sakit melanda dirinya
tanpa seorangpun termasuk Kaisar dan Ratu Ma yang dapat mengerti.
Mengapa ia tak pernah
menyadari betapa indahnya sahabat terkasihnya itu selama ini?
Padahal mereka begitu
dekat selama ini…
Padahal ia telah
mengenal Xu Changyi sejak hari ketika ia melarikan diri dari kasim tuanya dan
tersesat di Taman Maple, tempat di mana ia menemukan Changyi yang tengah
melatih kemampuan beladirinya.
Namun ia tak pernah
menyadarinya. Ia tak pernah tahu bahwa sosok yang selalu ada di dekatnya dan
menjadi sahabat terdekatnya ternyata adalah sosok paling indah dan mempesona
yang pernah dilihatnya.
Hingga hari ini.
Tidak!...bukan hari
ini ia menyadari betapa indahnya Changyi melainkan sejak tadi malam, saat ia
melihat kepulangan Xiao Chen dari tugas menjemput Xiao Ai. Saat ia menyadari
bahwa sahabatnya itu bukan hanya sekedar rupawan namun sangat mempesona hingga
mampu menghilangkan akal semua gadis dan wanita yang melihatnya.
Dan kesadaran itu
datang dengan membawa serta rasa gelisah aneh yang terus mengikatnya sampai
saat ini. Kegelisahan yang merampas seluruh rasa pengharapan dalam hatinya. Pengharapan
pada kebahagiaan yang semula telah menari-nari di depan matanya.
Pangeran Zhu Di
menelan ludahnya. Nyaris tanpa sadar. Ingatannya melayang pada saat kesadaran
itu menghentak dada dan membuatnya melihat hal yang sedikitpun tak pernah
terlintas dalam benak.
Tadi malam…
Saat akhirnya Xiao
Chen pulang dengan membawa gadis bernama Xiao Ai.
Ia yang telah lama
menunggu kedatangan kasim kesayangannya tersebut di taman dengan beberapa buku
yang menemaninya sungguh merasa gembira melihat apa yang diharapkannya telah
berhasil dibawa ke istana oleh Xiao Chen. Kegembiraan yang meledak menjadi rasa
bahagia saat ia melihat pula kedatangan Xu Changyi dan Xu Guanjin bersama Xiao
Chen. Rasa bahagia yang membuncah karena besarnya kelegaan melihat sahabatnya
dan Xu Guanjin ternyata berhasil selamat dari jurang yang sangat dalam. Nyaris bagaikan
orang yang lupa diri, Pangeran Zhu Di menghambur ke arah Xu Changyi dan memeluk
sahabatnya tersebut begitu Xiao Chen membawa Xiao Ai pergi ke kamar yang telah
disiapkan sementara Xu Guanjin berdiri satu langkah di belakang Changyi.
“Kakak…kau tidak tahu
betapa bahagianya aku melihat Kakak Xu dan Guanjin-moi. Sungguh maafkan aku
yang telah melupakan peringatan Kakak hingga aku membuat Guanjin-moi jatuh ke
dalam jurang” ujar Pangeran Zhu Di di sisi kepala Xu Changyi sementara kedua
lengannya memeluk erat sahabatnya tersebut.
Terdengar suara tawa
halus Xu Changyi sementara satu tangan pemuda rupawan itu terangkat dan menepuk
bahu Pangeran Keempat.
“Tidak apa-apa Adik
Zhu Di…hal yang paling penting adalah bahwa kita semua selamat dan sekarang
tidak ada masalah yang perlu dicemaskan” sahut Changyi dengan suara halus di
sisi kepala Pangeran Zhu Di.
Pangeran Keempat
tertawa dan melepaskan pelukannya sementara ia menatap ke arah Xu Guanjin yang
berdiri dengan wajah tertunduk, tepat di sisi belakang Changyi.
“Guanjin-moi…kumohon
maafkan aku atas kelalaianku yang nyaris membuatmu celaka. Sungguh aku sama
sekali tidak memiliki keinginan untuk membuatmu berada dalam bahaya. Kumohon maafkan
aku Guanjin-moi” kata Pangeran Zhu Di seraya menatap gadis yang telah mengisi
seluruh tempat dalam hatinya itu.
Xu Guanjin terlihat membungkukkan
tubuhnya sebagai tanda hormat. Sebuah senyum tipis menghias bibir yang sangat
dipuja oleh Sang Pangeran Keempat.
“Semuanya telah
terjadi Pangeran. Hamba sangat bersyukur karena Changyi-ko berhasil
menyelamatkan hamba sementara Adik Chen berhasil menyelamatkan Pangeran.
Sekarang semuanya baik-baik saja” tutur Xu Guanjin dalam kata senada dengan
ucapan Changyi.
Pangeran Zhu Di
tersenyum lebar. Sepasang matanya yang jernih terlihat cemerlang sementara ia
mengangguk ke arah putri sulung Jenderal Xu Da tersebut. Kepalanya terangguk
dalam isyarat setuju.
“Terima kasih atas
pengertian Kakak Xu dan Guanjin-moi. Aku sungguh sangat cemas sejak siang tadi.
Namun sekarang, semuanya telah berlalu dan tak ada lagi masalah yang perlu
dikhawatirkan. Karena itu, kuharap kalian sekarang suka untuk duduk bersamaku
agar kita bisa berbincang dengan lebih leluasa” tutur Pangeran Zhu Di seraya
menunjuk ke arah seperangkat kursi tempatnya semula duduk dan membaca.
Xu Guanjin terlihat
kikuk dan sudut matanya mengerling ke arah Changyi. Satu tangannya yang berjari
lentik indah menyentuh lengan Changyi dengan gerak lembut.
“Changyi-ko…aku tidak
mengatakan pada Ayah dan Ibu bahwa aku akan pulang demikian larut” kata gadis
itu dalam nada bisik yang halus.
Changyi sedikit
menelengkan kepalanya ke samping sementara sudut matanya mengerling ke arah
Guanjin, lalu, pemuda rupawan itu mengangguk. Senyum indah kemudian telah
terukir di bibir Changyi saat pandangannya kembali pada Pangeran Keempat di
hadapan mereka.
“Adik Zhu Di…kami
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas undangan dari Adik Zhu Di
untuk duduk bersama dan berbincang-bincang. Namun, Xu-moi belum kembali ke
rumah sejak ia keluar bersama-sama dengan kita tadi pagi dan hal ini belum
pernah terjadi sebelumnya. Karena itu, Ayah dan Ibu Xu Da pastilah sangat cemas.
Saya mohon Adik Zhu Di memberikan ijin kepada Xu-moi untuk pulang agar tidak
menambah besar kecemasan Ayah dan Ibu Xu Da” ucap Changyi menjawab permintaan
dari Pangeran Keempat.
“Ah Kakak Xu, kau
sungguh benar!” Pangeran Zhu Di terlihat terkejut saat ia menyadari hal yang sesungguhnya
juga menjadi ketakutannya sendiri. Karena itu, ia buru-buru mengangguk setuju. “Sebenarnya
aku juga sangat mencemaskan hal itu apalagi akulah yang telah meminta ijin
kepada Bibi Xu Da untuk mengajak Guanjin-moi. Kalau begitu, biarlah aku akan
mengantarkan Guanjin-moi bersama dengan Kakak Xu dan meminta maaf kepada Paman
dan Bibi Xu Da”.
“Jangan Pangeran”
seru Guanjin-moi membuat Pangeran Keempat dan Changyi serentak menoleh ke arah
gadis itu membuat Guanjin kembali merasa kikuk. Tubuh gadis itu kemudian
membungkuk. “Maafkan hamba karena bersikap tidak sopan. Namun, biarlah
Changyi-ko saja yang mengantar hamba pulang”.
Sepasang alis
Pangeran Zhu Di berkerut mendengar ucapan Xu Guanjin.
“Kenapa begitu
Guanjin-moi? Apakah kau tidak suka jika aku mengantarmu pulang? Aku harus
meminta maaf pada Paman dan bibi Xu Da karena telah membuatmu keluar rumah
hingga begitu lama dan pulang selarut ini?” tanya Pangeran Keempat.
Guanjin semakin kikuk
dan bingung. Sepasang mata bintangnya mengerjab saat menatap Pangeran Zhu Di di
hadapannya kemudian, kepala berhias rambut yang indah terurai panjang itu menoleh
ke arah Changyi dengan tatapan mata mengisyaratkan permintaan dukungan.
“Adik Zhu Di…menurut
saya, Xu-moi bukanlah tidak menyukai jika Anda mengantar kami pulang. Namun,
hal itu adalah karena Adik Zhu Di, bagaimanapun harus tinggal di istana sebab
besok pagi adalah hari pernikahan Pangeran Zhu Biao. Jika Anda pergi bersama
kami sekarang, maka Yang Mulia Kaisar pastilah akan sangat marah dan hal itu
sungguh tidak akan baik untuk Ayah dan Ibu Xu Da. Saya berharap Anda mengerti
Adik Zhu Di” kata Changyi seolah menjawab permohonan yang memancar di kedua
mata Xu Guanjin.
Pangeran Zhu Di
menatap Changyi dan Xu Guanjin berganti-ganti. Sesungguhnya ia merasa kecewa
sebab keinginan untuk mengantarkan gadis yang terus menerus menguasai hati dan
pikirannya itu kembali pulang sangatlah kuat. Terlebih dengan adanya beban rasa
bersalah pada Jenderal Xu Da dan Nyonya Xu Da. Tetapi, apa yang dikatakan oleh
Changyi sangatlah benar. Ia masih bisa mengingat bagaimana ia bisa meninggalkan
area padang rumput tadi siang. Jika ia pergi lagi dari istana malam ini, maka
kaisar pasti akan kembali memerintahkan pada Jenderal Lan Yu untuk
menjemputnya. Dan kali ini, jenderal dari Kementerian Pertahanan itu tidak akan
pergi kemanapun untuk mencarinya melainkan langsung menuju ke rumah Jenderal Xu
Da dan hal itu sama sekali bukan hal yang baik mengingat hubungan di antara
Jenderal Lan Yu dan Jenderal Xu Da yang merenggang sejak Kaisar Hongwu
mengangkat gurunya tersebut menjadi Panglima Tertinggi Kerajaan!.
“Baiklah Kakak Xu”
jawab Pangeran Zhu Di sesaat kemudian. “Aku sungguh mengerti. Jika begitu,
kalian pulanglah sekarang dan biarlah lain kali, segera setelah upacara
pernikahan Kakak Zhu Biao selesai, aku akan pergi menghadap Paman dan Bibi Xu
Da untuk memohon maaf”.
Senyum menawan segera
terukir di bibir Xu Guanjin saat mendengar ucapan Pangeran Keempat. Hal sama
yang terlihat di wajah Changyi.
“Terima kasih atas
pengertian Anda Adik Zhu Di. Kami memohon diri sekarang” ucap Changyi seraya
membungkuk hormat diikuti oleh Xu Guanjin.
“Baiklah…Kakak Xu dan
Guanjin-moi, kalian pulanglah” kepala Pangeran Zhu Di mengangguk. Sebuah senyum
merekah di bibirnya dan tangan sang pangeran melambai saat Changyi dan Guanjin
melangkah pergi dari hadapannya menuju ke arah dua kuda yang menunggu di jalan
setapak lebar luar taman.
Jalan setapak itu
cukup jauh sebab taman di istana miliknya ini luas dan berbentuk setengah
lingkaran dengan sebuah kolam besar berisi ikan-ikan Koi merah dan bunga lili
yang sangat indah. Lagi pula, memang adalah hal yang dilarang untuk membawa
kuda memasuki bagian dalam taman istana – kecuali kuda milik keluarga kerajaan –
sehingga setiap tamu yang datang mesti meninggalkan kuda mereka di bagian luar
taman, pada jalan setapak di luar gerbang.
Tetapi, meski jarak
dari tempatnya berdiri dengan jalan setapak di luar pintu gerbang taman itu
cukup jauh, namun sama sekali tak menghalangi pandangan matanya untuk menatap
ke arah dua orang yang sangat berarti baginya itu. melihat Changyi dan Guanjin
berjalan bersama dan kemudian sampai di sisi kuda-kuda mereka.
Lalu Guanjin terlihat
berusaha untuk naik ke atas punggung kuda sementara Changyi memegang tali
kendali kuda coklat Xu Guanjin.
Dan sedetik kemudian,
senyum di wajah Sang Pangeran lenyap!.
Ia nyaris melompat ke
arah jalan setapak itu saat dilihatnya Guanjin yang tengah berusaha naik
mendadak terpeleset dan hampir terbanting jatuh. Tetapi, dalam setengah detik
gerakan sang pangeran langsung terhenti.
Ia berhenti saat
melihat bagaimana Changyi dengan sigap menangkap tubuh Guanjin yang hampir
terbanting ke atas jalan setapak berbatu.
Ia berhenti saat
samar telinganya mendengar seruan gadis yang telah memenuhi ruang-ruang dalam
dadanya itu memanggil nama sahabatnya.
Dalam nada yang demikian
berbeda. Nada yang bukan lagi seruan seorang adik perempuan pada kakak
lelakinya saat ia mendapatkan bahaya.
Nada suara itu
demikian memohon.
Demikian takluk.
Begitu mengharapkan.
Nada suara yang
sering didengarnya saat ia duduk bersama Ratu Ma dan Kaisar Hongwu. Nada penuh
puja yang lahir dari hati yang takluk.
Bukan takluk oleh
rasa takut melainkan takluk oleh rasa…
CINTA…
Sekejab Pangeran Zhu
Di tersentak sebelum kemudian, sebuah desir yang aneh muncul dan menghunjam
dengan sangat kuat di kedalaman dadanya. Kedua mata bening Pangeran Keempat
memicing sementara ia melihat Xu Guanjin yang telah berhasil naik ke punggung
kuda terus menatap ke arah Changyi yang terlihat melompat ke atas punggung si
Hitam. Jaraknya dengan jalan setapak itu cukup jauh. Malam telah mulai larut
dan cahaya bulan remang menghias langit. Namun ia dapat dengan begitu jelas
menangkap sorot bintang di kedua mata yang sangat dicintainya itu. Sepasang
mata yang terus menatap punggung Changyi.
Dan Pangeran Zhu Di
merasakannya.
Sorot mata Xu Guanjin
yang demikian berbeda.
Itu sorot penuh
kagum. Sorot mata yang dipenuhi pemujaan dan tak akan pernah dilihatnya di
manapun kecuali di kedalaman mata para gadis yang tengah dimabuk cinta.
“Guanjin-moi?...Kakak
Xu?” bisik Pangeran Zhu Di sementara desir aneh semakin kuat mengikat hatinya,
membawa rasa gelisah yang datang bergulung-gulung. Hati Pangeran Keempat
dipenuhi tanda tanya. Mungkinkah itu? Bisakah hal itu terjadi? Ataukah ia hanya
salah sangka saja?
Dalam rasa takut dan
cemas yang mendadak muncul dan tak dapat dijawabnya, Pangeran Zhu Di berharap
bahwa ia telah salah menduga. Pasti, ia hanya salah menduga!
Meski semilir angin
taman yang berhembus sama sekali tak menyetujui harapan Sang Pangeran dan
menarikan sebuah kenyataan yang tersembunyi…
*******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar