Suasana ruang aula
diliputi ketenangan sementara semua orang masih terhanyut oleh keharuan setelah
mendengar persembahan indah Pangeran Keempat pada kedua orangtuanya. Nyaris
seluruh wajah tamu dan pejabat tertunduk. Nyaris!
Sebab ada satu wajah
yang terlihat terus memperhatikan ke arah sosok Pangeran Zhu Di. Bukan dengan
ekspresi penuh kecemasan sebagaimana yang tergambar di wajah Xiao Chen dan Xu Changyi
melainkan penuh kilatan kepuasan yang tersembunyi di balik wajah yang tenang
namun cerah berbinar. Sepasang mata menatap dengan kilau tajam ke arah Pangeran
Keempat yang bangkit dari sujudnya dan kini sang pangeran termuda itu duduk
bertumpu pada kedua lututnya yang tertekuk. Wajahnya masih menyunggingkan
senyum ceria yang menjadi ciri khas seorang Pangeran Zhu Di sementara sepasang
mata bening yang cerdas itu kini berpaling dan menatap ke arah Pangeran Mahkota
yang duduk tak jauh dari Kaisar Hongwu dan Permaisuri Ma Xiuying.
“Kakak Zhu Biao…hamba
adalah adik yang kurang berbakti. Karena itu hamba mohon ampun jika tidak mampu
membuat Kakak Zhu Biao merasa bahagia” ucap Pangeran Zhu Di setelah
membungkuk ke arah Pangeran Mahkota yang
segera mengangguk dan tersenyum ke arah adik kecilnya. Sementara Pangeran Zhu
Di terlihat menelan ludah sebelum kemudian melanjutkan kalimatnya. “Hamba yang
hina ini ingin mengucapkan selamat kepada Kakak Zhu Biao dan Putri Mingxia, semoga
kebahagiaan dan kejayaan selalu terlimpah akhir hayat”.
Kaisar Hongwu menoleh
sekilas ke arah Pangeran Zhu Biao sebelum kemudian kepala sang kaisar
mengangguk dengan ekspresi bangga dan sepasang mata berbinar bahagia ke arah
pangeran termudanya.
Pangeran Zhu Biao
tertawa dengan suara halus. Tangan kanannya terangkat dan teracung ke arah
Pangeran Zhu Di.
“Terima kasih Adik
Zhu Di. Aku tidak mengharapkan hal-hal lain darimu selain doa dan kehadiranmu
pada hari ini. Itu adalah kebahagiaan yang sangat besar bagiku” ucap sang
pangeran mahkota menyambut kalimat adiknya.
Pangeran Zhu Di
tertawa kecil namun kemudian terbatuk membuat kepala sang pangeran tertunduk.
Xiao Chen yang berdiri dalam jarak cukup jauh tersentak dan nyaris melompat ke
depan namun sebuah gerakan tangan di seberang membuatnya terhenti pada detik
yang sama. Itu tangan Changyi. Dan jelas terlihat bahwa rupanya Changyi telah
melihat hal yang terjadi pada Sang Pangeran Keempat. Lambaian tangan halus yang
dilihat oleh Xiao Chen sebelumnya adalah isyarat Changyi padanya. Xiao Chen
menarik nafas dengan rasa sedikit lega.
Ia mengerti.
Dibanding dengan
dirinya, jarak Changyi dengan Pangeran Zhu Di lebih dekat hanya sejauh beberapa
langkah saja sehingga jika kemudian terjadi sesuatu pada Pangeran Keempat, maka
Changyi akan lebih cepat untuk bergerak.
Namun, sedikit rasa
lega itu sama sekali tak mengurangi kecemasan di hati Xiao Chen terlebih saat
ia kembali menatap ke depan.
Bibir Pangeran Zhu Di
yang semula putih pucat kini terlihat sedikit membiru!.
“Kakak Zhu Biao…pada
hari yang sangat baik ini, hamba memiliki sedikit persembahan yang hamba
harapkan dapat membawa kebahagiaan bagi Kakak Zhu Biao. Apa yang hamba bawa ini
bukanlah hal yang besar dan berharga mahal namun hamba sungguh berharap Kakak
Zhu Biao dapat menyukainya sehingga ia dapat menjadi cahaya setiap kali Kakak
membutuhkan kegembiraan dan ketenangan hati”
Tawa Pangeran Zhu Biao semakin lebar. Untuk
pertama kalinya sejak upacara pernikahan dilakukan hingga saat ini, wajah sang
pangeran tertua itu terlihat demikian cerah dan bahagia membuat seberkas rasa
haru menyelinap di Pangeran Zhu Di dan rasa haru itu menjadi kekuatan yang
menindas hunjaman rasa sakit luar biasa pada perutnya. Membuatnya mampu untuk
bertahan meski sesungguhnya rasa sakit pada perut yang luar biasa itu mulai
merambat naik dan menyusupi dadanya memberikan rasa sesak yang semakin menekan.
Sungguh, andai saja sejak dulu ia memiliki kedekatan dengan kakak tertuanya itu
seperti saat ini, betapa bahagia hatinya. Namun…selama bertahun-tahun ia dan
Pangeran Zhu Biao seolah berdiri pada sisi yang berseberangan sebagai imbas
kurang baiknya hubungan Pangeran Zhu Biao dengan Kaisar Hongwu.
“Adikku…apapun yang
kau berikan padaku pastilah aku dengan senang hati menerimanya. Katakan padaku
apa yang kau bawakan untukku?” tanya Pangeran Zhu Biao dengan ekspresi gembira.
Pangeran Zhu Di
mengurai sebuah senyum dan mengangguk. Selanjutnya kepala berhias mahkota
dengan hiasan sebutir mutiara indah berkilau itu menoleh ke arah pintu samping
aula. Di sana, terlihat berdiri sosok Kasim Anta yang segera berlutut saat
melihat arah pandangan Pangeran Zhu Di tertuju padanya. Di sisi kasim tua yang
setia itu terlihat sebuah tandu yang tertutup tirai dan beberapa prajurit dari
istana Pangeran Keempat. Tirai berwarna merah cerah dengan sulaman bergambar
burung hong tersebut tertutup rapat. Pangeran Zhu Di menatap sejenak ke arah
tandu di sisi Kasim Anta sebelum kemudian pandangan matanya kembali pada
Pangeran Zhu Biao yang terlihat tengah memperhatikan ke arah tandu di luar
pintu samping aula dengan sepasang alis berkerut.
“Kakak Zhu Biao…di
dalam tandu itulah persembahan hamba. Ia bukanlah sebuah keindahan yang tak
tercela maupun terselubung kemewahan namun di dalam dirinya hamba melihat keindahan
seisi alam. Ia menari saat musim panen tiba dan memberikan kemerdekaan pada
hati dan jiwa orang yang ada di dekatnya sebab ia selalu melihat siapapun
dengan hati dan jiwa ke kedalaman yang terjauh. Itulah yang dapat sampaikan
mengenai persembahan hamba pada Kakak Zhu Biao” ujar Pangeran Zhu Di seraya
menatap ke arah kakak tertuanya.
Pangeran Zhu Biao
terperanjat mendengar penuturan adik termudanya. Sepasang alisnya yang tebal
bagus sebagaimana sepasang alis Pangeran Zhu Di berkerut semakin dalam
sementara pandangannya bergantian tertuju ke arah tandu yang tertutup rapat
lalu berpindah pada Pangeran Keempat.
“Adik Zhu Di…benarkah
yang kau katakan ini? Benarkah kau lakukan hal ini padaku? Kau berikan seisi
semestaku?..padaku? Benarkah apa yang kupikirkan ini?” tanya Pangeran Zhu Biao.
Suaranya menyiratkan nada takjub sekaligus tak percaya sementara sepasang
matanya berbinar dipenuhi oleh harapan. Nada suara berbeda yang membuat Kaisar
Hongwu dan beberapa mata lain segera menoleh ke arah Sang Pangeran Mahkota.
Bahkan, sepasang alis Kaisar Hongwu kemudian berkerut dan semakin mengerut saat
iapun memalingkan wajah ke arah pintu samping aula dan menatap tandu bertutup
rapat. Sepasang mata lain yang terlihat menatap ke arah Pangeran Zhu Biao
adalah milik Putri Mingxia yang duduk tak jauh dari sisi Permaisuri Ma Xiuying.
Namun, berbeda dengan
pandangan Kaisar Hogwu yang menyiratkan keheranan sekaligus rasa ingin tahu,
sepasang mata Putri Mingxia yang jelita itu justru menyiratkan kecemasan yang
membara.
Membara oleh api cemburu
saat nalurinya sebagai wanita membisikkan adanya sesuatu yang akan merebut
seluruh kebahagiaannya, membuatnya terlihat memiliki segalanya namun
sesungguhnya ia hanya mendapatkan ruang yang kosong belaka. Sepasang tangan
Sang Putri Mahkota yang lentik lembut mencengkeram erat-erat sehelai saputangan
bergambar sulaman bunga-bunga persik dengan kuat hingga buku-buku jarinya
memutih sementara sepasang matanya yang indah memandang ke arah Pangeran Zhu
Biao dengan sorot penuh harap. Sorot penuh harap yang segera lenyap dan
berganti dengan kemarahan saat sang putri jelita tersebut mengalihkan
pandangannya ke arah Pangeran Keempat.
Sementara itu,
Pangeran Zhu Di terlihat kembali menjatuhkan dirinya bersujud ke arah Pangeran
Mahkota.
“Kakak Zhu
Biao…sungguh benar apa yang Kakak Zhu Biao pikirkan. Hamba telah membawa
keindahan seisi semesta pada hari ini dan berharap Kakak Zhu Biao suka untuk
menerimanya” sahut Pangeran Zhu Di dalam sujudnya.
Binar di mata
Pangeran Zhu Biao seolah pecah menjadi jutaan cahaya cemerlang di langit malam
yang gelap. Terlihat jelas kebahagiaan yang menutupi seluruh permukaan wajah
meski senyum yang terukir di bibir merah sang pangeran tertua tersebut justru
mengisyaratkan keharuan atas kebahagiaan yang tersajikan padanya melalui kedua
tangan yang tak tak pernah disangkanya. Tangan adik terkecil yang selama
bertahun-tahun sebelum hari ini nyaris tak memiliki kedekatan apapun dengannya
oleh karena hubungan yang buruk antara dirinya dengan Kaisar Hongwu
bagaimanapun telah melecutkan rasa cemburu saat ia menatap pangeran termuda
yang justru selalu menjadi alasan bagi Sang Kaisar untuk tersenyum bahagia.
Keharuan yang membuat sepasang mata bening Sang Pangeran Mahkota mengerjab oleh
selaput kabut yang membayang sementara tak ada kata yang meluncur dari
mulutnya. Hanya tatapan mata yang terus tertuju pada sang adik yang tengah
bersujud di tengah aula.
Tatapan mata yang
justru kemudian membuat Sang Pangeran Mahkota menyadari adanya hal berbeda pada
diri sang adik!.
Bermula dari batuk
halus yang keluar dari mulut Pangeran Zhu Di, disusul kemudian wajah pias dan
gerak lemas sang adik saat mengangkat tubuhnya dari lantai membuat senyum di
wajah Pangeran Zhu Biao seketika lenyap dan berganti dengan kerut oleh rasa
terkejut dan cemas yang mendadak menhentak hatinya.
“Adik Zhu Di!...Ada
apa denganmu? Kenapa wajahmu demikian pucat? Apakah kau sakit?!” seru Pangeran
Zhu Biao dengan nada suara keras yang tak mampu ditahannya lagi.
Seruan keras yang
dengan kecepatan kilat membuat Sang Kaisar menatap putra bungsunya dan segera
pula, raja besar yang agung itu melihat dan menyadari hal berbeda pada putra
kesayangannya.
“Zhu Di!...ada apa
denganmu?!...Zhu Di?!” panggil Kaisar Hongwu dengan nada keras melihat Pangeran
Keempat yang terlihat mencoba bangun dari lantai. Sepasang mata Kaisar Hongwu
membelalak saat dilihatnya Pangeran Keempat yang terhuyung sementara sepasang
mata bening yang biasa berbinar cerdas dan sangat disayanginya terlihat meredup
dalam cahaya yang suram dan tidak lagi terpusat pada sesuatu. Bibir yang biasa
merah segar dan menyunggingkan senyum ceria kini terlihat terkatup rapat dan
pucat membiru. Kaisar Hongwu benar-benar tak mengerti kenapa ia bisa tak
menyadari adanya perubahan pada putra bungsunya itu?.
“Zhu Di?!” suara
Permaisuri Ma Xiuying terdengar keras memanggil dengan nada dipenuhi rasa
cemas. Kesadaran sama yang menghampiri wanita agung itu membuatnya segera pula
melihat adanya hal buruk pada diri Pangeran Keempat. Wanita berparas cantik itu
bahkan kemudian berdiri dari kursinya saat melihat pangeran termuda di tengah
aula terlihat berusaha untuk berdiri.
Sementara itu, Pangeran
Zhu Di merasakan seluruh tempat yang ada di sekelilingnya seperti berputar
dengan sangat cepat. Rasa sakit menusuk-nusuk yang menghunjam pada bagian perut
dan dada kini telah menyebar nyaris ke seluruh tubuhnya membuat tangan dan
kakinya seperti ditusuk oleh ribuan jarum tajam. Ia mencoba untuk mengangkat
wajah dan menatap ke arah kakak tertuanya, namun segalanya mengabur. Wajah Pangeran
Zhu Biao seperti melebur dalam pusaran cepat yang kini memenuhi kedua matanya
membuat Sang Pangeran Keempat merasakan pusing yang sangat memualkan. Ia tak
lagi mampu mendengar suara dengan jelas karena apa yang masuk ke dalam ruang pendengarannya
hanyalah suara dengung keras yang tak bermakna. Pangeran Zhu Di merasa bingung
sekaligus takut. Seluruh rasa sakit dan sesak yang menyerang bersamaan di
sekujur tubuhnya membuatnya merasa lemas dengan sangat cepat sekaligus tak
berdaya. Rasa tak berdaya yang belum pernah dialami sebelumnya membuat sang
pangeran muda itu merasakan ketakutan yang aneh.
“Kakak Zhu Biao…aku…tidak
bisa…mendengar..mu” bisik bibir Pangeran Keempat sehalus angin yang tak sampai
pada Pangeran Mahkota yang kini juga turut berdiri dari kursinya setelah
melihat adiknya terhuyung-huyung melangkah dalam arah yang tak tentu.
Pangeran Zhu Di
semakin panik saat ia bahkan tak mendengar kalimat yang baru saja diucapkannya
untuk Pangeran Mahkota meski ia telah merasa mengatakannya dengan nada yang
keras. Ada apa dengannya? Kenapa dengan tubuhnya? Kemana suaranya? Kemana pendengarannya?
Suasana di ruang aula
kini menjadi gaduh. Semua orang yang semula duduk dengan tenang terlihat menatap
Pangeran Keempat dengan cemas – kecuali satu mata yang terlihat puas – bahkan beberapa
pejabat menteri terlihat bangkit dari duduk mereka dan bersiap menyongsong ke
arah sang pangeran kesayangan kaisar yang sempoyongan. Suara jeritan dayang dan
putri menggema membuat ruang aula yang luas dan sejuk tersebut semakin dipenuhi
kepanikan terlebih saat beberapa dayang mulai menangis. Di luar ruang aula,
para prajurit yang berjaga di bawah pimpinan Jenderal Lan Yu segera merangsek
ke arah ruangan yang penuh dengan pejabat dan tamu agung kerajaan itu. Bahkan
kemudian, Jenderal Lan Yu yang sejak awal terus berada di depan ruang aula
dalam sikap bersiap dan waspada segera melangkah cepat masuk ke dalam ruangan
yang telah menjadi sangat gaduh itu demikian ia mendengar suara teriakan Kaisar
Hongwu dan jeritan Permaisuri Ma Xiuying.
Pada saat yang sama,
Pangeran Zhu Di yang telah merasa ketakutan atas rasa sakit tak terkira yang
menyerbu sekujur tubuhnya tak lagi mampu memikirkan apapun. Ia mencoba untuk
mengingat sesuatu…sebuah nama ataupun benda apapun yang bisa membuatnya untuk
tetap fokus. Namun, rasa sakit yang telah merambati seluruh tubuhnya seperti
menghilangkan segala sesuatu apapun ingatan yang ada di kepalanya. Semuanya hilang…
Hanya satu ingatan
saja yang masih tersisa dan Pangeran Zhu Di segera menyambar ingatan terakhir
tersebut kemudian menyerukannya dengan sepenuh tenaga yang masih tersisa dalam
ruang dadanya.
Sebuah nama…
Nama yang tercetak
dengan jelas dalam ruang ingatannya dan tidak menghilang bahkan meski seluruh
rasa sakit yang menderanya telah menghapus seluruh ingatannya pada hal-hal yang
lain…
Nama yang kemudian
menjadi satu-satunya seruan dari bibir pucat biru Pangeran Zhu Di yang dapat
didengar dan ditangkap oleh semua orang dalam ruang aula. Suara yang terdengar
lemah meski sang pangeran telah mengerahkan seluruh sisa kekuatannya saat
menyerukannya.
“Kakak Xu!...Kakak Xu
Changyi!” seru Pangeran Zhu Di lemah tepat bersamaan dengan melayangnya tubuh
gagah yang dihunjam rasa sakit tersebut ke lantai aula.
Terdengar suara teriak
dan jerit bersahutan saat semua mata melihat betapa tubuh Pangeran Keempat yang
semula telah terhuyung-huyung itu merubuh dan melayang ke atas lantai aula dengan
cepat. Beberapa pejabat menteri dan tamu yang berada pada posisi paling dekat
berusaha melompat ke depan untuk menangkap tubuh Pangeran Zhu Di sebelum sang
pangeran benar-benar membentur lantai aula yang keras. Kaisar Hongwu berdiri
dari kursinya dengan teriak keras menggema, demikian pula dengan Pangeran
Mahkota dan beberapa pangeran lain yang hadir dalam ruangan tersebut sementara
Permaisuri Ma Xiuying justru terduduk kembali ke atas kursinya dengan lemas dan
disambut oleh dayang-dayang yang bersiap di belakangnya. Air mata membanjir
dari kedua mata indah Sang Ratu. Putri Mingxia terlihat pucat namun sekilas
senyum terukir di bibirnya yang semula dihiasi oleh kerut kemarahan saat
melihat kebahagiaan Pangeran Mahkota atas persembahan Pangeran Zhu Di. Suara tangis
bersahutan para dayang dan putri semakin keras terdengar. Nampaknya, tubuh
Pangeran Zhu Di memang benar-benar akan jatuh terbanting ke lantai sebab jarak
sang pangeran dengan para pejabat menteri dan tamu yang melompat untuk menangkap
tubuhnya masih agak jauh.
Tetapi…hal yang lain
kemudian terjadi.
Sangat cepat hingga
tak terikuti oleh mata.
Sebuah bayangan yang
berkelebat cepat menyambar tubuh Pangeran Zhu Di sebelum tubuh yang sangat
disayangi oleh seluruh penghuni istana itu membentur lantai aula. Bayangan yang
kemudian memeluk erat Pangeran Zhu Di dalam dekapan sementara sang pangeran
telah benar-benar lemas.
Pangeran Zhu Di
membuka kedua matanya saat merasa sepasang lengan mendekapnya dan
menyandarkannya ke dada yang kokoh kuat. Satu senyum terukir di bibir yang
mengerut biru. Ia masih bisa mengenali wajah yang kini berada dalam jarak yang
sangat dekat dengannya tersebut…
“Kakak Xu” bisik
Pangeran Zhu Di pada sosok yang mendekapnya.
“Adik Zhu Di…kenapa
denganmu? Kau seperti…”
“Pangeran?!” sebuah
suara lain yang tiba-tiba telah berada di sisi Pangeran Zhu Di memutus kalimat
Changyi.
“Adik Chen..ada apa dengan
Adik Zhu Di? Kenapa tiba-tiba menjadi seperti ini?” tanya Changyi menatap Xiao
Chen yang telah berada di dekatnya.
“Aku belum tahu Kakak…tadi
Pangeran masih baik-baik saja hanya aku melihatnya selalu mendekap bagian perut”
ujar Xiao Chen seraya memegang pergelangan tangan Pangeran Keempat. Kedua alis
kasim remaja itu terlihat berkerut dalam penuh kecemasan.
Sementara itu,
demikian tubuh Pangeran Zhu Di telah rubuh ke lantai aula dan kini berada dalam
dekapan Xu Changyi, Kaisar Hongwu segera melompat cepat ke arah pangeran
termudanya setelah sebelumnya berteriak keras memerintahkan para tabib istana untuk
segera masuk dan memeriksa keadaan Pangeran Keempat. Di tempat lain, Pangeran
Mahkota berdiri dari kursinya dengan wajah penuh kecemasan.
“Changyi…ada apa
dengan Zhu Di?” tanya Kaisar Hongwu saat berada dalam jarak beberapa langkah
dari Changyi yang mendekap Pangeran Zhu Di.
“Hamba belum tahu
Yang Mulia…namun sepertinya Pangeran Zhu Di telah keracunan” sahut Changyi
diikuti anggukan kepala Xiao Chen.
“Kakak Xu…” bisik
Pangeran Zhu Di dalam dekapan Changyi. Tubuhnya yang lemah mendadak bergerak
menggeliat melepaskan diri lalu meringkuk di atas lantai sembari mendekap
perut.
“Pangeran Zhu Di…apa
yang Pangeran rasakan?” tanya Xiao Chen seraya memegang lengan Pangeran Zhu Di
yang melingkar erat di perut. “Biarkan hamba memeriksa Pangeran”.
“Ah…Adik Chen…perutku…perutku
sakit sekali. Seperti…diremas-remas” bisik Pangeran Zhu Di. Wajahnya mengerut
dengan ekspresi yang jelas menggambarkan rasa sakit.
“Tabib!...mengapa
lambat sekali?!” teriak Kaisar Hongwu yang semakain kalut melihat keadaan
Pangeran Keempat yang meringkuk di lantai.
Suasana dalam ruang
aula yang gaduh menjadi semakin panik saat mereka teriakan Sang Kaisar. Seluruh
tamu menatap ke arah tuan rumah dan Pangeran Keempat dengan pandangan cemas
sementara para pejabat tinggi istana telah berkumpul pada satu lingkaran tepat
di sekitar Pangeran Zhu Di meringkuk di lantai dan menggeliat kesakitan. Para prajurit
yang telah merapat ke ruang aula berdiri penuh kewaspadaan dan siap menerima
perintah. Jenderal Lan Yu yang telah berada di dalam ruang aula berdiri tak
jauh dari pintu utama seolah tahu bahwa sebuah perintah akan jatuh sesaat lagi.
Sementara, rombongan
tabib istana telah berlari masuk ke dalam ruang aula bersama Kasim Liu dan
segera berlutut melingkar di sekitar Pangeran Zhu Di yang kembali diangkat dari
lantai dan kini berada dalam dekapan Changyi kembali. Satu tabib yang memeriksa
denyut nadi di pergelangan tangan Pangeran Zhu di terlihat berkerut dan
kemudian beralih pada mata. Hingga sesaat kemudian, sang tabib yang terlihat
segar dalam usianya yang mulai tua itu berdiri dan melangkah ke arah Kaisar
Hongwu, berlutut dan memberikan penghormatan sebelum kemudian mulai berbicara.
“Yang Mulia…kami
telah memeriksa Pangeran Zhu Di…”
“Cepat katakan padaku
apa yang terjadi?!” sentak Kaisar Hongwu memotong dengan nada tak sabar. Sang
tabib tergagap dan terlihat takut.
“Yang Mulia…dari pemeriksaan
kami, Pangeran Zhu Di telah keracunan dan racun yang masuk ke dalam tubuh
Pangeran Zhu Di telah menyebar ke dalam aliran darahnya sangat jauh hingga
harus segera dikeluarkan sebelum masuk ke dalam aliran darah dan menghentikan
jantung” sahut si tabib membuat semua orang terkejut saat mendengarnya.
Pandangan mata Kaisar
Hongwu terasa menggelap.
Racun?
Putra termudanya
keracunan?
Pangeran kesayangan
yang selalu memberikan kebahagiaan dan kebanggaan di dalam hatinya tergeletak
meregang nyawa karena keracunan?
Bagaimana bisa?
Bagaimana mungkin?
Siapa yang berani
melakukannya? Siapa orang yang telah demikian berani menentangnya tepat di
depan mata, di saat ia tengah menghadapi sekian banyak tamu kerajaan di hari
yang semestinya sangat bahagia ini?
Siapa?
Siapa?!
Kesadaran secepat
kilat yang datang bercampur kecemasan yang menghentak oleh kenyataan
berdasarkan jawaban dari tabib segera meledakkan kemurkaan Sang Kaisar Yang
Agung. Wajah yang selalu tenang penuh kharisma itu memerah dengan cepat
sementara kedua telapak tangannya mengepal erat. Pandangan mata Kaisar Hongwu
berkelebat cepat menyapu seisi ruangan. Kilat tajam penuh kemarahan
menyampaikan ancaman membuat semua orang segera mengerut dalam rasa takut. Pandangan
mata penuh kemurkaan yang segera berhenti pada sosok Jenderal Lan Yu, membuat
sang jenderal dari Kementerian Pertahanan tersebut segera menjatuhkan diri
berlutut di lantai.
“Siapapun orang yang
telah meracuni putraku, aku ingin ia ditangkap hari ini juga!” teriak Kaisar
Hongwu memberikan perintah.
“Siap laksanakan
perintah Yang Mulia!” sahut Jenderal Lan Yu tegas. Tubuhnya membungkuk dalam
memberikan penghormatan pada kaisar sebelum kemudian bangkit berdiri dan
berjalan keluar dari pintu ruang utama aula.
“Tutup semua pintu
keluar dari istana!” teriak Jenderal Lan Yu memberikan perintah pada seluruh
prajurit yang bersiap. “Tidak ada seorang pun yang boleh meninggalkan istana
sebelum siapapun orang yang telah memberikan racun pada Pangeran Zhu Di
tertangkap!”.
Hanya dalam hitungan
detik setelah perintah diberikan, ratusan prajurit yang bersiaga penuh segera
bergerak ke seluruh penjuru istana dan menutup seluruh jalan yang memungkinkan
siapapun untuk keluar!.
Seluruh pintu
tertutup rapat!
Sebagaimana tertutupnya
pintu ampunan dalam hati Sang Kaisar yang telah dihentakkan oleh kemurkaan yang
dahsyat. Menghilangkan seluruh binar gembira dan bahagia yang semula membubung
dan menyelimuti setiap jengkal istana.
Kini yang tertinggal
hanya kesedihan.
Dan ketakutan.
***************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar