Kamis, 12 Mei 2016

Straight - Episode 7 ( Bagian Dua )


Seluruh kegembiraan seolah tertumpah dari langit tanpa jeda. Istana Yingtian bertabur bunga dan puja-puji. Esok yang dinanti pada akhirnya tiba dengan segenap keindahan upacara pernikahan agung yang ditunggu oleh seluruh rakyat.
Pangeran Mahkota Zhu Biao terlihat elok dalam pakaian pengantinnya yang megah. Sungguh sepadan dengan Putri Mingxia yang kini telah resmi menjadi seorang putri mahkota. Ungkapan puji dan kekaguman terus mengalir dari seluruh tamu-tamu kerajaan yang hadir. Kaisar Hongwu dan Permaisuri Ma adalah dua wajah yang terlihat sangat bahagia dengan pernikahan Sang Pangeran Mahkota. Senyum terukir di wajah Sang Kaisar menyambut elu dan puja-puji dari seluruh pejabat dan tamu-tamu kerajaan.
Semua pangeran dan putri hadir. Demikian pula dengan selir-selir kaisar yang duduk berderet di belakang Permaisuri Ma Xiuying. Pangeran Zhu Biao dan Putri Mingxia duduk berdampingan di singgasana tersendiri di sisi Kaisar Hongwu dan Permaisuri Ma Xiuying. Tepat di depan singgasana Kaisar Hongwu, pada jarak agak jauh di batas garis utama terlihat berderet dengan rapi seluruh pejabat istana berurutan mulai dari pangkat tertinggi hingga terendah. Pada deretan paling depan terlihat Perdana Menteri Hu Weiyong serta pejabat menteri yang lain. Pada deretan sisi kanan, paling dekat dengan tempat Kaisar Hongwu duduk di atas singgasana, terlihat Panglima Tertinggi Kerajaan Jenderal Xu Da bersama putra angkatnya Xu Changyi disusul deretan tamu-tamu kerajaan yang merupakan utusan dari berbagai kerajaan. Demikian pula pada deretan di sisi kiri dipenuhi oleh tamu-tamu undangan dari berbagai negara dan kerajaan dalam warna-warni pakaian kebesaran masing-masing yang meriah. Suara dalam ruang aula yang sangat luas dan berhias indah itu kini hening sementara satu demi satu setiap yang hadir mempersembahkan hadiah bagi Pangeran Mahkota dan Kaisar Hongwu. Kasim Liu dan beberapa kasim lain terlihat sibuk mencatat bentuk-bentuk hadiah dan persembahan yang dibawa oleh masing-masing utusan dari kerajaan sahabat serta hadiah dan persembahan balasan yang diberikan oleh kaisar Hongwu.
Pangeran Zhu Di menghembuskan nafas dengan rasa sedikit kesal. Ia sungguh merasa jenuh dengan suasana yang terlalu formal seperti sekarang ini. Kedua mata sang pangeran yang bening itu menatap utusan dari negeri padang pasir. Itu adalah sebuah negeri yang sangat jauh dari Yingtian dengan daerah yang dikelilingi oleh hamparan luas gurun pasir. Namun meskipun demikian, nampaknya raja yang saat ini tengah bertahta di sana adalah seorang raja yang sangat kaya. Hal itu dapat dilihat dari hadiah pernikahan yang dipersembahkan untuk Pangeran Mahkota dan Kaisar Hongwu yang sangat mewah. Beberapa peti keping emas, butir-butir batu zamrud, buah kurma, daging biri-biri, mantel kulit, dan entah apalagi. Kesemua hadiah itu diterima oleh Kaisar Hongwu dengan suka cita dan sebagai gantinya, Sang Kaisar Agung mempersembahkan lima ratus ekor kuda terbaik, kain sutera yang ditenun dari kepompong ulat sutera terhalus, madu bunga, mantel kulit beruang, beberapa ekor beruang mata hitam sebagai peliharaan keluarga raja, beberpa peti tanaman herbal terbaik serta beberapa peti mangkuk dan cawan keramik milik kaisar. Pangeran Zhu Biao mempersembahkan sebuah lukisan yang dibuatnya sendiri dan diperlihatkan di depan semua orang di ruang aula. Pangeran Zhu Di mengakui keindahan lukisan yang dibuat oleh kakak tertuanya tersebut meskipun keindahan alam desa yang tertuang di atas kain halus tersebut tak senada dengan wajah Sang Pangeran Mahkota yang sedikit berselimut mendung. Dan mendung halus itu tak tertangkap oleh pandangan mata siapapun termasuk pandangan mata Kaisar dan Permaisuri yang larut dalam kebahagiaan. Hanya ia saja yang tahu dan dapat melihat mendung di wajah sang kakak sulung yang halus dan lembut tersebut. Ia dapat melihatnya karena ia tahu desa mana yang gambarnya tertuang di atas kain lebar itu. gambar yang nampak jelas tak lagi dilukis oleh Sang pangeran Mahkota dengan kuas tinta di jemarinya yang indah melainkan dengan tinta airmata yang menitik dari hati serta jiwanya.
Sudut bibir Pangeran Zhu Di tertarik ke samping membentuk satu senyum samar saat ia teringat hadiah yang telah dipersiapkannya untuk Pangeran Zhu Biao. Ia sangat berharap hadiah yang akan dipersembahkannya nanti dapat menghalau mendung di wajah kakaknya. Setidaknya, ia berharap ada satu bagian dalam kehidupan Sang Pangeran Mahkota yang akan membawa sinar matahari kebahagiaan bagi kakak tertuanya itu.
Senyum samar nan indah yang segera hilang dari wajah Pangeran Keempat saat ia melihat satu lagi utusan maju ke hadapan Kaisar Hongwu. Dari pakaian yang dikenakan oleh utusan tersebut, pangeran Zhu Di dapat mengenalinya sebagai pakaian dari kerajaan yang pernah menjadi bagian dari negeri mereka terutama saat kekuasaan Yuan masih berdiri.
Kepala Pangeran Zhu Di sedikit meneleng ke samping, ke arah Kasim Anta yang duduk tepat di belakangnya, berdampingan dengan Kasim Chen.
“Kau tahu siapa dia?” bisik Pangeran Zhu Di pada Kasim Anta. Ia tahu dan yakin kasim tuanya itu pasti bisa menjawab pertanyaannya sebab salah satu kelebihan Kasim Anta yang diakuinya adalah selalu berusaha mencari tahu informasi apapun yang ada di sekitar istana. Meskipun kadang-kadang si kasim tua itu mendapatkan informasi yang salah dari orang yang salah hingga membuatnya terhenyak saat mendengarnya sebagaimana informasi tentang penyu dari Sungai Kuning itu!.
“Oh…dia itu adalah utusan dari Kerajaan Joseon, Pangeran” sahut Kasim Anta dalam bisiknya seraya mencondongkan tubuhnya ke arah Pangeran Zhu Di.
“Kerajaan Joseon? Maksudmu, kerajaan baru yang telah menggantikan Kerajaan Goryeo dan kekuasaan Raja Gongmin itu?” sepasang alis tebal bagus Pangeran Zhu Di sedikit berkerut.
Kasim Anta mengangguk. Kedua matanya yang mulai diseliputi rona abu-abu menatap ke arah utusan dari Kerajaan Joseon di depan Kaisar Hongwu.
“Benar Pangeran. Kerajaan Joseon adalah sebuah dinasti baru namun terlihat telah memiliki landasan pondasi yang sangat kokoh. Raja pertama mereka sangatlah cerdas dan memiliki pandangan yang sangat kuat pula dalam memimpin sebuah dinasti baru. Banyak sekali orang yang telah menduga bahwa Dinasti Joseon akan menjadi sebuah dinasti yang sangat kuat dengan kekuasaan yang sangat lama” sahut Kasim Anta membuat pandangan Pangeran Zhu Di kembali tertuju pada utusan dari Kerajaan Joseon. Sebuah gumaman halus terdengar dari leher Sang Pangeran Keempat membuat Kasim Anta menatap pangeran muda asuhannya.
Sementara utusan dari Kerajaan Joseon terlihat telah selesai menyebutkan persembahan dari Raja Joseon untuk Kaisar Hongwu dan Pangeran Mahkota, lalu tanpa terduga, lelaki sang utusan itu menyampaikan adanya persembahan untuk Jenderal Xu Da. Hal yang mengejutkan semua orang dalam ruang aula termasuk Pangeran Zhu Di dan Jenderal Xu Da sendiri, namun justru disambut dengan tawa gembira Sang Kaisar yang mengangkat tangan kanannya sebagai tanda agar utusan dari Kerajaan Joseon tersebut membacakan persembahan dari raja mereka untuk Jenderal Xu Da.
“Mengapa Raja Joseon memberikan persembahan pada Paman Xu Da? Apakah Paman Xu Da pernah melakukan sebuah jasa untuk Kerajaan Joseon? Ataukah mereka telah saling mengenal sebelumnya?” bisik Pangeran Zhu Di, kini benar-benar berpaling menatap kasim tuanya.
“Tidak Pangeran. Jenderal Xu Da tidak melakukan sebuah jasa untuk Kerajaan Joseon” Kasim Anta menggeleng. “Menurut yang hamba dengar, Raja Yi Seonggye yang sekarang menjadi raja pertama Kerajaan Joseon dahulunya adalah seorang jenderal perang dan sempat bergabung dengan Jenderal Xu Da saat peperangan di Karakorum melawan Mongol. Justru, karena bantuan dari Jenderal Yi Seonggye-lah maka Jenderal Xu Da bisa memasuki Ibukota Karakorum dan selanjutnya di antara keduanya terjalin hubungan yang baik. Demikianlah Pangeran”.
Pangeran Zhu Di mengangguk meski kerut di sepasang alisnya belum menghilang. Kedua matanya kini menatap tajam ke arah utusan dari Kerajaan Joseon yang telah selesai membacakan persembahan untuk Jenderal Xu Da dan kembali ke tempat duduknya setelah sebelumnya memberikan sujud untuk Kaisar Hongwu.
Suasana dalam ruang aula kembali sunyi. Semua orang menunggu dengan rasa ingin tahu bentuk-bentuk persembahan dan hadiah yang akan dibacakan oleh utusan-utusan dari kerajaan sahabat, para menteri dan pejabat tinggi istana serta para pangeran dan putri. Pangeran Zhu Di mendesah. Sedikit rasa ingin tahu yang sempat muncul saat utusan dari Kerajaan Joseon maju ke hadapan Kaisar Hongwu sesaat lalu kini telah lenyap dan rasa bosan kembali menghinggapinya. Kaisar Hongwu telah menetapkan agar para pangeran, puteri dan anggota keluarga kerajaan mendapatkan urutan akhir dalam membacakan bentuk hadiah untuk Pangeran Mahkota dan lebih mendahulukan para tamu agung kerajaan. Hal itu dilakukan oleh Yang Mulia Kaisar sebagai bentuk penghormatan dari Sang Kaisar dan Permaisuri Ma sebagai tuan rumah.
Itu adalah hal yang sangat baik dan Pangeran Zhu Di mengakuinya. Salah satu kelebihan lain dari ayahnya yang ia kagumi adalah bahwa Kaisar Ming Tai Zhu tidak pernah mendahulukan keluarga di atas kepentingan rakyat dan orang lain. Salah satu alasan mengapa nama Kaisar Hongwu dengan sangat cepat berkibar dan diterima oleh rakyat maupun kerajaan-kerajaan lain disekitar mereka.
Tapi, ada saatnya duduk di urutan belakang adalah hal yang sangat menyebalkan. Seperti sekarang!.
Dan Pangeran Zhu Di sangatlah yakin ia akan menjadi penutup dari acara pembacaan persembahan dan hadiah ini karena ia adalah pangeran termuda dalam keluarga kaisar. Dan sebagai pangeran paling muda, tentu saja ia akan berada di urutan paling ujung…jauh dibelakang!. Huh!...benar-benar membosankan.
Pangeran Zhu Di menarik nafas panjang sekali lagi. Kali ini dengan sedikit menegakkan tubuhnya. Sungguh aneh!...acara jamuan makan baru saja selesai beberapa saat lalu namun kenapa ia sudah merasa perutnya mulai melilit? Saat jamuan makan, ia memang tidak terlalu banyak memakan kue, buah maupun kudapan lain karena ia tahu semua hidangan itu bukan hasil masakan Kasim Chen. Namun saat hidangan utama, ia telah menghabiskan dua kepiting besar – dan mendapat teguran Permaisuri Ma melalui tatapan matanya yang lembut dan indah karena porsi makannya yang sangat besar – serta menghabiskan beberapa cawan sari madu bunga sekaligus. Dan ia benar-benar merasa sangat kenyang sesudahnya. Kepiting hasil masakan Kasim Chen benar-benar lezat dan membuat lidahnya gila. Kemudian sari madu bunga itu, meskipun rasanya agak sedikit aneh, namun terasa sangat segar. Jadi, mestinya dengan jumlah makanan dan minuman yang telah demikian banyak memasuki perutnya seperti itu, ia tidak akan merasa lapar setidaknya hingga menjelang senja nanti.
Tapi mengapa perutnya terasa melilit saat ini? Meskipun rasa melilit itu tidak terlalu terasa, namun tetap saja membuatnya merasa tidak nyaman, terlebih dengan suasana yang sangat membosankan seperti sekarang.
Pangeran Zhu Di melepaskan tangan kanannya yang sesaat memegang perut sementara pandangannya beredar. Ia berharap dapat menemukan sesuatu yang bisa mengalihkan perhatiannya dari suasana yang sangat menjemukan ini.
Dan sang pangeran menemukannya hanya beberapa detik setelah ia mulai mengalihkan pandangannya.
Hal yang dengan segera membuatnya terlupa pada acara menjemukan di ruang aula istana. Wajah yang dengan sangat cepat membuat dada sang pangeran berdesir. Desir aneh yang untuk pertama kalinya ia rasakan dan membuatnya gelisah. Mengapa ia bisa merasakan hal semacam ini? Apa sebenarnya rasa yang tengah menghinggapinya ini?
“Kakak Xu” bisik bibir Pangeran Zhu Di seraya menatap wajah yang dengan kekuatan sangat dahsyat segera menghisap habis seluruh rasa jemu yang semula menjejali benak dan dadanya. Wajah yang terlihat tenang duduk satu langkah di belakang Jenderal Xu Da. Demikian mempesona dengan hanfu sutera berwarna putih berhias sulaman benang emas sungguh senada dengan lempengan berkilau berbentuk matahari yang mengikat rambut hitam halus putra Jenderal Xu Da itu. sepasang mata Pangeran Zhu Di menatap wajah yang tertunduk tenang itu dengan hati dipenuhi debar gelisah. Sungguh, apa yang ia lihat saat ini seperti bukanlah sesosok manusia dengan darah dan daging melainkan sesosok dewa paling rupawan yang tengah turun dari langit dan duduk di antara mereka semua, di sini di ruang aula yang sangat luas ini untuk memberikan doa restu bagi sepasang pengantin.
Kening Pangeran Keempat berkerut dalam sementara kedua matanya meneliti bagian demi bagian sosok paling mempesona di antara semua manusia di ruang aula istana itu.
Hidung itu begitu indah, tinggi dan mancung membentuk satu garis simetris dan tegas yang menghubungkan antara kedua mata paling cemerlang yang pernah dilihatnya. Apa yang sebenarnya tersembunyi di sepasang mata sahabatnya itu hingga kedua mata yang sesungguhnya telah sangat akrab dengannya sejak bertahun-tahun lalu itu bisa demikian penuh dengan keindahan? Seolah kecemerlangan ribuan bintang paling terang dilangit telah merasuk dan tenggelam bersama-sama di kedua mata Xu Changyi.
Dan keindahan sepasang telaga cahaya itu masih dilengkapi dengan sebentuk bibir berlekuk yang segar dan lembut. Bibir indah sempurna yang selalu membentuk garis senyum menawan dan memabukkan.
Dan seluruh kesatuan keindahan yang tercipta melekat erat di satu wajah yang sangat dikasihinya itu.
Wajah sahabatnya, kakaknya, pembelanya dan seluruh sebutan untuk orang yang paling penting dan berarti baginya. Orang yang akan selalu menjadi nama pertama yang ia ingat disaat kesedihan, rasa jenuh, kekecewaan dan bahkan rasa sakit melanda dirinya tanpa seorangpun termasuk Kaisar dan Ratu Ma yang dapat mengerti.
Mengapa ia tak pernah menyadari betapa indahnya sahabat terkasihnya itu selama ini?
Padahal mereka begitu dekat selama ini…
Padahal ia telah mengenal Xu Changyi sejak hari ketika ia melarikan diri dari kasim tuanya dan tersesat di Taman Maple, tempat di mana ia menemukan Changyi yang tengah melatih kemampuan beladirinya.
Namun ia tak pernah menyadarinya. Ia tak pernah tahu bahwa sosok yang selalu ada di dekatnya dan menjadi sahabat terdekatnya ternyata adalah sosok paling indah dan mempesona yang pernah dilihatnya.
Hingga hari ini.
Tidak!...bukan hari ini ia menyadari betapa indahnya Changyi melainkan sejak tadi malam, saat ia melihat kepulangan Xiao Chen dari tugas menjemput Xiao Ai. Saat ia menyadari bahwa sahabatnya itu bukan hanya sekedar rupawan namun sangat mempesona hingga mampu menghilangkan akal semua gadis dan wanita yang melihatnya.
Dan kesadaran itu datang dengan membawa serta rasa gelisah aneh yang terus mengikatnya sampai saat ini. Kegelisahan yang merampas seluruh rasa pengharapan dalam hatinya. Pengharapan pada kebahagiaan yang semula telah menari-nari di depan matanya.
Pangeran Zhu Di menelan ludahnya. Nyaris tanpa sadar. Ingatannya melayang pada saat kesadaran itu menghentak dada dan membuatnya melihat hal yang sedikitpun tak pernah terlintas dalam benak.
Tadi malam…
Saat akhirnya Xiao Chen pulang dengan membawa gadis bernama Xiao Ai.
Ia yang telah lama menunggu kedatangan kasim kesayangannya tersebut di taman dengan beberapa buku yang menemaninya sungguh merasa gembira melihat apa yang diharapkannya telah berhasil dibawa ke istana oleh Xiao Chen. Kegembiraan yang meledak menjadi rasa bahagia saat ia melihat pula kedatangan Xu Changyi dan Xu Guanjin bersama Xiao Chen. Rasa bahagia yang membuncah karena besarnya kelegaan melihat sahabatnya dan Xu Guanjin ternyata berhasil selamat dari jurang yang sangat dalam. Nyaris bagaikan orang yang lupa diri, Pangeran Zhu Di menghambur ke arah Xu Changyi dan memeluk sahabatnya tersebut begitu Xiao Chen membawa Xiao Ai pergi ke kamar yang telah disiapkan sementara Xu Guanjin berdiri satu langkah di belakang Changyi.
“Kakak…kau tidak tahu betapa bahagianya aku melihat Kakak Xu dan Guanjin-moi. Sungguh maafkan aku yang telah melupakan peringatan Kakak hingga aku membuat Guanjin-moi jatuh ke dalam jurang” ujar Pangeran Zhu Di di sisi kepala Xu Changyi sementara kedua lengannya memeluk erat sahabatnya tersebut.
Terdengar suara tawa halus Xu Changyi sementara satu tangan pemuda rupawan itu terangkat dan menepuk bahu Pangeran Keempat.
“Tidak apa-apa Adik Zhu Di…hal yang paling penting adalah bahwa kita semua selamat dan sekarang tidak ada masalah yang perlu dicemaskan” sahut Changyi dengan suara halus di sisi kepala Pangeran Zhu Di.
Pangeran Keempat tertawa dan melepaskan pelukannya sementara ia menatap ke arah Xu Guanjin yang berdiri dengan wajah tertunduk, tepat di sisi belakang Changyi.
“Guanjin-moi…kumohon maafkan aku atas kelalaianku yang nyaris membuatmu celaka. Sungguh aku sama sekali tidak memiliki keinginan untuk membuatmu berada dalam bahaya. Kumohon maafkan aku Guanjin-moi” kata Pangeran Zhu Di seraya menatap gadis yang telah mengisi seluruh tempat dalam hatinya itu.
Xu Guanjin terlihat membungkukkan tubuhnya sebagai tanda hormat. Sebuah senyum tipis menghias bibir yang sangat dipuja oleh Sang Pangeran Keempat.
“Semuanya telah terjadi Pangeran. Hamba sangat bersyukur karena Changyi-ko berhasil menyelamatkan hamba sementara Adik Chen berhasil menyelamatkan Pangeran. Sekarang semuanya baik-baik saja” tutur Xu Guanjin dalam kata senada dengan ucapan Changyi.
Pangeran Zhu Di tersenyum lebar. Sepasang matanya yang jernih terlihat cemerlang sementara ia mengangguk ke arah putri sulung Jenderal Xu Da tersebut. Kepalanya terangguk dalam isyarat setuju.
“Terima kasih atas pengertian Kakak Xu dan Guanjin-moi. Aku sungguh sangat cemas sejak siang tadi. Namun sekarang, semuanya telah berlalu dan tak ada lagi masalah yang perlu dikhawatirkan. Karena itu, kuharap kalian sekarang suka untuk duduk bersamaku agar kita bisa berbincang dengan lebih leluasa” tutur Pangeran Zhu Di seraya menunjuk ke arah seperangkat kursi tempatnya semula duduk dan membaca.
Xu Guanjin terlihat kikuk dan sudut matanya mengerling ke arah Changyi. Satu tangannya yang berjari lentik indah menyentuh lengan Changyi dengan gerak lembut.
“Changyi-ko…aku tidak mengatakan pada Ayah dan Ibu bahwa aku akan pulang demikian larut” kata gadis itu dalam nada bisik yang halus.
Changyi sedikit menelengkan kepalanya ke samping sementara sudut matanya mengerling ke arah Guanjin, lalu, pemuda rupawan itu mengangguk. Senyum indah kemudian telah terukir di bibir Changyi saat pandangannya kembali pada Pangeran Keempat di hadapan mereka.
“Adik Zhu Di…kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas undangan dari Adik Zhu Di untuk duduk bersama dan berbincang-bincang. Namun, Xu-moi belum kembali ke rumah sejak ia keluar bersama-sama dengan kita tadi pagi dan hal ini belum pernah terjadi sebelumnya. Karena itu, Ayah dan Ibu Xu Da pastilah sangat cemas. Saya mohon Adik Zhu Di memberikan ijin kepada Xu-moi untuk pulang agar tidak menambah besar kecemasan Ayah dan Ibu Xu Da” ucap Changyi menjawab permintaan dari Pangeran Keempat.
“Ah Kakak Xu, kau sungguh benar!” Pangeran Zhu Di terlihat terkejut saat ia menyadari hal yang sesungguhnya juga menjadi ketakutannya sendiri. Karena itu, ia buru-buru mengangguk setuju. “Sebenarnya aku juga sangat mencemaskan hal itu apalagi akulah yang telah meminta ijin kepada Bibi Xu Da untuk mengajak Guanjin-moi. Kalau begitu, biarlah aku akan mengantarkan Guanjin-moi bersama dengan Kakak Xu dan meminta maaf kepada Paman dan Bibi Xu Da”.
“Jangan Pangeran” seru Guanjin-moi membuat Pangeran Keempat dan Changyi serentak menoleh ke arah gadis itu membuat Guanjin kembali merasa kikuk. Tubuh gadis itu kemudian membungkuk. “Maafkan hamba karena bersikap tidak sopan. Namun, biarlah Changyi-ko saja yang mengantar hamba pulang”.
Sepasang alis Pangeran Zhu Di berkerut mendengar ucapan Xu Guanjin.
“Kenapa begitu Guanjin-moi? Apakah kau tidak suka jika aku mengantarmu pulang? Aku harus meminta maaf pada Paman dan bibi Xu Da karena telah membuatmu keluar rumah hingga begitu lama dan pulang selarut ini?” tanya Pangeran Keempat.
Guanjin semakin kikuk dan bingung. Sepasang mata bintangnya mengerjab saat menatap Pangeran Zhu Di di hadapannya kemudian, kepala berhias rambut yang indah terurai panjang itu menoleh ke arah Changyi dengan tatapan mata mengisyaratkan permintaan dukungan.
“Adik Zhu Di…menurut saya, Xu-moi bukanlah tidak menyukai jika Anda mengantar kami pulang. Namun, hal itu adalah karena Adik Zhu Di, bagaimanapun harus tinggal di istana sebab besok pagi adalah hari pernikahan Pangeran Zhu Biao. Jika Anda pergi bersama kami sekarang, maka Yang Mulia Kaisar pastilah akan sangat marah dan hal itu sungguh tidak akan baik untuk Ayah dan Ibu Xu Da. Saya berharap Anda mengerti Adik Zhu Di” kata Changyi seolah menjawab permohonan yang memancar di kedua mata Xu Guanjin.
Pangeran Zhu Di menatap Changyi dan Xu Guanjin berganti-ganti. Sesungguhnya ia merasa kecewa sebab keinginan untuk mengantarkan gadis yang terus menerus menguasai hati dan pikirannya itu kembali pulang sangatlah kuat. Terlebih dengan adanya beban rasa bersalah pada Jenderal Xu Da dan Nyonya Xu Da. Tetapi, apa yang dikatakan oleh Changyi sangatlah benar. Ia masih bisa mengingat bagaimana ia bisa meninggalkan area padang rumput tadi siang. Jika ia pergi lagi dari istana malam ini, maka kaisar pasti akan kembali memerintahkan pada Jenderal Lan Yu untuk menjemputnya. Dan kali ini, jenderal dari Kementerian Pertahanan itu tidak akan pergi kemanapun untuk mencarinya melainkan langsung menuju ke rumah Jenderal Xu Da dan hal itu sama sekali bukan hal yang baik mengingat hubungan di antara Jenderal Lan Yu dan Jenderal Xu Da yang merenggang sejak Kaisar Hongwu mengangkat gurunya tersebut menjadi Panglima Tertinggi Kerajaan!.
“Baiklah Kakak Xu” jawab Pangeran Zhu Di sesaat kemudian. “Aku sungguh mengerti. Jika begitu, kalian pulanglah sekarang dan biarlah lain kali, segera setelah upacara pernikahan Kakak Zhu Biao selesai, aku akan pergi menghadap Paman dan Bibi Xu Da untuk memohon maaf”.
Senyum menawan segera terukir di bibir Xu Guanjin saat mendengar ucapan Pangeran Keempat. Hal sama yang terlihat di wajah Changyi.
“Terima kasih atas pengertian Anda Adik Zhu Di. Kami memohon diri sekarang” ucap Changyi seraya membungkuk hormat diikuti oleh Xu Guanjin.
“Baiklah…Kakak Xu dan Guanjin-moi, kalian pulanglah” kepala Pangeran Zhu Di mengangguk. Sebuah senyum merekah di bibirnya dan tangan sang pangeran melambai saat Changyi dan Guanjin melangkah pergi dari hadapannya menuju ke arah dua kuda yang menunggu di jalan setapak lebar luar taman.
Jalan setapak itu cukup jauh sebab taman di istana miliknya ini luas dan berbentuk setengah lingkaran dengan sebuah kolam besar berisi ikan-ikan Koi merah dan bunga lili yang sangat indah. Lagi pula, memang adalah hal yang dilarang untuk membawa kuda memasuki bagian dalam taman istana – kecuali kuda milik keluarga kerajaan – sehingga setiap tamu yang datang mesti meninggalkan kuda mereka di bagian luar taman, pada jalan setapak di luar gerbang.
Tetapi, meski jarak dari tempatnya berdiri dengan jalan setapak di luar pintu gerbang taman itu cukup jauh, namun sama sekali tak menghalangi pandangan matanya untuk menatap ke arah dua orang yang sangat berarti baginya itu. melihat Changyi dan Guanjin berjalan bersama dan kemudian sampai di sisi kuda-kuda mereka.
Lalu Guanjin terlihat berusaha untuk naik ke atas punggung kuda sementara Changyi memegang tali kendali kuda coklat Xu Guanjin.
Dan sedetik kemudian, senyum di wajah Sang Pangeran lenyap!.
Ia nyaris melompat ke arah jalan setapak itu saat dilihatnya Guanjin yang tengah berusaha naik mendadak terpeleset dan hampir terbanting jatuh. Tetapi, dalam setengah detik gerakan sang pangeran langsung terhenti.
Ia berhenti saat melihat bagaimana Changyi dengan sigap menangkap tubuh Guanjin yang hampir terbanting ke atas jalan setapak berbatu.
Ia berhenti saat samar telinganya mendengar seruan gadis yang telah memenuhi ruang-ruang dalam dadanya itu memanggil nama sahabatnya.
Dalam nada yang demikian berbeda. Nada yang bukan lagi seruan seorang adik perempuan pada kakak lelakinya saat ia mendapatkan bahaya.
Nada suara itu demikian memohon.
Demikian takluk.
Begitu mengharapkan.
Nada suara yang sering didengarnya saat ia duduk bersama Ratu Ma dan Kaisar Hongwu. Nada penuh puja yang lahir dari hati yang takluk.
Bukan takluk oleh rasa takut melainkan takluk oleh rasa…
CINTA…
Sekejab Pangeran Zhu Di tersentak sebelum kemudian, sebuah desir yang aneh muncul dan menghunjam dengan sangat kuat di kedalaman dadanya. Kedua mata bening Pangeran Keempat memicing sementara ia melihat Xu Guanjin yang telah berhasil naik ke punggung kuda terus menatap ke arah Changyi yang terlihat melompat ke atas punggung si Hitam. Jaraknya dengan jalan setapak itu cukup jauh. Malam telah mulai larut dan cahaya bulan remang menghias langit. Namun ia dapat dengan begitu jelas menangkap sorot bintang di kedua mata yang sangat dicintainya itu. Sepasang mata yang terus menatap punggung Changyi.
Dan Pangeran Zhu Di merasakannya.
Sorot mata Xu Guanjin yang demikian berbeda.
Itu sorot penuh kagum. Sorot mata yang dipenuhi pemujaan dan tak akan pernah dilihatnya di manapun kecuali di kedalaman mata para gadis yang tengah dimabuk cinta.
“Guanjin-moi?...Kakak Xu?” bisik Pangeran Zhu Di sementara desir aneh semakin kuat mengikat hatinya, membawa rasa gelisah yang datang bergulung-gulung. Hati Pangeran Keempat dipenuhi tanda tanya. Mungkinkah itu? Bisakah hal itu terjadi? Ataukah ia hanya salah sangka saja?
Dalam rasa takut dan cemas yang mendadak muncul dan tak dapat dijawabnya, Pangeran Zhu Di berharap bahwa ia telah salah menduga. Pasti, ia hanya salah menduga!
Meski semilir angin taman yang berhembus sama sekali tak menyetujui harapan Sang Pangeran dan menarikan sebuah kenyataan yang tersembunyi…
*******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar