Minggu, 22 Mei 2016

Straight - Episode 7 ( Bagian Empat )

Suasana ruang aula diliputi ketenangan sementara semua orang masih terhanyut oleh keharuan setelah mendengar persembahan indah Pangeran Keempat pada kedua orangtuanya. Nyaris seluruh wajah tamu dan pejabat tertunduk. Nyaris!
Sebab ada satu wajah yang terlihat terus memperhatikan ke arah sosok Pangeran Zhu Di. Bukan dengan ekspresi penuh kecemasan sebagaimana yang tergambar di wajah Xiao Chen dan Xu Changyi melainkan penuh kilatan kepuasan yang tersembunyi di balik wajah yang tenang namun cerah berbinar. Sepasang mata menatap dengan kilau tajam ke arah Pangeran Keempat yang bangkit dari sujudnya dan kini sang pangeran termuda itu duduk bertumpu pada kedua lututnya yang tertekuk. Wajahnya masih menyunggingkan senyum ceria yang menjadi ciri khas seorang Pangeran Zhu Di sementara sepasang mata bening yang cerdas itu kini berpaling dan menatap ke arah Pangeran Mahkota yang duduk tak jauh dari Kaisar Hongwu dan Permaisuri Ma Xiuying.
“Kakak Zhu Biao…hamba adalah adik yang kurang berbakti. Karena itu hamba mohon ampun jika tidak mampu membuat Kakak Zhu Biao merasa bahagia” ucap Pangeran Zhu Di setelah membungkuk  ke arah Pangeran Mahkota yang segera mengangguk dan tersenyum ke arah adik kecilnya. Sementara Pangeran Zhu Di terlihat menelan ludah sebelum kemudian melanjutkan kalimatnya. “Hamba yang hina ini ingin mengucapkan selamat kepada Kakak Zhu Biao dan Putri Mingxia, semoga kebahagiaan dan kejayaan selalu terlimpah akhir hayat”.
Kaisar Hongwu menoleh sekilas ke arah Pangeran Zhu Biao sebelum kemudian kepala sang kaisar mengangguk dengan ekspresi bangga dan sepasang mata berbinar bahagia ke arah pangeran termudanya.
Pangeran Zhu Biao tertawa dengan suara halus. Tangan kanannya terangkat dan teracung ke arah Pangeran Zhu Di.
“Terima kasih Adik Zhu Di. Aku tidak mengharapkan hal-hal lain darimu selain doa dan kehadiranmu pada hari ini. Itu adalah kebahagiaan yang sangat besar bagiku” ucap sang pangeran mahkota menyambut kalimat adiknya.
Pangeran Zhu Di tertawa kecil namun kemudian terbatuk membuat kepala sang pangeran tertunduk. Xiao Chen yang berdiri dalam jarak cukup jauh tersentak dan nyaris melompat ke depan namun sebuah gerakan tangan di seberang membuatnya terhenti pada detik yang sama. Itu tangan Changyi. Dan jelas terlihat bahwa rupanya Changyi telah melihat hal yang terjadi pada Sang Pangeran Keempat. Lambaian tangan halus yang dilihat oleh Xiao Chen sebelumnya adalah isyarat Changyi padanya. Xiao Chen menarik nafas dengan rasa sedikit lega.
Ia mengerti.
Dibanding dengan dirinya, jarak Changyi dengan Pangeran Zhu Di lebih dekat hanya sejauh beberapa langkah saja sehingga jika kemudian terjadi sesuatu pada Pangeran Keempat, maka Changyi akan lebih cepat untuk bergerak.
Namun, sedikit rasa lega itu sama sekali tak mengurangi kecemasan di hati Xiao Chen terlebih saat ia kembali menatap ke depan.
Bibir Pangeran Zhu Di yang semula putih pucat kini terlihat sedikit membiru!.
“Kakak Zhu Biao…pada hari yang sangat baik ini, hamba memiliki sedikit persembahan yang hamba harapkan dapat membawa kebahagiaan bagi Kakak Zhu Biao. Apa yang hamba bawa ini bukanlah hal yang besar dan berharga mahal namun hamba sungguh berharap Kakak Zhu Biao dapat menyukainya sehingga ia dapat menjadi cahaya setiap kali Kakak membutuhkan kegembiraan dan ketenangan hati”
 Tawa Pangeran Zhu Biao semakin lebar. Untuk pertama kalinya sejak upacara pernikahan dilakukan hingga saat ini, wajah sang pangeran tertua itu terlihat demikian cerah dan bahagia membuat seberkas rasa haru menyelinap di Pangeran Zhu Di dan rasa haru itu menjadi kekuatan yang menindas hunjaman rasa sakit luar biasa pada perutnya. Membuatnya mampu untuk bertahan meski sesungguhnya rasa sakit pada perut yang luar biasa itu mulai merambat naik dan menyusupi dadanya memberikan rasa sesak yang semakin menekan. Sungguh, andai saja sejak dulu ia memiliki kedekatan dengan kakak tertuanya itu seperti saat ini, betapa bahagia hatinya. Namun…selama bertahun-tahun ia dan Pangeran Zhu Biao seolah berdiri pada sisi yang berseberangan sebagai imbas kurang baiknya hubungan Pangeran Zhu Biao dengan Kaisar Hongwu.
“Adikku…apapun yang kau berikan padaku pastilah aku dengan senang hati menerimanya. Katakan padaku apa yang kau bawakan untukku?” tanya Pangeran Zhu Biao dengan ekspresi gembira.
Pangeran Zhu Di mengurai sebuah senyum dan mengangguk. Selanjutnya kepala berhias mahkota dengan hiasan sebutir mutiara indah berkilau itu menoleh ke arah pintu samping aula. Di sana, terlihat berdiri sosok Kasim Anta yang segera berlutut saat melihat arah pandangan Pangeran Zhu Di tertuju padanya. Di sisi kasim tua yang setia itu terlihat sebuah tandu yang tertutup tirai dan beberapa prajurit dari istana Pangeran Keempat. Tirai berwarna merah cerah dengan sulaman bergambar burung hong tersebut tertutup rapat. Pangeran Zhu Di menatap sejenak ke arah tandu di sisi Kasim Anta sebelum kemudian pandangan matanya kembali pada Pangeran Zhu Biao yang terlihat tengah memperhatikan ke arah tandu di luar pintu samping aula dengan sepasang alis berkerut.
“Kakak Zhu Biao…di dalam tandu itulah persembahan hamba. Ia bukanlah sebuah keindahan yang tak tercela maupun terselubung kemewahan namun di dalam dirinya hamba melihat keindahan seisi alam. Ia menari saat musim panen tiba dan memberikan kemerdekaan pada hati dan jiwa orang yang ada di dekatnya sebab ia selalu melihat siapapun dengan hati dan jiwa ke kedalaman yang terjauh. Itulah yang dapat sampaikan mengenai persembahan hamba pada Kakak Zhu Biao” ujar Pangeran Zhu Di seraya menatap ke arah kakak tertuanya.
Pangeran Zhu Biao terperanjat mendengar penuturan adik termudanya. Sepasang alisnya yang tebal bagus sebagaimana sepasang alis Pangeran Zhu Di berkerut semakin dalam sementara pandangannya bergantian tertuju ke arah tandu yang tertutup rapat lalu berpindah pada Pangeran Keempat.
“Adik Zhu Di…benarkah yang kau katakan ini? Benarkah kau lakukan hal ini padaku? Kau berikan seisi semestaku?..padaku? Benarkah apa yang kupikirkan ini?” tanya Pangeran Zhu Biao. Suaranya menyiratkan nada takjub sekaligus tak percaya sementara sepasang matanya berbinar dipenuhi oleh harapan. Nada suara berbeda yang membuat Kaisar Hongwu dan beberapa mata lain segera menoleh ke arah Sang Pangeran Mahkota. Bahkan, sepasang alis Kaisar Hongwu kemudian berkerut dan semakin mengerut saat iapun memalingkan wajah ke arah pintu samping aula dan menatap tandu bertutup rapat. Sepasang mata lain yang terlihat menatap ke arah Pangeran Zhu Biao adalah milik Putri Mingxia yang duduk tak jauh dari sisi Permaisuri Ma Xiuying.
Namun, berbeda dengan pandangan Kaisar Hogwu yang menyiratkan keheranan sekaligus rasa ingin tahu, sepasang mata Putri Mingxia yang jelita itu justru menyiratkan kecemasan yang membara.
Membara oleh api cemburu saat nalurinya sebagai wanita membisikkan adanya sesuatu yang akan merebut seluruh kebahagiaannya, membuatnya terlihat memiliki segalanya namun sesungguhnya ia hanya mendapatkan ruang yang kosong belaka. Sepasang tangan Sang Putri Mahkota yang lentik lembut mencengkeram erat-erat sehelai saputangan bergambar sulaman bunga-bunga persik dengan kuat hingga buku-buku jarinya memutih sementara sepasang matanya yang indah memandang ke arah Pangeran Zhu Biao dengan sorot penuh harap. Sorot penuh harap yang segera lenyap dan berganti dengan kemarahan saat sang putri jelita tersebut mengalihkan pandangannya ke arah Pangeran Keempat.
Sementara itu, Pangeran Zhu Di terlihat kembali menjatuhkan dirinya bersujud ke arah Pangeran Mahkota.
“Kakak Zhu Biao…sungguh benar apa yang Kakak Zhu Biao pikirkan. Hamba telah membawa keindahan seisi semesta pada hari ini dan berharap Kakak Zhu Biao suka untuk menerimanya” sahut Pangeran Zhu Di dalam sujudnya.
Binar di mata Pangeran Zhu Biao seolah pecah menjadi jutaan cahaya cemerlang di langit malam yang gelap. Terlihat jelas kebahagiaan yang menutupi seluruh permukaan wajah meski senyum yang terukir di bibir merah sang pangeran tertua tersebut justru mengisyaratkan keharuan atas kebahagiaan yang tersajikan padanya melalui kedua tangan yang tak tak pernah disangkanya. Tangan adik terkecil yang selama bertahun-tahun sebelum hari ini nyaris tak memiliki kedekatan apapun dengannya oleh karena hubungan yang buruk antara dirinya dengan Kaisar Hongwu bagaimanapun telah melecutkan rasa cemburu saat ia menatap pangeran termuda yang justru selalu menjadi alasan bagi Sang Kaisar untuk tersenyum bahagia. Keharuan yang membuat sepasang mata bening Sang Pangeran Mahkota mengerjab oleh selaput kabut yang membayang sementara tak ada kata yang meluncur dari mulutnya. Hanya tatapan mata yang terus tertuju pada sang adik yang tengah bersujud di tengah aula.
Tatapan mata yang justru kemudian membuat Sang Pangeran Mahkota menyadari adanya hal berbeda pada diri sang adik!.
Bermula dari batuk halus yang keluar dari mulut Pangeran Zhu Di, disusul kemudian wajah pias dan gerak lemas sang adik saat mengangkat tubuhnya dari lantai membuat senyum di wajah Pangeran Zhu Biao seketika lenyap dan berganti dengan kerut oleh rasa terkejut dan cemas yang mendadak menhentak hatinya.
“Adik Zhu Di!...Ada apa denganmu? Kenapa wajahmu demikian pucat? Apakah kau sakit?!” seru Pangeran Zhu Biao dengan nada suara keras yang tak mampu ditahannya lagi.
Seruan keras yang dengan kecepatan kilat membuat Sang Kaisar menatap putra bungsunya dan segera pula, raja besar yang agung itu melihat dan menyadari hal berbeda pada putra kesayangannya.
“Zhu Di!...ada apa denganmu?!...Zhu Di?!” panggil Kaisar Hongwu dengan nada keras melihat Pangeran Keempat yang terlihat mencoba bangun dari lantai. Sepasang mata Kaisar Hongwu membelalak saat dilihatnya Pangeran Keempat yang terhuyung sementara sepasang mata bening yang biasa berbinar cerdas dan sangat disayanginya terlihat meredup dalam cahaya yang suram dan tidak lagi terpusat pada sesuatu. Bibir yang biasa merah segar dan menyunggingkan senyum ceria kini terlihat terkatup rapat dan pucat membiru. Kaisar Hongwu benar-benar tak mengerti kenapa ia bisa tak menyadari adanya perubahan pada putra bungsunya itu?.
“Zhu Di?!” suara Permaisuri Ma Xiuying terdengar keras memanggil dengan nada dipenuhi rasa cemas. Kesadaran sama yang menghampiri wanita agung itu membuatnya segera pula melihat adanya hal buruk pada diri Pangeran Keempat. Wanita berparas cantik itu bahkan kemudian berdiri dari kursinya saat melihat pangeran termuda di tengah aula terlihat berusaha untuk berdiri.
Sementara itu, Pangeran Zhu Di merasakan seluruh tempat yang ada di sekelilingnya seperti berputar dengan sangat cepat. Rasa sakit menusuk-nusuk yang menghunjam pada bagian perut dan dada kini telah menyebar nyaris ke seluruh tubuhnya membuat tangan dan kakinya seperti ditusuk oleh ribuan jarum tajam. Ia mencoba untuk mengangkat wajah dan menatap ke arah kakak tertuanya, namun segalanya mengabur. Wajah Pangeran Zhu Biao seperti melebur dalam pusaran cepat yang kini memenuhi kedua matanya membuat Sang Pangeran Keempat merasakan pusing yang sangat memualkan. Ia tak lagi mampu mendengar suara dengan jelas karena apa yang masuk ke dalam ruang pendengarannya hanyalah suara dengung keras yang tak bermakna. Pangeran Zhu Di merasa bingung sekaligus takut. Seluruh rasa sakit dan sesak yang menyerang bersamaan di sekujur tubuhnya membuatnya merasa lemas dengan sangat cepat sekaligus tak berdaya. Rasa tak berdaya yang belum pernah dialami sebelumnya membuat sang pangeran muda itu merasakan ketakutan yang aneh.
“Kakak Zhu Biao…aku…tidak bisa…mendengar..mu” bisik bibir Pangeran Keempat sehalus angin yang tak sampai pada Pangeran Mahkota yang kini juga turut berdiri dari kursinya setelah melihat adiknya terhuyung-huyung melangkah dalam arah yang tak tentu.
Pangeran Zhu Di semakin panik saat ia bahkan tak mendengar kalimat yang baru saja diucapkannya untuk Pangeran Mahkota meski ia telah merasa mengatakannya dengan nada yang keras. Ada apa dengannya? Kenapa dengan tubuhnya? Kemana suaranya? Kemana pendengarannya?
Suasana di ruang aula kini menjadi gaduh. Semua orang yang semula duduk dengan tenang terlihat menatap Pangeran Keempat dengan cemas – kecuali satu mata yang terlihat puas – bahkan beberapa pejabat menteri terlihat bangkit dari duduk mereka dan bersiap menyongsong ke arah sang pangeran kesayangan kaisar yang sempoyongan. Suara jeritan dayang dan putri menggema membuat ruang aula yang luas dan sejuk tersebut semakin dipenuhi kepanikan terlebih saat beberapa dayang mulai menangis. Di luar ruang aula, para prajurit yang berjaga di bawah pimpinan Jenderal Lan Yu segera merangsek ke arah ruangan yang penuh dengan pejabat dan tamu agung kerajaan itu. Bahkan kemudian, Jenderal Lan Yu yang sejak awal terus berada di depan ruang aula dalam sikap bersiap dan waspada segera melangkah cepat masuk ke dalam ruangan yang telah menjadi sangat gaduh itu demikian ia mendengar suara teriakan Kaisar Hongwu dan jeritan Permaisuri Ma Xiuying.
Pada saat yang sama, Pangeran Zhu Di yang telah merasa ketakutan atas rasa sakit tak terkira yang menyerbu sekujur tubuhnya tak lagi mampu memikirkan apapun. Ia mencoba untuk mengingat sesuatu…sebuah nama ataupun benda apapun yang bisa membuatnya untuk tetap fokus. Namun, rasa sakit yang telah merambati seluruh tubuhnya seperti menghilangkan segala sesuatu apapun ingatan yang ada di kepalanya. Semuanya hilang…
Hanya satu ingatan saja yang masih tersisa dan Pangeran Zhu Di segera menyambar ingatan terakhir tersebut kemudian menyerukannya dengan sepenuh tenaga yang masih tersisa dalam ruang dadanya.
Sebuah nama…
Nama yang tercetak dengan jelas dalam ruang ingatannya dan tidak menghilang bahkan meski seluruh rasa sakit yang menderanya telah menghapus seluruh ingatannya pada hal-hal yang lain…
Nama yang kemudian menjadi satu-satunya seruan dari bibir pucat biru Pangeran Zhu Di yang dapat didengar dan ditangkap oleh semua orang dalam ruang aula. Suara yang terdengar lemah meski sang pangeran telah mengerahkan seluruh sisa kekuatannya saat menyerukannya.
“Kakak Xu!...Kakak Xu Changyi!” seru Pangeran Zhu Di lemah tepat bersamaan dengan melayangnya tubuh gagah yang dihunjam rasa sakit tersebut ke lantai aula.
Terdengar suara teriak dan jerit bersahutan saat semua mata melihat betapa tubuh Pangeran Keempat yang semula telah terhuyung-huyung itu merubuh dan melayang ke atas lantai aula dengan cepat. Beberapa pejabat menteri dan tamu yang berada pada posisi paling dekat berusaha melompat ke depan untuk menangkap tubuh Pangeran Zhu Di sebelum sang pangeran benar-benar membentur lantai aula yang keras. Kaisar Hongwu berdiri dari kursinya dengan teriak keras menggema, demikian pula dengan Pangeran Mahkota dan beberapa pangeran lain yang hadir dalam ruangan tersebut sementara Permaisuri Ma Xiuying justru terduduk kembali ke atas kursinya dengan lemas dan disambut oleh dayang-dayang yang bersiap di belakangnya. Air mata membanjir dari kedua mata indah Sang Ratu. Putri Mingxia terlihat pucat namun sekilas senyum terukir di bibirnya yang semula dihiasi oleh kerut kemarahan saat melihat kebahagiaan Pangeran Mahkota atas persembahan Pangeran Zhu Di. Suara tangis bersahutan para dayang dan putri semakin keras terdengar. Nampaknya, tubuh Pangeran Zhu Di memang benar-benar akan jatuh terbanting ke lantai sebab jarak sang pangeran dengan para pejabat menteri dan tamu yang melompat untuk menangkap tubuhnya masih agak jauh.
Tetapi…hal yang lain kemudian terjadi.
Sangat cepat hingga tak terikuti oleh mata.
Sebuah bayangan yang berkelebat cepat menyambar tubuh Pangeran Zhu Di sebelum tubuh yang sangat disayangi oleh seluruh penghuni istana itu membentur lantai aula. Bayangan yang kemudian memeluk erat Pangeran Zhu Di dalam dekapan sementara sang pangeran telah benar-benar lemas.
Pangeran Zhu Di membuka kedua matanya saat merasa sepasang lengan mendekapnya dan menyandarkannya ke dada yang kokoh kuat. Satu senyum terukir di bibir yang mengerut biru. Ia masih bisa mengenali wajah yang kini berada dalam jarak yang sangat dekat dengannya tersebut…
“Kakak Xu” bisik Pangeran Zhu Di pada sosok yang mendekapnya.
“Adik Zhu Di…kenapa denganmu? Kau seperti…”
“Pangeran?!” sebuah suara lain yang tiba-tiba telah berada di sisi Pangeran Zhu Di memutus kalimat Changyi.
“Adik Chen..ada apa dengan Adik Zhu Di? Kenapa tiba-tiba menjadi seperti ini?” tanya Changyi menatap Xiao Chen yang telah berada di dekatnya.
“Aku belum tahu Kakak…tadi Pangeran masih baik-baik saja hanya aku melihatnya selalu mendekap bagian perut” ujar Xiao Chen seraya memegang pergelangan tangan Pangeran Keempat. Kedua alis kasim remaja itu terlihat berkerut dalam penuh kecemasan.
Sementara itu, demikian tubuh Pangeran Zhu Di telah rubuh ke lantai aula dan kini berada dalam dekapan Xu Changyi, Kaisar Hongwu segera melompat cepat ke arah pangeran termudanya setelah sebelumnya berteriak keras memerintahkan para tabib istana untuk segera masuk dan memeriksa keadaan Pangeran Keempat. Di tempat lain, Pangeran Mahkota berdiri dari kursinya dengan wajah penuh kecemasan.
“Changyi…ada apa dengan Zhu Di?” tanya Kaisar Hongwu saat berada dalam jarak beberapa langkah dari Changyi yang mendekap Pangeran Zhu Di.
“Hamba belum tahu Yang Mulia…namun sepertinya Pangeran Zhu Di telah keracunan” sahut Changyi diikuti anggukan kepala Xiao Chen.
“Kakak Xu…” bisik Pangeran Zhu Di dalam dekapan Changyi. Tubuhnya yang lemah mendadak bergerak menggeliat melepaskan diri lalu meringkuk di atas lantai sembari mendekap perut.
“Pangeran Zhu Di…apa yang Pangeran rasakan?” tanya Xiao Chen seraya memegang lengan Pangeran Zhu Di yang melingkar erat di perut. “Biarkan hamba memeriksa Pangeran”.
“Ah…Adik Chen…perutku…perutku sakit sekali. Seperti…diremas-remas” bisik Pangeran Zhu Di. Wajahnya mengerut dengan ekspresi yang jelas menggambarkan rasa sakit.
“Tabib!...mengapa lambat sekali?!” teriak Kaisar Hongwu yang semakain kalut melihat keadaan Pangeran Keempat yang meringkuk di lantai.
Suasana dalam ruang aula yang gaduh menjadi semakin panik saat mereka teriakan Sang Kaisar. Seluruh tamu menatap ke arah tuan rumah dan Pangeran Keempat dengan pandangan cemas sementara para pejabat tinggi istana telah berkumpul pada satu lingkaran tepat di sekitar Pangeran Zhu Di meringkuk di lantai dan menggeliat kesakitan. Para prajurit yang telah merapat ke ruang aula berdiri penuh kewaspadaan dan siap menerima perintah. Jenderal Lan Yu yang telah berada di dalam ruang aula berdiri tak jauh dari pintu utama seolah tahu bahwa sebuah perintah akan jatuh sesaat lagi.
Sementara, rombongan tabib istana telah berlari masuk ke dalam ruang aula bersama Kasim Liu dan segera berlutut melingkar di sekitar Pangeran Zhu Di yang kembali diangkat dari lantai dan kini berada dalam dekapan Changyi kembali. Satu tabib yang memeriksa denyut nadi di pergelangan tangan Pangeran Zhu di terlihat berkerut dan kemudian beralih pada mata. Hingga sesaat kemudian, sang tabib yang terlihat segar dalam usianya yang mulai tua itu berdiri dan melangkah ke arah Kaisar Hongwu, berlutut dan memberikan penghormatan sebelum kemudian mulai berbicara.
“Yang Mulia…kami telah memeriksa Pangeran Zhu Di…”
“Cepat katakan padaku apa yang terjadi?!” sentak Kaisar Hongwu memotong dengan nada tak sabar. Sang tabib tergagap dan terlihat takut.
“Yang Mulia…dari pemeriksaan kami, Pangeran Zhu Di telah keracunan dan racun yang masuk ke dalam tubuh Pangeran Zhu Di telah menyebar ke dalam aliran darahnya sangat jauh hingga harus segera dikeluarkan sebelum masuk ke dalam aliran darah dan menghentikan jantung” sahut si tabib membuat semua orang terkejut saat mendengarnya.
Pandangan mata Kaisar Hongwu terasa menggelap.
Racun?
Putra termudanya keracunan?
Pangeran kesayangan yang selalu memberikan kebahagiaan dan kebanggaan di dalam hatinya tergeletak meregang nyawa karena keracunan?
Bagaimana bisa?
Bagaimana mungkin?
Siapa yang berani melakukannya? Siapa orang yang telah demikian berani menentangnya tepat di depan mata, di saat ia tengah menghadapi sekian banyak tamu kerajaan di hari yang semestinya sangat bahagia ini?
Siapa?
Siapa?!
Kesadaran secepat kilat yang datang bercampur kecemasan yang menghentak oleh kenyataan berdasarkan jawaban dari tabib segera meledakkan kemurkaan Sang Kaisar Yang Agung. Wajah yang selalu tenang penuh kharisma itu memerah dengan cepat sementara kedua telapak tangannya mengepal erat. Pandangan mata Kaisar Hongwu berkelebat cepat menyapu seisi ruangan. Kilat tajam penuh kemarahan menyampaikan ancaman membuat semua orang segera mengerut dalam rasa takut. Pandangan mata penuh kemurkaan yang segera berhenti pada sosok Jenderal Lan Yu, membuat sang jenderal dari Kementerian Pertahanan tersebut segera menjatuhkan diri berlutut di lantai.
“Siapapun orang yang telah meracuni putraku, aku ingin ia ditangkap hari ini juga!” teriak Kaisar Hongwu memberikan perintah.
“Siap laksanakan perintah Yang Mulia!” sahut Jenderal Lan Yu tegas. Tubuhnya membungkuk dalam memberikan penghormatan pada kaisar sebelum kemudian bangkit berdiri dan berjalan keluar dari pintu ruang utama aula.
“Tutup semua pintu keluar dari istana!” teriak Jenderal Lan Yu memberikan perintah pada seluruh prajurit yang bersiap. “Tidak ada seorang pun yang boleh meninggalkan istana sebelum siapapun orang yang telah memberikan racun pada Pangeran Zhu Di tertangkap!”.
Hanya dalam hitungan detik setelah perintah diberikan, ratusan prajurit yang bersiaga penuh segera bergerak ke seluruh penjuru istana dan menutup seluruh jalan yang memungkinkan siapapun untuk keluar!.
Seluruh pintu tertutup rapat!
Sebagaimana tertutupnya pintu ampunan dalam hati Sang Kaisar yang telah dihentakkan oleh kemurkaan yang dahsyat. Menghilangkan seluruh binar gembira dan bahagia yang semula membubung dan menyelimuti setiap jengkal istana.
Kini yang tertinggal hanya kesedihan.
Dan ketakutan.
***************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar