Ruang yang sangat luas dan terbuka. Terdapat kolam berair
hijau jernih dengan ikan-ikan koi merah yang membatasi ruang terbuka itu dengan
tembok pembatas istana. Bunga-bunga dengan aneka warna bertebaran dalam
guci-guci keramik besar yang berfungsi sebagai pot diselingi berbagai jenis
bonsai dengan bentuk yang sangat indah dan bernilai seni sangat tinggi. Banyak
orang telah berkumpul di ruang terbuka yang terletak di sisi dapur kerajaan
tersebut. Tepat di tengah taman terdapat sebuah rumah panggung kecil yang
sangat indah dengan atap kayu berukir. Kaisar Hongwu terlihat duduk di dalam
rumah panggung tersebut. Pakaian kebesaran raja yang di dominasi warna kuning
terang bersulam benang emas membuat keagungan raja besar tersebut semakin kentara.
Di sisi kiri Kaisar Ming Tai Zhu terlihat duduk Permaisuri Ma dengan kecantikan
yang bersinar. Butir-butir mutiara yang menghiasi sanggulnya terlihat berkilau,
dengan tusuk konde permata yang memendarkan cahaya matahari pagi. Di sisi
sebelah kanan Kaisar Ming Tai Zhu terlihat duduk empat pangeran dalam busana
yang indah dan cemerlang. Tepat di sisi Sang Kaisar, adalah sang putra mahkota,
Pangeran Zhu Biao yang merupakan putra tertua Kaisar Hongwu. Di sisi Pangeran
Zhu Biao adalah pangeran kedua yang bernama Pangeran Zhu Shuang, lalu di
lanjutkan Pangeran Zhu Gang yang merupakan pangeran ketiga dan duduk paling
ujung adalah Pangeran Zhu Di yang terlihat jauh lebih segar dan gembira.
Mengenakan pakaian kebesaran berwarna hijau lumut dengan sulaman benang emas
sebagai seorang putra termuda raja besar membuat Pangeran Zhu Di terlihat
sangat cerah dan tampan. Di sekitar rumah panggung, pada tempat yang lebih
rendah, telah duduk dengan rapi para menteri dan pejabat-pejabat kerajaan.
Kesemuanya mengenakan pakaian yang indah sesuai dengan jabatan mereka. Jenderal
Lan Yu duduk bersebelahan dengan menteri dari Kementerian Pertahanan sementara
tak jauh dari tempatnya duduk, terlihat Lan Fengyin dan saudara-saudaranya
duduk dalam deretan keluarga pejabat kerajaan. Di sisi sebelah kanan, agak jauh
dari Jenderal Lan Yu, terlihat duduk dengan tenang Jenderal Chang Yu Chun yang
sangat jarang terlihat di lingkungan istana karena ketugasannya di distrik
pelatihan prajurit wilayah timur, tepat di sisi perbatasan. Hari ini, Jenderal
Chang Yu Chun menyempatkan diri untuk datang setelah ia menerima surat perintah
dari Kaisar untuk mengikutsertakan seluruh juru masak di rumahnya dalam acara
sayembara yang diadakan untuk mencari kesembuhan bagi Pangeran Zhu Di yang
tengah sakit. Jelas terlihat, tak ada sedikitpun tegur sapa diantara Jenderal
Ln Yu maupun Jenderal Chang Yu Chun meski keduanya beberapa kali sempat
bertemu. Sesekali, Jenderal Chang Yu Chun menoleh ke arah satu bantal duduk
tepat di bawah rumah panggung yang terletak paling dekat dengan Kaisar Ming Tai
Zhu. Bantal duduk itu terlihat kosong. Dan Jenderal Chang Yu Chun tahu, itu
adalah tempat duduk Sang Panglima Tertinggi Jenderal Xu Da. Ia telah mendengar
kabar perihal tertangkapnya beberapa mata-mata Mongol di daerah perbatasan dan
Sang Panglima Tertinggi pasti segera datang untuk melihat dan memeriksa para
mata-mata tersebut. Namun mengetahui bahwa sang jenderal besar yang sangat di
hormatinya masih belum nampak meski sayembara akan dimulai sesaat lagi, sungguh
telah membuat hati Jenderal Chang Yu Chun gelisah. Apa yang terjadi di
perbatasan? Adakah serangan baru dari sisa-sisa kekuatan Yuan yang bergabung
dengan Mongol?. Perbatasan tempat di mana mata-mata dari Mongol tersebut
tertangkap bukanlah daerah perbatasan dengan pertahanan yang kuat karena
merupakan desa kecil di mana beberapa puluh penduduk tinggal dan bertani dengan
kehidupan yang sangat sederhana. Jadi, jika ada serangan mendadak dari Mongol
melalui desa kecil yang terpencil itu, maka Jenderal Xu Da pasti akan mengalami
sedikit kesulitan untuk mengatasinya karena jumlah prajurit yang dibawa tak
lebih dari dua ratus orang. Sementara ia sekarang berada di istana sehingga
jika terjadi sesuatu, maka akan sangat sulit baginya untuk bisa mencapai tempat
tersebut dan memberikan bantuan pada Jenderal Xu Da. Jenderal Chang Yu Chun
menghela nafas panjang. Dalam hati berharap semoga saja Sang Panglima Tertinggi
akan datang ke acara sayembara memasak ini. Seharusnya, juru masak di rumah
Jenderal Xu Da juga mengikuti sayembara yang diadakan oleh Kaisar Ming Tai Zhu
ini. Namun, Jenderal Chang Yu Chun tak melihat satupun juru masak dari rumah
Sang Panglima Tertinggi di antara para juru masak yang kini tengah berdiri
berjajar menunggu saat sayembara dimulai.
Apa yang terjadi? Tangan kanan Jenderal Chang Yu Chun
mengepal kuat menahan kegelisahannya.
Sementara itu, prajurit-prajurit khusus penjaga raja
bertebaran di sekitar rumah panggung dan seluruh taman pada sisi dan jarak yang
beraturan. Tepat di tengah ruang terbuka tersebut, terdapat meja-meja kayu yang
di tata beraturan. Pada masing-masing meja terdapat mangkuk-mangkuk porselin
dalam berbagai ukuran. Semuanya ditata dengan rapi. Sementara beberapa nampan
yang terbuat dari kayu diletakkan pada jarak yang beraturan. Di atas setiap
nampan terdapat berbagai bahan makanan yang siap di masak. Sayuran hijau segar
dari berbagai jenis, buah, akar dan umbi, daging, ikan, hingga cawan-cawan
kecil berisi berbagai bumbu dan kecap. Pada sisi meja, terdapat tungku-tungku
perapian berukuran kecil dan sedang. Kesemuanya tertata rapi dan siap
digunakan.
Hari ini, adalah pelaksanaan sayembara memasak yang diadakan
oleh Kaisar Hongwu untuk mencari siapapun juru masak istana yang dapat membuat
Pangeran Zhu Di memakan masakan yang dibuat dan menyembuhkan sakit pangeran
keempat tersebut.
Pada pinggir arena sayembara, telah berdiri para juru masak
dari dapur kerajaan, dapur ratu dan selir, dapur rumah para menteri, dapur
rumah para pejabat militer dan juru masak dari dapur para puteri. Kesemua juru
masak mengenakan hanfu biru tua yang bersih, rapi dengan pelapis kain berwarna
putih yang berfungsi sebagai celemek dan pelindung baju utama agar tidak kotor
selama memasak.
Kaisar Ming Tai Zhu menatap beberapa pejabat menteri dan
membisikkan sesuatu pada kasim yang bersiap beberapa langkah di belakangnya Itu
adalah Kasim Liu, kasim kepercayaan Sang Kaisar yang selalu menyertai Kaisar
kemanapun juga. Kasim Liu berumur sekitar enam puluh tahun namun masih terlihat
gesit dan kuat. Hal lain tentang Kasim Liu adalah bahwa kasim tersebut
merupakan paman dari Kasim Anta yang bertugas merawat dan mengasuh Sang
Pangeran Keempat. Sang kasim mengangguk mengerti dan beringsut turun dari rumah
panggung kemudian berdiri pada sisi bawah rumah panggung yang indah tersebut dan
menatap para juru masak yang terlihat siap di pinggir arena.
“Para juru masak diperintahkan untuk memasuki arena
sayembara!” teriak Kasim Liu dengan suara keras.
Hanya sedetik setelah Kasim Liu selesai mengucapkan
kata-katanya, para juru masak yang berdiri di pinggir arena segera bergerak
memasuki arena sayembara. Mereka berjalan dengan tertib dalam bentuk barisan
dan segera menempati meja yang telah disiapkan. Sepuluh juru masak yang
berjalan paling depan menempati deretan meja yang ditata paling depan. Sepuluh
juru masak berikutnya menempati deretan meja nomor dua dari depan. Demikian
seterusnya hingga seluruh juru masak yang semula berdiri di pinggir arena telah
menempati setiap meja.
Kecuali satu meja di bagian paling belakang yang terlihat
kosong.
Tak ada yang memperhatikan satu meja yang kosong tersebut
kecuali pangeran keempat. Terlihat kepalanya menoleh ke sekeliling dengan alis
berkerut seolah mencari sesuatu atau seseorang. Alisnya yang tebal indah
berkerut. Lalu, ketika dilihatnya kasim raja kembali berjalan mendekati sang
kaisar, Pangeran Zhu Di mulai gelisah.
“Yang Mulia, semua peserta telah memasuki ruang sayembara”
lapor Kasim Liu pada Kaisar Hongwu.
Kaisar Zhu Yuanzhang mengangguk.
“Perintahkan para juru masak untuk memulai memasak. Sayembara
di mulai” perintah sang raja besar.
Kasim Liu membungkukkan tubuhnya pada Kaisar Zhu. “Baik Yang
Mulia”
“Tunggu!” teriak Pangeran Zhu Di membuat semua orang
terkejut. Kasim Liu yang hendak melangkah kembali ke bagian bawah rumah
panggung mengurungkan langkahnya dan membalikkan tubuhnya ke arah pangeran
termuda tersebut lalu kembali membungkukkan tubuhnya ke arah pangeran keempat.
Kaisar Ming Tai Zhu menatap putranya dengan wajah berkerut
penuh tanya sementara tiga pangeran lainnya di sisi Pangeran Zhu Di semuanya
menoleh ke arah adik mereka. Demikian pula halnya dengan Permaisuri Ma.
“Ayahanda….Paman Xu Da belum datang. Bagaimana bisa
sayembara di mulai?” Pangeran Zhu Di berkata dengan nada sedikit gelisah.
“Jenderal Xu Da sedang berada di perbatasan. Bagaimana
mungkin akan datang dalam sayembara ini?” tanya Kaisar Ming Tai Zhu pada
putranya.
“Tapi…juru masak dari rumah Paman Xu Da seharusnya juga
mengikuti sayembara ini” jawab Pangeran Zhu Di dengan nada suara agak keras
membuat sepasang alis indah sang ratu berkerut.
“Apakah juru masak di rumah Paman Xu Da mengetahui adanya
sayembara ini Adik Zhu Di? Mungkin saja mereka tidak mengetahuinya sehingga
tidak datang” tanya Pangeran mahkota Zhu Biao sambil memandang adiknya.
“Tidak Kakak! Mereka pasti tahu. Hamba telah memastikan agar
semua juru masak di istana dan di rumah-rumah pejabat di sekitar istana
semuanya mengetahui adanya sayembara ini. Bukankah mereka semua wajib mengikuti
sayembara ini?” jawab Pangeran Zhu Di menjawab pertanyaan kakak tertuanya dengan
cepat.
“Itu memang benar, tapi hari sudah mulai siang dan sayembara
tidak bisa di tunda lebih lama. Lebih cepat selesai lebih baik. Masih banyak
permasalahan lain yang harus diselesaikan dan bukan hanya mengurusi masalahmu
saja” tegas Kaisar Ming Tai Zhu sambil menatap tajam ke arah putra keempatnya.
“Tapi Ayahanda…” Pangeran Zhu Di nyaris merengek pada sang
ayah. Wajahnya terlihat berkerut gelisah. Hal yang segera tertangkap oleh
pandang mata Permaisuri Ma Xiuying yang memandang putranya dengan naluri
keibuannya.
“Perintahkan mereka untuk memulainya!” tegas suara Kaisar
Ming Tai Zhu pada sang kasim yang berdiri menunggu.
“Baik Yang Mulia” Kasim Liu membungkukkan tubuhnya lalu
berjalan ke bawah rumah panggung dan berdiri di tempat di mana ia bisa menghadap
ke arah semua juru masak yang telah bersiap.
“Yang Mulia Kaisar memerintahkan kepada semua juru masak
untuk mulai memasak!” teriak Kasim Liu yang segera disambut oleh para juru
masak yang membungkuk ke arah panggung dengan gerak serempak.
“Perintah Yang Mulia Kaisar segera kami laksanakan!” jawab
seluruh juru masak.
Kaisar Ming Tai Zhu mengangkat tangan kanannya sebagai
isyarat pada seluruh juru masak.
Selanjutnya, seluruh juru masak mulai bergerak di meja
masing-masing. Terlihat jelas kesibukan mereka. Setiap tangan bergerak dengan
gesit dan cekatan memilah dan memilih bahan yang tersedia di atas meja. Suara
pisau yang bergerak memotong sayur, buah dan akar terdengar riuh berirama
diselingi suara berdetak pisau pemotong daging yang bergerak dalam tekanan
tenaga dan gerak yang cepat. Aroma api yang menyala segera membubung memenuhi
ruang arena sayembara.
Pangeran Zhu Di yang duduk di atas panggung menundukkan
wajahnya yang berkerut gelisah. Sepasang matanya sekejab memejam rapat
sementara kedua tangannya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.
“Kakak…Adik Chen….kenapa kalian tidak datang? Ada apa?
Apakah kalian mengalami sesuatu? Apakah Paman Xu Da melarang kalian untuk
datang? Tapi…itu tidak mungkin….tidak mungkin. Jika kalian tidak datang…jika
Adik Chen tidak mengikuti sayembara ini, aku harus bagaimana? Bagaimana?” bisik
Pangeran Zhu Di lemah. Tak ada seorangpun yang mendengar bisikan halus Pangeran
Zhu Di, termasuk Pangeran Zu Gang yang duduk tepat di sisi sang pangeran
keempat.
Para juru masak terlihat semakin sibuk. Sebagian dari mereka
tampaknya telah selesai mempersiapkan sayur, ikan, daging, akar dan bahan-bahan
lain yang akan dimasak. Sebagian yang lain justru telah mulai mengaduk masakan
mereka dalam mangkuk besar ataupun guci di atas tungku yang menyala. Aroma
harum dan sedap segera membubung tinggi memenuhi udara di seluruh ruang terbuka
di halaman dapur kerajaan tersebut. Beberapa menteri dan pejabat kerajaan
saling berbisik dengan wajah cerah. Jelas hari ini, mereka semua akan menyantap
hidangan yang lezat sepuas-puasnya. Namun, sebagian menteri dan pejabat yang
lain terlihat duduk dengan gelisah dan ketegangan jelas terlihat di wajah
mereka. Sayembara ini dilakukan bukan semata untuk mencari juru masak yang bisa
membuat pangeran keempat mau menyantap makanan yang dihidangkan, melainkan juga
menyangkut nasib banyak orang. Bukan hanya para juru masak istana pangeran yang
saat ini mendekam dalam penjara, melainkan juga nasib mereka semua. Jika,
Pangeran Zhu Di tetap tak mau menyantap makanan dari salah satu juru masak yang
hari ini mengikuti sayembara, maka sudah pasti mereka semua akan mendapat
hukuman dari Kaisar Ming Tai Zhu. Bahkan para juru masak istana pangeran yang
saat ini ada dalam penjara jelas akan mendapat hukuman mati. Bagi para menteri
dan pejabat, hukuman terburuk yang bisa mereka bayangkan sudah jelas berupa penurunan
pangkat dan jabatan. Atau justru dipecat dari jabatan mereka. Dan itu sangatlah
buruk selain hukuman mati itu sendiri.
Permaisuri Ma Xiuying menoleh ke arah pangeran keempat.
Wajahnya mengerutkan tanya.
“Pangeran Zhu Di, apakah Anda mengkhawatirkan sesuatu?”
tanya sang ratu dengan senyumnya yang lembut.
Pangeran Zhu Di menoleh ke arah Permaisuri Ma. Tersenyum
lalu menggeleng. “Ah tidak Ibu Ratu, hamba tidak mengkhawatirkan apapun”.
Permaisuri Ma tersenyum. Lalu mengangguk meski ia tahu,
jawaban Pangeran Zhu Di tidaklah sesuai dengan kenyataan.
“Adik Zhu Di pasti sedang mengkhawatirkan hasil dari
sayembara ini” ujar Pangeran mahkota Zhu Biao tiba-tiba membuat ketiga pangeran
lain menoleh dan menatap ke arah kakak mereka. Pangeran Zhu Biao tersenyum.
Tatapannya lurus ke depan, ke arah para juru masak yang tengah sibuk dengan
kegiatan mereka. “Bagaimana jika nanti, tetap tak ada makanan yang disukainya?
Apakah semua orang harus menanggung akibat karena pangeran keempat tak mau
makan makanan yang dihidangkan di depannya?”.
Permaisuri Ma terkejut mendengar ucapan pangeran mahkota
yang meski diucapkan secara halus namun terasa tajam. Ia telah lama tahu bahwa
hubungan pangeran keempat dengan kakak-kakaknya terutama pangeran mahkota
kurang harmonis. Pangeran Zhu Di bukanlah seorang anak yang sulit bergaul.
Bahkan bisa dikatakan, justru Pangeran Zhu Di-lah yang memiliki teman paling
banyak di antara saudara-saudaranya. Meskipun seringkali, tingkahnya yang
banyak memberontak terhadap aturan membuat sang ratu, Kaisar Ming Tai Zhu, para
kasim, dayang dan prajurit istana pusing namun tak dapat dipungkiri bahwa
pangeran keempat adalah sebuah sinar yang terang di istana terutama di keluarga
Kaisar Hongwu. Kecerdasan, ketangkasan dan wajahnya yang tampan paling menonjol
di antara pangeran-pangeran yang lain. Sementara para pangeran lain
masing-masing memiliki watak khas dan kebiasaan sendiri-sendiri. Akan halnya
Pangeran Zhu Biao yang merupakan pangeran pertama dan putra mahkota justru
terlihat tidak tertarik dunia ketangkasan dan keprajuritan sebagaimana Pangeran
Zhu Di. Sang putra mahkota lebih menyukai dunia seni, membaca buku-buku sastra,
sosial dan melakukan hak-hal yang aneh seperti menghilang dari lingkungan
istana hanya untuk bergaul dengan rakyat di luar tembok istana, di pasar, di
pedesaan, bahkan menonton pertunjukan rakyat. Selain itu, dalam beberapa hal,
sang putra mahkota tampaknya tidak sejalan dengan Sang Kaisar sehingga
seringkali terjadi pertengkaran di antara keduanya yang membuat Permaisuri Ma
menjadi sangat sedih. Betapa jauh perbedaan di antara Pangeran Zhu Biao dengan
Pangeran Zhu Di yang justru menjadi mutiara kebanggaan Sang Kaisar, seolah-olah
semua yang di harapkan oleh Kaisar Ming Tai Zhu dari Pangeran Zhu Biao justru
dipenuhi oleh Pangeran Zhu Di. Mungkin saja, hal-hal yang menjadi kelebihan
pangeran keempat itulah yang telah menjauhkannya dari saudara-saudaranya,
terutama Pangeran Mahkota Zhu Biao meskipun tampaknya, Pangeran Zhu Di sendiri
tak terlalu memikirkan hal itu.
Hal lain yang aneh dalam pengamatan Permaisuri Ma adalah
bahwa meskipun Pangeran Zhu Di seringkali melanggar aturan, namun banyak sekali
orang yang menyukainya. Mulai dari pelayan, dayang, kasim, prajurit bahkan
hingga Kaisar Ming Tai Zhu sendiri yang meski tak mengatakannya secara langsung
namun dari sikap dan perhatian yang ditunjukkan, jelas terlihat bahwa sang
kaisar sangat menyayangi pangeran keempatnya tersebut. Dan sayembara yang di
adakan saat ini merupakan salah satu bukti betapa Pangeran Zhu Di memang
memiliki tempat khusus di hati Kaisar Ming Tai Zhu.
“Kakak Zhu Biao, sepertinya, memang telah menjadi jalan bagi
kita untuk lebih memberikan perhatian pada adik kecil kita” sambung Pangeran
Zhu Shuang. Senyum manis tersungging di bibirnya. “Bukankah itu gunanya kakak
atau saudara tua?”.
Pangeran Zhu Gang yang duduk di antara pangeran keempat dan
pangeran kedua menggerakkan tangannya dan menepuk bahu adiknya sekilas. Senyum
juga menghias bibirnya. Namun, berbeda dengan senyum di wajah Pangeran Zhu Biao
yang terkesan agak sinis, senyum di bibir pangeran ketiga justru terlihat
sejuk.
“Tapi, aku sangat yakin bahwa akhir dari sayembara ini akan
sangat baik dan Adik Zhu Di akan kembali sehat seperti semula. Aku bisa
merasakannya, jadi…Kakak Zhu Biao dan Kakak Zhu Shuang, mohon jangan terlalu
khawatir” ujar Pangeran Zhu Gang pelan.
“Apakah kau bisa menjamin hal itu Adik Zhu Gang? Bagaimana
kau bisa menjamin bahwa sayembara ini akan berhasil dengan baik?”tanya Pangeran
Zhu Biao. Kepalanya sedikit berpaling ke samping dan menatap adiknya sekilas.
Suaranya bergumam meski tetap saja terdengar hingga ke telinga Pangeran Zhu Di,
membuat sang pangeran keempat semakin menunduk. “Begitu banyak nyawa yang
dipertaruhkan dalam sayembara ini hanya untuk memenuhi kebutuhan satu orang.
Menurutku ini sungguh tidak adil”.
Pangeran Zhu Gang menggeleng pelan. “Aku tidak memiliki
apapun sebagai jaminan Kakak Zhu Biao. Tapi, dasar hatiku merasa sangat yakin
bahwa hasil dari sayembara ini akan sangat baik, bukan hanya untuk Adik Zhu Di
saja tapi juga untuk semua orang”.
“Hmm…bagaimana mungkin urusan nyawa yang begitu penting bisa
berjalan hanya dengan berpijak pada sebuah kata dari dasar hati? Jika memang
seperti itu, lalu, apa gunanya seseorang belajar begitu keras?” sahut Pangeran
Zhu Biao sedikit mendengus. Namun, pandangannya kembali terarah ke depan, pada
para juru masak yang beberapa di antaranya mulai menyelesaikan satu atau dua
jenis masakan yang dibuatnya.
“Kakak Zhu Biao, Kakak Zhu Shuang….hamba telah melakukan
kesalahan dan memberikan masalah bagi keluarga dan semua orang. Karena itu,
hamba meminta maaf dengan kesungguhan dari hati hamba. Namun…seperti yang
dikatakan oleh Kakak Zhu Gang, akhir dari sayembara ini seharusnya akan sangat
baik bagi semua orang. Jika sampai nanti, hasil dari sayembara ini tidak dapat
memberikan kebaikan bagi banyak orang, maka hamba sendirilah yang akan
menanggung seluruh hukuman dari Yang Mulia Kaisar dan bukan orang lain” Pangeran
Zhu Di tiba-tiba membuka suara membuat ketiga kakaknya serentak menoleh dan
menatap pada pangeran termuda itu. Tak terkecuali Permaisuri Ma Xiuying. Sebuah
rasa halus menelusup dalam hati sang ratu mendengar ucapan pangeran terkecil
dalam keluarga raja tersebut. Satu lagi kelebihan Pangeran Zhu Di yang dapat
dilihat oleh Permaisuri Ma adalah betapa pangeran berwajah tampan tersebut
selalu bersikap hormat pada kakak-kakaknya meskipun seringkali, ia mendapat
kata-kata yang tajam. Sikap hormat yang juga ditunjukkan pada Kaisar Ming Tai
Zhu dengan cara selalu mendengarkan apa yang dikatakan oleh sang raja.
Pangeran Zhu Gang tersenyum dan menepuk bahu adiknya
sementara Pangeran Zhu Biao hanya mendengus pelan lalu kembali menatap ke arah
juru masak yang tengah sibuk dengan apapun menu yang akan mereka hidangkan.
Namun Pangeran Zhu Shuang mengerutkan alisnya dan masih
menatap pangeran keempat.
“Kau terlihat sangat yakin Adik Zhu Di. Darimanakah
keyakinanmu itu datang?” tanya Pangeran Zhu Shuang.
Pangeran keempat mengangguk dan tersenyum. “Benar Kakak, hamba
sangat yakin karena…..”.
“Yang Mulia….para juru masak telah selesai dengan masakan
mereka dan memohon ijin untuk menyajikan makanan” suara Kasim Liu memotong
kalimat Pangeran Zhu Di membuat sang pangeran keempat terlihat terkejut dan
menjadi semakin gelisah.
“Baiklah” sahut Kaisar Ming Tai Zhu. “Cepat sajikan”.
“Baik Yang Mulia” jawab Kasim Liu sambil membungkuk dalam
sebelum kemudian berlalu dan berdiri menghadap para juru masak yang tampak
telah selesai dengan masakan mereka. Beberapa juru masak terlihat masih sibuk
membenahi apapun yang mereka masak sementara beberapa yang lain justru terlihat
panik karena tampaknya, apa yang mereka masak tidak memberikan hasil seperti
yang di harapkan.
“Yang Mulia Kaisar memerintahkan kepada para juru masak
untuk segera menyajikan hasil masakan!” seru Kasim Liu dengan suara lantang.
Para juru masak yang tengah sibuk seketika berdiri siap dan
membungkuk ke arah Sang kaisar di rumah panggung.
“Perintah Yang Mulia Kaisar segera kami laksanakan!” jawab
para juru masak dengan suara serentak.
Pangeran Zhu Biao mengerutkan alisnya sambil menatap ke arah
para juru masak.
“Ada apa ini? Mereka belum semuanya selesai memasak kenapa
sudah diperintahkan untuk menyajikan masakan? Seharusnya menunggu hingga semua
juru masak benar-benar selesai. Tapi banyak dari para juru masak yang belum
selesai kenapa sudah di suruh menyajikan masakan?” tanya sang putra mahkota
dengan nada agak keras membuat ketiga pangeran lain seketika menatap ke depan dan
segera membenarkan kalimat kakak mereka.
“Itu benar Kakak Zhu Biao” desis Pangeran Zhu Gang pelan.
“Sepertinya ada yang bermain curang. Kasihan juru masak yang belum selesai.
Coba lihat! Wajah mereka terlihat pucat dan tubuh mereka gemetar”.
“Tapi siapa yang bermain curang?” tanya Pangeran Zhu Shuang
dengan alis berkerut.
“Sepertinya juru masak dari rumah Paman Hu Weiyong” celetuk
Pangeran Zhu Di tiba-tiba membuat ketiga kakaknya terkejut dan seketika menoleh
ke arah sang pangeran termuda di antara mereka. Hu Weiyong adalah perdana
menteri dalam pemerintahan Kaisar Ming Tai Zhu yang memiliki kekuasaan yang
kuat di antara menteri-menteri lainnya dalam tubuh enam kementerian.
“Kenapa kau bisa berpikir begitu Adik Zhu Di?” tanya
Pangeran Zhu Biao dengan kening berkerut. Sesaat kemudian, pandangannya beralih
pada beberapa orang juru masak yang berada pada deretan meja kedua dari depan.
Pada deretan tersebut tampak empat juru masak yang telah terlihat siap dengan
masakan mereka. Wajah cerah penuh percaya diri tergambar dengan jelas di wajah
keempat juru masak yang merupakan juru masak-juru masak di rumah Perdana Menteri
Hu Weiyong.
“Siapa yang menjadi kepala juru masak di rumah Paman Hu
Weiyong?” tanya Pangeran Zhu Shuang sambil turut menatap ke arah empat juru
masak dari rumah sang perdana menteri.
“Namanya Juru Masak Jiu Zhong” jawab Pangeran Zhu Gang
setengah berbisik.
“Kau mengenalnya Adik Zhu Gang?” tanya Pangeran Zhu Biao
sambil menatap adiknya.
“Tidak terlalu. Tapi, aku sempat bertemu dengannya sekali
saat Yang Mulia Kaisar mengadakan jamuan untuk menyambut ulang tahun Ibu Ratu
Ma. Juru Masak Jiu Zhong datang membawa bermacam-macam jenis kue dan makanan
sebagai persembahan dari Paman Hu Weiyong” jawab Pangeran Zhu Gang sambil
membalas tatapan kakak tertuanya. “Aku sempat mencicipi beberapa kuenya karena
Ibu Ratu memintaku. Dan ternyata, rasanya luar biasa lezat”.
“Benarkah?” tanya Pangeran Zhu Biao. “Ulang tahun Ibu Ratu
yang mana? Kenapa aku tidak tahu?”.
“Kakak Zhu Biao, berapa kali Kakak datang dalam ulang tahun
Ibu Ratu? Bukankah Kakak lebih sering menghabiskan waktu Kakak di luar istana?”
tanya Pangeran Zhu Shuang sambil tersenyum membuat Pangeran Zhu Biao seketika
sedikit memerah wajahnya.
“Ah…iya. Aku lupa. Ah…jika demikian, sepertinya aku memang
harus memohon ampun pada Ibu ratu karena sering melupakan hari sepenting itu”
jawab Pangeran Zhu Biao sambil melirik Ratu Ma Xiuying yang tampak duduk dengan
tenang dan anggun. Sebuah rasa bersalah membersit dalam hati sang putra
mahkota.
“Aku hampir merasa yakin bahwa sayembara ini akan di
menangkan oleh Juru Masak Jiu Zhong dari rumah Paman Hu Weiyong” ujar Pangeran
Zhu Gang membuat Pangeran Zhu Di yang duduk di sebelahnya menjadi sangat
gelisah.
Pangeran Zhu Di bukan tidak mengenal Juru Masak Jiu Zhong.
Pada jamuan makan di hari ulang tahun Ratu Ma Xiuying yang lalu, ia-pun sempat
mencicipi masakan dari Juru Masak Jiu Zhong dan ia mengakui kelezatannya. Tapi
pesta itu terjadi beberapa bulan sebelum kegiatan berburu Kaisar Ming Tai Zhu
yang mempertemukannya dengan Chen dan mengenal masakan dari tangan anak kecil
bertubuh kurus itu. Jika saja, pesta ulang tahun Permaisuri Ma Xiuying diadakan
setelah kegiatan berburu Sang Kaisar dilakukan, maka ia sangat yakin, bahwa
pendapatnya tentang rasa masakan Juru Masak Jiu Zhong pasti akan sangat jauh
berbeda.
“Aku tidak suka dengan kecurangan” desis Pangeran Zhu Di
tiba-tiba membuat ketiga kakaknya menjadi sangat terkejut. “Sepertinya Juru
Masak Jiu sangat berambisi ingin menjadi Kepala Dapur istana. Aneh sekali”.
Pangeran Zhu Biao sejenak tertegun, namun kemudian tertawa.
“Adik Zhu Di, menjadi Kepala Dapur istana adalah jabatan yang
sangat tinggi bagi seorang juru masak. Aku kira, bukan hanya Juru Masak Jiu
yang sangat ingin memenangkan sayembara ini, tapi juga para juru masak lainnya”
sahut sang putra mahkota.
Pangeran Zhu Shuang mengangguk dan tersenyum.
“Itu benar” katanya. “Hal yang sangat manusiawi jika
seseorang menginginkan sebuah jabatan yang lebih tinggi”.
“Hamba mengerti Kakak” jawab Pangeran Zhu Di dengan suara
pelan namun terdengar tegas. Sepasang matanya berkilat dalam kilau bening yang
tajam. “Tapi seingat hamba, sayembara ini dilakukan adalah untuk mencari
seseorang yang bisa membuat hamba merasakan kembali selera makan yang hilang.
Jika Yang Mulia Kaisar kemudian menawarkan jabatan sebagai Kepala Dapur Istana
pada siapapun yang bisa membuat selera makan hamba kembali, maka menurut hamba
itu hanyalah salah satu akibat baik yang akan di dapat oleh juru masak tersebut
sebagai hadiah. Karena itu, tidakkah seharusnya, mereka berpikir tentang
bagaimana membuat selera makan yang hilang entah kemana itu bisa kembali dan
bukan justru memikirkan tentang hadiah yang akan didapatkan?”
Pangeran Zhu Biao berpaling dan untuk pertama kalinya, ia
menatap adik mudanya lekat-lekat. Ia sudah lama mengetahui bahwa adik mudanya
tersebut memiliki kecerdasan yang sangat baik, namun baru kali inilah ia
melihat dan mendengar sendiri bukti dari kecerdasan tersebut. Sebuah rasa kagum
dan bangga diam-diam terselip di hati sang putra mahkota membuat pangeran yang
tak kalah tampan itu tersenyum meski ia berusaha untuk menyembunyikan senyumnya
dengan cara menggigit bibir bawahnya yang merah segar.
“Adik Zhu Di…apa maksudmu?” tanya Pangeran Zhu Shuang sambil
mengerutkan alisnya yang tebal bagus.
Pangeran Zhu Di menarik nafas panjang.
“Jika seseorang hanya memikirkan apa yang akan di dapatnya,
maka ia tak akan pernah berpikir tentang makna dari apa yang dilakukannya. Hal
itu akan terasa seperti menanam gulma diantara padi-padi. Dalam pandangan mata
terlihat seolah tanaman padi rimbun dan hijau subur, namun sesungguhnya sedikit
saja yang bisa dimakan. Selebihnya, hanyalah sia-sia belaka” sahut Pangeran Zhu
Di menjawab pertanyaan Pangeran Zhu Shuang.
*************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar