“Apa?”
tanya Bok saat merasa tatapan Yoon terasa sedikit ganjil di matanya.
Yoon
mengerdikkan bahu. Lalu kembali menunduk menekuni layar notebooknya. Bok
berjalan mendekat dan segera menjejalkan tubuhnya yang besar di sisi Yoon
membuat pemuda itu terkejut dan nyaris terjatuh saat kursi yang diduduki Book
menghentak kursinya dengan keras.
“Ya!..apa
kau tidak bisa pelan-pelan saja?” protes Yoon sambil menatap ke arah Bok.
“Kau
tidak menjawab pertanyaanku” sahut Bok kalem. Ditatapnya Yoon sambil
mengerjabkan kedua matanya. “Apa kau takut kehilangan ketampananmu?”.
Yoon
memutar bola matanya. Ia dan Bok telah bersahabat sejak kecil. Karena ommonie
dan ibu dari Bok adalah sahabat baik. Dan persahabatan itu tidak memudar meski
kemudian, ibu Bok menjadi salah satu dokter dan pengusaha wanita paling
berpengaruh di Korea Selatan. Nyonya Park selalu meminta ommonie untuk memasak
setiap kali keluarga Park mengadakan pesta atau pertemuan-pertemuan bisnis yang
penting karena ommonie adalah seorang koki di sebuah restoran untuk makanan
tradisional Korea sebelum bertemu dengan Abeoji. Dan Yoon sering mengikuti
setiap kali ommonie memasak di acara keluarga Park. Karena itulah, ia dan Bok
telah akrab sejak kecil. Bahkan, Yoon dan saudara-saudaranya bisa bersekolah di
sekolah-sekolah elit Korea Selatan juga karena persahabatan di antara ommonie
dan Nyonya Park. Dan persahabatan yang terjalin selama belasan tahun hingga
saat ini membuat Yoon tahu benar watak Bok sebagaimana Bok sendiri yang sangat
hafal di luar kepala seluruh kebiasaan Yoon hingga sudut-sudut tersembunyi yang
tak di ketahui oleh siapapun selain Yoon sendiri. Namun, seringkali, Yoon kaget
setiap kali Bok memberinya pertanyaan yang asal bunyi. Seperti sekarang.
“Kau
tidak punya pertanyaan lain?” jawab Yoon singkat dan bersiap kembali ke layar
laptopnya, namun, sebuah jari gemuk terlihat bergerak dan menangkupkan notebook
hitam di pangkuan Yoon.
“Bok!...aku
punya banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan. Singkirkan jarimu itu” protes
Yoon sambil menatap sahabatnya.
Bok
nyengir dan menggeleng.
“Tidak
sampai kau menjawab pertanyaanku” jawab Bok.
“Dasar
Tuan Muda” Yoon mendesah. Lalu, dengan sekali tepis, jari gemuk Bok berhasil disingkirkannya
dari permukaan notebook. Lalu, sambil meraih tas ranselnya, Yoon bangkit
berdiri dan mulai berjalan menuju pintu keluar dari sisi deretan kursi yang
berbeda. Bok segera bangkit berdiri dan berusaha mengejar Yoon namun, tubuhnya
yang super gemuk membuat gerak tubuhnya tidak lincah. Beberapa kursi yang
terhantam gerakan tubuhnya mengeluarkan suara berderit gaduh membuat Yoon mau
tak mau menoleh ke arah Bok dan menggelengkan kepalanya.
Bok
memandang ke arah Yoon dan nyengir. Sekali lagi.
“Sorry….tak
sengaja” katanya sambil kembali bergerak ke arah Yoon. Kali ini, Bok berhasil
menyusul Yoon karena sang asisten dosen berdiri menunggunya di pintu kelas.
“Okay…sekarang
jawab pertanyaanku” ujar Bok saat sampai di sisi Yoon.
“Sekarang
aku mau ke kelas Desain Program. Sebentar lagi mulai” jawab Yoon dan melangkah
keluar kelas. Bok mengikuti di belakangnya. Beberapa mahasiswi terlihat masih
bergerombol di sepanjang lorong, berbincang dan tertawa. Namun, segera, begitu
melihat Yoon, mahasiswi-mahasiswi itu berlari mendekat.
“Oppa…bisakah
Oppa membantuku menyelesaikan tugas dari Profesor Bae? Itu sulit sekali dan
kepalaku sudah hampir pecah karenanya. Please Oppa..” rengek satu mahasiswi
berwajah cantik dengan rambut merah jagung. Tangannya terulur dan memegang
lengan Yoon.
Yoon
tersenyum, jemarinya melepaskan tangan lentik si rambut merah dengan halus.
“Sudah
dapat file panduan yang kemarin dibagikan?” tanya Yoon sambil menatap gadis di
depannya.
“Yeah…tapi
aku belum membacanya” jawab gadis itu dengan jujur.
“Kalau
begitu mulailah dibuka dan dibaca baik-baik. Jika nanti masih kesulitan baru
boleh bertanya…okay?” jawab Yoon sambil mulai melangkah setelah melambaikan
tangannya pada si rambut merah jagung. Si gadis berlari berusaha mendapatkan
Yoon, namun, beberapa mahasiswi lain segera merangsek maju ke arah Yoon
sehingga menutupi jalannya. Gadis itu merengut dan menghentakkan kakinya yang
mungil berhias sepatu merah ke lantai keramik.
“Yoon
Oppa….tapi membacanya juga sangat sulit. Aku hanya melihat wajah Oppa di layar
notebook, tak ada satu hurufpun yang terlihat. Oppa!...Yoon Oppa!....Aishhhh!”
sungut gadis berambut merah dengan kesal bercampur gemas.
Bok
menoleh ke arah gadis berambut jagung dan melemparkan senyum miringnya yang jahil
sebelum kemudian melenggang mengikuti Yoon. Gadis berambut merah semakin
cemberut saat melihat senyum Bok.
“Oppa…bisakah
Oppa memberiku nilai F lagi di ujian semester nanti? Jadi, aku masih akan
tinggal di kelas Profesor Bae dan bertemu dengan Yoon Oppa. Bisakah?” tanya
gadis berambut hitam sepanjang punggung sambil mendekap notebook hijau
mungilnya. Dua gadis lain, yang satu berambut keriting ikal dan yang ketiga
berambut pendek mengangguk-angguk setuju.
“Benar
Oppa…berikan nilai F juga padaku, aku sangat suka kelas Profesor Bae” sambung
adis berambut ikal.
“Benar…aku
juga” gadis berambut pendek tak mau kalah. “Kelas Profesor Bae sangat
menyenangkan”.
“Tidak
masalah. Tapi semester depan, kalian harus bekerja lebih berat karena aku tidak
bisa membantu kalian lagi” jawab Yoon sambil melangkah. Ketiga gadis di sisi
kiri dan kanannya turut melangkah menjajari sang asisten dosen.
“Tidak
bisa? Kenapa tidak bisa Oppa?” tanya gadis berambut panjang sambil menelengkan
kepalanya, menatap ke arah wajah Yoon.
“Karena
untuk semester depan, giliran Kevin Young yang menjadi asisten Profesor Bae”
sahut Yoon kalem. Satu matanya mengedip ke arah si gadis berambut hitam sebelum
kemudian, kakinya melenggang pergi
meninggalkan tiga mahasiswi yang terpana.
“Kevin
Young Oppa? Kevin Oppa? Si bomber yang sangat galak itu? Ah…tidaaaaak! Yoon
Oppa…jangan beri kami nilai F!...buat kami lulus! Yoon Oppa!” teriak gadis
berambut ikal yang di sahuti dua temannya.
Bok
kembali melempar senyum miring jahilnya saat melewati tiga gadis yang terlihat
panik dan berusaha mengejar Yoon yang telah keluar dari pintu gedung. Dua jari
tangannya terkembang, menunjuk dua matanya sendiri lalu mengarahkan dua jari
itu ke arah tiga gadis yang seketika berhenti mengejar saat melihat Bok. Itu
adalah isyarat “Aku mengawasi kalian” yang biasa di berikan oleh Bok pada
penghuni kampus yang bertingkah berlebihan. Dan itu bukan symbol sembarangan.
Bisa dikatakan itu adalah semacam sinyal peringatan. Dan semua penghuni kampus
telah memahami hal itu.
Sementara
Yoon telah sampai di halaman depan kampus jurusan IT. Halaman yang berpaving
rapat dan rata dengan keindahan taman bunga di setiap sisi jalan. Sekilas,
halaman dengan model paving seperti itu mengingatkan siapapun yang melihatnya
pada jalan-jalan di Negara Jerman. Hal yang tak biasa terlihat di Korea
Selatan. Namun, desain yang berbeda itu seolah menjadi symbol dari
ke-ekslusivan kampus yang terkenal dengan jurusan IT-nya tersebut. Rumpun bunga
camellia terlihat tegar sebagai pagar pembatas bagian terluar taman sementara
sebuah kolam berair mancur buatan yang indah membentuk aliran sungai kecil yang
menembus di bawah lantai halaman dengan paving kaca yang tembus pandang membuat
siapapun yang melangkah di atasnya seolah tengah berjalan di atas sungai yang
jernih.
Yoon
melangkah dengan cepat tanpa menoleh ke belakang sementara Bok terengah-engah
berusaha mengejar langkah kaki Yoon yang panjang.
“Yoon!...Hei!
apa kau mau membuatku kena serangan jantung he?!...Yoon..tunggu! aku tak bisa
berjalan cepat!” teriak Bok di belakang Yoon.
“Karena
itu seharusnya kau mulai berdiet dan kurangi lemakmu itu” teriak Yoon tanpa
menoleh ke belakang.
“Itu
mudah!.... Aku hanya butuh sedikit stimulasi….!..Lalu…..aku akan seseksi dirimu!”
jawab Bok. Tubuhnya nyaris terjungkal saat satu kakinya menabrak kaki yang
lain. “Tapi…bisakah kau berhenti sekarang?.... Demi aku? Aku kan satu-satunya
sahabat yang sangat baik padamu…ya kan?... Bahkan aku baru saja menyelamatkanmu
dari fans fanatik yang hampir membunuhmu di dalam tadi…. Apa kau sudah lupa?.....Yoon!”.
Yoon
memutar bola matanya mendengar rengekan Bok. Langkahnya seketika terhenti dan
tubuhnya berputar ke belakang. Dilihatnya Bok yang sempoyongan dengan tubuh
super gemuknya yang telah basah kuyup.
“Nah…akhirnya….kau
berhenti” ujar Bok saat sampai di sisi Yoon. Satu tangannya berpegang pada bahu
Yoon sementara tubuhnya sedikit membungkuk untuk mengatur nafasnya yang hampir
putus.
“Kau
tak pernah mendengar apa yang kukatakan. Sudah berapa kali aku bilang, kurangi
makanmu dan mulailah berdiet” Yoon nyaris menggerutu. Namun, tak urung, ia
kasihan juga melihat sahabatnya yang hampir kehabisan nafas hanya karena
mengejar langkahnya sementara ia sendiri tak merasa lelah ataupun
terengah-engah. “Apa kau mau mati muda sebelum bertemu dengan pacarmu?”.
“Aku
tidak butuh pacar…aku hanya ingin makan dan….bersahabat denganmu” jawab Bok
yang mulai bisa mengatur nafasnya. Tubuhnya telah kembali tegak namun keringat
masih deras mengalir di wajahnya yang berubah memerah. Sebenarnya, Bok
sangatlah tampan dengan senyum yang hangat dan familier, namun sayang, timbunan
lemak telah mengubur keindahan Park Shi Hoon yang mestinya menjadi seorang
pangeran tampan mempesona pewaris kerajaan transportasi dan sekian banyak
perusahaan.
Yoon
mendongakkan wajah sementara satu tangannya terangkat dengan ekspresi menyerah.
Selalu jawaban yang sama setiap kali ia mengungkit masalah diet dan penurunan
berat badan pada Bok. Ia telah mendengar kalimat itu puluhan atau bahkan
ratusan kali sepanjang umur persahabatan mereka.
“Aku
harus segera masuk ke kelas Profesor Ryu. Ada ujian hari ini” jawab Yoon tanpa
menghiraukan ucapan Bok yang telah dihafalnya di luar kepala itu.
“Eh…tunggu.
Aku dengar, ujian hari ini dibatalkan” jawab Bok sambil memegang lengan Yoon
yang bersiap pergi. Beberapa mahasiswa yang melintas di depan mereka menyapa
dan membungkuk hormat di depan Bok tanpa sedikitpun dihiraukan oleh sang
pewaris tahta tersebut.
“Apa?!
Kenapa? Bagaimana kau tahu?” Yoon terperanjat.
Bok
mengangkat bahunya yang penuh lemak.
“Aku
tidak tahu. Hanya saja, aku mendengar bahwa Profesor Ryu di panggil
oleh….pemegang saham terbesar…karena ada proyek penting atau apapun. Aku tidak
begitu tahu. Yang jelas, Profesor Ryu ke
Belanda tadi pagi-pagi sekali, mungkin besok atau lusa baru kembali” jawab Bok.
Yoon
terpekur. Pemegang saham terbesar universitas adalah Tuan Park, ayah Bok.
“Ah!….dan
kau baru memberitahuku sekarang?” tanya Yoon sambil menatap Bok.
“Aku
terpeleset di kolam renang kemarin malam dan ponselku basah…sorry. Aku mencoba menelponmu tapi ahjussi
mengatakan bahwa kau sudah tidur” jawab Bok sambil mengerjab-kerjabkan dua
matanya dengan ekspresi memelas. “Bagaimana kalau sekarang kita ke rumahku? Kau
sudah berjanji mau memperbaiki komputerku kan?”
Yoon
mendesah. Ia tak ada jadwal lagi setelah selesai dengan kelas Profesor Bae dan
Profesor Ryu. Jadi, memang sudah seharusnya ia pergi ke rumah Bok dan memperbaiki computer
sahabatnya itu.
“Oke..”
Yoon mengangkat bahu. Senyumnya terkembang. “Bawa aku ke rumahmu”.
Bok
nyengir. Tangannya menunjuk ke arah berlawanan dengan arah langkah mereka
sebelumnya. “Lewat sini”.
“Ke
sana? Tapi tempat parkir bukan di sana” Yoon menelengkan kepalanya pada dua
arah yang berlawanan beberapa kali.
“Benar,
tapi mobil kita tidak di tempat parkir” Bok tersenyum miring. “Kuparkir di sisi
gedung tadi. Maksudku agar kita mudah mengambilnya dan tak perlu berjalan jauh
ke tempat parkir”.
“Terserahlah.
Kau memang bisa bisa melakukan apapun yang kau mau” jawab Yoon sambil berbalik
langkah ke arah yang ditunjuk oleh Bok.
“Memang…karena
itulah aku menjadi sahabatmu. Aku akan sangat berguna untukmu…kau tahu itu
kan?” ujar Bok sambil mensejajari langkah Yoon yang kali ini tak lagi terlalu
cepat.
Yoon
mendengus tanpa kata meskipun dalam hati ia mesti mengakui hal itu. Keberadaannya
sebagai sahabat Bok sedikit banyak memang memberikan keuntungan padanya. Bukan
hanya padanya, melainkan juga pada keluarganya. Terutama setelah Ommonie wafat
saat melahirkan Seon, adiknya. Bisa dikatakan, keluarga Park-lah yang telah
menopang kelanjutan pendidikannya dan dua saudaranya yang lain. Penghasilan
Abeoji sebagai penjual makanan tradisional dan snack khas korea tidak seberapa,
benar-benar tak cukup untuk membiayai kuliah yang sangat mahal di universitas
ternama dengan jurusan paling elit di Korea Selatan ini. Belum lagi, biaya
sekolah Seon di sekolah lanjutan pertama yang juga merupakan SMP favorite.
Kakaknya, Han memilih untuk tidak
kuliah. Kakak yang dulu sangat akrab dengannya itu kini memilih untuk tinggal
dan bergaul dengan kelompok geng motor. Sangat jarang pulang ke rumah meski
Yoon telah berkali-kali menyusul kakaknya dan menyuruhnya untuk pulang. Ada
saatnya, Yoon merasa sangat tak nyaman dengan kenyataan bahwa keluarga Park
telah banyak menopang keluarganya terutama dari segi pendidikan. Dalam hati,
Yoon berharap bahwa ia akan bisa memperoleh pekerjaan yang layak setelah lulus
nanti agar bisa membantu Abeoji membiayai kuliah Seon. Setidaknya, untuk kuliah
Seon, Yoon berharap keluarganya tidak akan lagi bergantung pada keluarga Park.
Karena itulah, Yoon selalu giat belajar agar bisa lulus secepatnya dan mendapat
kerja dengan gaji yang tinggi. Penghasilan seorang programmer komputer di Korea
Selatan sangatlah lumayan untuk hidup.
“Nah…kita
sudah sampai” ujar Bok tiba-tiba menyadarkan Yoon dari lamunan sesaatnya.
Kedua
mata Yoon terbelalak menatap sebuah mobil berwarna perak di depan mereka.
Indah, anggun, berkilat dan jelas terlihat sangat mahal. Terparkir di sisi
gedung sementara banyak mahasiswa berdiri memperhatikan mobil mewah tersebut
dengan tatapan memancarkan kekaguman. “Porsche? Indah sekali. Sejak kapan
mobilmu berubah menjadi Porsche?”.
“Hadiah
dari orang-orang yang ingin bergabung dengan grup” Bok menjelaskan sambil
tersenyum miring. Satu tangannya yang gemuk bergerak merogoh ke dalam saku
celana panjang parasut lebarnya, mengambil sesuatu lalu melemparkan benda yang
baru diambilnya ke arah Yoon. “Kupikir lumayan keren, jadi kupakai saja.
Nah…kau yang pegang kemudi”.
Yoon
menangkap kunci mobil yang di lemparkan oleh Bok dengan tangan kanannya.
“Ya!..ini kan mobilmu? Kenapa aku yang mengemudi?”.
Bok
mengangkat bahunya. “Kau sendiri yang bilang, mobil ini sangat indah. Kau
pikir…apa yang akan dipikirkan semua orang jika aku yang mengemudi? Pasti aku
akan terlihat seperti seekor gajah di atas baby walker kan? Tapi…kalau kau yang
memegang kemudi, maka akan semakin indah. Betul kan?”
Yoon
melongo mendengar ungkapan yang terdengar sangat polos dari mulut Bok. Lalu,
tawanya mengalir dari mulut dengan ringan.
“Karena
itu sebaiknya kau diet. Agar kau bisa mengemudikan mobilmu sendiri” ujar Yoon
sambil melangkah ke arah mobil dan bersiap membuka pintu sementara Bok telah
berdiri di sisi lain mobil, tepat pada pintu penumpang.
“Berikan
ranselmu padaku. Biar aku yang membawanya. Lagipula, aku tahu di dalamnya ada
sesuatu yang menjadi jatahku” ujar Bok sambil mengulurkan tangan kanannya.
“Apa?”
tanya Yoon sambil mengulurkan notebook dan ranselnya pada Bok.
Bok
tak menjawab, namun tangan kanannya segera masuk ke dalam ransel dan
merogoh-rogoh sesuatu, lalu, tak sampai lima menit tangan dengan jemari segemuk
sosis hot dog itu telah keluar kembali sambil menggenggam sebuah benda. Kotak
makan siang dari Min Jung. Yoon segera mengerti dan kepalanya menggeleng heran.
Ia telah dengan snegaja menyembunyikan kotak makan siang itu di dalam ransel
agar tak ditemukan oleh Bok. Bukan karena ia pelit – semua makan siang yang
diberikan oleh Min Jung selalu Bok yang memakannya – melainkan karena
bagaimanapun, Yoon selalu ngeri setiap kali melihat tubuh Bok yang semakin hari
semakin mengembang seperti adonan roti gandum yang diberi banyak ragi.
Terlebih, Bok adalah satu-satunya anak yang dimiliki oleh Park Ahjussi dan
Ahjumma serta merupakan pewaris tunggal mereka. Apa jadinya kalau sampai
terjadi hal buruk pada Bok karena tubuhnya yang tergilas obesitas?.
“Nah..sementara
kau menyetir, aku akan menikmati makan siangku” ucap Bok dengan wajah berbinar
ceria sambil mengacungkan kotak makan siang dari Min Jung.
“Bok…tolong
dengarkan aku sekali saja. Nasi itu dimasak dengan lemak. Kau benar-benar ingin
membuat jantungmu meledak?” Yoon melotot ke arah Bok.
“Tidak
akan terjadi apapun padaku. Tidak selama kau masih menjadi sahabatku” sahut Bok
sambil membuka pintu penumpang di depannya dan bersiap untuk masuk ke dalam mobil.
Yoon
mencebikkan bibirnya mendengar ucapan Bok. Itupun, ia sudah hapal di luar
kepala. Rayuan khas Bok bila menginginkan sesuatu darinya. Tangannya terulur ke
depan dan membuka pintu kemudi Porsche silver lalu bersiap untuk masuk ke
dalamnya.
Namun…
“Oppa!....Oppa
tunggu! Kim Yoon Lu Oppa!” sebuah suara teriakan terdengar melengking mencegah
jemari Yoon menekan tombol start power mobil. Darikaca spion didepannya, ia melihat
seorang gadis kecil yang melaju dengan sepeda mini pink. Rambut yang diikat di
kiri kanan kepala terlihat berkibar menunjukkan bahwa gadis itu telah mengayuh
sepedanya dengan kencang. Wajahnya yang cantik berbinar seperti bintang pagi,
dengan sepasang mata bening seperti dua butir permata yang tertanam dengan pas
di wajahnya yang seputih mutiara. Dan Yoon, tak pernah sanggup untuk menolak
apapun yang diinginkan setiap kali pemilik dua butir permata itu menatapnya
dengan binar-binar pengharapan saat menginginkan sesuatu. Sepasang mata sejernih
embun pagi yang membuat Yoon selalu terpacu untuk segera lulus dari kuliah dan
memperoleh pekerjaan dengan gaji yang layak agar ia bisa memenuhi setiap
permintaan yang diungkapkannya dengan nada manja sambil melendot di tubuhnya.
Kim Seon Lu, adik perempuannya yang baru berumur dua belas tahun dengan
kecantikan yang sering membuat Yoon pusing untuk melindunginya dari keisengan
anak-anak lelaki puber di sekolah Seon. Tapi, kecantikan yang sangat jernih itu
kini terlihat keruh.
Yoon
menoleh ke belakang dengan kening
berkerut. Melihat adiknya yang segera melompat dari sepeda setelah
meletakkan sepedanya di lantai halaman gedung begitu saja. Beberapa mahasiswa
yang masih berada di sekitar gedung kampus terlihat menoleh dan menatap ke arah
Seon dan mulai berbisik-bisik dengan mata mereka yang bersinar menilai. Yoon
memutar bola matanya saat memergoki pandangan-pandangan kagum tersebut. Tentu
saja. Para mahasiswa itu juga laki-laki. Yoon sudah terbiasa menemukan
pandangan menilai dan penuh minat seperti itu saat ia membawa Seon untuk
bersepeda di taman kota.
“Oppa!”
teriak Seon keras saat ia telah sampai tepat di belakang Porsche silver membuat
Bok yang tengah menyuap nasi hitam dari kotak makan siang Min Jung kaget dan
seketika tersedak. Sebagian nasi hitam muncrat dari mulutnya membuat permukaan
bibinya berlepotan nasi hitam. Kepala Bok berputar ke belakang dengan ekspresi
marah, namun saat ia melihat gadis kecil yang berdiri dengan ekspresi gelisah
di belakang mobil, mulut yang berlepotan nasi hitam itu segera menganga dengan
lebar.
“Woaaaah….!
Bidadari!” seru Bok tanpa sadar. Sepasang mata indah Seon sedikit mengerling ke
arah Bok dan segera ekspresi mengerenyit jijik muncul di dahinya yang halus dan
mulus. Namun, Bok seperti tak melihat hal itu. Justru di matanya, seolah Seon
tengah tersenyum dengan begitu indahnya. Dan hanya untuknya. Yoon sama sekali
tak ada.
“Ada
apa? Kenapa kau gugup begitu?” tanya Yoon sambil menatap adiknya.
“Oppa!
Cepatlah pulang….cepat pulang!” seru Seon sambil berlari mendekat ke arah Yoon
dan kini ia berdiri di sisi pintu kemudi.
“Oppa
harus ke rumah Bok untuk memperbaiki komputernya. Ada apa? Nanti Oppa akan
pulang setelah selesai dengan komputer Bok” jawab Yoon lembut.
“Oppa!
Oppa harus pulang sekarang!....orang-orang itu mau membawa Abeoji ke kantor
polisi!” jerit Seon yang mulai menangis membuat Yoon seketika terperanjat.
“Ke
kantor polisi? Kenapa? Siapa mereka?” tanya Yoon beruntun sambil membuka pintu
mobil dan berdiri di depan Seon. Sepasang matanya menatap Seon tajam. “Cepat
katakan!”.
“Orang-orang
dari bank…dan juga beberapa polisi dan masih ada lagi tapi aku tidak tahu siapa
dia. Tiba-tiba mereka datang ke toko dan meminta Abeoji untuk melunasi hutang
yang ada di bank karena sudah jatuh tempo. Tapi Abeoji menolak karena tidak
merasa mengambil hutang atau kredit apapun dari bank. Orang-orang itu merusak
toko dan menyeret Abeoji keluar. Lalu aku pergi mencari Oppaaa” tutur Seon
dalam tangisnya.
Yoon
tertegun. Setiap kalimat penjelasan yang diucapkan oleh Seon terdengar seperti
petir di telinganya. Hutang dari bank? Abeoji mendapat tagihan kredit dari
bank? Sejak kapan Abeoji punya hutang? Dan kenapa? Bagaimana mungkin sampai ada
polisi yang datang ke toko? Jika sampai ada polisi, maka itu hanya
menggambarkan satu kemungkinan. Hutang di bank itu, pasti sangat besar. Dan lagi
pula, selama ini, ia yang selalu membantu Abeoji mengurusi toko snack dan
masakan tradisional mereka sejak Ommonie meninggal hampir tiga belas tahun yang
lalu saat melahirkan Seon. Ia juga yang selalu menangani pembukuan keuangan
toko yang menjadi sumber penghidupan mereka dan setahu Yoo, meskipun tidak
banyak, tapi toko selalu memperoleh keuntungan. Bahkan di hari yang paling sepi
sekalipun, mereka selalu mendapatkan pembeli dan belum pernah merugi ataupun
membuang sisa makanan dan snack yang tidak terbeli. Lalu, darimana datangnya
tagihan hutang itu? Mengapa Abeoji tak pernah memberitahu bahwa ia mengambil
hutang dari bank? Bukankah selama ini, Abeoji selalu berterus terang padanya
dalam hal apapun?
“Oppa!...cepatlah!
saat ini mereka sedang menyeret Abeoji keluar dan beberapa orang
memukulnya!...Cepatlah Oppa!” teriak Seon sambil mengguncang lengan Yoon
membuat pemuda itu tersentak. Lalu, bagaikan anak panah terlepas dari busurnya,
Yoon segera melesat dan bagaikan terlupa pada semua orang dan hal di sekitarnya,
tubuh yang tinggi gagah dengan wajah rupawan itu telah berlari, meninggalkan
Seon yang segera menegakkan sepeda lalu mengayuhnya dengan cepat, menyusul sang
kakak dengan tangis yang berhamburan dari dua matanya yang indah dan Bok yang
terpaku di dalam mobilnya. Kotak makan siang Min Jung terlepas dari genggaman
jemari gemuk Bok dan isinya berserakan di lantai mobil. Apa yang didengarnya
membuat sang pewaris kerajaan transportasi itu benar-benar terpana. Keluarga
Kim Lu sudah seperti keluarganya sendiri. Ia telah sangat akrab dengan Kim
Ahjussi, ayah Yoon dan Lu Ahjumma, ibu Yoon. Dan setahunya, keluarga Kim belum
pernah mengalami kebangkrutan dalam usaha toko makanan tradisional mereka.
Tidak mungkin karena Bok yakin, orangtuanya tak akan membiarkan hal itu
terjadi. Terutama Ommonie yang telah bersahabat sangat erat dengan Lu Ahjumma
hingga seperti dua saudari. Lalu, kenapa sampai ada tagihan dari bank? Bahkan
dengan membawa serta polisi?
Bok
tersentak saat ia teringat kata polisi yang di ucapkan oleh Seon dan bagaikan
tersadar dari tidur sesaat, tubuh gemuk penuh lemak itu segera bergeser ke
bagian kemudi, menyalakan mobil dan memutar Porsche Silver itu dengan gerak
menyentak menimbulkan suara decit ban yang keras dan mengagetkan orang-orang di
sekitar gedung kampus IT. Lalu, hanya seperempat detik kemudian, mobil sport
mewah itu telah melesat cepat ke arah menghilangnya Yoon dan Seon.
Sementara
Yoon terus berlari bagaikan lupa diri. Jarak antara kampus dengan rumah lumayan
jauh, tetapi, mendengar bahwa Abeojitelah di seret dan di pukul membuat Yoon
lupa pada bentangan jarak tersebut. Siapa mereka? Siapa yang berani memukul
Abeoji-nya di saat ia masih hidup? Berani betul dia! Berani betul orang-orang
itu memukul orangtuanya yang tinggal satu-satunya!. Kemarahan terasa membakar
jantung Yoon…mendidih hingga ke ubun-ubun, masih di tambah dengan
pertanyaan-pertanyaan tentang hutang yang tak pernah diketahuinya yang datang
susul menyusul memenuhi dan menyesakkan ruang kepalanya hingga sudut-sudut
terkecil. Yoon merasa pening tapi, jantungnya yang menghentak dalam kemarahan
membuat kakinya tak sudi berhenti dan terus berlari semakin cepat dan semakin
cepat melintasi jalan raya kota Seoul yang ramai.
“Oppa!...Oppa!
tunggu Seon!....Oppa!” teriak Seon beberapa meter di belakang Yoon.
Namun,
Yoon seolah tak mendengar teriakan adiknya. Sepasang matanya tajam menatap ke
depan. Sekali, tubuhnya nyaris tersambar mobil yang melintas cepat di jalan
raya kota Seoul yang padat. Sementara, berpuluh pasang mata sempat menatap
pemuda yang berlari bagaikan lupa diri dengan seorang gadis kecil yang mengejar
dengan sepeda di belakangnya. Beberapa orang terlihat menggelengkan kepalanya.
“Naiklah!”
sebuah Porsche yang berhenti mendadak di depan Yoon membuat pemuda itu seketika
berhenti dengan kaget. Namun, hanya sedetik, karena detik berikutnya, tubuh
Yoon telah melompat masuk ke dalam mobil dan mobil sport mewah itupun melesat
cepat. Seon segera mengayuh sepedanya lebih cepat dan bahkan, pada beberapa
gang, gadis itu segera membelokkan sepedanya menyusuri jalan pintas yang lebih
cepat.
“Tenanglah….Yoon!”
ucap Bok sambil mengendalikan laju mobil yang berpacu sangat cepat. Tampaknya,
Bok sendiri tak peduli jika ia akan terkena tilang polisi lalu lintas karena
mengebut.
“Mereka
memukul Abeoji!” teriak Yoon.
“Kita
cari tahu dulu permasalahannya!” balas Bok. “Baru kita bertindak!”.
Yoon
mengepalkan dua tangannya. Dan bahkan kemudian, tangan kanannya melayang,
memukul dasbord mobil dengan keras.
“Bagus!
Ungkapkan marahmu sekarang…dan kita akan
berkepala dingin saat berhadapn dengan mereka” ucap Bok. Kakinya
menginjak pedal rem sejenak, lalu, mobil Porsche itupun berbelok di gang
terakhir menuju rumah keluarga Kim. Toko makanan tradisional itu, ada di
sebelahnya. Dari jauh, Bok telah dapat melihat kerumunan orang-orang yang
berdiri di depan toko. Kursi-kursi dan meja yang berhamburan, polisi-polisi
yang berdiri dengan siaga, orang-orang berpakaian perlente dengan jas mereka
yang pasti orang-orang dari bank serta makanan dan snack yang tertumpah dan
berserakandilantai, bersama dengan piring-piring saji kecil, gelas-gelas
plastik, sumpit dan garpu. Keadaan terlihat sangat kacau.
Dan
Yoon melihatnya juga. Separah apa kejadian yang tengah menimpa keluarganya.
************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar