Rabu, 29 April 2015

Straight - Episode 4 ( Bagian Tiga )


Ruang yang sangat luas dan terbuka. Terdapat kolam berair hijau jernih dengan ikan-ikan koi merah yang membatasi ruang terbuka itu dengan tembok pembatas istana. Bunga-bunga dengan aneka warna bertebaran dalam guci-guci keramik besar yang berfungsi sebagai pot diselingi berbagai jenis bonsai dengan bentuk yang sangat indah dan bernilai seni sangat tinggi. Banyak orang telah berkumpul di ruang terbuka yang terletak di sisi dapur kerajaan tersebut. Tepat di tengah taman terdapat sebuah rumah panggung kecil yang sangat indah dengan atap kayu berukir. Kaisar Hongwu terlihat duduk di dalam rumah panggung tersebut. Pakaian kebesaran raja yang di dominasi warna kuning terang bersulam benang emas membuat keagungan raja besar tersebut semakin kentara. Di sisi kiri Kaisar Ming Tai Zhu terlihat duduk Permaisuri Ma dengan kecantikan yang bersinar. Butir-butir mutiara yang menghiasi sanggulnya terlihat berkilau, dengan tusuk konde permata yang memendarkan cahaya matahari pagi. Di sisi sebelah kanan Kaisar Ming Tai Zhu terlihat duduk empat pangeran dalam busana yang indah dan cemerlang. Tepat di sisi Sang Kaisar, adalah sang putra mahkota, Pangeran Zhu Biao yang merupakan putra tertua Kaisar Hongwu. Di sisi Pangeran Zhu Biao adalah pangeran kedua yang bernama Pangeran Zhu Shuang, lalu di lanjutkan Pangeran Zhu Gang yang merupakan pangeran ketiga dan duduk paling ujung adalah Pangeran Zhu Di yang terlihat jauh lebih segar dan gembira. Mengenakan pakaian kebesaran berwarna hijau lumut dengan sulaman benang emas sebagai seorang putra termuda raja besar membuat Pangeran Zhu Di terlihat sangat cerah dan tampan. Di sekitar rumah panggung, pada tempat yang lebih rendah, telah duduk dengan rapi para menteri dan pejabat-pejabat kerajaan. Kesemuanya mengenakan pakaian yang indah sesuai dengan jabatan mereka. Jenderal Lan Yu duduk bersebelahan dengan menteri dari Kementerian Pertahanan sementara tak jauh dari tempatnya duduk, terlihat Lan Fengyin dan saudara-saudaranya duduk dalam deretan keluarga pejabat kerajaan. Di sisi sebelah kanan, agak jauh dari Jenderal Lan Yu, terlihat duduk dengan tenang Jenderal Chang Yu Chun yang sangat jarang terlihat di lingkungan istana karena ketugasannya di distrik pelatihan prajurit wilayah timur, tepat di sisi perbatasan. Hari ini, Jenderal Chang Yu Chun menyempatkan diri untuk datang setelah ia menerima surat perintah dari Kaisar untuk mengikutsertakan seluruh juru masak di rumahnya dalam acara sayembara yang diadakan untuk mencari kesembuhan bagi Pangeran Zhu Di yang tengah sakit. Jelas terlihat, tak ada sedikitpun tegur sapa diantara Jenderal Ln Yu maupun Jenderal Chang Yu Chun meski keduanya beberapa kali sempat bertemu. Sesekali, Jenderal Chang Yu Chun menoleh ke arah satu bantal duduk tepat di bawah rumah panggung yang terletak paling dekat dengan Kaisar Ming Tai Zhu. Bantal duduk itu terlihat kosong. Dan Jenderal Chang Yu Chun tahu, itu adalah tempat duduk Sang Panglima Tertinggi Jenderal Xu Da. Ia telah mendengar kabar perihal tertangkapnya beberapa mata-mata Mongol di daerah perbatasan dan Sang Panglima Tertinggi pasti segera datang untuk melihat dan memeriksa para mata-mata tersebut. Namun mengetahui bahwa sang jenderal besar yang sangat di hormatinya masih belum nampak meski sayembara akan dimulai sesaat lagi, sungguh telah membuat hati Jenderal Chang Yu Chun gelisah. Apa yang terjadi di perbatasan? Adakah serangan baru dari sisa-sisa kekuatan Yuan yang bergabung dengan Mongol?. Perbatasan tempat di mana mata-mata dari Mongol tersebut tertangkap bukanlah daerah perbatasan dengan pertahanan yang kuat karena merupakan desa kecil di mana beberapa puluh penduduk tinggal dan bertani dengan kehidupan yang sangat sederhana. Jadi, jika ada serangan mendadak dari Mongol melalui desa kecil yang terpencil itu, maka Jenderal Xu Da pasti akan mengalami sedikit kesulitan untuk mengatasinya karena jumlah prajurit yang dibawa tak lebih dari dua ratus orang. Sementara ia sekarang berada di istana sehingga jika terjadi sesuatu, maka akan sangat sulit baginya untuk bisa mencapai tempat tersebut dan memberikan bantuan pada Jenderal Xu Da. Jenderal Chang Yu Chun menghela nafas panjang. Dalam hati berharap semoga saja Sang Panglima Tertinggi akan datang ke acara sayembara memasak ini. Seharusnya, juru masak di rumah Jenderal Xu Da juga mengikuti sayembara yang diadakan oleh Kaisar Ming Tai Zhu ini. Namun, Jenderal Chang Yu Chun tak melihat satupun juru masak dari rumah Sang Panglima Tertinggi di antara para juru masak yang kini tengah berdiri berjajar menunggu saat sayembara dimulai.
Apa yang terjadi? Tangan kanan Jenderal Chang Yu Chun mengepal kuat menahan kegelisahannya.
Sementara itu, prajurit-prajurit khusus penjaga raja bertebaran di sekitar rumah panggung dan seluruh taman pada sisi dan jarak yang beraturan. Tepat di tengah ruang terbuka tersebut, terdapat meja-meja kayu yang di tata beraturan. Pada masing-masing meja terdapat mangkuk-mangkuk porselin dalam berbagai ukuran. Semuanya ditata dengan rapi. Sementara beberapa nampan yang terbuat dari kayu diletakkan pada jarak yang beraturan. Di atas setiap nampan terdapat berbagai bahan makanan yang siap di masak. Sayuran hijau segar dari berbagai jenis, buah, akar dan umbi, daging, ikan, hingga cawan-cawan kecil berisi berbagai bumbu dan kecap. Pada sisi meja, terdapat tungku-tungku perapian berukuran kecil dan sedang. Kesemuanya tertata rapi dan siap digunakan.
Hari ini, adalah pelaksanaan sayembara memasak yang diadakan oleh Kaisar Hongwu untuk mencari siapapun juru masak istana yang dapat membuat Pangeran Zhu Di memakan masakan yang dibuat dan menyembuhkan sakit pangeran keempat tersebut.
Pada pinggir arena sayembara, telah berdiri para juru masak dari dapur kerajaan, dapur ratu dan selir, dapur rumah para menteri, dapur rumah para pejabat militer dan juru masak dari dapur para puteri. Kesemua juru masak mengenakan hanfu biru tua yang bersih, rapi dengan pelapis kain berwarna putih yang berfungsi sebagai celemek dan pelindung baju utama agar tidak kotor selama memasak.
Kaisar Ming Tai Zhu menatap beberapa pejabat menteri dan membisikkan sesuatu pada kasim yang bersiap beberapa langkah di belakangnya Itu adalah Kasim Liu, kasim kepercayaan Sang Kaisar yang selalu menyertai Kaisar kemanapun juga. Kasim Liu berumur sekitar enam puluh tahun namun masih terlihat gesit dan kuat. Hal lain tentang Kasim Liu adalah bahwa kasim tersebut merupakan paman dari Kasim Anta yang bertugas merawat dan mengasuh Sang Pangeran Keempat. Sang kasim mengangguk mengerti dan beringsut turun dari rumah panggung kemudian berdiri pada sisi bawah rumah panggung yang indah tersebut dan menatap para juru masak yang terlihat siap di pinggir arena.
“Para juru masak diperintahkan untuk memasuki arena sayembara!” teriak Kasim Liu dengan suara keras.
Hanya sedetik setelah Kasim Liu selesai mengucapkan kata-katanya, para juru masak yang berdiri di pinggir arena segera bergerak memasuki arena sayembara. Mereka berjalan dengan tertib dalam bentuk barisan dan segera menempati meja yang telah disiapkan. Sepuluh juru masak yang berjalan paling depan menempati deretan meja yang ditata paling depan. Sepuluh juru masak berikutnya menempati deretan meja nomor dua dari depan. Demikian seterusnya hingga seluruh juru masak yang semula berdiri di pinggir arena telah menempati setiap meja.
Kecuali satu meja di bagian paling belakang yang terlihat kosong.
Tak ada yang memperhatikan satu meja yang kosong tersebut kecuali pangeran keempat. Terlihat kepalanya menoleh ke sekeliling dengan alis berkerut seolah mencari sesuatu atau seseorang. Alisnya yang tebal indah berkerut. Lalu, ketika dilihatnya kasim raja kembali berjalan mendekati sang kaisar, Pangeran Zhu Di mulai gelisah.
“Yang Mulia, semua peserta telah memasuki ruang sayembara” lapor Kasim Liu pada Kaisar Hongwu.
Kaisar Zhu Yuanzhang mengangguk.
“Perintahkan para juru masak untuk memulai memasak. Sayembara di mulai” perintah sang raja besar.
Kasim Liu membungkukkan tubuhnya pada Kaisar Zhu. “Baik Yang Mulia”
“Tunggu!” teriak Pangeran Zhu Di membuat semua orang terkejut. Kasim Liu yang hendak melangkah kembali ke bagian bawah rumah panggung mengurungkan langkahnya dan membalikkan tubuhnya ke arah pangeran termuda tersebut lalu kembali membungkukkan tubuhnya ke arah pangeran keempat.
Kaisar Ming Tai Zhu menatap putranya dengan wajah berkerut penuh tanya sementara tiga pangeran lainnya di sisi Pangeran Zhu Di semuanya menoleh ke arah adik mereka. Demikian pula halnya dengan Permaisuri Ma.
“Ayahanda….Paman Xu Da belum datang. Bagaimana bisa sayembara di mulai?” Pangeran Zhu Di berkata dengan nada sedikit gelisah.
“Jenderal Xu Da sedang berada di perbatasan. Bagaimana mungkin akan datang dalam sayembara ini?” tanya Kaisar Ming Tai Zhu pada putranya.
“Tapi…juru masak dari rumah Paman Xu Da seharusnya juga mengikuti sayembara ini” jawab Pangeran Zhu Di dengan nada suara agak keras membuat sepasang alis indah sang ratu berkerut.
“Apakah juru masak di rumah Paman Xu Da mengetahui adanya sayembara ini Adik Zhu Di? Mungkin saja mereka tidak mengetahuinya sehingga tidak datang” tanya Pangeran mahkota Zhu Biao sambil memandang adiknya.
“Tidak Kakak! Mereka pasti tahu. Hamba telah memastikan agar semua juru masak di istana dan di rumah-rumah pejabat di sekitar istana semuanya mengetahui adanya sayembara ini. Bukankah mereka semua wajib mengikuti sayembara ini?” jawab Pangeran Zhu Di menjawab pertanyaan kakak tertuanya dengan cepat.
“Itu memang benar, tapi hari sudah mulai siang dan sayembara tidak bisa di tunda lebih lama. Lebih cepat selesai lebih baik. Masih banyak permasalahan lain yang harus diselesaikan dan bukan hanya mengurusi masalahmu saja” tegas Kaisar Ming Tai Zhu sambil menatap tajam ke arah putra keempatnya.
“Tapi Ayahanda…” Pangeran Zhu Di nyaris merengek pada sang ayah. Wajahnya terlihat berkerut gelisah. Hal yang segera tertangkap oleh pandang mata Permaisuri Ma Xiuying yang memandang putranya dengan naluri keibuannya.
“Perintahkan mereka untuk memulainya!” tegas suara Kaisar Ming Tai Zhu pada sang kasim yang berdiri menunggu.
“Baik Yang Mulia” Kasim Liu membungkukkan tubuhnya lalu berjalan ke bawah rumah panggung dan berdiri di tempat di mana ia bisa menghadap ke arah semua juru masak yang telah bersiap.
“Yang Mulia Kaisar memerintahkan kepada semua juru masak untuk mulai memasak!” teriak Kasim Liu yang segera disambut oleh para juru masak yang membungkuk ke arah panggung dengan gerak serempak.
“Perintah Yang Mulia Kaisar segera kami laksanakan!” jawab seluruh juru masak.
Kaisar Ming Tai Zhu mengangkat tangan kanannya sebagai isyarat pada seluruh juru masak.
Selanjutnya, seluruh juru masak mulai bergerak di meja masing-masing. Terlihat jelas kesibukan mereka. Setiap tangan bergerak dengan gesit dan cekatan memilah dan memilih bahan yang tersedia di atas meja. Suara pisau yang bergerak memotong sayur, buah dan akar terdengar riuh berirama diselingi suara berdetak pisau pemotong daging yang bergerak dalam tekanan tenaga dan gerak yang cepat. Aroma api yang menyala segera membubung memenuhi ruang arena sayembara.
Pangeran Zhu Di yang duduk di atas panggung menundukkan wajahnya yang berkerut gelisah. Sepasang matanya sekejab memejam rapat sementara kedua tangannya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.
“Kakak…Adik Chen….kenapa kalian tidak datang? Ada apa? Apakah kalian mengalami sesuatu? Apakah Paman Xu Da melarang kalian untuk datang? Tapi…itu tidak mungkin….tidak mungkin. Jika kalian tidak datang…jika Adik Chen tidak mengikuti sayembara ini, aku harus bagaimana? Bagaimana?” bisik Pangeran Zhu Di lemah. Tak ada seorangpun yang mendengar bisikan halus Pangeran Zhu Di, termasuk Pangeran Zu Gang yang duduk tepat di sisi sang pangeran keempat.
Para juru masak terlihat semakin sibuk. Sebagian dari mereka tampaknya telah selesai mempersiapkan sayur, ikan, daging, akar dan bahan-bahan lain yang akan dimasak. Sebagian yang lain justru telah mulai mengaduk masakan mereka dalam mangkuk besar ataupun guci di atas tungku yang menyala. Aroma harum dan sedap segera membubung tinggi memenuhi udara di seluruh ruang terbuka di halaman dapur kerajaan tersebut. Beberapa menteri dan pejabat kerajaan saling berbisik dengan wajah cerah. Jelas hari ini, mereka semua akan menyantap hidangan yang lezat sepuas-puasnya. Namun, sebagian menteri dan pejabat yang lain terlihat duduk dengan gelisah dan ketegangan jelas terlihat di wajah mereka. Sayembara ini dilakukan bukan semata untuk mencari juru masak yang bisa membuat pangeran keempat mau menyantap makanan yang dihidangkan, melainkan juga menyangkut nasib banyak orang. Bukan hanya para juru masak istana pangeran yang saat ini mendekam dalam penjara, melainkan juga nasib mereka semua. Jika, Pangeran Zhu Di tetap tak mau menyantap makanan dari salah satu juru masak yang hari ini mengikuti sayembara, maka sudah pasti mereka semua akan mendapat hukuman dari Kaisar Ming Tai Zhu. Bahkan para juru masak istana pangeran yang saat ini ada dalam penjara jelas akan mendapat hukuman mati. Bagi para menteri dan pejabat, hukuman terburuk yang bisa mereka bayangkan sudah jelas berupa penurunan pangkat dan jabatan. Atau justru dipecat dari jabatan mereka. Dan itu sangatlah buruk selain hukuman mati itu sendiri.
Permaisuri Ma Xiuying menoleh ke arah pangeran keempat. Wajahnya mengerutkan tanya.
“Pangeran Zhu Di, apakah Anda mengkhawatirkan sesuatu?” tanya sang ratu dengan senyumnya yang lembut.
Pangeran Zhu Di menoleh ke arah Permaisuri Ma. Tersenyum lalu menggeleng. “Ah tidak Ibu Ratu, hamba tidak mengkhawatirkan apapun”.
Permaisuri Ma tersenyum. Lalu mengangguk meski ia tahu, jawaban Pangeran Zhu Di tidaklah sesuai dengan kenyataan.
“Adik Zhu Di pasti sedang mengkhawatirkan hasil dari sayembara ini” ujar Pangeran mahkota Zhu Biao tiba-tiba membuat ketiga pangeran lain menoleh dan menatap ke arah kakak mereka. Pangeran Zhu Biao tersenyum. Tatapannya lurus ke depan, ke arah para juru masak yang tengah sibuk dengan kegiatan mereka. “Bagaimana jika nanti, tetap tak ada makanan yang disukainya? Apakah semua orang harus menanggung akibat karena pangeran keempat tak mau makan makanan yang dihidangkan di depannya?”.
Permaisuri Ma terkejut mendengar ucapan pangeran mahkota yang meski diucapkan secara halus namun terasa tajam. Ia telah lama tahu bahwa hubungan pangeran keempat dengan kakak-kakaknya terutama pangeran mahkota kurang harmonis. Pangeran Zhu Di bukanlah seorang anak yang sulit bergaul. Bahkan bisa dikatakan, justru Pangeran Zhu Di-lah yang memiliki teman paling banyak di antara saudara-saudaranya. Meskipun seringkali, tingkahnya yang banyak memberontak terhadap aturan membuat sang ratu, Kaisar Ming Tai Zhu, para kasim, dayang dan prajurit istana pusing namun tak dapat dipungkiri bahwa pangeran keempat adalah sebuah sinar yang terang di istana terutama di keluarga Kaisar Hongwu. Kecerdasan, ketangkasan dan wajahnya yang tampan paling menonjol di antara pangeran-pangeran yang lain. Sementara para pangeran lain masing-masing memiliki watak khas dan kebiasaan sendiri-sendiri. Akan halnya Pangeran Zhu Biao yang merupakan pangeran pertama dan putra mahkota justru terlihat tidak tertarik dunia ketangkasan dan keprajuritan sebagaimana Pangeran Zhu Di. Sang putra mahkota lebih menyukai dunia seni, membaca buku-buku sastra, sosial dan melakukan hak-hal yang aneh seperti menghilang dari lingkungan istana hanya untuk bergaul dengan rakyat di luar tembok istana, di pasar, di pedesaan, bahkan menonton pertunjukan rakyat. Selain itu, dalam beberapa hal, sang putra mahkota tampaknya tidak sejalan dengan Sang Kaisar sehingga seringkali terjadi pertengkaran di antara keduanya yang membuat Permaisuri Ma menjadi sangat sedih. Betapa jauh perbedaan di antara Pangeran Zhu Biao dengan Pangeran Zhu Di yang justru menjadi mutiara kebanggaan Sang Kaisar, seolah-olah semua yang di harapkan oleh Kaisar Ming Tai Zhu dari Pangeran Zhu Biao justru dipenuhi oleh Pangeran Zhu Di. Mungkin saja, hal-hal yang menjadi kelebihan pangeran keempat itulah yang telah menjauhkannya dari saudara-saudaranya, terutama Pangeran Mahkota Zhu Biao meskipun tampaknya, Pangeran Zhu Di sendiri tak terlalu memikirkan hal itu.
Hal lain yang aneh dalam pengamatan Permaisuri Ma adalah bahwa meskipun Pangeran Zhu Di seringkali melanggar aturan, namun banyak sekali orang yang menyukainya. Mulai dari pelayan, dayang, kasim, prajurit bahkan hingga Kaisar Ming Tai Zhu sendiri yang meski tak mengatakannya secara langsung namun dari sikap dan perhatian yang ditunjukkan, jelas terlihat bahwa sang kaisar sangat menyayangi pangeran keempatnya tersebut. Dan sayembara yang di adakan saat ini merupakan salah satu bukti betapa Pangeran Zhu Di memang memiliki tempat khusus di hati Kaisar Ming Tai Zhu.
“Kakak Zhu Biao, sepertinya, memang telah menjadi jalan bagi kita untuk lebih memberikan perhatian pada adik kecil kita” sambung Pangeran Zhu Shuang. Senyum manis tersungging di bibirnya. “Bukankah itu gunanya kakak atau saudara tua?”.
Pangeran Zhu Gang yang duduk di antara pangeran keempat dan pangeran kedua menggerakkan tangannya dan menepuk bahu adiknya sekilas. Senyum juga menghias bibirnya. Namun, berbeda dengan senyum di wajah Pangeran Zhu Biao yang terkesan agak sinis, senyum di bibir pangeran ketiga justru terlihat sejuk.
“Tapi, aku sangat yakin bahwa akhir dari sayembara ini akan sangat baik dan Adik Zhu Di akan kembali sehat seperti semula. Aku bisa merasakannya, jadi…Kakak Zhu Biao dan Kakak Zhu Shuang, mohon jangan terlalu khawatir” ujar Pangeran Zhu Gang pelan.
“Apakah kau bisa menjamin hal itu Adik Zhu Gang? Bagaimana kau bisa menjamin bahwa sayembara ini akan berhasil dengan baik?”tanya Pangeran Zhu Biao. Kepalanya sedikit berpaling ke samping dan menatap adiknya sekilas. Suaranya bergumam meski tetap saja terdengar hingga ke telinga Pangeran Zhu Di, membuat sang pangeran keempat semakin menunduk. “Begitu banyak nyawa yang dipertaruhkan dalam sayembara ini hanya untuk memenuhi kebutuhan satu orang. Menurutku ini sungguh tidak adil”.
Pangeran Zhu Gang menggeleng pelan. “Aku tidak memiliki apapun sebagai jaminan Kakak Zhu Biao. Tapi, dasar hatiku merasa sangat yakin bahwa hasil dari sayembara ini akan sangat baik, bukan hanya untuk Adik Zhu Di saja tapi juga untuk semua orang”.
“Hmm…bagaimana mungkin urusan nyawa yang begitu penting bisa berjalan hanya dengan berpijak pada sebuah kata dari dasar hati? Jika memang seperti itu, lalu, apa gunanya seseorang belajar begitu keras?” sahut Pangeran Zhu Biao sedikit mendengus. Namun, pandangannya kembali terarah ke depan, pada para juru masak yang beberapa di antaranya mulai menyelesaikan satu atau dua jenis masakan yang dibuatnya.
“Kakak Zhu Biao, Kakak Zhu Shuang….hamba telah melakukan kesalahan dan memberikan masalah bagi keluarga dan semua orang. Karena itu, hamba meminta maaf dengan kesungguhan dari hati hamba. Namun…seperti yang dikatakan oleh Kakak Zhu Gang, akhir dari sayembara ini seharusnya akan sangat baik bagi semua orang. Jika sampai nanti, hasil dari sayembara ini tidak dapat memberikan kebaikan bagi banyak orang, maka hamba sendirilah yang akan menanggung seluruh hukuman dari Yang Mulia Kaisar dan bukan orang lain” Pangeran Zhu Di tiba-tiba membuka suara membuat ketiga kakaknya serentak menoleh dan menatap pada pangeran termuda itu. Tak terkecuali Permaisuri Ma Xiuying. Sebuah rasa halus menelusup dalam hati sang ratu mendengar ucapan pangeran terkecil dalam keluarga raja tersebut. Satu lagi kelebihan Pangeran Zhu Di yang dapat dilihat oleh Permaisuri Ma adalah betapa pangeran berwajah tampan tersebut selalu bersikap hormat pada kakak-kakaknya meskipun seringkali, ia mendapat kata-kata yang tajam. Sikap hormat yang juga ditunjukkan pada Kaisar Ming Tai Zhu dengan cara selalu mendengarkan apa yang dikatakan oleh sang raja.
Pangeran Zhu Gang tersenyum dan menepuk bahu adiknya sementara Pangeran Zhu Biao hanya mendengus pelan lalu kembali menatap ke arah juru masak yang tengah sibuk dengan apapun menu yang akan mereka hidangkan.
Namun Pangeran Zhu Shuang mengerutkan alisnya dan masih menatap pangeran keempat.
“Kau terlihat sangat yakin Adik Zhu Di. Darimanakah keyakinanmu itu datang?” tanya Pangeran Zhu Shuang.
Pangeran keempat mengangguk dan tersenyum. “Benar Kakak, hamba sangat yakin karena…..”.
“Yang Mulia….para juru masak telah selesai dengan masakan mereka dan memohon ijin untuk menyajikan makanan” suara Kasim Liu memotong kalimat Pangeran Zhu Di membuat sang pangeran keempat terlihat terkejut dan menjadi semakin gelisah.
“Baiklah” sahut Kaisar Ming Tai Zhu. “Cepat sajikan”.
“Baik Yang Mulia” jawab Kasim Liu sambil membungkuk dalam sebelum kemudian berlalu dan berdiri menghadap para juru masak yang tampak telah selesai dengan masakan mereka. Beberapa juru masak terlihat masih sibuk membenahi apapun yang mereka masak sementara beberapa yang lain justru terlihat panik karena tampaknya, apa yang mereka masak tidak memberikan hasil seperti yang di harapkan.
“Yang Mulia Kaisar memerintahkan kepada para juru masak untuk segera menyajikan hasil masakan!” seru Kasim Liu dengan suara lantang.
Para juru masak yang tengah sibuk seketika berdiri siap dan membungkuk ke arah Sang kaisar di rumah panggung.
“Perintah Yang Mulia Kaisar segera kami laksanakan!” jawab para juru masak dengan suara serentak.
Pangeran Zhu Biao mengerutkan alisnya sambil menatap ke arah para juru masak.
“Ada apa ini? Mereka belum semuanya selesai memasak kenapa sudah diperintahkan untuk menyajikan masakan? Seharusnya menunggu hingga semua juru masak benar-benar selesai. Tapi banyak dari para juru masak yang belum selesai kenapa sudah di suruh menyajikan masakan?” tanya sang putra mahkota dengan nada agak keras membuat ketiga pangeran lain seketika menatap ke depan dan segera membenarkan kalimat kakak mereka.
“Itu benar Kakak Zhu Biao” desis Pangeran Zhu Gang pelan. “Sepertinya ada yang bermain curang. Kasihan juru masak yang belum selesai. Coba lihat! Wajah mereka terlihat pucat dan tubuh mereka gemetar”.
“Tapi siapa yang bermain curang?” tanya Pangeran Zhu Shuang dengan alis berkerut.
“Sepertinya juru masak dari rumah Paman Hu Weiyong” celetuk Pangeran Zhu Di tiba-tiba membuat ketiga kakaknya terkejut dan seketika menoleh ke arah sang pangeran termuda di antara mereka. Hu Weiyong adalah perdana menteri dalam pemerintahan Kaisar Ming Tai Zhu yang memiliki kekuasaan yang kuat di antara menteri-menteri lainnya dalam tubuh enam kementerian.
“Kenapa kau bisa berpikir begitu Adik Zhu Di?” tanya Pangeran Zhu Biao dengan kening berkerut. Sesaat kemudian, pandangannya beralih pada beberapa orang juru masak yang berada pada deretan meja kedua dari depan. Pada deretan tersebut tampak empat juru masak yang telah terlihat siap dengan masakan mereka. Wajah cerah penuh percaya diri tergambar dengan jelas di wajah keempat juru masak yang merupakan juru masak-juru masak di rumah Perdana Menteri Hu Weiyong.
“Siapa yang menjadi kepala juru masak di rumah Paman Hu Weiyong?” tanya Pangeran Zhu Shuang sambil turut menatap ke arah empat juru masak dari rumah sang perdana menteri.
“Namanya Juru Masak Jiu Zhong” jawab Pangeran Zhu Gang setengah berbisik.
“Kau mengenalnya Adik Zhu Gang?” tanya Pangeran Zhu Biao sambil menatap adiknya.
“Tidak terlalu. Tapi, aku sempat bertemu dengannya sekali saat Yang Mulia Kaisar mengadakan jamuan untuk menyambut ulang tahun Ibu Ratu Ma. Juru Masak Jiu Zhong datang membawa bermacam-macam jenis kue dan makanan sebagai persembahan dari Paman Hu Weiyong” jawab Pangeran Zhu Gang sambil membalas tatapan kakak tertuanya. “Aku sempat mencicipi beberapa kuenya karena Ibu Ratu memintaku. Dan ternyata, rasanya luar biasa lezat”.
“Benarkah?” tanya Pangeran Zhu Biao. “Ulang tahun Ibu Ratu yang mana? Kenapa aku tidak tahu?”.
“Kakak Zhu Biao, berapa kali Kakak datang dalam ulang tahun Ibu Ratu? Bukankah Kakak lebih sering menghabiskan waktu Kakak di luar istana?” tanya Pangeran Zhu Shuang sambil tersenyum membuat Pangeran Zhu Biao seketika sedikit memerah wajahnya.
“Ah…iya. Aku lupa. Ah…jika demikian, sepertinya aku memang harus memohon ampun pada Ibu ratu karena sering melupakan hari sepenting itu” jawab Pangeran Zhu Biao sambil melirik Ratu Ma Xiuying yang tampak duduk dengan tenang dan anggun. Sebuah rasa bersalah membersit dalam hati sang putra mahkota.
“Aku hampir merasa yakin bahwa sayembara ini akan di menangkan oleh Juru Masak Jiu Zhong dari rumah Paman Hu Weiyong” ujar Pangeran Zhu Gang membuat Pangeran Zhu Di yang duduk di sebelahnya menjadi sangat gelisah.
Pangeran Zhu Di bukan tidak mengenal Juru Masak Jiu Zhong. Pada jamuan makan di hari ulang tahun Ratu Ma Xiuying yang lalu, ia-pun sempat mencicipi masakan dari Juru Masak Jiu Zhong dan ia mengakui kelezatannya. Tapi pesta itu terjadi beberapa bulan sebelum kegiatan berburu Kaisar Ming Tai Zhu yang mempertemukannya dengan Chen dan mengenal masakan dari tangan anak kecil bertubuh kurus itu. Jika saja, pesta ulang tahun Permaisuri Ma Xiuying diadakan setelah kegiatan berburu Sang Kaisar dilakukan, maka ia sangat yakin, bahwa pendapatnya tentang rasa masakan Juru Masak Jiu Zhong pasti akan sangat jauh berbeda.
“Aku tidak suka dengan kecurangan” desis Pangeran Zhu Di tiba-tiba membuat ketiga kakaknya menjadi sangat terkejut. “Sepertinya Juru Masak Jiu sangat berambisi ingin menjadi Kepala Dapur istana. Aneh sekali”.
Pangeran Zhu Biao sejenak tertegun, namun kemudian tertawa.
“Adik Zhu Di, menjadi Kepala Dapur istana adalah jabatan yang sangat tinggi bagi seorang juru masak. Aku kira, bukan hanya Juru Masak Jiu yang sangat ingin memenangkan sayembara ini, tapi juga para juru masak lainnya” sahut sang putra mahkota.
Pangeran Zhu Shuang mengangguk dan tersenyum.
“Itu benar” katanya. “Hal yang sangat manusiawi jika seseorang menginginkan sebuah jabatan yang lebih tinggi”.
“Hamba mengerti Kakak” jawab Pangeran Zhu Di dengan suara pelan namun terdengar tegas. Sepasang matanya berkilat dalam kilau bening yang tajam. “Tapi seingat hamba, sayembara ini dilakukan adalah untuk mencari seseorang yang bisa membuat hamba merasakan kembali selera makan yang hilang. Jika Yang Mulia Kaisar kemudian menawarkan jabatan sebagai Kepala Dapur Istana pada siapapun yang bisa membuat selera makan hamba kembali, maka menurut hamba itu hanyalah salah satu akibat baik yang akan di dapat oleh juru masak tersebut sebagai hadiah. Karena itu, tidakkah seharusnya, mereka berpikir tentang bagaimana membuat selera makan yang hilang entah kemana itu bisa kembali dan bukan justru memikirkan tentang hadiah yang akan didapatkan?”
Pangeran Zhu Biao berpaling dan untuk pertama kalinya, ia menatap adik mudanya lekat-lekat. Ia sudah lama mengetahui bahwa adik mudanya tersebut memiliki kecerdasan yang sangat baik, namun baru kali inilah ia melihat dan mendengar sendiri bukti dari kecerdasan tersebut. Sebuah rasa kagum dan bangga diam-diam terselip di hati sang putra mahkota membuat pangeran yang tak kalah tampan itu tersenyum meski ia berusaha untuk menyembunyikan senyumnya dengan cara menggigit bibir bawahnya yang merah segar.
“Adik Zhu Di…apa maksudmu?” tanya Pangeran Zhu Shuang sambil mengerutkan alisnya yang tebal bagus.
Pangeran Zhu Di menarik nafas panjang.
“Jika seseorang hanya memikirkan apa yang akan di dapatnya, maka ia tak akan pernah berpikir tentang makna dari apa yang dilakukannya. Hal itu akan terasa seperti menanam gulma diantara padi-padi. Dalam pandangan mata terlihat seolah tanaman padi rimbun dan hijau subur, namun sesungguhnya sedikit saja yang bisa dimakan. Selebihnya, hanyalah sia-sia belaka” sahut Pangeran Zhu Di menjawab pertanyaan Pangeran Zhu Shuang.
*************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar